Battlefield Symphony – Chapter 4 : 「Sebelum Perbatasan」
Sudah tiga hari berlalu sejak Rio dan yang lainnya harus berurusan dengan para petualang di kota. Mereka telah melangkah lebih jauh ke timur dan akhirnya mendekati perbatasan Galarc.
Sebelum tengah hari, mereka mencapai kota yang dilindungi oleh tembok yang berfungsi sebagai garis pertahanan di dekat perbatasan Kerajaan. Namun, sebelum semuanya memasuki kota, Rio pergi sendiri untuk memeriksa bagaimana situasinya.
Celia dan yang lainnya bersembunyi di hutan di sebelah jalan yang mengarah keluar dari gerbang barat kota dan menunggu Rio kembali. Mereka membuat makan siang meski sedikit lebih awal, dan mulai makan. Pada saat itu, Rio muncul di dekat mereka dan memanggil mereka agar tidak menakut-nakuti mereka.
"Maaf sudah menunggu."
Sebagai catatan, roh kontrak Sara dan Alma, Hel dan Ifrita sedang mengawasi sekitar dalam wujud roh mereka sementara untuk roh kontrak Orphia, Ariel, berpatroli di sekitar langit dalam bentuk fisiknya.
Dengan semua roh kontrak mereka, gadis-gadis itu akan segera menyadari kedatangan Rio. Ariel adalah satu-satunya yang dalam wujud fisiknya karena wujud itu memberinya kemampuan fisik yang lebih besar seperti kemampuan untuk melihat lebih jauh dan memperbesar kemampuan pendeteksiannya.
Ketika Celia melihat Rio tiba, dia berlari ke arah Rio dengan cepat.
"Selamat datang kembali, Haruto. Bagaimana keadaaannya?"
"Tidak ada surat pemberitahuan tentang kita di papan pengumuman kota. Aku juga tidak melihat satu pun personel dari regu pencari di sana, tapi karena ini adalah kota perbatasan, ada cukup banyak tentara yang berpatroli di sana." Kata Rio, melaporkan.
Sebagai catatan, mereka telah melewati banyak kota untuk sampai ke sini, tetapi tidak satu pun dari kota yang mereka datangi terdapat surat pemberitahuan yang sama seperti kota sebelumnya.
"Jika kota benteng di dekat perbatasan tidak memiliki surat pemberitahuan itu, maka tidak diragukan lagi kalau yang kita lihat di kota sebelumnya itu benar-benar palsu." Kata Christina sambil menghela napas, saat membuat kesimpulan itu.
Mendapatkan lebih banyak informasi akurat adalah hal yang baik, tetapi informasi itu juga tidak menyenangkan untuk didengar.
"Dengan kata lain, Reiss memperkirakan kalau kita akan melewati kota itu. Para petualang itu seharusnya memberitahunya tentang kita kembali melalui jalan barat, tapi siapa yang tahu jika hal itu berhasil membodohinya....."
Rio mengerutkan keningnya dengan ekspresi serius.
"Namun, jika kita melihatnya dari sudut pandang lain, itu berarti satu-satunya musuh kita adalah Reiss. Hal itu cukup jelas karena di semua kota yang kita kunjungi kita tidak pernah menemukan regu pencari."
Berbeda dengan Rio dan Christina yang pesimis, Vanessa memberikan analisa positifnya. Namun, Christina bereaksi dengan tampilan serius yang mirip dengan Rio.
"Mungkin itu benar, tapi......."
Masalahnya adalah Reiss. Sejak kejadian di kota kecil sebelumnya, semuanya berjalan dengan lancar – terlalu lancar. Christina gelisah dan tidak tahu apakah mereka benar-benar akan sampai ke Rodania dengan selamat.
Rio juga memiliki firasat buruk tentang bagaimana keadaannya.
".....Untuk saat ini, tujuan terpendek kita adalah melintasi perbatasan Kerajaan. Kita akan mengambil rute terpendek sehingga kita tidak perlu lagi khawatir dengan regu pencari. Jika kita pergi sekarang, kita harus melintasi perbatasan sebelum gelap dengan mudah." Kata Rio, menyarankan.
