Battlefield Symphony – Chapter 2 : Perjalanan Menuju Restorasi

 

Rio dan yang lainnya meninggalkan mata air tersebut tak lama setelah merela semua mandi dan melanjutkan perjalanan mereka melewati hutan sekitar sepuluh kilometer dengan berjalan kaki.

 

Siang hari mulai berganti, tapi masih terlalu awal untuk matahari mulai terbenam. Para pelancong biasanya akan terus berjalan sedikit lebih lama, tapi—

 

"Mari kita berhenti di sini untuk hari ini."

Saat sebuah kota kecil mulai tampak terlihat dari kejauhan, Rio menyarankan itu.

 

"Apa kamu yakin? Ini masih sore....."

Kouta mendongak dan mengatakan itu.

 

"Ketika kita tetap berjalan pada malam hari, kita tidak dapat melihat apa pun di hutan; Itulah alasan kenapa para pelancong selalu berkemah sebelum matahari terbenam. Memang benar masih terlalu awal untuk itu, tapi aku ingin melakukan beberapa pembelian untuk mendapatkan semua yang kita perlukan selama perjalanan."

 

"Aku mengerti."

 

Karena mereka meninggalkan Cleia dengan sedikit barang bawaan, Christina dan yang lainnya pada saat ini pastinya hanya membawa tangan kosong. Mereka tidak memiliki apa yang diperlukan untuk melakukan perjalanan. Jubah yang mereka kenakan untuk melarikan diri baik-baik saja, tetapi pakaian berkualitas tinggi di bawahnya tidak pantas untuk bepergian, jadi mereka perlu pakaian ganti untuk itu.

 

"Hal pertama yang perlu kita amankan adalah penginapan. Akan menjadi masalah jika kita terlambat dan melewatkan kesempatan untuk memesan kamar di penginapan yang bagus. Aku sudah mendapatkan biaya perjalanan dari Count Claire, jadi kita tidak perlu khawatir tentang situasi keuangan kita. Ayo pergi ke kota sekarang."

 

Biasanya, distrik pusat kota dilindungi oleh tembok keamanan dan beberapa tentara yang dengan ketat memeriksa mereka yang masuk dan keluar, tetapi gerbang tembok kota luar selalu terbuka sepanjang hari dan semua orang bisa masuk dan keluar dengan bebas.

 

Memang masih ada penjaga yang berjaga di gerbang, tapi biasanya mereka tidak menghentikan siapa pun tanpa alasan yang tepat. Namun—

 

"Tahan."

 

Ketika mereka mencapai gerbang, seorang tentara paruh baya meminta mereka untuk berhenti. 

Dia mungkin prajurit yang bertanggung jawab atas gerbang tersebut.

 

"Ada apa?" 

Rio menanggapi sebagai perwakilan grup.

 

"Ah, hanya saja aku terkejut karena kalian memiliki begitu sedikit barang bawaan meski kelompok kalian cukup banyak. Biasanya kami tidak akan menghentikan kalian, tetapi kami telah menerima perintah dari atasan. Bisakah kalian melepas tudung kalian?"

 

Mereka mungkin sedang mencari Christina. Mustahil bagi seorang prajurit biasa untuk mengenali wajah putri pertama, jadi kemungkinan besar dia akan memperhatikan warna rambutnya. 

Warna rambut hitam Kouta dan Rei cukup langka dan warna rambut ungu Christina juga warna yang tidak biasa. Akan menjadi masalah besar jika mereka bertiga tidak mengubah warna rambut mereka dengan artefak sihir dari Rio.

 

"Tentu, kami tidak keberatan. Semuanya, buka tudung kalian." 

Rio mengangguk setuju dan memberikan instruksi itu. Celia dan yang lainnya mulai membuka tudung mereka untuk memperlihatkan wajah mereka.

 

"Hmm......"

Tatapan para prajurit itu pertama² mengarah ke warna rambut mereka. Begitu mereka tidak menemukan warna yang mereka cari, pandangan mereka tertuju pada wajah mereka.

 

"......W-Whoa, ini seperti perkumpulan wajah-wajah imut." Kata prajurit itu, melihat sekali lagi ke wajah gadis-gadis itu.

 

Celia, Sara, Orphia, Alma, Christina, dan Vanessa. Masing-masing diberkati dengan penampilan cantik luar biasa yang tidak biasa.

