Battlefield Symphony – Chapter 3 : Bayangan Para Pengejar

 

Sudah empat hari berlalu sejak Rio dan yang lainnya meninggalkan Cleia. Hari ini adalah hari ketiga dari siklus tiga hari yang telah mereka putuskan untuk menggunakan senjata sihir untuk maju bergerak lebih cepat (meskipun sebenarnya mereka menggunakan spirit art).

 

Mereka meninggalkan penginapan tempat mereka menginap di pagi hari dan berjalan menyusuri jalan sampai mereka yakin tidak ada siapapun di sekitar. 

Mereka kemudian meninggalkan jalan, meningkatkan fisik mereka, dan membawa yang lainnya ketika mereka berlari cukup cepat untuk menjauhkan diri, alasannya karena mereka tidak ingin menimbulkan kecurigaan.

 

Setelah menempuh perjalanan kira² dua hari, mereka kembali ke jalan utama dan melanjutkan berjalan. Ketika matahari mulai terbenam, mereka telah sampai di sebuah kota yang terhubung dengan jalan yang melewati lembah.

 

Mereka berhenti secara alami ketika melihat ada kota di depan mereka.

 

"Gah, akhirnya kita sampai sini!"

 

"Ini sangat melelahkan."

 

Rei dan Kouta yang terlihat kelelahan, namun akhirnya mereka bisa bersantai.

 

".......Fiuh." 

Celia juga menghela napas lelah dan membawa segelas air ke mulutnya untuk menghilangkan rasa hausnya. Christina mengambil kesempatan itu untuk melakukan hal yang sama. 

 

Kecuali Rio, para gadis dari desa roh dan Vanessa selain dari mereka yang sama sekali tidak terbiasa melakukan aktivitas fisik. Bangun setiap hari sebelum matahari terbit dan berjalan hingga matahari terbenam, mereka masing-masing telah melatih ketahanan mereka, tetapi kelelahan perjalanan yang telah menumpuk mencapai tingkat yang tak tertahankan.

 

"Kerja bagus semuanya. Kita akan menginap di sini sesuai rencana, jadi ayo cari penginapan untuk istirahat." Kata Rio.

Mereka melewati gerbang kota dengan langkah kaki yang berat. Kota itu berada di tengah jalan, sehingga distrik utama melewati persis di tengah kota.

 

Manfaat tinggal di kota² kecil seperti ini adalah kurangnya pasukan permanen yang di tempatkan di sekitarnya. Selain itu, di beberapa kota di mana terdapat hanya sedikit pasukan, membuat para pasukan itu lamban akan tugasnya.

 

Namun, sisi negatifnya adalah tempat itu tidak terlalu aman. Tapi setidaknya mereka tidak perlu khawatir tentang kehadiran perwira atau tentara yang memiliki status tinggi semacamnya. Namun—

 

[ ......Hmm? ]

Ketika Rio melewati gerbang, dia melihat ke atas.

 

Dia telah berhati-hati sepanjang waktu dan sering mengaktifkan penghalang angin berskala besar sehingga dia bisa mendeteksi musuh dalam radius beberapa ratus meter. Sekarang setelah mereka baru saja memasuki kota, Rio telah melakukan hal yang sama untuk berjaga², karena begitulah caranya untuk menyadari keberadaan makhluk bersayap yang terbang setinggi beberapa meter. 

 

[ Apa itu sejenis burung...... ]

Di saat dia memikirkan itu, dia merasakan tatapan dari samping.

 

Ketika Rio berbalik, dia melihat sekelompok petualang berkumpul di dekatnya. Salah satu dari mereka telah melihatnya dengan hatinya ke arah Celia dan yang lainnya dan pada salah satu dari petualang itu membawa selembar kertas di tangannya.

 

[ Petualang, ya? ]

Rio menebak latar belakang sekelompok orang yang mengawasi mereka.

 

Petualang pastinya selalu ada di mana², jadi bukan hal yang aneh bagi kalau mereka terlihat ada di pintu masuk kota setelah bekerja seharian. Selain itu, tidak aneh jika para petualang lokal penasaran jika mereka melihat sekelompok asing yang bersenjata baru saja memasuki kota.

 

".....Apa yang sedang mereka lakukan? Menatap kita terlalu dekat begini." 

Sara merasakan tatapan yang sama dengan Rio dan mulai cemberut.

 

"Sepertinya mereka adalah petualang. Akan menjadi masalah jika kita terlibat dengan mereka, jadi ayo cepat kita cari penginapan."

Kata Rio dengan jelas dan mulai berjalan ke depan untuk memasuki kota.

 

"Oi, tunggu sebentar." 

Para petualang itu mendekat dan memanggil mereka.

 

"..........."

Rio mengabaikan mereka dan terus berjalan. Tentu saja, yang lainnya juga mengikutinya.

 

"Oi, aku bilang tunggu. Aku sedang berbicara dengan kalian, sekelompok orang yang berjubah! Ya, kau juga yang memimpin mereka, anak laki² berambut abu²!" 

Petualang itu meneriakkan karakteristik mereka sehingga mereka tidak punya pilihan selain berhenti.

 

".....Apa yang kalian inginkan?" 

Rio dengan enggan berhenti dan menjawab sebagai perwakilan dari yang lainnya.

 

"Apa kalian semua petualang?" 

Pria besar dari kelompok petualang itu bertanya.

 

"Kami hanya sekelompok pelancong. Maaf, tapi kami sangat lelah sekarang."

Jawab Rio dengan nada kesal dan mengakhiri percakapan.