Begitu mereka melewati kota benteng di depan mereka, tidak akan ada lagi kota sampai mereka mencapai perbatasan.
Hanya ada sedikit yang tersisa.
[ Tidak peduli apa yang terjadi, kami akan terus maju. Apapun rencana Reiss, hal itu tidak akan mengubah apa yang harus kami lakukan. ]
Pikir Rio untuk memfokuskan kembali pikirannya.
◇◇◇◇
Setelah melakukan percakapan itu, Rio dan yang lainnya menuju ke kota benteng. Sejak insiden di kota kecil yang di kelilingi oleh pegunungan, mereka mewaspadai kemungkinan kalau Charles dan regu pencarinya telah mengetahui jumlah semuanya.
Biasanya, sebelum memasuki kota mereka membagi menjadi dua kelompok agar tidak diketahui, tetapi kali ini mereka memutuskan untuk memasuki kota benteng itu bersamaan.
Jika mereka bisa melewati gerbang tanpa masalah, maka itu akan menjadi bukti yang sangat kuat kalau Charles dan regu pencarinya masih belum mengetahui kalau Christina melarikan diri bersama delapan orang lainnya.
"Kita berhasil." Memasuki kota dengan lancar, Celia menghela napas lega.
"Tidak heran. Charles mungkin mengira kita telah menempuh perjalanan yang sebenarnya yang hanya bisa kita tempuh. Faktanya, para penjaga gerbang masih memeriksa warna rambut kita adalah bukti kalau kita telah mengakali mereka sepenuhnya."
Kata Vanessa sambil melihat sekeliling. Di dalam tembok tidak ada banyak tentara, dan orang-orang sepertinya sedang dalam ketenangan.
Rio berjalan di depan mereka dengan Celia di sampingnya. Di belakangnya ada Christina dan Vanessa, Kouta dan Rei, serta Sara, Orphia, dan Alma. Mereka sedang menuju ke timur dari jalan utana di barat dan sebagai pencegahan, Christina, Vanessa, Kouta dan Rei menutupi wajah mereka dengan tudung jubah mereka.
Penampilan Celia dan gadis-gadis dari desa roh memang sangat menarik perhatian jika mereka tidak memakai tudung jubah mereka, tapi hanya ada beberapa pejalan kaki, jadi orang² hanya bisa melirik mereka sekilas.
Maka mereka berjalan di jalan utama sampai mereka mencapai jalan raya. Setelah meninggalkan gerbang timur, Rio melihat ke jalan yang akan membawa mereka ke perbatasan dan melihat ke yang lainnya.
"Baiklah, ayo kita masuk. Kita harus melintasi perbatasan dalam waktu sekitar satu jam. Formasi kita akan sama seperti biasanya: Aku akan berada di depan sementara Sara dan yang lainnya akan mengelilingi Yang Mulia dan Celia."
Rio, Sara, Orphia dan Alma membentuk formasi berbentuk berlian dan berjalan mengawasi ke segala arah.
Cuacanya cerah, jadi ada juga orang lain yang telah meninggalkan gerbang di sebelah timur untuk pergi ke perbatasan Kerajaan seperti mereka. Dalam sepuluh menit, kota di belakang mereka tidak lagi terlihat.
[ Cukup mengejutkan karena ada sedikit orang yang datang dari Galarc ke Beltrum. Yah, karena Kerajaan dalam keadaan ini, aku ragu ada banyak orang yang mau datang ke sini secara sukarela.... ]
Pikir Rio di kepalanya.
Ketika dia melihat sekeliling, satu-satunya orang di sekitar selain kelompoknya adalah para petualang yang telah meninggalkan kota benteng pada saat yang sama dengan mereka.
Tiba-tiba, ada empat petualang muncul dari depan. Tiga dari mereka memiliki pedang di pinggangnya dan yang keempat adalah pria kurus dengan wajah yang tertutup oleh tudung jubahnya.
"Semuanya, minggir ke kiri."
Rio memberikan arahan itu kepada mereka.