 

"Iya. Itulah mengapa kami memakai tudung ini; untuk menghindari menarik perhatian. Apa ada masalah jika kita menggunakannya di kota?"

 

"Tidak, tidak, kalian bebas memakainya, tapi kelompok macam apa kalian ini?"

Prajurit itu ingin menyelidiki lebih jauh. Para prajurit di sekitarnya mengawasi mereka dengan rasa ingin tahu yang kuat.

 

"Kami adalah kelompok peziarah yang kembali dari Kerajaan Beltrum. Kami melewati kota ini dalam perjalanan kembali ke Kerajaan asal kami, Kerajaan Galarc. Dua gadis di depan adalah tuan yang kami layani – sisanya adalah kami sebagai pengawal mereka."

 

Rio membuat alasan dengan memberikan alasan kalau Christina dan Celia adalah bangsawan dari Kerajaan Galarc.

 

Tanah suci yang didedikasikan untuk Enam Dewa Bijaksana ada di wilayah Strahl dan tidak jarang para anggota Keluarga Kerajaan atau bangsawan yang taat agama akan pergi berziarah ketika hari libur. 

Hubungan antara Kerajaan Galarc dan Kerajaan Beltrum menjadi semakin tegang dari waktu ke waktu, tetapi karena kedua negara tidak dalam keadaan berperang, jadi melakukan perjalanan dari satu Kerajaan ke Kerajaan lain bukanlah masalah.

 

Celia dan Christina sebenarnya memang bangsawan dan Keluarga Kerajaan, jadi jika mereka hanya berdiri diam, mereka akan mengeluarkan aura yang berbeda dari yang lain.

 

"Ah.... Begitu. Aku mohon maaf."

 

Prajurit paruh baya itu tiba-tiba mulai berbicara dengan nada formal. Berbicara sembarangan dengan bangsawan Kerajaan lain bisa menimbulkan masalah internasional, jadi sepertinya prajurit itu berusaha menghindari masalah.

 

"Bisakah kami masuk sekarang?"

 

"Ya, silakan." 

Mungkin ada hal lain yang ingin dia tanyakan, namun prajurit itu membiarkan mereka memasuki kota dengan mudah.

 

"Fiuhh, aku sangat gugup. Meskipun kita sudah membahas apa yang akan kita lakukan sebelumnya....."

Celia berbicara dengan nada lega setelah mereka berhasil memasuki kota dengan lancar.

 

"Kamu melakukannya dengan baik." Rio tersenyum.

 

"Akting Haruto sangat bagus."

 

"Itu benar! Berkatmu, aku bisa mempertahankan ekspresi tenang."

 

Alma dan Sara memujinya. 

 

Orphia menunjukkan ekspresi yang sedikit bingung. 

"Kurasa kita aman untuk saat ini."

 

"Tapi sangat jelas mereka memperhatilan warna rambut kita, kan? Kemungkinan regu pencari sudah sampai di sini......" Kata Kouta dengan nada cemas.

 

Rio menghilangkan kekhawatiran Kouta dengan kata-kata berikut. 

"Tidak, terlalu banyak kota dan desa, pos pemeriksaan bahkan di area ini, jadi hampir tidak mungkin untuk mengalokasikan cukup banyak personel untuk sampai ke sini tanpa terlebih dahulu membagi tanpa mempersempit jangkauan pencarian mereka. Biasanya, lokasi yang paling mungkin dipilih dan sebagian besar personel dikirim untuk menyelidiki ke sana. Untuk menuju tempat kita berada, mereka harus menempuh perjalanan selama tiga hari, sehingga regu pencari belum memprioritaskan area ini. Lagipula ini baru sehari."

 

"Mereka mungkin sudah mengirimkan perintah pencarian ke semua kota di sepanjang jalan yang mengarah dari Cleia ke Rodania, mencari orang² yang ciri² yang mirip dengan kita. Maka tidak heran prajurit sebelumnya telah menghentikan kita."

Kata Vanessa, menambahkan.

 

Rei meringis. 

"Perintah pencarian, ya. Hmm, sepertinya kita sudah menjadi penjahat."

 

"Yah, apa yang kamu katakan tidak sepenuhnya salah. Jika kita tertangkap, beberapa dari kita akan diperlakukan seperti penjahat."