 

Namun, sekelompok petualang itu tidak mundur dan segera mengepung Rio dan yang lainnya untuk mencegah mereka lewat. Mereka rupanya meremehkan Rio karena dia masih remaja: semua petualang tersenyum dengan mengejek.

 

"Aku bilang kami lelah."

Rio mengulangi katanya dan menatap dengan dingin ke arah para petualang. Para petualang itu secara tidak sadar mundur dari merasakan sedikit tekanan itu, namun—

 

"Cih..... Sayangnya, mata pencaharian kami sedang dipertaruhkan di sini. Kami sedang mencari seseorang." 

Tidak dapat menahan kenyataan kalau seorang bocah yang berumur setengah dari mereka yang telah menatap mereka seperti itu, pria besar itu menjawab dengan nada yang mengintimidasi.

 

"Mencari seseorang? Kalian berbicara dengan orang yang salah. Aku tidak mengenali salah satu dari kalian."

 

"Hah. Kami tidak mencari seseorang yang kami kenal. Aku sudah bilang mata pencaharian kami dipertaruhkan, bukan? Yang sedang kami cari adalah sekelompok buronan penjahat."

 

".....Aku tidak ingat namaku ada di daftar buronan."

 

Karena mereka sedang melarikan diri, Rio segera menjadi curiga, tetapi tetap mencoba berpura-pura tidak tahu.

 

"Ya, meski kau mengatakan begitu. Bisa saja kau adalah penjahat yang kami cari." 

Pria besar itu tertawa dengan nada mencemooh.

 

"Apa kamu mengatakan kalau kami adalah penjahat?"

 

"Aku memanggil kalian untuk memastikan."

 

"Dan bagaimana kamu akan memastikannya?"

 

"Dalam surat pemberitahuan ini tertulis kalau salah satu penjahatnya adalah seorang remaja laki-laki berambut abu-abu. Dan ciri²nya sangat sama denganmu." 

Pria besar itu menatap Rio.

 

"Ciri² itu sangat umum di wilayah ini." 

Rio mengangkat bahunya tanpa mengubah ekspresinya.

 

"Tapi ciri² kalian sangat pas, tahu? Surat ini mengatakan kalau kelompok penjahat terdiri dari sepuluh atau sembilan orang, yang terdiri dari anak laki² dan perempuan remaja. Totalnya ada sembilan orang dan dari apa yang bisa aku lihat di balik tudung kalian, usia kalian juga cukup muda. Selain itu, ada juga perempuan di antara kalian."

 

Pria besar dari kelompok petualang itu melangkah maju, menggerakkan kertas surat itu seolah dia ingin memamerkannya, dan mencoba mengintip wajah Celia dan yang lainnya di balik tudungnya. Namun, mereka semua menundukkan wajahnya dengan cara yang jelas tidak nyaman.

 

"Menuduh secara sepihak seseorang atas kejahatan yang tidak dilakukan bukanlah hal yang bisa kami terima begitu saja. Tunjukkan surat itu kepadaku."

Kata Rio, mengulurkan tangan kanannya dan berbicara dengan berani.

 

"Tentu saja, ini dia. Jangan merusaknya." 

Pria besar itu dengan patuh menyerahkannya.

 

".........."

Rio membaca isinya tanpa suara. Karena Christina agak penasaran dengan isi suratnya, Christina mendekati Rio dari belakang untuk mengintipnya.

 

Di atas kertas itu terdapat deskripsi yang cukup rinci tentang para penjahat dan—

 

"Dituduh menculik tokoh penting dan..... Membunuhnya?"

Itulah yang tertulis di lembaran kertas itu, terdapat juga rincian tentang penjajat seperti ciri² mereka dan lain sebagainya yang sudah di kira Rio dan yang lainnya.

 

".....Sungguh lelucon yang buruk."

Dengan marah, Christina mengatakan itu.

 

Di saat yang sama, Rio berbicara dengan nada tenang. 

"Aku mengerti. Memang ada beberapa deskripsi yang tertulis di sini cocok untuk kami. Aku paham akan kecurigaan kalian, tapi kalian berbicara dengan orang yang salah. Aku tidak tahu apa² tentang ini." 

Kata Rio, mengembalikan lembaran kertas itu.

 

"Ah......."

Pria besar itu mengeluarkan suara teredam saat dia mengambil surat pencarian itu. Rio telah menerima kenyataan kalau deskripsi tersebut sangat cocok untuk dirinya dan kelompoknya sehingga pria besar itu tidak tahu bagaimana menanggapinya.

 

"Kamu bebas untuk terus mencurigai kami, tapi kami juga bebas untuk tidak berurusan denganmu lebih lama. Seperti yang aku katakan di awal, kami lelah. Jika kami terus berdebat denganmu, semua penginapan akan penuh dan kami harus berkemah di luar. Permisi."

Kata Rio, berjalan melewati mereka yang menghalangi jalan mereka. Christina dan yang lainnya mulai mengikutinya, tapi—

 

"Tunggu!" pria besar itu tiba-tiba berteriak.

 

"Apa lagi sekarang?"

Rio menjawab dengan kesal.

 

"Surat ini menyebutkan ada tiga anak laki-laki dan enam perempuan dalam kelompoknya. Cepat lepaskan tudung kalian dan tunjukkan wajah kalian."

Pria besar memerintahkan dengan angkuh.

 

"......Caramu memintanya sangatlah tidak pantas."

Kata Jawab Sara, menggerutu.

 

"Benar. Aku ingin tahu hak apa yang dia dimiliki untuk memerintah kita?" 

Christina menanggapi dengan putus asa.

 

"Hah? Apa yang baru saja kalian katakan?" 