Ini adalah masalah kesopanan untuk pindah ke satu sisi dan membiarkan orang yang datang dari arah berlawanan lewat; melakukan itu mencegah beberapa masalah selama perjalanan.
Namun, pria kurus yang mengenakan jubah itu sengaja melangkah di depan mereka dan mencegah mereka bergerak.
"......Berhenti."
Rio memberikan perintah itu kepada mereka tanpa menoleh ke belakang. Sementara itu, tiga pria lainnya mulai mengepung mereka.
"Wah, ini kebetulan sekali."
Kata pria yang memakai jubah itu. Suaranya terdengar tidak asing.
"Reiss."
Rio segera menghunus pedangnya dan memelototi Reiss. Sara dan yang lainnya juga telah mengeluarkan senjata mereka dan bersiap untuk menghadapi ketiga pria yang telah mengepung mereka.
"Oh? Kamu tidak terlalu terkejut seperti yang aku harapkan." Kata Reiss, matanya melebar sedikit.
"Berkat surat pemberitahuan yang kamu buat, kami menyadari kalau kamu mencoba menemukan kami. Kami mencoba menyamarkan rute yang akan kami ambil, tetapi kami selalu siap menghadapi kemungkinan serangan darimu."
"Haha, begitu. Sungguh, kamu orang yang cukup menakutkan."
"Kamu tidak memiliki ekspresi yang sama dengan yang kamu katakan itu."
"Itu tidak benar. Menurutku kamu menakutkan."
"......Kamu menunjukkan dirimu dengan cukup berani, jika ini benar. Tujuanmu adalah hidup Putri Christina, bukan?" Rio bertanya dengan tatapan dingin.
"Hehe."
Reiss menunjukkan senyuman tak kenal takut.
"Sebelum aku mengalahkanmu, aku ingin menanyakan sesuatu padamu." Kata Rio, menghunuskan pedangnya.
"Apa itu tentang kapten kami, Lucius? Atau mungkin itu tentang masa lalumu..... Ya, ampun, itu berbahaya."
Reiss tertawa dengan cemoohan.
Namun, Rio menebaskan pedangnya saat dia berbicara, memaksanya untuk melompat mundur.
"Tidak ada cara untuk mengetahui apa yang kamu rencanakan. Aku akan mendengarkan apa yang kamu katakan setelah aku mengalahkanmu."
Rio menatap Reiss dengan tatapan dingin.
"Ayolah, jangan seperti itu. Aku bahkan sudah bersusah payah membawa anggota Celestial Lion hanya untukmu. Mereka adalah bawahan dari orang yang sangat kamu kenal dan mereka semua juga cukup terampil. Aku yakin mereka akan menjadi pasangan yang cocok untuk gadis-gadismu."
Reiss mengatakan itu dengan nada santai saat dia melihat ke arah Arein, Lucci, dan Ven, yang sedang memelototi Sara dan yang lainnya dengan aura membunuh.
"Benar sekali. Bermainlah dengan kami sedikit, nona."
Kata Lucci kepada Alma, yang berdiri di hadapannya.
"Jangan main-main. Seriuslah."
Kata Ven, yang berdiri di depan Orphia.
"Jadi kau adalah lawanku. Kau tampak kuat."
Kata Arein, tertawa terbahak-bahak saat mengejek Sara.
"............."
Gadis-gadis itu tidak menanggapi mereka dan diam-diam mengawasi pergerakan lawan mereka. Kedua kelompok itu terpisah sekitar lima meter. Mereka tahu kalau siapapun yang melangkah lebih dulu akan menjadi pemicu pertempuran.
[ Jika menghitung dari keterampilan dan pelatihan yang mereka punya, Sara dan yang lainnya berada dalam posisi yang dirugikan karena mereka kurang berpengalaman dalam melawan orang-orang yang berniat untuk membunuh. ]
[ Lawan mereka adalah manusia yang akan membunuh tanpa ragu. Namun, kami juga harus melindungi Celia Sensei dan Putri Christina yang ada di pihak kami. ]
[ Bergantung pada keterampilan lawan, kami mungkin menghadapi pertempuran yang sulit. ]
Dalam situasi ini, Rio tidak bisa terlalu jauh dari Celia atau Christina. Karena alasan itu, dia mengambil jarak beberapa meter dari Reiss sambil memikirkan Sara dan yang lainnya, yang ada di belakangnya.