 

"Beberapa dari kita" mungkin merujuk pada perbedaan status di antara mereka yang akan menghasilkan perlakuan berbeda jika mereka ditangkap. Sebagai teman Rui, Kouta dan Rei mungkin tidak akan menerima hukuman apapun bahkan jika mereka tertangkap. Namun, itu tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi pada yang lain.

 

"Tapi kami tidak melakukan kesalahan apa pun......"

Kouta berkata dengan nada gemetar.

 

"Sayangnya, apa yang 'benar atau salah' ditentukan oleh mereka yang berkuasa."

Kata Rio, memberi peringatan itu.

 

"Apa itu berarti mereka bisa menganggap orang yang tidak bersalah sebagai penjahat?"

Kouta bertanya dengan mengerutkan alisnya.

 

"Mereka bisa melakukan, jika mereka mempunyai kekuatan yang besar untuk membuat tuduhan palsu, hal itu tidak akan terlalu sulit bagi mereka. Lain cerita jika ada sistem yang mencegah penyalahgunaan kekuasaan, tapi tidak ada jaminan bahwa sistem ini akan bekerja dengan baik."

 

"......Sungguh gila." 

Kouta bergumam dengan nada pahit.

 

Sementara itu, Christina yang mendengarkan percakapan keduanya memasang ekspresi yang rumit. 

"Kita melarikan diri ke Rodania untuk mencegah hal itu. Sehingga penerus yang sah dapat mengambil alih kekuasaan dan dapat menjalankan pemerintahan yang baik."

Rio menatap Christina sambil mengatakan itu, yang membuat Christina mengepalkan lengannya. Entah bagaimana Christina berhasil mempertahankan ekspresi tenangnya, tetapi segera Rio mengalihkan pandangannya darinya dan mengakhiri percakapan itu.

 

"Membicarakannya hanya akan membuat kita merasa kesal, jadi mari kita kesampingkan hal itu dan mencari penginapan sekarang."

 

◇◇◇◇

 

Beberapa menit kemudian, Rio dan yang lainnya tiba di kawasan perbelanjaan kota. Karena merupakan kota itu kecil, distrik itu tidak terlalu besar. Tidak ada terlalu banyak tempat penginapan juga di sana, jadi mereka memutuskan untuk tinggal di sebuah bangunan tua berlantai tiga yang mereka tempati.

 

Karena separuh dari mereka tidak pernah tinggal di penginapan sebelumnya, jadi mereka mengikuti Rio dengan langkah canggung.

 

"Wah. Selamat datang, tuan. Ada yang bisa aku bantu?"

 

Ketika mereka memasuki penginapan, seorang pria paruh baya yang tampaknya adalah pemilik tempat itu berdiri dari tempat duduknya dan menggosok kedua tangannya sambil menunjukkan senyuman seorang pebisnis.

 

"Apa masih ada kamar kosong? Ada sembilan orang yang akan tinggal." Tanya Rio.

 

"Tentu. Meskipun kami tidak punya kamar untuk sembilan orang, tapi kami punya satu kamar untuk enam orang dan tiga kamar untuk tiga orang. Silakan pilih yang anda inginkan, tuan." Jawab pria itu sambil melirik orang-orang di belakang Rio.

Dia mungkin memastikan tidak ada orang aneh di antara mereka, tetapi tatapannya sepertinya tidak mengandung kecurigaan. Segera pria itu mengembalikan pandangannya ke Rio, yang di anggapnya sebagai perwakilan dari kelompok itu.

 

Sebagai catatan, Celia, Sara, Orphia, Alma dan Christina masih mengenakan tudung untuk menutupi wajah mereka, tapi Rio, Kouta, Rei dan Vanessa telah melepasnya di sepanjang jalan. Mungkin mereka takut jika semuanya memakai tudung mereka akan menimbulkan kecurigaan.

 

"Kalau begitu kami akan ambil satu kamar untuk enam orang dan satu kamar untuk tiga orang."

 

"Baiklah. Totalnya akan menjadi tiga koin perak kecil. Jika kalian ingin makan malam di sini, maka kalian harus membayar dua koin perunggu besar per orang...."

 

"Tidak, itu tidak perlu. Sebaliknya, kami ingin menyewa dapur, apa bisa?"

 

"Tentu bisa. Itu akan menjadi tiga koin perunggu besar selama satu setengah jam. Kami juga bisa menjual bahan-bahannya kepada kalian."