Pria besar itu mengerutkan alisnya dengan tidak senang.

 

"Coba tanyakan lagi, tapi kali ini ucapkan 'tolong'."

Kata Rio, memeritahnya.

 

".....Hah?" 

Pria besar membeku dan pembuluh darah mulai muncul di dahinya.

 

"Bukankah menyebalkan kalau kamu bicara seperti itu padamu, bukan? Ketika kamu meminta seseorang, kamu harus memilih kata²mu dengan lebih hati². Merasa jijik adalah hal yang wajar jika tiba-tiba ada orang asing yang berbicara kepada kami dengan cara seperti itu. Itulah yang dikatakan mereka berdua."

Kata Rio dengan berani memberikan logikannya.

 

"Oi, Oi. Apa kau ingin membuatku marah? Kamu punya cukup nyali, bocah." Wajah pria besar itu berubah.

 

"Kami tidak berniat berdebat denganmu. Karena kalian tidak masih bersikeras, kami akan menunjukkan wajah kami. Tapi ini akan menjadi hal terakhir bagi kami untuk melakukannya. Jika kalian masih berpikiran kalau kami penjahat, carilah bukti konkret untuk itu." 

Rio berbalik ke arah yang lainnya.

 

"Semuanya, tolong lepaskan tudung kalian."

 

Mereka yang mengenakan tudungnya mulai melepasnya dan memperlihatkan wajah mereka.

 

"Apa—"

Saat melihat gadis cantik seperti Christina dan yang lainnya untuk pertama kalinya, semua pria itu terengah² dan ternganga selama beberapa saat.

 

"Aku yakin ini sudah cukup. Selamat tinggal."

 

Rio mulai berjalan sekali lagi dan Christina dan yang lainnya mengikutinya saat mereka mengenakan tudung mereka sekali lagi. Para petualang itu menatap mereka pergi tanpa meminta mereka untuk berhenti lagi.

 

◇◇◇◇

 

Setelah pertemuan itu, mereka berhasil menemukan penginapan untuk ditinggali. Rio meminta yang lain untuk tinggal di penginapan sebelum dia pergi ke kota untuk menyelidiki lingkungan sekitar dan mengumpulkan informasi. Pertama Rio mampir di tempat makan untuk membeli beberapa makanan ringan dan mulai mengobrol dengan pedagangnya. 

Kemudian, dia pergi ke papan pengumuman kota dan begitu dia mengkonfirmasi tentang surat perintah penggeledahan yang di tunjukkan para petualang sebelumnya, dia telah kembali ke penginapan. Saat ini, semuanya sedang berkumpul di salah satu ruangan yang mereka sewa untuk membahas apa yang terjadi.

 

"Pertama, sepertinya seorang tentara datang dari kota terdekat seminggu sekali. Tapi hari ini bukan waktunya, jadi sepertinya regu pencari tidak sampai di sini sebelum kita." Kata Rio.

 

"Jadi satu-satunya masalah adalah tentang surat perintah penggeledahan yang dimiliki oleh orang² kasar itu." Kata Sara dengan cemberut.

 

"Ada sesuatu yang menggangguku. Surat perintah penggeledahan yang dimiliki mereka tidak ada di papan pengumuman kota."

 

".....Bukankah karena mereka yang mengambilnya?" 

Alma membuat ekspresi bingung.

 

"Itulah yang menggangguku. Surat penggeledahan itu tidak memiliki cap publikasi. Seorang petualang biasa dari kota seperti ini seharusnya tidak memiliki salinan asli dari surat itu, jadi itu mungkin salinan yang di transkrip. Namun meski begitu, bukankah itu agak aneh? Meski itu adalah salinannya, yang aslinya tidak ada di kota."

 

"Kamu benar. Menghapus surat pemberitahuan asli dari papan pengumuman adalah kejahatan serius karena dianggap membantu penjahat untuk lolos dari penangkapan. Orang² hanya boleh membawa salinannya." Kata Vanessa, menjelaskan.

 

"Tepat. Ada kemungkinan kalau surat pemberitahuan itu telah dipalsukan....."

 

"Memalsukan dokumen resmi adalah kejahatan besar...." Kata Vanessa, mengerutkan keningnya.

 

"Ada juga kemungkinan kalau yang aslinya diambil untuk membuat salinan yang baru. Yah, tidak mungkin kita bisa memastikan apakah itu benar atau tidak, jadi mari kita pertimbangkan yang lainnya."

 

"Apa maksudmu ini tentang isi surat itu?"

 

"Jadi kamu juga menyadarinya, Yang Mulia."

Kata Rio. Karena hanya dia dan Christina yang membaca isi lembaran itu.

 

"Apa ada yang aneh tentang itu?" Celia bertanya.

 

"Jika surat pemberitahuan itu benar² mengarah untuk kita, maka informasi yang ada di sana tentang usia dan jenis kelamin target terlalu rinci. Sedangkan Charles Arbor, pemimpin regu pencari, seharusnya tidak tahu kalau lima orang lainnya membantu Yang Mulia."

 

Rio, Celia, Sara, Orphia dan Alma. Mereka belum terlihat bersama Christina oleh regu pencari. Namun, di kertas itu tertulis kalau kelompok itu beranggotakan sekitar sepuluh dan mungkin sembilan orang.

 

"Ah....." Celia mulai mengerti alasannya.

 

".....Amakawa-dono, menurutmu apakah surat perintah penggeledahan ditujukan kepada kita?" 

Christina bertanya.

