"Kupikir jantungku akan berhenti setelah Celia-chan diculik, tapi setidaknya dia tidak menikah dengan bajingan itu. Jadi, aku akan melepaskanmu dengan satu serangan sihir api Ignium miliku.
Kata Roland sambil tersenyum.
"Ayah! Tolong jangan salah paham. Akulah yang memutuskan untuk melarikan diri dari pernikahan itu. Haruto tidak bisa disalahkan, akulah yang bertanggung jawab atas itu. Jika kamu ingin menyalahkan seseorang, salahkan aku. Akulah yang akan bertanggung jawab!"
Celia mengeluh dengan keberatan dengan tingkahnya sangat imut.
"Tidak! kamu tidak boleh disalahkan, Celia-chan!"
Roland segera mengajukan keberatan.
"Kalau begitu Haruto juga tidak bisa disalahkan, kan?"
"Tapi, yah, baiklah!"
Atas desakan dari Celia, Roland menyerah dan mengangguk.
"Nah, sekarang setalah kecurigaan terhadap Amakawa-dono hilang, bagaimana jika kita membahas tentang rencana pelarian ini? Aku sedang berpikir untuk menyerahkan semua rencananya kepada Amakawa-dono." Sambil tertawa kecil, Christina membuat saran itu.
"Langkah awal, kita harus memikirkan tentang bagaimana cara keluar dari dalam sini ke permukaan. Kita tidak bisa keluar secara bersamaan. Karena jumlah orang yang kita punya cukup banyak dan terlalu menonjol. Jika Christina-sama terlihat di kota, apalagi di perkebunan Mansion, akan terlihat jelas kalau kita sedang bersembunyi di sini. Jika hal itu terjadi, bahkan kamu tidak akan bisa lagi membela diri, benar bukan, Count Claire?"
"Hmm.... Yah, itu akan menjadi hal terburuk jika mereka menemukan kalian di kota, tapi akan sangat buruk jika mereka menemukan kalian di sekitar Mansion-ku."
Roland menjawab dengan ekspresi berpikir.
"Yang artinya, meskipun risiko ketahuannya mungkin rendah, aku harus menghindari cara mengeluarkan kalian satu per satu dari sini. Semakin sering aku keluar–masuk, semakin besar kemungkinanku bisa ketahuan. Dan, apabila aku ketahuan, aku terpaksa harus melarikan diri sehingga akan sangat sulit untuk bisa kembali. Aku mungkin harus meninggalkan salah satu dari kalian yang tertinggal di sini."
"Lalu, apa yang harus kita lakukan......?"
Christina bertanya. Apa cara lain bisa mereka lakukan untuk melarikan diri?
"Dalam situasi ini, cara yang terbaik untuk menghadapi risikonya, aku akan keluar dulu dan membuat keributan di luar sana. Dengan keributan yang aku buat itu akan menarik perhatian para penjaga di sekitarnya dan memberi kalian kesempatan untuk keluar dari sini tanpa ketahuan. Bagaimana menurutmu? Aku akan memberimu artefak sihir untuk mengubah warna rambut kalian semua, jadi gunakanlah saat waktunya tiba."
Rio mengusulkan rencana teraman. Jika ada terlalu banyak orang yang akan melarikan diri dari Mansion akan sangat berbahaya karena terlalu banyak penjaga di sekitarnya, maka mereka hanya perlu mengurangi jumlah mereka dengan menarik perhatian para penjaga itu ke tempat lain.
".....Apa tidak masalah dengan itu? Kamu akan menjadi orang yang paling menanggung banyak beban, Amakawa-dono."
Setelah sedikit terengah-engah, Christina mencoba mengkonfirmasi kata-kata Rio.
Melihat keadaan kota saat ini, di mana ada banyak Ksatria di mana-mana, rencana itu biasanya dianggap bunuh diri.
"Iya, ini tidak masalah. Jumlah mereka tidak seberapa jika dibandingkan dengan saat aku membawa Celia-sama dari pernikahannya."
Rio menjawab dengan nada tenang.
"Pff, hahaha! Ah, maafkan aku. Biasanya aku akan sepenuhnya menolak rencana seperti ini, tetapi untuk beberapa alasan aku tahu kalau kamu adalah orang yang sangat menarik."
Roland menimpali sambil tersenyum.
"Suatu kehormatan untukku. Namun, mungkin saja keamanan kota mengalami kerugian dan juga beberapa rumah di kota rusak....."
"Aku mengerti. Kita harus mengabaikan kemungkinan kerusakan terhadap kota. Namun, aku harap kamu dapat menghindari menyakiti warga."
"Tentu. Aku akan berusaha agar tidak ada seorang warga sipil yang terluka. Jadi untuk mencegah situasi menjadi tidak terkendali, mari kita membahas detail rencananya. Akan sangat membantu jika kita memiliki peta kota ini – bahkan gambaran kasarnya juga akan cukup membantu."
"Aku memilikinya di kepalaku. Aku akan menggambarkan untukmu."
Kata Roland. Dia adalah tuan tanah yang memerintah kota ini, jadi tidak heran dia hafal peta kotanya.
"Terima kasih." Rio menjawab singkat dan—
[ Aishia, aku ingin meminta sesuatu darimu. ]
Dia berbicara diam-diam dengan Aishia, yang sudah menemaninya dalam wujud rohnya.
◇◇◇◇
Mereka menghabiskan sekitar setengah jam atau lebih untuk merencanakan rute pelarian.....
"......Ayah, aku berniat pergi dengan Christina-sama."