"Empat orang terampil saling menatap. Yah, situasi seperti ini biasanya akan berakhir dengan jalan buntu. Tapi bagaimana jika kami memiliki lebih banyak sekutu?" Reiss berkata sambil tersenyum.
[ Apa.....? ]
Rio mengerutkan keningnya dan memasang ekspresi ragu. Satu-satunya orang di tempat itu adalah kelompoknya dan kelompok Reiss. Namun—
[ Jangan bilang...... ]
Para petualang yang telah meninggalkan kota benteng itu pada saat yang sama dengan mereka masih ada di sana. Mereka telah menyaksikan interaksi antara Rio dan kelompok Reiss tanpa melakukan apa-apa, tetapi Rio mengantisipasi kalau mereka adalah sekutu yang dimaksudkan oleh Reiss. Jumlah mereka sekitar sepuluh orang petualang.
"Baiklah! Semuanya, serang!" Lucci berteriak.
"Augendae Corporis! Raaaaah!"
Orang-orang di jalan melafalkan mantra itu pada saat yang sama, dan setelah menarik senjata mereka, mereka menyerang kelompok Rio.
"Apa?!"
Kelompok Rio terkejut. Dan yang paling pertama bereaksi adalah Rio.
"Apa?!"
Dia menyerang para petualang yang berada di dekatnya sambil mengayunkan pedangnya dan menciptakan angin kencang yang membuat mereka terbang.
"Sara, Orphia, Alma! Bawa Celia dan Yang Mulia melewati celah itu! Aku akan mengurus mereka!"
Kata Rio, berteriak untuk memberikan perintah.
"Tapi......" Sara dan yang lainnya ragu-ragu.
"Seperti aku akan membiarkannya begitu saja!"
Lucci mengangkat suaranya saat dia menyerang Rio dengan pedangnya.
"Diam."
Rio mengayunkan pedangnya secara horizontal ke arah pedang Lucci dan kedua pedang itu bertabrakan.
"W-Whoa..... Sialan!"
Tubuh Lucci dengan mudah terlempar sepuluh meter jauhnya. Jika dia tidak menggunakan senjata sihirnya untuk memperkuat tubuh fisiknya, kekuatan yang diberikan Rio itu akan membuat tubuhnya terbelah dua.
"Apa ini nyata? Jenis sihir peningkatan fisik macam apa yang dia gunakan?"
Lucci menunjukkan senyum kaku. Para petualang yang sebelumnya menyerang setelah melihat itu mereka segera berhenti.
"Oi! Apa sih yang kalian lakukan?! Kalian akan terbunuh!" Arein berteriak.
Sementara itu, Rio telah mengarahkan pandangannya pada tujuan berikutnya dengan mengirim beberapa petualang terbang menjauh dengan serangan angin yang kuat lainnya.
"Cepat!" Rio memerintahkan Sara.
"S-Semuanya, ikuti aku! Alma, Orphia! Kalian berdua ambil bagian belakang!"
Sara mendapatkan kembali ketenangannya dan mulai bergegas melalui celah yang dibuat Rio dalam formasi musuh. Celia dan yang lainnya mengikutinya.
"Lucci, Ven! Jangan lengah. Orang ini adalah orang yang mengalahkan pemimpin kita. Kalian akan mati jika kalian tidak berhati-hati! Gunakan semua yang kalian punya! Augendae Corporis!"
Arein berteriak kemudian melafalkan mantra itu, sebelum menyerang ke arah Rio dengan kecepatan penuh. Biasanya hal itu mustahil untuk meningkatkan kekuatan fisik dengan sihir untuk melampaui peningkatan fisik dengan spirit art, tapi—
"Uh......."
Rio membuat ekspresi sedikit heran.