 

"Sejujurnya, aku masih belum yakin. Jumlah orang, jenis kelamin, dan usia sangat cocok untuk ciri² kita, tetapi tidak ada nama yang tertulis di sana. Dan satu²nya orang yang penampilan di jelaskan secara detail mirip dengan ciri²ku. Berdasarkan hal itu, sepertinya surat perintah itu ditulis oleh seseorang yang tidak mengetahui latar belakang siapa yang di targetkan..... Jadi mungkin saja ini kebetulan. Faktanya surat itu mengatakan tentang penculikan dan pembunuhan seorang tokoh penting yang cukup menggangguku."

Kata Rio, menjawabnya.

 

"Masuk akal, tapi aku mereka aneh karena ada terlalu banyak informasi yang cocok dengan kita."

Christina tampak sedikit gelisah.

 

"Aku juga cemas dengan poin itu. Ada satu orang yang aku pikirkan yang bisa membuat surat pemberitahuan ini, tapi mungkin saja aku terlalu banyak memikirkannya."

 

"Mungkinkah, orang yang kamu maksud itu....."

 

"Tentu saja, Reiss. Bahkan Count Claire tidak mengetahui kalau Sara, Orphia, dan Alma sedang membantu Yang Mulia dan karena Reiss adalah satu-satunya yang melihat kami bersembilan di pertempuran sebelumnya di hutan. Dia pastinya akan memperhitungkan jumlah dan juga jenis kelamin kita."

 

"J-Jangan bilang kalau.... Orang itu muncul di hadapan kita dan membuat surat pemberitahuan ini?" 

Vanessa tergagap.

 

"Mungkinkah Reiss bekerja sama dengan Charles......? Karena ada kemungkinan dia adalah duta besar Kekaisaran Proxia."

Kata Celia, menambahkan. Keduanya memasang ekspresi cemas.

 

"Entalah? Jika Reiss bekerja dengan Charles, maka dalam surat pemberitahuan itu akan ada rincian lebih lanjut tentang Yang Mulia, Vanessa-san, Kouta-san, dan Rei-san."

 

Selain itu, jika Reiss ada di balik ini, maka dia akan menyentuh masa lalu Rio juga – tetapi Rio memutuskan untuk tidak mengatakannya.

 

"Aku sependapat dengan Amakawa-dono. Jika Charles dan Reiss bekerja sama, maka tokoh penting dalam surat pemberitahuan itu akan di sebutkan, namun aku tidak berpikir kalau Charles akan memalsukan kematianku bahkan dengan tuduhan palsu – kecuali jika aku benar-benar mati. Jika dia mencoba melakukan sesuatu yang kurang ajar dan kemudian dikhianati oleh kontradiksinya sendiri, maka dia tidak lagi bisa memberikan alasan untuk membenarkan dirinya sendiri." Kata Christina.

 

".....Yang artinya Charles tidak terlibat dalam pembuatan suratnya dan semua itu dibuat oleh Reiss?" 

Celia bertanya untuk mengkonfirmasi.

 

"Ya, itu mungkin. Namun belum ada cara untuk memastikannya dan masih ada kemungkinan perintah pencarian tersebut ditujukan kepada orang lain. Kita berada dalam situasi yang sangat meresahkan."

Kata Rio, menjawabnya.

 

"Sangat merepotkan, bukan begitu? Jika itu benar, kita harus meninggalkan kota secepat mungkin....."

Celia menyarankan itu dengan tampilan yang agak gelisah.

 

"Aku tidak menyarankan kalau hal itu adalah pilihan tepat saat ini. Setelah kita meninggalkan kelompok petualang di pintu masuk kota, mereka mulai mengejar kita dan mengikuti kita ke sini. Aku yakin ada beberapa dari mereka di luar penginapan sekarang."

 

"Iya. Tapi mereka bukan orang² yang kita temui di gerbang, kemungkinan jumlah mereka ada dua orang di luar." Kata Sara sambil mengintip dari celah tirai.

 

"Reiss tidak akan melakukan sesuatu yang tampak jelas seperti menempatkan dua orang di luar penginapan, jadi kita bisa berasumsi kalau dia tidak ada di kota sekarang. Dalam hal ini, kita tidak perlu meninggalkan kota dengan segera."

 

"Artinya, masalah kita sekarang adalah para petualang di kota ini yang mencurigai kita."

Vanessa mengerutkan keningnya.

 

"Ya. Matahari sudah terbenam, jadi, jika kita meninggalkan kota sekarang, mereka akan semakin curiga kepada kita. Karena itu, lebih baik kita berangkat besok pagi." Saran Rio, lalu dia menambahkan.

"Namun, kita tidak akan melalui jalan timur yang mengarah ke Galarc, tetapi kami akan pergi melalui jalan di mana kita masuk.

 

"T-Tunggu sebentar. Bukankah akan lebih mencurigakan jika kita kembali melalui jalan di mana kita datang?" Vanessa menyela dalam kesusahan.

 

"Ada orang yang mengawasi kita dari luar penginapan, jadi mereka sudah cukup mencurigai kita. Aku juga ingin tahu apakah mereka ada hubungannya dengan Reiss, jadi akan lebih baik jika mereka menyerang kita. Meskipun aku tidak bisa membayangkan kalau Reiss menggunakan seseorang yang begitu mudah terlihat begitu saja."

 

Tapi mungkin juga Reiss ingin Rio berpikir seperti itu. Namun, begitu dia memikirkan hipotesis yang memungkinkan, jumlahnya tidak terbatas, jadi dia hanya mengesampingkannya dari pikirannya.

 

"Bagaimana jika mereka tidak bergerak?"