"Ya, tolong jaga dirimu. Karena seseorang yang bisa diandalkan seperti Haruto-kun akan bersamamu, mungkin aku tidak perlu khawatir."
Celia dan Roland mengucapkan perpisahan.
"Baik. Sejak aku meninggalkan ibukota, aku telah menjalani kehidupan yang tenang dan menyenangkan karena Haruto. Tetapi itulah mengapa keraguan mulai muncul di dalam hatinya. Aku selalu bertanya², apakah aku boleh bahagia seperti ini, bahkan setelah membuat ayahku dan yang lainnya khawatir? Karena alasan itulah, aku meminta Haruto untuk membawaku ke sini. Aku ingin menemukan jawaban atas pertanyaan itu. Dan sekarang aku harus mempercayainya sekali lagi untuk membantuku....."
"Aku bisa mengerti.... Setelah situasi ini berlalu, aku ingin berbicara dengan kalian berdua. Aku juga harus berterima kasih kepada Haruto-kun dengan layak."
Melihat ekspresi bersalah putrinya, Roland menjawab dengan nada lembut.
"Iya. Sebelum kami pergi, aku ingin berbicara dengan Haruto."
"Aku mengerti. Pergilah."
Roland mendorongnya untuk pergi, kemudian Celia berjalan ke tempat Rio berada.
"Nee, Haruto."
"Apa ada yang salah, Celia-sama?"
"Ketika kamu memanggilku dengan -sama, aku merasa sangat malu. Kamu bisa memanggilku dengan namaku, tahu?" Celia berbicara dengan ekspresi cemberut.
"Yah, aku tidak bisa memanggil seorang wanita bangsawan dengan namanya begitu saja di depan umum." Jawab Rio.
Karena Rio tidak bisa memanggilnya 'Sensei', maka dia telah memutuskan untuk menggunakan 'sama' sebagai gantinya.
"......Yah, terserah deh." Kata Celia.
Pada saat itu, ekspresinya menjadi gelap.
"Kesampingkan hal itu – aku ingin meminta maaf. Sekali lagi, kamu menghadapi masalah besar karena aku....."
"Itu tidak benar. Aku melakukannya atas kemauanku sendiri, karena aku ingin membalas budi kepadamu."
Kata Rio, tersenyum dan menggelengkan kepalanya.
"Aku sangat senang mendengarnya, tapi.... kamu tahu apa yang aku lakukan untukmu tidak berarti apapun? Kamulah yang telah melakukan banyak hal untukku, akulah yang tidak bisa membalas semua kebaikan yang kamu berikan kepadaku selama ini. Itulah sebabnya, aku ingin mengucapkan terima kasih— terima kasih banyak untuk semuanya."
Celia berbicara dengan ekspresi bersalah, tapi pada akhirnya dia mengucapkan terima kasih dengan senyuman.
"Ya, aku juga berterima kasih kepadamu."
Rio juga tersenyum sebagai balasannya.
[ Haruto, persiapannya sudah selesai. Kami sudah siap kapan pun kamu mau. ]
Suara Aishia bergema di kepalanya.
[ Oke. Aku akan menghubungimu jika aku sudah siap. ]
[ Ya. ]
Rio memberikan instruksi itu sebentar dan kemudian mulai berbicara dengan Celia.
"Malam akan berakhir jika kita terlalu lama di sini. Jadi, ayo kita pergi."
".....Baik."
Mereka berjalan melalui lorong yang menuju ke arah taman. Selain Christina, Vanessa dan Roland, Rei dan Kouta juga menunggu di sana.
"Kami akan mengandalkanmu, Amakawa-dono."
Mengatakan itu, Christina menundukkan kepalanya. Vanessa, Rei, dan Kouta mengikutinya.
"Iya. Semuanya akan baik² saja selama kalian bergerak sesuai dengan yang kita rencanakan. Aku serahkan penjagaan mereka kepadamu, Vanessa-san."
Kata Rio, menoleh ke arah Vanessa.
"Tentu. Aku mungkin memang bukan tandinganmu, tapi aku akan melakukan yang terbaik."
Kata Vanessa, mengangguk.
"Amakawa-dono..... Tidak, Haruto-kun."
Roland berbicara kepada Rio dengan ekspresi aneh.
"Ya?"
Rio menguatkan dirinya dan menjawab.
"Aku menaruh kepercayaanku kepadamu.... Tolong lindungi Celia-chan. Aku meninggalkannya kepadamu."
Kata Roland, menundukkan kepalanya dalam².
{ TLN : Bapak mertua udah restuin nih ? wkkwkwkw }
"Tentu saja, tanpa kamu memintanya sekalipun."
Kata Rio, tersenyum lembut.
Tanpa harus dimintai olehnya, Rio akan tetap melakukannya, tapi dia sangat senang ketika ayah Celia meminta hal itu kepadanya.
".....Ya. Kalau begitu, terimalah ini."
Roland mengeluarkan tas kecil berisi sesuatu.
"Apa ini?"
"Itu uang untuk biaya perjalanan. Kamu mungkin membutuhkannya. Jika ada yang tersisa kamu bisa menyimpannya sebagai hadiah. Aku tahu nilainya tidak sebanding dengan apa yang kamu lakukan untuk kami, tapi aku akan memberikan sisanya saat kita bertemu lagi di masa depan."
"Tidak, ini.... Aku tidak bisa menerimanya."
Rio menolak tawaran Roland dengan ekspresi yang rumit.
"Ayo, ambillah. Setidaknya biarkan aku yang menanggung biaya perjalanan ini."