 

"Kalau begitu, kami ingin menyewa dapurnya. Kamu bisa memperlihatkan daftar bahan-bahannya nanti."

 

"Dengan senang hati."

 

"Kalau begitu, aku akan membayarmu sekarang. Jika tidak cukup, aku akan membayar apa yang kurang saat kami pergi. Jika sudah cukup, kamu bisa menyimpan sisanya sebagai tip." Rio mengeluarkan dompetnya dari sakunya dan meletakkan empat koin perak kecil di meja.

 

Pemilik penginapan itu dengan senang hati mengangguk. Uang Tip biasanya tidak diperlukan, tetapi pelanggan yang meninggalkan uang tip biasanya diperlakukan lebih baik. 

"Dimengerti. Ini adalah kunci ruangannya, kedua ruangan itu bisa kalian temukan di ujung kanan lantai tiga."

 

"Oke. Terima kasih." 

Rio mengambil kedua kunci itu dan berbalik. 

 

"Kita sudah menyewa kamarnya – ayo pergi. Ruangan itu ada di lantai tiga."

 

Maka mereka semua menaiki tangga untuk mencapai ruangan mereka masing-masing.

 

Setelah mencapai lantai yang di tuju, Rio membuka ruangan di sebelah kanan mereka. 

"Ini adalah ruangan untuk enam orang. Silakan gunakan ini, semuanya."

 

Ada enam tempat tidur dan satu meja di sampingnya, kamar penginapan cukup kecil dan hanya memiliki sedikit furnitur. Dan juga, kamarnya agak berdebu dan berbau seperti jamur.

 

"..........."

 

Karena situasi yang mereka hadapi, mereka tidak bisa mengeluh – dari awal, gadis-gadis itu tidak terlihat senang, tapi memang benar kalau mereka mulai melihat ke dalam ruangan itu dengan ekspresi terkejut yang aneh dan bingung.

 

Vanessa mungkin pernah mengalami hal ini selama hidupnya sebagai seorang Ksatria, tetapi lima lainnya adalah gadis-gadis yang berasal dari latar belakang orang kaya dan penting. Karena mereka sudah terbiasa hidup nyaman, tidak heran mereka bereaksi demikian dengan lingkungan baru di depan mereka.

 

"Yah, karena tidak ada penginapan kelas atas, kebanyakan tempatnya terlihat seperti ini. Aku ragu apa pun akan terjadi, tetapi aku ingin menempatkan kalian semua di ruangan yang sama untuk berjaga-jaga. Maaf, aku sangat menyesal."

 

Tidak ada penginapan kelas atas di kota-kota seperti ini.

 

Orang pertama yang membuka mulutnya adalah Alma. 

"Ini pengalaman baru, jadi tidak masalah bagiku."

 

"Tempat tidurnya di satukan, jadi akan lebih mudah untuk berbicara satu sama lain di malam hari."

Orphia tertawa ringan.

 

"Kita datang ke sini bukan seperti akan menginap ke rumah teman."

Jawab Sara sambil tersenyum.

 

Celia setuju dengan senang hati. 

"Kita tidak bisa begadang, tapi seharusnya tidak ada masalah jika kita mengobrol sedikit."

 

"Aku tidak pernah tidur sekamar dengan gadis lain seusiaku di ruangan yang sama, jadi aku cukup penasaran bagaimana rasanya."

Christina juga setuju dengan mengungkapkan rasa ingin tahunya.

 

"Untuk saat ini, aku akan memberikan kuncinya kepada Vanessa-san. Akan lebih baik jika kalian tetap tinggal di penginapan. Karena akan menjadi masalah jika seseorang mencoba berbicara dengan kalian."

 

"Oke." Vanessa menerima kunci dari Rio.

 

"Dan juga, sekitar sepuluh menit lagi, aku akan pergi berbelanja di kota. Bisakah kalian memikirkan hal-hal yang kalian butuhkan dan membuat daftarnya? Akan sangat membantu jika C-Celia-sama dan kelompok Sara dapat membantuku berbelanja. Aku juga ingin memastikan kota ini tidak berada dalam jangkauan regu pencari."

 

Setelah mengatakan itu, Rio menoleh ke Celia dan Sara. Dia terus memanggil Celia dengan gelar "-sama" sejak Christina dan yang lainnya hadir, tapi karena dia tidak terbiasa, dia terkadang suka tergagap dengan memanggil begitu.