 

"Kalau begitu, kita akan terus berjalan di jalan raya barat sampai kita kehilangan mereka dan kemudian kita akan meninggalkan jalan raya dan menuju ke timur lagi. Kita mungkin akan membuang² waktu jika melakukannya, tetapi kita juga bisa mendaki di atas lembah yang mengeliling sekitar jalan raya dan di sekitar kota. Dengan begitu mereka akan mengira kita akan kembali ke barat."

 

"Begitu ya..... Itu berisiko, tapi efektif."

Kata Vanessa.

 

"Aku tidak keberatan. Ayo jalankan rencana itu"

Christina memberikan persetujuannya. Maka, mereka mengakhiri diskusi mereka dan bersiap untuk makan malam dan memanfaatkan waktu yang tersisa untuk istirahat.

 

◇◇◇◇

 

Sementara itu, di sebuah bar di kota yang sama, ada sekelompok petualang yang telah berbicara dengan Rio sebelumnya telah berkumpul dengan petualang lain untuk membicarakan apa yang terjadi. Jumlah mereka ada sekitar dua puluh orang.

 

"Persetan dengan bajingan berambut abu-abu itu!" 

Di antara mereka ada seorang pria besar yang telah sedang membicarakan Rio, mengingat pertemuannya dengannya, pria besar itu hanya mengeluarkan hinaan dari mulutnya. Pria besar itu membanting gelas yang berisi bir murah di tangannya dan menyebabkan piring di dekatnya sedikit bergetar.

 

[ Coba tanyakan lagi, tapi kali ini dengan kata 'tolong'. ]

 

Petualang dengan tubuh besar itu sangat kesal dengan perintah yang diberikan Rio padanya. 

[ Siapa memangnya bocah nakal itu? ]

Kemarahan yang tidak masuk akal tumbuh menjadi lebih kuat.

 

"Tenanglah, bung." 

Kata seorang petualang kurus yang berdiri di dekatnya.

 

"Aku tidak bisa. Dia membuatku sangat kesal."

 

"Sepertinya tidak ada gunanya berbicara denganmu." 

Petualang kurus itu menggelengkan kepalanya dan menoleh ke petualang lain di tempat itu. 

"....Jadi, bagaimana hasilnya?"

 

"Yah, ciri² mereka sama persis dengan yang tertulis di surat pemberitahuannya."

Kata salah satu petualang itu, tapi ekspresinya muram.

 

"Apa terjadi sesuatu?"

 

"Tidak, hanya saja sulit untuk menentukan apakah mereka benar-benar orang yang sama atau tidak berdasarkan informasi yang ada pada surat ini. Dan juga, kita terlalu terkejut dengan hadiahnya pada awalnya, jadi kita tidak terlalu memperhatikannya."

 

"Yah, itu benar." Petualang kurus itu mengangguk.

 

"Itu pasti mereka! Jumlah, usia dan jenis kelamin mereka..... Tiga laki-laki dan enam perempuan muda di usia remaja. Mereka terlalu pas untuk itu! Dan ini terlalu kebetulan!" 

Pria besar yang menyimpan dendam terhadap Rio berteriak keras.

 

"Dengan kata lain, mereka adalah penjahat yang dijelaskan dalam surat ini?"

 

"Ya, mereka adalah penjahat kotor itu! Mereka harus tahu tempatnya! Sial, aku tidak bisa memaafkan mereka." Pria bertubuh besar itu mengamuk dengan dengan nada amarah.

 

"Meski kau mengatakan itu, tapi apa yang bisa kau lakukan? Yang harus kita lakukan adalah melaporkan apa yang kita lihat kepada orang yang memberi kita pekerjaan ini dan kita akan menerima bonus, tahu? Kita bahkan telah menerima pembayaran di muka."

 

"Bocah² nakal itu bukan apa² bagi kita! Tiga laki-laki dan enam perempuan melawan dua puluh petualang veteran! Bahkan jika kita menerima bonus, itu tidak lebih dari beberapa keping emas. Bahkan uang segitu tidak akan terasa apa² setelah kita membaginya. Daripada melakukan itu, kita harus menyerahkan sendiri penjahatnya dan menerima lima ratus koin emas. Itu adalah pilihan yang harus kita buat!"

 

500 koin emas. Itu jumlah yang menggiurkan. Cukup menggoda untuk kehilangan akal sehat.

 

"Aku juga berpikiran sama. Karena ini bukan pekerjaan yang membutuhkan persetujuan kota, kami juga tidak akan menerima hukuman dari Guild." 

Petualang kurus itu sepertinya telah menunggu percakapan menuju ke arah itu.

 

"Hehe."

 

"Selain itu, gadis² itu juga cantik."

 

"Ya, benar² mantap."

 

"Jika mereka penjahat, maka tidak masalah apa yang kita lakukan terhadap mereka."

 

"Benar, mereka hanyalah penjahat.

 

Dan seterusnya, semua petualang itu setuju.

 

"Hee... Sepertinya sudah diputuskan." 

Pria bertubuh besar itu tersenyum puas.

 

"Kita membutuhkan rencana. Jika kita akan melakukan ini, maka jelas itu harus dilakukan di luar kota. Bagaimana jika kita melakukannya besok, setelah mereka pergi dari kota?" Saran dari petualang kurus.

 

"Kau sudah berencana untuk mengabaikan permintaan itu dari awal, bukan?"

 

"Wah, hal itu juga berlaku untukmu."

 

"Hmph. Mari kita ajari bocah² nakal itu betapa menakutkannya dunia ini."

 

◇◇◇◇

 

Keesokan paginya, Rio dan yang lainnya meninggalkan penginapan dan menuju jalan barat seperti yang mereka rencanakan. Setelah mengamati sekitar penginapan, mereka melihat ada dua petualang yang mengawasi mereka dari gang di seberang jalan, tapi mereka mengabaikannya dan melanjutkan perjalanan.