Roland memaksa Rio untuk menerima kantong uang itu.
"......Kalau begitu, aku akan memberikan sisanya kepada Celia-sama."
"Hehe, sepertinya kamu orang yang cukup keras kepala. Aku kira kaum muda sepertimu akan senang dengan hal seperti itu. Aku ingin sekali mengundangmu untuk minum denganku, tetapi kita tidak punya waktu lagi. Jadi, pergilah."
"Ya. Maafkan aku.... Kami akan pergi sekarang."
Dengan kata² itu, Rio mulai menaiki tangga yang menuju ke taman Mansion.
Pertama, dia sedikit membuka pintu tersembunyi di langit-langit dan menggunakan spirit art-nya untuk mencari keberadaan orang lain di sekitarnya.
Setelah memastikan tidak ada siapapun di sekitarnya, Rio membuka pintu langit² itu sepenuhnya dan naik ke permukaan. Kemudian, dia bergerak dengan kecepatan luar biasa dan melewati para tentara yang sedang berpatroli di halaman, dia memanjat dinding Mansion dengan gerakan akrobatik.
Kurang dari beberapa menit kemudian, di langit yang jauh di atas kota yang jauh dari Mansion Count Claire, terdengar suara ledakan cahaya yang keras.
◇◇◇◇
Di lapangan gelap dan kosong di dekat di kota Claia......
Sebuah suara tiba-tiba bergema keras di atas langit suara itu adalah suara ledakan dari kilatan cahaya yang sangat kuat yang menerangi seluruh kota seolah-olah itu adalah siang hari.
"Apa yang terjadi?!"
Para Ksatria Kerajaan yang sedang berpatroli di sana berlari menuju ke alun-alun.
"Ada empat orang di sana!"
"Apa?"
Perhatian para Ksatria itu segera tertuju pada sosok empat bayangan yang ada di alun-alun. Karena langit sedang diterangi, sosok mereka bisa terlihat dengan sempurna.
Sepertinya sosok yang terlihat itu adalah sosok dari orang-orang yang sedang di cari mereka. Ada dua wanita yang memiliki ciri mirip dengan Christina dan Vanessa. Dua orang lainnya menutupi tubuh dan wajah mereka dengan jubah, sehingga sangat sulit untuk mengidentifikasi jenis kelamin mereka.
"Rambut ungu..... Dia adalah Putri Christina!"
"Yang satunya membawa pedang. Dia pasti pengawal pribadinya, Vanessa Emarle!" Para Ksatria itu berseru kaget.
"K-Kenapa mereka ada di tempat seperti ini....?"
Beberapa dari mereka tampak bingung.
"T-Tunggu! Ah tidak– berhenti di sana!"
Kelompok dengan empat orang itu meninggalkan alun-alun dan mulai berlari menyusuri jalan yang tidak di jaga oleh para Ksatria. Para Ksatria berteriak ke arah mereka, tetapi mereka tidak bisa mungkin akan berhenti.....
Pada saat itu, kilatan cahaya yang meledak sebelumnya memudar dan membuat kegelapan malam kembali menyelimuti kota.
"P-Panggil bala bantuan sekarang! Dan kirim orang menuju gerbang masuk ke kota!"
"Y-Ya, Pak!"
Atas perintah langsung dari Ksatria yang lebih tua, para Ksatria yang lebih muda mulai bergerak dengan panik.
Kelompok empat orang yang mereka lihat sebelumnya, yang seharusnya menghilang setelah melarikan diri, mengawasi para Ksatria itu dari atap rumah.
[ Aishia, sampai aku memberimu sinyal, tetaplah tunjukkan dirimu sesuai yang kita rencanakan dan bawalah mereka ke utara kota. ]
Salah satu dari empat orang dalam kelompok itu, seorang gadis dengan warna rambut ungu, mendengar suara Rio di kepalanya. Gadis itu adalah Aishia, yang telah mengubah warna rambutnya dengan spirit art-nya untuk sementara.
[ Oke. ]
Aishia menjawab dengan tenang seperti biasanya.
"Ayo pergi."
Kata Aishia, kepada ketiga lainnya, melompat dari atas atap satu ke yang lainnya.
◇◇◇◇
Beberapa saat setelah itu—
"Apa?! Kalian melihat Putri Christina berada di alun-alun di distrik umum?!"
Kediaman Count Claire yang berada di distrik bangsawan. Charles yang sebelumnya tidur di ruangan tamu terhormat, terkejut mendengar berita yang tidak terduga itu ketika dia masih menggunakan piyamany.
"Y-Ya, Pak! Para Ksatria berlari ke alun-alun ketika mereka melihat kilatan cahaya menerangi langit dan mereka menyaksikan kemunculan kelompok yang berisi empat orang yang mirip dengan target. Mereka saat ini sedang melarikan diri menuju ke arah utara kota."
Ksatria itu buru-buru memberikan laporannya.
"Dan Di-Di mana Count Claire?!"
"Di kamarnya. Dia telah meminta kami untuk menjelaskan tentang apa terjadi untuk keributan ini."
"Apa.....? Itu mustahil....."
Charles menunjukkan ekspresi terkejut.