 

"Ya, serahkan saja kepada kami." 

Sara dan gadis-gadis lainnya mengangguk.

 

"Oke, kalau begitu kami akan pergi ke ruangan kami." 

Rio berbalik ke arah Kouta dan Rei dan meninggalkan ruangan.

 

◇◇◇◇

 

Beberapa menit kemudian, Rio meninggalkan penginapan bersama Celia, Sara, Orphia, dan Alma. Gadis-gadis itu tetap memakai tudung jubah mereka sementara Rio melepasnya untuk menghindari timbulnya kecurigaan.

 

Hal pertama yang dilakukan mereka adalah berjalan ke depan penginapan. Tidak banyak lalu lintas pejalan kaki di sana dan meskipun masih ada beberapa orang yang melihat ke arah mereka dengan rasa penasaran, tidak ada orang yang bersembunyi dari mereka. Untuk saat ini, tidak ada dari pejalan kaki itu yang tampak mencurigakan.

 

"Untuk amannya, aku ingin meminta kalian semua untuk mengirim roh kontrak kalian untuk menyelidiki dan mengawasi area sekitar sini...."

Kata Rio kepada Sara, Orphia dan Alma.

 

"Punyaku sebenarnya sudah menyelidiki kota dalam bentuk rohnya."

 

"Ariel sedang salam wujud fisiknya dan sedang mengamati area ini dari langit."

 

"Ifrita melindungi penginapan dalam bentuk rohnya."

 

Karena mengambil inisiatif lebih dahulu, ketiga gadis itu menjawab dengan nada bangga.

 

"Seperti yang aku harapkan dari kalian. Terima kasih banyak." Kata Rio sambil tersenyum.

 

"Tidak masalah."

Sara menggelengkan kepalanya dengan ekspresi senang. Mereka semua sepertinya sedang dalam suasana hati yang baik.

 

"Tapi ini berarti kalian tidak perlu menemaniku juga..... Aku pikir akan berbelanja hanya dengan Cecilia."

 

Karena mereka sedang berada di tengah kota, Rio memanggil Celia dengan nama Alias-nya. Sebagai target pengejaran, Christina dan yang lainnya tidak bisa menggunakan nama asli mereka, jadi mereka telah memutuskan nama panggilan mereka. Christina akan menjadi 'Tina', Vanessa 'Nessa' dan Kouta akan menjadi 'Kou'. Rei adalah pengecualian karena namanya cukup umum di wilayah Strahl. Untuk beberapa alasan, bagaimanapun, Rei tampak kecewa ketika dia tahu kalau dia tidak akan membutuhkan nama panggilan......

 

"Heh? Hanya denganku?" 

Celia bertanya dengan ekspresi terkejut.

 

"Iya. Aku pikir kamu yang lebih terbiasa dengan apa yang dibutuhkan setiap orang." 

 

Rio menjelaskan alasannya. Karena Celia adalah seorang bangsawan, dia tidak akan kesulitan memilih hal-hal yang akan dibutuhkan Christina.

 

"Kalau begitu, aku ingin pergi denganmu, tapi..... Uh." 

Celia menanggapi dengan ekspresi malu², tapi dia tersentak ketika dia menyadari kalau gadis-gadis lain sedang menatapnya dengan seksama.

 

"Ah! Karena kita semua sudah di luar, aku juga ingin ikut bersama kalian!" 

Sambil mengangkat tangannya, Orphia berbicara dengan nada riang.

 

Tanpa penundaan sesaat, Alma juga mengangguk. 

"Aku juga ingin ikut juga."

 

"Aku juga....." Sara berkata dengan ragu².

 

"Kalau begitu, bagaimana kalau kita pergi bersama?"

 

"Ya!!"

 

Mereka semua menjawab dengan nada penuh semangat.

 

"Hmph....."

Celia cemberut dengan manis. Dia akan melakukan hal yang sama jika dia berada dalam situasi yang sama seperti Sara dan yang lainnya, jadi dia memutuskan untuk tetap diam.

 

"Baiklah, aku juga mendiskusikan beberapa hal lain dengan kalian semua. Mari kita mengobrol sambil pergi ke pusat perbelanjaan."

Kata Rio, teringat sesuatu.

 

"Apa yang ingin kamu bicarakan?" 