 

"Apa menurutmu mereka ada di sana mengawasi kita sepanjang malam?" 

Alma bertanya dengan nada jengkel.

 

"Tidak, mereka mungkin bergiliran."

Jawab Rio dengan nada yang sama jengkelnya dengan Alma. Hanya kelompok Rio yang bisa mendengar kata-katanya. 

"Semuanya, pastikan kalian mengabaikannya."

 

Mereka semua menatap Rio.

 

"Seperti yang kita harapkan, mereka membuntuti kita. Beberapa orang telah bergabung dengan mereka di sepanjang jalan, jadi sekarang jumlah mereka cukup banyak. Mereka mungkin tidak berniat menyembunyikan niat mereka yang sedang membuntuti kita. Aku yakin mereka akan mencoba melakukan sesuatu begitu kita meninggalkan kota."

 

Ekspresi semuanya mulai menegang.

 

"Biarkan aku yang menangani mereka. Jika akhirnya mereka menyerang kita, aku menyerang balik. Kalian tetaplah waspada dan bersiaplah untuk kemungkinan serangan mendadak jika para petualang itu hanyalah umpan dari Reiss. Dan kalian tidak harus membantuku."

 

"Baik." 

Sara, Orphia dan Alma langsung mengangguk tanpa ragu. Mereka semua memercayai sepenuhnya kemampuan Rio; mustahil bagi Rio untuk dikalahkan oleh sekelompok orang yang bahkan tidak tahu bagaimana membuntuti seseorang dengan benar.

 

Yang lebih mengkhawatirkan adalah kemungkinan serangan dari Reiss. Kemungkinan itu seperti serangan mendadak yang terjadi saat itu selama pertempuran di hutan di luar Cleia. Itulah sebabnya gadis-gadis itu akan menyerahkan pertarungan kepada Rio dan mereka akan fokus sepenuhnya pada pertahanan.

 

Setelah itu, mereka akhirnya meninggalkan kota kecil itu. Para petualang mengikuti mereka dari jarak lima puluh meter, tetapi Rio dan yang lainnya tidak menyimpang dari jalur mereka. Jadi, sekitar sepuluh menit berlalu—

 

"Kita akan berhenti di daerah datar di samping jalan sana. Pergilah ke sana dan berpura-puralah sedang mencari sesuatu. Mari kita lihat apakah mereka melakukan sesuatu atau tetap diam."

 

Rio menunjuk ke sebuah lapangan yang membentang di samping jalan. Begitu mereka tiba, semuanya mulai melihat ke tanah seolah-olah ada sesuatu yang dijatuhkan oleh mereka.

 

Saat itu, para petualang di belakang mereka mulai merasa sedikit bingung. Mereka telah yakin kalau Rio dan yang lainnya adalah penjahat yang mereka cari ketika kelompok Rio kembali dari jalan yang sama dengan tempat mereka datang, tapi, ketika kelompok Rio berhenti untuk mencari sesuatu di ruang terbuka, para petualang itu mulai mempertanyakan tujuan mereka.

 

"Apa yang sedang mereka lakukan?"

 

"Sepertinya mereka mencari sesuatu."

 

"Apa mereka kembali untuk mencari sesuatu yang hilang?"

 

Pertanyaan² itu menimbulkan keraguan pada para petualang yang secara bertahap mulai berjalan lebih lambat. 

[ Mungkinkah mereka bukan penjahatnya? ]

Beberapa dari mereka memikirkan hal itu.

 

"Tenanglah! Rencananya tetap sama! Mereka adalah penjahat yang memiliki harga bounty 500 koin emas di kepala mereka!" Kata pria bertubuh besar, menghasut yang lainnya.

 

"Benar. Kita punya cukup bukti – jangan bertingkah seperti perempuan."

Kata Pria kurus, yang maju dengan semangat tinggi.

 

Jarak yang memisahkan mereka dari kelompok Rio mulai menghilang sedikit demi sedikit hingga mereka cukup dekat untuk mendengar percakapan yang kelompok Rio lakukan. Tidak ada jalan kembali sekarang karena mereka telah sampai sejauh ini. 

Apapun yang terjadi pasti akan terjadi. 

Perasaan itu muncul secara bersamaan, para petualang menyingkirkan keraguan mereka sebelumnya dan maju.

 

Setelah itu, petualang yang bertubuh besar dan petualang kurus yang memimpin kelompok itu berhenti di jalan di depan tempat Rio dan yang lainnya berpura-pura mencari sesuatu.

 

"Oi, apa yang kalian lakukan di sana?"

 

".....Seperti yang bisa kamu lihat, kami sedang mencari sesuatu. Salah satu temanku menyadari kalau dia telah kehilangan sesuatu di sepanjang jalan, jadi kami datang ke tempat terakhir di mana kami tinggal untuk beristirahat sebentar."

Jawab Rio dengan berani. Itu adalah alasan yang sangat masuk akal untuk kembali ke jalan tempat mereka datang.

 

"Dan kamu, apa yang kamu lakukan di sana?" 

Kata Rio, menambahkan dengan tenang seolah dia sudah tahu niatnya.

 

".....Kau adalah penjahat yang kami cari, bukan?" 

Pria bertubuh besar itu bertanya dengan dingin.

 

"Bahkan jika aku memberitahumu kalau bukan kami, kamu mungkin tidak akan mempercayainya. Lagipula kamu membawa teman-temanmu dan mengikuti kami sampai ke sini." Kata Rio, menghela napas lelah.