[ Kupikir dia akan membuat tindakan jika aku menekannya dengan perintah itu, tapi.... Dia tidak menyembunyikan mereka di Mansion-nya?! Lalu, mengapa mereka bisa ada berada di distrik umum?! ]
[ Jika Christina bersembunyi di distrik umum, maka tidak mungkin dia bisa menghubungi Count Claire, yang sedang dalam tahanan rumah di Mansion-nya. ]
[ Tidak, masih mungkin jika mereka menggunakan artefak sihir untuk saling berkomunikasi, tetapi jika mereka menggunakannya, itu akan menyebabkan pesan mereka bisa diterima oleh semua artefak lain yang ada dalam jangkauannya, karena itu tidak ada gunanya mengirim pesan rahasia seperti itu. ]
"Apa yang harus kita lakukan? Kami hanya memiliki sedikit orang di distrik umum, jadi kami memanggil bala bantuan."
Ksatria itu meminta instruksi dengan tidak sabar.
"Cih, pergi ke utara! Kirimkan semua Ksatria di Mansion dan di distrik bangsawan ke distrik umum! Pastikan kau memblokir area tersebut dan jangan biarkan siapa pun lolos! Tangkap mereka dengan segala cara!"
Charles meneriakkan perintahnya dengan lantang.
Selama dia berhasil menangkap mereka, dia memiliki banyak cara untuk mendapatkan kesaksian, tetapi jika dia membiarkan mereka melarikan diri, dia tidak akan memiliki cukup bukti.
"Dimengerti!"
Ksatria itu berbalik dan buru-buru mundur untuk menyampaikan instruksi kepada Ksatria lainnya. Saat itulah, Rui dan Alfred muncul menggantikan mereka.
"Charles, apa yang terjadi?" Alfred meminta penjelasan.
"M-Mereka di utara! Putri Christina ada di blok utara kota! Para Ksatria melihat mereka di sana! Kau juga pergi ke utara! Jangan biarkan mereka lolos! Aku akan berganti pakaian dulu, setelah itu, aku akan pergi dengan orang-orangku untuk membantu kalian!"
Charles memesan.
"Ayo kita pergi!"
Rui segera berbalik dan lari keluar ruangan itu. Setelah menghela napas, Alfred mengikutinya dan keduanya menuju ke bagian utara kota.
◇◇◇◇
Sementara itu, di bagian utara kota, atau lebih tepatnya, di distrik umum.....
Dengan meningkatkan fisiknya, Rio berlari di sepanjang atap rumah yang ada di sana.
"Cepat! Mereka seharusnya tidak terlalu jauh. Mereka mungkin mencoba melarikan diri melalui gerbang utara. Cari di setiap sudut, kita harus memeriksa seluruh area ini!"
Para Ksatria berlarian memenuhi jalan kota. Mereka telah tertipu oleh pengalihan yang diciptakan oleh Aishia. Karena itu, mereka mengumpulkan sebagian besar Ksatria menuju ke gerbang masuk utara kota.
Melihat kelompok yang terdiri dari dua Ksatria, Rio mendarat di tanah dan menggunakan spirit art anginnya untuk menghapus suara pendaratannya dan memberikan serangan kepada kedua Ksatria itu dari belakang tanpa mereka sadari.
"Gwah!"
"Gah!"
Kedua Ksatria itu segera jatuh pingsan ke tanah.
Tongkat besi yang dibawa mereka terguling ke tanah. Rio mengambil tongkat itu dan memegangnya dengan tangan kanannya. Setelah mengatur cengkeramannya dan mengayunkan tongkat itu agar terbiasa, dia melompat ke atas atap sekali lagi.
Setelah itu, Rio mulai melumpuhkan para Ksatria yang bergerak dalam kelompok kecil untuk membuat kebingungan Ksatria lainnya dan menuju gerbang masuk di utara kota.
[ Aishia, aku akan melumpuhkan penjaga di gerbang masuk utara dan membuka gerbangnya. ]
[ Aku ingin kamu keluar melalui gerbang itu dan memastikan mereka melihatmu. Itulah akhir dari peranmu. ]
Rio memberikan instruksi kepada Aishia, yang berada di sekitarnya.
[ Oke. ]
Aishia langsung merespon.
Seperti yang sudah di rencanakan, ada beberapa Ksatria di depan gerbang masuk utara kota. Mereka sudah siap siaga untuk memblokir para target.
[ Aku akan membuka gerbangnya sekarang. ]
Membuat pernyataan itu, Rio melihat ada sekitar sepuluh Ksatria yang berdiri di dekat pintu masuk.
Dia mulai berlari menuju gerbang tanpa keraguan sedikit pun. Dengan tangan kanannya dia membuat bentuk pistol, dan saat berikutnya, serangkaian peluru sihir ditembakkan dari ujung jarinya. Tekniknya itu adalah tiruan dari mantra Photon Projectilis.
Kemudian, semua peluru cahaya itu menghantam tubuh para Ksatria itu, seolah-olah mereka sedang terhisap olehnya.
"Guh!"
"Agh!"
"Gah.....!"
"Ugh.....!"
Peluru cahaya telah ditembakkan dengan kecepatan luar biasa dalam kegelapan, jadi mustahil bagi mereka untuk menghindarinya. Mereka semua terlempar satu per satu mengeluarkan erangan kesakitan.
"Hah, hah... Apa....?"
Tidak menyadari apa yang telah terjadi, para Ksatria yang tersisa melihat sekeliling mereka.
"Gah!"
Saat dia mendekati Ksatria yang tersisa, Rio menembakkan tembakan peluru sihir lainnya.
Sembilan peluru cahaya yang dia tembakkan semuanya mengenai sasarannya. Kemudian, Rio mendekati Ksatria terakhir yang tersisa.
"Eem! Uuh......!"
Menggunakan tongkat di tangannya, Rio menjatuhkan Ksatria itu dengan suara gedebuk.