Celia mulai mengikutinya.

 

"Ini tentang orang bernama Reiss."

 

"Ah......"

Semua gadis itu memasang ekspresi muram.

 

"Dia adalah seseorang yang sangat misterius, tapi aku yakin kalau dia adalah pengguna yang ahli dari spirit art. Tapi ada juga kemungkinan kalau dia memiliki artefak sihir yang memungkinkannya untuk mengaktifkan mantra yang kuat tanpa perlu melafalkan mantranya." Kata Rio.

 

"Kehadirannya sangat lemah.... Hampir terasa tidak ada. Aku tidak bisa mendeteksinya sama sekali; Aku menyadari kehadirannya ketika dia menembakkan serangan itu dari dalam hutan. Bahkan ketika dia berdiri di depanku, kehadirannya tidak bisa terdeteksi."

Kata Sara, berpendapat dengan hal tersebut dengan ekspresi prihatin.

 

"Dia bahkan memiliki keberanian untuk mengatakan kalau dia membantu kami." Alma menambahkan.

 

"Jika serangan dari dalam hutan itu ulah Reiss, maka Yang Mulia kemungkinan besar adalah targetnya. Ada juga kemungkinan kalau dia hanya mencoba membuat kita berpikir seperti itu, tapi bagaimanapun juga kita harus bersiap untuk serangan mendadak lainnya. Aku tidak berpikir dia dapat dengan mudah menemukan kita, tapi aku ingin kalian semua menggunakan roh kontrak kalian untuk berjaga selama perjalanan."

 

Ada batasan seberapa jauh area yang dapat mereka lacak, tetapi dengan cara itu, kita akan dapat bereaksi segera jika seseorang yang mencurigakan mendekati kita.

 

"Ya, serahkan pada kami." Sara mengangguk.

 

"Tapi jika orang itu benar-benar pengguna spirit art, maka ada kemungkinan juga ada orang lain di sisinya yang bisa menggunakannya. Jika dia memiliki rekan yang terlalu banyak atau kuat, kita mungkin akan menghadapi pertarungan yang sulit."

Kata Alma, ekspresinya sedang berpikir.

 

"Seharusnya tidak ada pengguna spirit art di Beltrum dan Galarc......" Rio memandang Celia untuk menanyakan pendapatnya.

 

"Benar. Selain Haruto, seharusnya tidak ada siapa pun yang bisa menggunakannya."

 

"Bukankah itu menakutkan?" 

Sara bertanya dengan ekspresi tegas.

 

"Kamu benar....."

Bahkan Orphia, yang biasanya selalu tersenyum, menunjukkan ekspresi serius. Gadis itu ingat bagaimana Reiss memanggil Rio dengan namanya sebelum dia pergi. 

 

"Ngomong-ngomong, kenapa orang itu tahu namamu?"

 

"Dia mungkin mendengarnya dari Lucius, kapten dari Celestial Lion. Orang itu dan aku memiliki masa lalu yang sama." Jawab Rio.

 

"Masa lalu yang sama......"

Kata para gadis² itu saling menatap. Celia pernah mendengar cerita ketika Rio menyelamatkan Flora di Amande, jadi dia mengerutkan keningnya dengan ekspresi khawatir.

 

Meski merasa agak tidak nyaman, Rio menceritakan kepada gadis-gadis itu tentang kisahnya dengan Lucius. 

"Ada sesuatu yang belum kuberitahukan kepada kalian. Lucius adalah orang yang membunuh ibuku."

 

"!.........." Mereka semua tidak bisa berkata apa².

 

"Yah, itu tidak masalah sekarang. Karena ada masalah lain yang harus aku tangani saat ini." 

Rio menghela napasnya dengan ekspresi kesakitan.

 

Celia berhasil menebak apa yang Rio akan katakan hanya dengan melihat ekspresinya. 

"......Maksudmu, tentang bagaimana Christina-sama yang mendengar nama aslimu, kan?"

 

"Benar." Rio menganggukkan kepalanya perlahan.

 

".....Apa maksudnya?" 

Sara bertanya dengan ekspresi bingung.

 

"Apa kamu masih ingat tentang ceritaku dulu, kalau aku pernah dituduh melakukan kejahatan sebelum aku bertemu kalian semua?"

 

"Iya."