Kecepatan Arein telah meningkat pesat karena Augendae Corporis. Faktanya, kecepatannya setara dengan seseorang yang menggunakan spirit art untuk meningkatkan kekuatan fisiknya dan esensi sihir yang dibutuhkan untuk mempertahankan peningkatan itu tidaklah kecil.
[ bukanlah Augendae Corporis yang biasa? ]
Rio memikirkannya sambil memblokir serangan Arein.
"Kau memblokir seranganku dengan sikap tenang begitu....." Arein memasang ekspresi tegang.
"Augendae Corporis!"
Lucci dan Ven juga mengucapkan mantra yang sama. Lingkaran sihir dengan pola geometris muncul di depan mereka dan menyelimuti tubuh mereka.
"Aku benci bagaimana tubuhku terbakar saat aku memakai sihir ini!"
"Itu selalu lebih baik daripada mati!"
Lucci dan Ven menerjang ke arah Rio dari arah yang berbeda.
Kecepatan mereka setara dengan Arein. Lucci pasti juga meningkatkan kekuatan fisiknya dengan senjata sihirnya karena kecepatannya saat ini jauh lebih tinggi.
"Kita bertiga akan menahan orang ini! Kalian semua, tangkap yang baru saja kabur!"
Lucci memerintahkan itu kepada petualang yang tersisa dan mereka mulai mengejar Sara dan yang lainnya.
[ Jadi, selain meningkatkan kekuatan fisik mereka dengan sihir, mereka juga memperkuatnya dengan bantuan senjata sihir mereka..... ]
Bagi Rio itu tindakan yang ceroboh. Hal itu bisa dibilang dengan 'peningkatan ganda', meskipun hal itu sangat meningkatkan kekuatan fisik mereka yang melampaui peningkatan dari senjata sihir, namun hal itu juga memberikan tekanan besar pada tubuh mereka.
Namun, efeknya tidak diragukan lagi sangat luar biasa : Arein, Lucci, dan Ven berhasil menekan Rio kembali ketika mereka bekerja sama.
"Reiss-sama, kami tidak akan bertahan lama!"
Arein berteriak. Rio memanfaatkan momen gangguan singkat itu untuk melarikan diri dari formasi Arein dan yang lainnya dan menyusul para petualang yang mengejar kelompok Celia dalam sekejap. Namun—
"Aku tidak akan membiarkanmu lolos."
Reiss bergerak dengan kecepatan yang sama mengejutkannya dan mulai menembakkan beberapa bola cahaya berkecepatan tinggi ke arah Rio, yang mendekati para petualang.
"Guh......"
Rio mengayunkan pedangnya untuk menghancurkan semua bola cahaya. Namun, serangan Reiss tidak berhenti sampai di situ. Bahkan tanpa melafalkan mantra, dia terus menciptakan bola cahaya dan menembakkannya tanpa henti ke arah Rio. Bola² cahaya itu menghujani Rio seperti badai, tetapi Rio menghindari semuanya dengan sangat baik dengan mengikuti jalur zigzag.
"Astaga, betapa cepatnya reaksi yang kamu miliki itu."
Kata Reiss dengan takjub. Kemudian, Arein, Lucci, dan Ven muncul.
"Maafkan aku, Reiss-sama." Arein meminta maaf.
"Ini tidak akan berhasil. Kalian harus menahannya dengan benar." Jawab Reiss dengan suara putus as.
"Bajingan itu bergerak dengan kecepatan gila."
Kata Lucci.
"Dia bisa memanipulasi angin untuk berakselerasi. Dari apa yang bisa aku lihat, itu tampak seperti penerapan spirit art terbang, tetapi cukup sembrono. Kesalahan sekecil apa pun dapat menyebabkannya menabrak rintangan dan itu akan menyebabkan kerusakan yang luar biasa, jadi hal itu membutuhkan peningkatan fisik yang kuat yang bersamaan – itu bukanlah teknik yang seharusnya dapat digunakan oleh manusia. Mari kita lihat, jika aku mencoba......"
Reiss berhenti dan menghilang dalam sekejap. Pada saat itu—
"Apa?!"
Rio juga menghilang.