[ Kontrol pembuka gerbang ini seharusnya ada di dalam. ]
Setelah mengatakan itu, Rio meninggalkan sepuluh Ksatria yang tidak sadarkan diri itu, dia berjalan masuk ke dalam pos kendali di dekat gerbang masuk seolah-olah dia sedang memasuki rumah sendiri.
Ada beberapa Ksatria yang berjaga di dalam sana, tetapi setelah dengan cepat menjatuhkannya, Rio mulai mengerakkan perangkat yang mengontrol untuk membuka gerbang itu. Suara nyaring gerbang yang sedang terbuka bisa terdengar cukup jelas. Mendengar suara itu, para Ksatria di sekitarnya mulai tergesa².
Tiba² muncul kelompok yang berisi empat orang itu di depan gerbang. Para Ksatria dari tempat lain mulai mendekat dengan terburu². Namun gerbang itu belum terbuka sepenuhnya.
"H-Hei! Gerbangnya terbuka!"
"Para Ksatria yang menjaga gerbang masuk tidak sadarkan diri! Ah, Itu mereka! Putri Christina dan yang lainnya ada di sana!"
Melihat kelompok yang terdiri dari empat orang itu, Para Ksatria itu berteriak dengan bingung, tetapi pada saat yang sama, gerbang itu telah terbuka sepenuhnya dan mereka berempat berlari keluar.
Di luar gerbang masuk utara itu bisa terlihat sebuah ladang gandum. Setelah kelompok empat orang itu berlari melewati jalan dengan ladang gandum di sekelilingnya, mereka menghilang di sana.
[ Itu sudah cukup, Aishia. Terima kasih. ]
[ Aku akan pergi ke gerbang selatan sekarang. ]
[ Aku akan menghubungimu kembali setelah aku selesai. ]
Tanpa ada yang menyadarinya, Rio naik ke atas gerbang masuk dan berbicara kepada Aishia melalui telepati. Ada dua Ksatria pingsan di dekatnya.
[ Oke, aku mengerti. ]
Aishia berhenti beberapa ratus meter di jalan. Tiga orang lainnya yang menemaninya juga berhenti.
"Apa kita sudah selesai, Aishia-sama?"
Seorang gadis dengan pedang di pinggangnya bertanya kepada Aishia.
"Ya. Tugas kita berakhir di sini. Haruto sedang menuju ke gerbang selatan." Jawab Aishia.
"Fiuh, aku sangat gugup."
Kata salah satu orang yang sedang memakai jubahnya.
Saat dia memperlihatkan wajahnya. Telinga elf yang dia disembunyikan dengan artefak sihir, tapi warna rambut pirangnya masih sama seperti biasanya, dia adalah Orphia.
"Ini adalah pengalaman yang cukup mendebarkan."
Orang memakai jubah lainnya juga memperlihatkan wajahnya. Kali ini si Dwarf – Alma. Sama seperti Orphia, bentuk dari telinganya di sembunyikan dengan artefak sihir, tapi warna rambutnya tetap sama seperti warna aslinya.
"Celia-san dimaksudkan terlihat melarikan diri melalui gerbang utara namun itu hanya berpura-pura melarikan diri ke arah itu, padahal kenyataannya dia akan menuju ke selatan, benar?"
Sara yang membawa pedang di pinggangnya agar dikira sebagai Vanessa berbicara kepada mereka.
"Sesuatu mungkin akan terjadi, bagaimana jika kita berkeliling kota dan mengamati situasinya?"
Sara telah memperlihatkan wajahnya sejak awal.
Telinga serigala-nya telah disembunyikan oleh artefak sihir dan warna rambutnya berubah seperti warna milik Vanessa.
"Yup, ayo kita lakukan itu." Aishia mengangguk.
Jadi mereka berempat menuju gerbang selatan untuk berjaga².
◇◇◇◇
Jauh di atas langit, ada seorang laki² yang sedang mengawasi rangkaian peristiwa yang terjadi di bawahnya, laki² itu adalah Reiss. Dia telah mengawasi gerakan Rio dan yang lainnya setelah kilatan cahaya yang ditembakkan ke udara dan membuat keributan di kota. Matanya mengamati lokasi Rio dan yang lainnya dengan cermat, hampir seolah-olah dia bisa melihat menembus dalam kegelapan.
"Aku paham, aku paham. Jadi mereka berpura² melarikan diri melalui gerbang selatan kota, di mana keamanan sudah tingkatkan. Rencana yang sangat luar biasa."
Kata Reiss dengan suara yang terkesan, ketika dia melihat Rio melompati satu atap ke atap lain. Di dekat gerbang yang berlawanan ada lima orang berdiri di sana, mereka adalah Christina, Celia, dan yang lainnya.
[ Hmm. Jika Putri Christina bisa kabut, maka pemerintahan Beltrum akan terus jatuh seperti ini. ]
[ Aku tidak punya cara lain selain membantu mereka. ]
Reiss mulai turun ke bawah sambil menghela napasnya. Setelah mendarat di dekat gerbang di gerbang utara kota, dia mendekati beberapa tentara di sekitar sana.
"Permisi." Reiss memulainya.
"Siapa kau?! Ada orang yang mencurigakan di sini!"
Para Ksatria mengarahkan senjata mereka ke arah Reiss dan menanyakan identitasnya.
"Ada apa dengan kalian, dengan begitu banyak suara keributan ini, membuatku terbangun. Karena itu, aku memutuskan untuk melihat keluar dan melihat apa yang terjadi. Ada beberapa orang juga yang sedang melihat dari dalam jendela – tidak bisakah kalian melihat?"