 

"Putri Christina juga hadir di tempat terjadinya tuduhan yang palsu itu. Bisa dibilang kalau kami adalah mantan teman sekelas." Kata Rio, menjelaskan.

 

"Heh? Bukankah ini buruk.....?" Ketiga gadis itu memucat karena panik.

 

"....Mungkin." 

Berbeda dengan mereka, Rio tampak cukup tenang.

 

"Bagaimana caramu bisa menjadi tenang begitu?" 

Celia menghela napas lelah.

 

"Apakah dia telah mengetahui identitasku yang sebenarnya atau tidak, aku tidak berniat memberinya lebih banyak kecurigaan. Dia juga tidak memiliki bukti kalau kami adalah orang yang sama, jadi kecuali diperlukan, aku hanya akan berpura-pura tidak tahu."

 

Celia menghela napas dengan ekspresi yang lebih lelah. 

"Sepertinya ini akan menjadi masalah besar."

 

"Ahaha......"

Para gadis dari desa roh mengangguk sambil tertawa ringan.

 

"Sepertinya kita sudah sampai di kawasan perbelanjaan. Kita masih harus menyiapkan makanan, jadi ayo bergegas agar kita bisa cepat kembali."

 

Rio menuju ke toko tanpa ada tanda² kekhawatiran.

 

◇◇◇◇

 

Sementara itu......

 

".........."

 

Duduk dengan anggun di tempat tidurnya, Christina diam-diam menatap ke luar jendela. Wajahnya menunjukkan ekspresi yang seolah-olah dia sedang memikirkan pertanyaan yang mustahil untuk dijawab.

 

Christina telah dalam kondisi itu sejak Rio dan yang lainnya meninggalkan penginapan. Vanessa sedang duduk di tempat tidur di sampingnya, diam karena pertimbangan.

 

"Christina-sama."

Tiba² Vanessa membuka mulutnya.

 

".....Apa?" Christina menatapnya dan menjawab.

 

"Selain Amakawa-dono, apa pendapatmu tentang Sara dan teman-temannya? Amakawa-dono bilang kalau mereka berasal dari kelompok minoritas....."

 

"Aku tidak tahu apa-apa tentang itu."

 

"Apa kamu tidak penasaran?"

 

"Apa yang akan aku dapatkan dengan menjadi penasaran?"

 

"Termasuk Amakawa-dono, mereka berempat adalah pengguna senjata sihir. Aku yakin kamu bisa memahami kekuatan bertarung yang dimiliki mereka."

 

Biasanya, seorang Ksatria yang telah berlatih tanpa henti untuk meningkatkan kemampuan fisiknya dengan bantuan sihir bisa menghadapi puluhan tentara normal. Pengguna senjata sihir yang berpengalaman mampu mengalahkan puluhan Ksatria itu.

Kekuatan mereka tidak mudah untuk diukur, namun dapat diperkirakan seseorang yang mampu menggunakan senjata sihir dapat mengalahkan satu batalion dalam pertempuran (Batalion ini biasanya terdiri dari beberapa ratus tentara dan terkadang bahkan mencapai seribu).

 

Dengan kata lain, kemampuan mereka seperti memiliki satu batalion dalam satu orang. Karena sangat sedikit senjata sihir yang ada dan bahkan lebih sedikit orang yang mampu menggunakannya, penggunanya adalah keberadaannya yang sangat berharga atau istimewa.

 

Dan saat ini, Christina memiliki empat pengguna senjata sihir di pihaknya, termasuk Haruto. Jika haru mengukur kekuatan mereka dengan sebuah nilai, tidaklah berlebihan untuk mengatakan kalau mereka lebih dari cukup untuk bisa melampaui kekuatan seribu atau dua ribu tentara.

 

Vanessa berbicara dengan penuh semangat tentang potensi kekuatan tempur mereka, tapi—

 

"Begitu." Jawab Christina dengan acuh.

 

"Jadi jika kamu mengizinkannya, aku yakin kita harus berusaha meminta kerja sama dengan mereka setelah Yang Mulia telah sampai dengan aman ke Restorasi. Kita dapat mengambil kesempatan yang kita punya saat ini dan melihat apakah kita bisa menjalin hubungan yang baik dengan para gadis dan desa tempat mereka berasal." Kata Vanessa.