Tujuan keduanya adalah tempat di mana Celia dan yang lainnya berada, yang masih melarikan diri. Meski jaraknya 50 meter, keduanya mencapai kelompok Celia dan yang lainnya dalam sekejap.
Rio nyaris berhasil berada di depan Reiss dan berada di belakang lainnya. Begitu dia melakukannya, Reiss tiba² terhenti juga.
"K-Kapan dia....."
Mereka telah berlari dengan tubuh mereka yang diperkuat dengan sihir. Namun, Rio dan Reiss tiba-tiba muncul di belakang mereka, yang membuat Kouta dan Rei sangat kaget. Christina dan Vanessa juga memasang ekspresi kaget.
"Ah, sepertinya aku tidak bisa mengalahkanmu dalam hal kecepatan. Kesampingkan itu, apa kamu benar-benar seorang manusia?"
Reiss mengabaikan rasa kaget Christina dan yang lainnya dan menatap Rio dengan ekspresi dingin.
"Lalu, kamu apa?"
Rio menjawab dengan nada acuh.
"Hahaha."
Reiss tertawa menakutkan. Saat itu, Arein, Lucci, dan Van kembali menyusul mereka.
"Kenapa bukan kau yang melawan bajingan ini dari awal, Reiss-sama?" Arein bertanya dengan nada lelah.
"Kemungkinan besar pertarungan itu akan berakhir dengan kekalahanku. Tapi, yah, menurutku itu bukan ide yang buruk." Balas Reiss dengan nada sombong.
".........."
Rio terdiam saat dia melihat ke arah Reiss dengan tatapan tajam.
"Aku pikir aku telah mengejutkanmu dengan teknikku sebelumnya, tetapi tampaknya kiya telah kembali ke titik awal. Sungguh, orang yang menakutkan."
Reiss menggelengkan kepalanya sambil menunjukkan ekspresi kecewa.
"Orphia, tolong bawa Celia-san dan yang lainnya dan pergilah. Alma dan aku akan tetap di sini untuk membantu Haruto."
Sara memberikan perintah itu saat dia berdiri di samping Rio dan bersiap untuk bertarung sambil memegangi dua belatinya.
"Oke."
Dengan anggukan, Alma memegang palu besar di tangannya dan berdiri di sisi lain Rio bersiap untuk bertarung seperti Sara.
"Sara......"
Rio mengerutkan keningnya, ekspresinya tidak nyaman.
"Tampak kekuatan Reiss setara dengan prajurit berpangkat tinggi di desa kami. Dan ketiga yang ada di sana juga bisa membuatmu berada dalam situasi yang sulit. Karena itulah, kami akan tetap di sini, kalau-kalau mereka berempat memutuskan untuk menyerangmu secara bersamaan." Kata Sara dengan tegas.
"....Terima kasih. Bisakah kalian meminjamkanku kekuatan kalian? Aku akan melawan Reiss."
Kata Rio, berterima kasih pada mereka dan mengangkat pedangnya.
"Tidak masalah. Alma dan aku akan mengurus sisanya."
Kata Sara. Arein dan yang lainnya mengerutkan keningnya ketika mereka dikelompokkan dengan petualang lainnya.
"Orphia, aku mempercayakan Celia dan Yang Mulia kepadamu. Jika memungkinkan, lewati perbatasan."
"Oke, serahkan padaku! Ayo pergi semuanya!"
Orphia menjawabnya dan mendesak Celia dan yang lainnya untuk melanjutkan pelarian mereka. Celia berbalik sesaat.
"Haruto, Sara, Alma! Kalian harus menang!"
Celia mengatakan itu.
"Tentu saja."
"Iya!"
Ketiganya menjawabnya. Kemudian, Celia berbalik dan mengejar Orphia bersama Kouta dan Rei di belakangnya. Christina berhenti untuk mengatakan sesuatu kepada Rio dan kedua gadis itu, tapi—
"Cepatlah, Putri Christina!" Vanessa mendesak.
".....Ya." Christina mulai berlari, tapi dengan ekspresi sedikit cemas.
"Astaga."
Kata Reiss sambil tersenyum karena suatu alasan.