Kata Reiss sambil melihat rumah-rumah di sekitarnya.
Terlihat ada beberapa orang yang memperhatikan mereka dari dalam jendela.
".....Cih. Kau hanya menghalangi kami. Kembali ke rumahmu." Ksatria itu mendecakkan lidahnya, mengusir Reiss.
"Jangan seperti itu. Aku datang dengan membawa informasi yang mungkin berguna untuk kalian."
"......Apa katamu? Kalau begitu bicaralah."
"Alu melihat sekelompok mencurigakan yang terdiri dari empat orang sedang menuju ke selatan, jadi aku bertanya-tanya apakah mereka ada hubungannya dengan insiden ini." Reiss tersenyum.
".....Kelompok dengan empat orang katamu?"
Para Ksatria itu membeku.
"Iya, itu benar sekali. Mereka sedang menuju ke gerbang selatan. Yah, hanya itu yang ingin aku katakan, jadi aku permisi dulu."
Mengatakan itu, Reiss menjauh dari tempat itu.
Kemudian, seolah² menggantikannya, dua orang baru datang ke sana, mereka mengarah ke gerbang utara – mereka adalah Rui dan Alfred.
"Aku adalah Alfred Emarle, komandan pengawal Kerajaan Beltrum. Aku membutuhkan seseorang untuk menjelaskan situasinya yang terjadi di sini."
Begitu dia tiba, Alfred mengungkapkan identitasnya dan meminta penjelasan tentang situasi di sana. Sebagai tanggapan, seorang tentara memberitahunya informasi yang baru saja diberikan Reiss kepada mereka.
◇◇◇◇
Sementara itu, ketika kota sedang dalam keributan.....
Celia dan yang lainnya menyelinap keluar dari ruang bawah tanah Mansion Count Claire dengan memanfaatkan keributan yang sedang terjadi. Setelah memanjat tembok sekitarnya, mereka telah meninggalkan taman Mansion dengan aman.
Sekarang, mereka bersembuyi dalam bayang-bayang, mereka berada di gerbang selatan kota.
"Ada penjaga di sana, tapi aku tidak pernah menyangka bisa sedekat ini dengan gerbang masuk dengan mudah. Karena mustahil untuk bisa sampai ke sini dengan sangat mudah....."
Ketika Christona melihat para Ksatria yang sedang berpatroli di gerbang masuk, dia berbicara dengan tidak percaya.
Mereka hampir tidak menemukan seorang Ksatria pun yang berpatroli di sepanjang jalan, jadi bahkan kelompok tidak berpengalaman seperti Christina dan yang lainnya dapat bergerak tanpa diketahui oleh siapa pun. Christina tidak bisa menahan senyumannya ketika dia melihat kalau semuanya berjalan lebih baik dari yang direncanakan.
"Haruto selalu melakukan pekerjaannya dengan sangat handal." Celia berbicara dengan bangga.
"......Sepertinya kamu sangat mempercayainya."
Christina menatapnya dengan rasa penasaran.
"Aku tidak punya alasan untuk tidak mempercayainya."
Celia berbicara sambil tersenyum malu-malu.
[ Siapa sebenarnya Amakawa-dono ini? ]
[ Yang aku tahu tentangnya adalah kalau dia seorang yang baru saja menjadi Ksatria Kehormatan Kerajaan Galrc. Jika Celia Sensei mengenalnya, mungkinkah dia adalah seorang bangsawan sebelumnya.....? ]
Christina penasaran dengan latar belakang Haruto.
Dia tidak dipercaya kalau orang berbakat sepertinya tidak dikenal. Celia mungkin bisa menjawabnya jika dia menanyakan hal itu, tapi Christina dan Haruto belum lama mengenal, mengorek informasi seperti itu di tengah² situasi seperti ini sangat-lah tidak sopan.
Mereka akan terus bersama setiap hari dalam perjalanan panjang mereka, jadi Christina akan memiliki lebih banyak kesempatan untuk berbicara kepadanya.
Selain itu, akan terlalu bodoh baginya jika dia berbicara sekarang dan berisiko ditemukan oleh para Ksatria, karena itu, dia memutuskan untuk menunggu Rio sesuai rencana.
"Maaf aku terlambat."
"..........!!"
Tiba-tiba, terdengar suara seseorang di belakang mereka, membuat semuan orang di kelompok mereka tersentak kaget. Saat Christina berbalik, dia melihat sosok Rio dengan jubah hitamnya.
"Aku sama sekali tidak menyadarinya. Kamu memiliki kemampuan yang mengesankan seperti biasa. Kamu bahkan membuat Vanessa terkejut....."
Christina berbicara dengan Kagum. Mendengar kata-katanya, Vanessa memasang wajah agak bersalah.
"Sepertinya aku telah membuat kalian kaget. Aku minta karena itu." Kata Rio dengan canggung.
"Tidak. Sebaliknya, aku lega melihatmu. Sekarang, bagaimana cara kami melewati gerbang ini?"
Tembok yang sekeliling kota, tingginya sekitar sepuluh meter. Itu bukanlah ketinggian yang bisa dilompati dengan mudah, bahkan dengan meningkatkan fisik dengan sihir sekali pun. Satu-satunya cara yang tersisa untuk keluar dari kota adalah dengan membuka gerbang di depan. Namun, ada lima Ksatria yang menjaga tempat itu.....