 

"Mereka hanya membantu kita karena mereka adalah teman dari Amakawa-dono dan juga Celia Sensei, yang Celia Sensei kenal berkat Amakawa-dono. Mereka tidak punya alasan untuk membantu Restorasi."

 

Dengan kata lain, Sara dan yang lainnya telah bekerja sama dengan Christina hanya untuk membantu Haruto dan Haruto sendiri melakukannya untuk dapat membantu Celia.

 

"Kalau begitu, kita bisa membuat alasan bagi mereka untuk bekerja sama dengan kita."

 

"....Mungkin. Aku akan mempertimbangkannya nanti."

 

Balasan singkatnya itu menunjukkan kurangnya minat dari Christina saat ini. Mungkin itulah sebabnya Vanessa punya pemikiran sendiri.

 

"Misalnya, kita bisa meminta Celia-kun menjadi perantara negosiasi. Pasti ada jalan."

 

"Jika kita melakukan hal itu, kita akan merusak hubungan antara Celia Sensei dan Amakawa-dono.... Tidak, lebih tepatnya, hubungan antara kita dan Amakawa-dono."

 

Merasakan dari nada suara Christina kalau dia tidak berniat memberi mereka undangan biasa, Vanessa mengerutkan keningnya.

"Jika kita melangkah terlalu jauh, tidak aneh hal itu terjadi. Tapi setidaknya kita harus mencoba. Seperti....."

 

"Seperti.......?"

 

"......Tidak, bukan apa²." 

Vanessa ingin mengatakan sesuatu, tapi pada akhirnya dia menggelengkan kepalanya.

 

"Aku tidak keberatan, jadi katakan saja."

Kata Christina, menghela napas lelah.

 

".....Sepertinya kamu menunjukkan pertimbangan setiap kali menyangkut Amakawa-dono." 

Memilih kata-katanya dengan hati-hati, Vanessa berbicara dengan ragu-ragu.

 

"Tentu saja aku menunjukkan pertimbangan. Amakawa-dono adalah Ksatria kehormatan Kerajaan Galarc. Selain itu, kami juga baru mengenal dalam waktu singkat." 

Christina membuat ekspresi sedikit terkejut, tetapi tanggapannya sangat logis.

 

"Aku sudah mempertimbangkannya."

 

Christina menunjukkan terlalu banyak pertimbangan. 

Itulah yang disiratkan Vanessa dengan tatapannya.

 

"Apa yang membuatmu berpikir begitu?"

 

"Karena orang itu, Reiss, menyebut Amakawa-dono dengan nama Rio."

 

"........" Christina tidak bisa berkata apa².

 

"Kira² sembilan tahun yang lalu, ketika Flora-sama diculik, kami pergi ke daerah kumuh ibukota dan bertemu dengan seorang anak yatim piatu. Aku ingat nama yatim piatu itu adalah Rio. Meskipun aku tidak lagi berhubungan dengannya setelah kejadian itu, aku tahu kalau dia adalah teman sekelasmu di Akademi."

 

".....Kurasa ada orang seperti itu. Aku terkejut kamu masih mengingatnya." 

Christina menghela napas, tapi tidak menyembunyikan keterkejutannya.

 

"Dia anak yang luar biasa."

 

Tatapan tajam yang dia berikan pada mereka di daerah kumuh, keadaannya yang mengerikan setelah dia disiksa dengan nama interogasi oleh Charles Arbor di Kastil, dan kata² yang dia ucapkan kepada Vanessa – semua itu meninggalkan kesan yang kuat padanya.

Anak yatim itu juga membuat kehebohan ketika dia mengalahkan Charles di turnamen melawan para Ksatria. Hal yang sama terjadi selama insiden yang terjadi pada Flora selama latihan lapangan.

 

"Tapi tidak ada cara untuk mengetahui apakah Amakawa-dono adalah Rio yang kita ketahui. Kita tidak memiliki cukup informasi untuk menentukan apakah mereka adalah orang yang sama dan kita juga tidak dapat membuktikannya dengan cara apa pun."

 

"Benarkah? Jika dia benar² anak yatim piatu yang sama dari sembilan tahun yang lalu, maka hubungannya dengan Celia-kun akan lebih jelas. Jika dia tetap berhubungan dengannya bahkan setelah dia menghilang, maka......"

 

"Ini hanya dugaan belaka." Bantah Christina singkat.

 

"Berdasarkan kenyataan memang sulit."