 

"Hah, setidaknya kau cukup pintar untuk mengetahuinya. Kalian sangat cocok dengan deskripsi dalam surat pemberitahuan ini, jadi kami tidak bisa membiarkan kalian pergi begitu. Lagipula ada hadiah 500 emas untuk imbalannya. Kami telah memutuskan untuk menangkap kalian, jadi selama mereka tidak melawan, kami akan mengampuni hidup kalian." 

Pria bertubuh besar itu berbicara sambil menatap gadis-gadis di belakang Rio dengan tatapan cabul. 

 

Meskipun wajah gadis² itu tertutup oleh tudung, tetapi sosok mereka menunjukkan kalau mereka adalah perempuan. 

Petualang lainnya juga menunjukkan senyuman cabul. Gadis² itu mungkin memperhatikan tatapan yang diarahkan ke mereka dan mereka semua mengerutkan keningnya dengan tidak senang.

 

"I-Itu tidak masuk akal. Bagaimana jika pada akhirnya kalian tidak membuktikan kalau kami bukanlah penjahat yang kalian cari?" 

Kouta tidak bisa menahan diri untuk tidak berteriak dengan nada tinggi.

 

"Hah? Itulah sebabnya kalian harus menyerahkan diri dengan tenang. Kami dapat menangkap kalian tanpa masalah karena kami menganggap kalian adalah penjahat. Tidak ada yang akan menghukum kami karena membunuh kalian jika kalian melawan. Orang mati tidak akan bisa berbicara: kita bisa membuat semua alasan yang kami inginkan." 

Pria bertubuh besar itu tersenyum arogan mendengar keberatan Kouta.

 

"Tidak mungkin! Bagaimana bisa kalian melakukan sesuatu yang begitu biadab?! Dengan tuduhan palsu seperti itu kalian bisa membunuh orang sebanyak yang kalian mau!" Kouta menolak situasi yang sangat bertentangan dengan akal sehatnya sendiri.

 

"Tidak ada gunanya berdebat dengan mereka. Sistem yang mengeluarkan surat pemberitahuan itu tidak memperhitungkan orang-orang malang yang dituduh secara salah. Bagi mereka, itu hanya kecelakaan yang tidak berarti. Tidak ada yang bisa kita diselesaikan selain dengan kekerasan." Kata Rio.

 

"Tidak mungkin......" Kouta mulai terdiam.

 

"Hah, kau sepertinya mengerti. Jadi apa yang akan kalian lakukan? Apa kalian akan menyerah dengan baik²? Maksudku – Aku yakin perasaan itu saling menguntungkan – terlebih aku tidak menyukaimu. Aku hanya akan bersikap lembut kepada yang wanita, tapi aku akan memastikan kau akan merasakan dunia yang penuh kesakitan. Jika kau ingin menyalahkan seseorang, salahkanlah sikap yang kau tunjukkan kemarin." Pria bertubuh besar itu mencoba membuat Rio marah, dan para petualang lain tertawa.

 

"Aku tidak merasa tidak menyukaimu."

Jawab Rio dengan acuh.

 

"Hah?" 

Jawaban tak terduga membuat para petualang itu mengerutkan keningnya.

 

"Hidup kalian tidak penting untukku. Aku tidak akan melakukan apa pun kepada kalian jika kalian memutuskan untuk mundur, tetapi jika kalian mencoba melakukan sesuatu kepada kami, aku akan menanggapinya." Kata Rio.

 

Orang-orang itu tampak terkejut sesaat, tetapi setelah memproses kata-kata Rio, mereka semua mulai tertawa.

".....Ha. Bwahaha! Oi, Oi, orang ini sama sekali tidak mengerti situasinya. Aku tidak pernah melihat orang begitu kesombongan seperti ini dalam hidupku."

 

"Jadi begitu. Kalau begitu, aku tidak punya pilihan." 

Rio meletakkan tangan di sarung pedangnya dan pura-pura meningkatkan kekuatan fisiknya dengan bantuan pedang sihirnya. Kemudian, dia mengambil posisi bertarung dengan tangan kosong.

 

".....Ah? Kau tidak berencana untuk melawan kami dengan tangan kosong?" 

Para petualang itu tampak bingung ketika Rio menyentuh pedangnya, tapi tidak mencabutnya.

 

"Sayangnya, aku tidak ingin temanku melihatku sedang membunuh seseorang. Tinjuku sudah lebih dari cukup untuk melawan kalian. Jika kalian akan menyerangku, lakukan dengan cepat." 

Mungkin Rio ingin menganggapnya sebagai pertahanan diri, karena Rio membuat isyarat tangan untuk membuat marah para petualang.

 

Pembuluh darah muncul di dahi pria bertubuh besar dan suara tawa keluar dari mulutnya. 

"Hahaha…. Bajingan ini benar² tidak tahu tempatnya. Tangkap bocah² nakal ini, cepat!"

 

Sekelompok petualang yang terdiri dari sekitar dua puluh orang menyerbu Rio dan yang lainnya. Selain Rio, Kouta dan Rei, mereka hanya ingin menangkap gadis-gadis itu tanpa menyakiti mereka dan karena Rio tidak bersenjata, para petualang itu juga tidak menarik senjata mereka. Yang paling termotivasi dari mereka adalah petualang kurus.

 

"Mati! Haha!" 

Petualang bertubuh kurus itu berlari dengan kecepatan penuh dan melompat ke arah Rio untuk memukulnya dengan momentum. Tapi sebelum dia menyadarinya, bidang penglihatannya berputar. Rio tampak terbalik. 

Tidak, bukan hanya Rio, tapi juga para petualang lainnya – semuanya terlihat terbalik.