"Tetap maju. Kita akan menyerang dari depan, Ksatria di sana lebih sedikit dari Ksatria di gerbang utara, jadi ini tidak akan butuh waktu lama."
"......Lalu bisakah aku menyerahkannya kepadamu?"
"Ya, serahkan padaku."
Setelah mengatakan itu, Rio mulai berjalan ke depan seolah sedang berjalan-jalan di taman rumahnya.
"Umm, tunggu....."
"Haruto akan baik-baik saja."
Christina menghela napas kuat dan kata-kata tidak keluar dari mulutnya. Mendengar perkataan Celia, dia memutuskan untuk melihat apa yang akan terjadi.
Pada saat itu, Rio tiba-tiba berakselerasi dan berlari menuju gerbang. Melihat Rio menghilang dari pandangannya, Christina menunjukkan ekspresi tidak percaya.
"Ugh...."
Begitu Rio mendekati penjaga di sana, dia memukulnya dengan sikunya, tepat di perutnya.
"Gah!"
"Ugh!"
Erangang kesakitan para Ksatria itu bergema di seluruh tempat. Tapi semuanya tidak berakhir di sana— Dia berbalik, dan memukul dua tentara di dekatnya, membuat mereka terlempar. Tiga penjaga itu telah pingsan dalam sekejap mata.
"S-Siapa Kau.....?!"
Ketika salah satu dari dua penjaga yang tersisa menyadari kehadirannya, Rio segera mendekatinya dan menendangnya di perut. Ketika dia dikirim terbang, penjaga itu kehilangan kekuatannya dan jatuh pingsan ke tanah.
Penjaga terakhir menyaksikan adegan itu dengan ekspresi terkejut.
"Sial..... Gah?!"
Sebelum penjaga itu selesai berteriak, Rio memukul tubuh prajurit itu dengan telapak tangannya dan mengirimnya terbang ke udara seperti yang sebelumnya.
Kelima penjaga itu telah pingsan dalam beberapa detik. Menonton adegan itu dari bayang-bayang, Christina dan yang lainnya terkejut.
"Ah......"
"Dia sangat kuat...."
"Siapa sih sebenarnya dia ini....?"
Rei dan Kouta berkata dengan kaget.
Setelah memastikan kalau tidak ada lagi yang tersisa, Rio memasuki ruang kontrol untuk mengoperasikan pembuka untuk membuka gerbang itu. Setelah itu selesai, dia meninggalkan tempat itu dan memberi isyarat kepada Christina dan yang lainnya untuk mendekat.
"H-Hei! Mengapa gerbangnya terbuka?!"
Dua Ksatria yang berada di atas tembok melihat gerbang itu terbuka dan membuat suara keributan.
Christina dan yang lainnya masih tidak bisa mendekat jika kedua tentara itu masih di sana. Rio kemudian melompati tembok sepuluh meter itu dengan mudah dan mendarat di atasnya untuk melumpuhkan kedua tentara di sana. Setelah selesai, dia melompat sekali lagi dan mendarat di tanah.
"Jika dia bersama kita, para tentara itu tidak seperti tentara saja....." Christina tersenyum ketika melihat betapa terampilnya Rio.
"Pintunya akan terbuka dalam waktu kurang dari sepuluh detik. Gunakan sihir peningkatan fisik atau dengan artefak sihir yang kalian punya, lalu larilah dengan kecepatan penuh."
Suara nyaring dari pintu gerbang terbuka bergema di sekitar mereka, jadi Rio harus meninggikan suaranya untuk membuat suaranya terdengar.
"......Baik."
Christina dan yang lainnya mengangguk.
Pada saat itu, Rio mengambil pedang di pinggang tentara yang pingsan dan menyerahkannya kepada dua anak laki-laki jepang di depannya.
"Kalian berdua, ambil pedang ini. Gunakan ini untuk melindungi diri kalian sendiri."
"O-Oke....."
Mereka mungkin belum pernah membunuh seseorang sebelumnya. Karena kedua anak laki-laki itu menerima pedang itu dengan ekspresi tegang. Pada saat itu, gerbangnya terbuka lebar—
"Pergilah!"
Atas perintah Rio, Christina dan yang lainnya mulai berlari. Rio mengikuti mereka dari belakang, dan terdengar enam pasang langkah kaki menggema melintasi ladang gandum.
Sayangnya, momen mereka itu bukanlah saat yang paling tepat karena saat itu sekitar subuh. Langit di timur mulai bersinar dengan sinar matahari. Dan lebih buruk lagi, di luar pintu masuk selatan ke kota ada ladang gandum dan musimnya tepat sebelum benih di sana tumbuh. Itu berarti ladangnya benar-benar terbuka, jadi jika para mengejar datang ke sana, mereka akan dengan mudah terlihat.
Tidak peduli seberapa banyak mereka meningkatkan kemampuan fisik mereka dengan sihir atau artefak sihir, stamina dasar mereka tidak bisa meningkat. Karena Rio dan Vanessa, yang biasanya melatih tubuh mereka, yang lain lambat laun mulai lelah dan kehabisan napas.
Para tentara lainnya mungkin sudah menyadari kalau sekarang gerbang masuk selatan terbuka, jadi mereka mungkin akan mengirim regu pencari segera setelah langit semakin cerah, seperti regu kuda dan regu udara.
[ Aku akan tinggal di sini dan mengulur waktu lagi, untuk berjaga². ]
Setelah memutuskan hal itu, Rio memanggil Christina.
"Aku akan menghentikan para pengejar. Mari bertemu siang ini di kota pertama di jalan raya selatan. Dekat dengan air mancur di ujung jalan. Vanessa-san, tolong lindungi semuanya."