"Arein, Lucci, Ven dan yang lainnya. Tolong hibur para gadis di sana. Meski ini menjengkelkan, tapi aku akan menghibur anak itu."
"Oke. Karena kami baru saja diperlakukan sebagai aksesori, reputasi kami dipertaruhkan."
Jawab Arein dengan ekspresi bermusuhan.
"Mari kita ajari mereka sopan santun." Lucci setuju.
"Aku mengandalkan kalian."
Mengatakan itu, Reiss tiba-tiba menghilang sekali lagi.
Segera setelah itu—
[ Di atas. ]
Rio mengikuti gerakan Reiss dan melompat ke langit. Sedetik kemudian, pertukaran pukulan yang keras mulai bergema di langit.
"Wow, dia memang monster. Sekarang aku bisa mengerti kenapa kapten terluka parah."
Lucci menatap langit dengan putus asa.
"Aku selalu berpikir kalau kita masih belum melihat potensi sebenarnya dari Reiss-sama, tapi aku tidak pernah menyangka akan sampai sejauh ini....."
Ven mengatakan itu dengan nada hormat.
"Jangan bilang kalau kalian berdua sama kuatnya seperti monster itu juga."
Arein memandang Sara dan Alma.
"Yakinlah, kami lebih lemah dari Haruto." Jawab Sara.
"Benar." Alma menyetujui.
"Namun, kami tidak cukup lemah untuk kalah dari kalian." Kata Sara, menambahkan kata-kata yang memprovokasi kepada Arein dan kelompoknya.
"Hmm......"
"Mari kita lihat saja......"
Tanpa sinyal apapun, Arein dan Lucci menerjang ke arah Sara dan Alma secara bersamaan. Keduanya menutup jarak yang memisahkan mereka dalam satu gerakan dan mengayunkan senjata mereka.
"Haa!"
Sara menggunakan dua belatinya sementara Alma menggunakan Gada-nya untuk menahan serangan itu.
"Ho, jadi kalian juga bisa bertarung!"
Lucci tersenyum penuh bermusuhan.
"Apa kamu punya waktu untuk tersenyum?"
Alma bertanya dengan acuh saat dia memberikan bebannya di Gada-nya.
Tabrakan senjata keduanya menyebabkan Lucci dikirim terbang. Dia terbang beberapa meter dan mendarat di tanah beberapa detik kemudian.
"A-Apa!? Whoa.... D-Dia, G-Gadis kecil ini sama kuatnya dengan bajingan itu!"
Dwarf kuno terlahir dengan struktur otot yang berbeda dari manusia. Bahkan gadis kecil seperti Alma cukup kuat untuk mengalahkan Lucci yang berotot dan bertubuh besar.
"Sangat tidak sopan."
Alma meraih Gada-nya dan menerjang ke arah Lucci, tapi—
"Aku tidak akan membiarkannya! Ngh!"
Ven turun tangan untuk menghentikan serangan Alma.
Namun, setelah melihat kekuatan kasar yang Alma tunjukkan kepada Lucci sebelumnya, dia memutuskan untuk menghentikan serangan itu sambil melompat mundur. Meski begitu, beban luar biasa yang dia rasakan di lengannya membuatnya meringis.
"Kamu tidak tampak memiliki kekuatan sebanyak gadis kecil di sana." Arein mengatakan itu saat melawan Sara.
"Tepat. Karena kekuatanku adalah kecepatanku."
Sara mengangguk tanpa menunjukkan tanda-tanda kekesalan dan melangkah mundur. Lalu, gadis itu mengambil langkah ke kanan.
"Hah, aku bisa melihatmu dengan jelas! ....Apa?!"
Arein segera bereaksi terhadap gerakan Sara dan mencoba menebas di sekelilingnya dengan senyum sombong. Tapi, sebelum dia menyadarinya, Sara telah berpindah ke kiri, menyebabkan tubuh Arein secara refleks bergerak ke arah itu. Memanfaatkan momen kecil dari kebingungan itu, Sara bergerak sekali lagi ke kanan dan menebaskan belatinya ke Arein.