 

Sensasi melayang yang dia rasakan adalah karena dia berputar di udara – Rio mungkin telah memblokir serangannya. Tinju kanan yang digunakan petualang kurus itu untuk menyerangnya berada dalam posisi abnormal dan yang berdiri di depannya tidak lain adalah Rio yang telah menyerang.

 

".....Heh? Apa? Eek!" 

Perasaan kacau, bingung, dan takut mulai memenuhi kepalanya. Pria kurus itu menyaksikan saat Rio membalikkan tubuhnya dengan matanya sendiri. 

Meskipun itu adalah serangan, dia tidak bisa menghindarinya. Yang dia lakukan hanyalah melihat apa yang terjadi dalam gerakan lambat. Hal itu terasa seperti kilas balik dalam hidupnya – tetapi itu tidak berlangsung selamanya.

 

Rio memutar tubuhnya dan menggunakan momentum gerakan itu untuk memukul pria kurus yang saat ini melayang di udara secara terbalik.

 

"Ugh.....?!" 

Tubuh petualang kurus itu terlempar ke arah jalan di belakangnya dan menabrak beberapa orang di sana dan berguling-guling di tanah. Jatuhnya telah diatasi oleh rekan-rekannya, jadi dia tidak mati, tapi dia kesulitan bernapas.

 

"T-Tetsuzanko......?!" 

Rei berteriak dengan mata melebar. Serangan yang baru saja dilakukan Rio sangat mirip dengan gerakan yang dia lihat di beberapa video game yang ada di jepang.

 

{ TLN : Kalau kalian pernah main game² kaya Dead or Alive, Street Fighter pasti gak asing sama skill buat ngeblok trus ngelempar lawan }

 

"Luar biasa......"

Christina berkata dengan ekspresi terkagum. 

Sebagian alasannya adalah karena serangan Rio dilakukan dengan sangat baik, tetapi ada juga gerakannya sangat lancar ketika berpindah dari satu serangan ke serangan lainnya. Rio menggunakan tubuh pria yang dia kirim terbang itu sebagai penghalang untuk menutup celah yang memisahkannya dari petualang lain dalam sekejap.

 

"......Guh?"

 

Ketika Rio tiba-tiba muncul di depan mereka, petualang yang sayangnya menjadi target berikutnya membeku. 

Rio menyerangnya dengan sikunya di dada petualang itu dan membuat tubuhnya terlempar ke udara.

 

Di saat yang sama, Rio sudah menyerang target berikutnya. Tidak ada gerakan yang sia² dalam serangannya, jadi dia berhasil melumpuhkan para petualang dengan mudah tanpa memberi mereka waktu untuk melawan.

 

Satu demi satu, para petualang itu jatuh ke tanah dalam waktu kurang dari tiga detik. Tak lama kemudian, para petualang yang masih berdiri berjumlah tinggal satu digit.

 

"A-Apa?! Apa yang terjadi!? Bangsat, apa yang kau lakukan?!" 

Pria bertubuh besar, yang berdiri di belakang melihat segalanya, tidak dapat memproses apa yang telah terjadi.

 

".....Gah!" 

Rio tidak repot-repot menjawab pertanyaannya dan mengalahkan petualang lain dalam prosesnya.

 

"A-A, Apa yang sedang kalian lakukan! Kepung dia! Batasi pergerakannya!" 

Pria bertubuh besar itu berteriak kepada petualang yang tersisa. Mendengar itu, rekan-rekannya yang ketakutan bergerak mengelilingi Rio.

 

Namun, Rio sudah mengalahkan beberapa dari mereka tanpa masalah – dia tidak akan kalah melawan taktik murahan seperti itu. Perbedaan kekuatan mereka terlalu besar, hampir seolah-olah mereka sedang melawan monster.

 

"E-Eek! Augh!" 

Rio mendekati petualang yang paling dekat dengannya dan membuatnya kehilangan keseimbangan, dia menjatuhkannya ke tanah.

 

"Raaaargh!" 

Pada titik ini, pria bertubuh besar itu menyerang ke arah Rio dari belakang sambil mengayunkan pedangnya dengan sekuat tenaga. Serangan itu dimaksudkan untuk mengakhiri hidupnya.

 

"Awas!" Christina berteriak secara alami.

 

Rio memutar tubuhnya dan dengan tendangan berputar mengenai perut pria bertubuh besar yang membuatnya terbang jauh. 

"Apa?!"

 

Satu serangan itu sudah cukup untuk menyebabkan petualang yang tersisa kehilangan motivasi mereka.

 

"A-Apa dia memiliki mata di punggungnya?"

 

"Bukankah ini seharusnya menjadi kemenangan yang mudah untuk menghadapi bocah² nakal?"

 

"Ini tidak mungkin....."

 

"Tidak mungkin kita bisa menang....."

 

Petualang yang tersisa mengatakan itu ketika mereka mundur dan segera berbalik, kemudian berlari ke jalan di mana mereka datang secepat yang mereka bisa.

 

Hal ini seharusnya tidak berjalan seperti itu. Kekuatan Rio terlalu dari yang mereka perkirakan – mereka menantang orang yang salah. Perasaan mereka dipenuhi dengan rasa penyesalan.

 

"T-Tunggu! Hei!" 

Pria bertubuh besar yang kehilangan senjatanya kembali sadar dan dengan kikuk mencoba mengejar rekan-rekannya.

 

"Apa kamu bisa melarikan diri?" 

Suara Rio bergema di telinganya, menyebabkan dia mengalami rasa takut yang hampir menghentikan jantungnya.

 

"Ugh!"