"Baik, serahkan padaku!"
Vanessa langsung merespon.
Empat orang lainnya terlalu sibuk berlari dan tampaknya tidak memiliki nafas untuk berbicara. Namun, Christina sepertinya ingin mengatakan sesuatu.
"Kalau begitu, hati²!"
Kata Rio, berhenti dan berbalik ke belakang.
"H-Haruto.... K-Kamu harus..... Datang ke tempat yang kita sepakati! Jika tidak, aku akan..... Hah......!"
Suara Celia bisa terdengar dari belakangnya – Celia kehabisan napas dan berteriak putus asa.
Rio menanggapi dengan melambaikan tangan kanannya, dan tanpa menunggu jawaban lagi, dia berbalik sekali lagi ke arah kota.
Tak lama kemudian, dia melihat para Ksatria muncul dari pintu masuk timur kota. Jumlah mereka sekitar sepuluh orang.
[ Ksatria, ya? ]
Rio memperhatikan kalau semua pengejar mengenakan seragam Ksatria. Mereka tampaknya menggunakan sihir atau artefak sihir untuk memperkuat kemampuan fisik mereka, memungkinkan mereka memanfaatkan sepenuhnya tubuh terlatih mereka.
Jelas sekali, ada perbedaan besar antara orang yang memperkuat kemampuan fisiknya dan memiliki tubuh terlatih dengan orang yang memperkuat kemampuan fisiknya tanpa memiliki tubuh terlatih. Jika Rio tetap bersama Celia dan yang lainnya, cepat atau lambat para Ksatria ini akan menyusul mereka.
[ Tetap di sini memang pilihan yang paling tepat. ]
Pikir Rio sambil menarik tudungnya lebih rendah untuk menutupi wajahnya. Kemudian, dia menggunakan penyimpanan ruang waktu yang ada di gelangnya untuk mengeluarkan dua belati dan beberapa pisau lempar sebagai senjatanya. Tak lama kemudian, para Ksatria menyusul datang dalam sekejap mata.
"Berhenti!"
Ksatria yang memimpin mereka memberikan instruksi itu kepada Ksatria lainnya.
"........"
Di bawah wajahnya yang tertutup oleh tudung, Rio menunjukkan ekspresi yang sedikit terkejut. Karena melihat yang memimpin kelompok para Ksatria itu tidak lain adalah Charles Albor.
"Sepertinya ini memang pilihan tepat bagiku untuk ke sini dan memeriksa gerbang selatan. Aku cukup beruntung karena memutuskan untuk memimpin pasukan barisan belakang."
Charles menyeringai buas dan berbicara dengan Rio sambil berteriak.
"Siapa kau?! Apa yang kau lakukan di sini!? Buka tudungmu itu!"
"......Untuk apa aku menjawabmu?"
Rio memutuskan untuk tidak menjawab pertanyaannya dan berbicara dengan nada provokatif.
"Apa yang baru saja kau katakan? Apa kamu ingin mati, sialan?" Charles menatap Rio dengan tatapan tidak percaya.
"Masa bodo, aku menunjukkan rasa menyakitkan di mana kau akan memohon untuk mati. Sekarang cepatlah kau berbicara."
"Aku tidak punya apa-apa untuk dikatakan kepadamu."
Ketika Charles mengancamnya dengan seringai sadis, Rio mengarahkan belatinya ke arahnya seolah-olah menantangnya. Kerutan kesal muncul di wajah Charles.
"......Lakukan."
Dengan suara dingin, Charles memberikan perintah kepada para Ksatria-nya untuk mulai bergerak pada saat bersamaan.
Setelah itu, Rio menurunkan posturnya dan menendang permukaan. Saat dia berlari menuju para Ksatria itu, dia mengambil salah satu pisau lempar dari sakunya dengan tangan kirinya dan melemparkannya ke depan.
Cahaya redup memperlambat reaksi Ksatria di depan, menyebabkan pahanya tertusuk pisau itu.
"Guh....!"
Ksatria itu kehilangan keseimbangan dan jatuh ke tanah, tetapi Ksatria lainnya tidak berhenti dan tetap melanjutkan. Seperti yang diharapkan, mereka berpengalaman dalam bertarung. Rio menganalisis mereka dengan tenang.
"Kepung dia!"
Para Ksatria mencoba membuat formasi secara menyebar untuk mengelilingi Rio dan memanfaatkan keunggulan jumlah yang mereka punya. Namun, Rio meningkatkan akselerasinya dan keluar dari lingkaran formasi itu sebelum para Ksatria bisa mengepungnya.
"Apa.....?!"
Kecepatannya yang luar biasa membuat para Ksatria itu terkejut.
Rio melompat dan berlari dengan gerakan akrobatik tanpa memberi para Ksatria itu kesempatan untuk mengelilinginya dan memastikan untuk memukul lengan dan kaki mereka setiap kali dia lewat di dekat mereka. Para Ksatria itu mencoba menyerang balik dengan mengayunkan pedang mereka, tetapi Rio menghindari semua serangan itu.
".....Sialan! Ada apa dengan orang ini?!"
"D-Dia terlalu kuat!"
Para Ksatria sedang dipermainkan oleh gerakan akrobatik Rio, membuat kegelisahan muncul di wajah mereka. Ketika Rio lewat di dekat mereka, satu Ksatria ditebas dengan belatinya dan yang lainnya ditendang dengan kuat – sekarang hanya setengah dari mereka yang tersisa. Ksatria yang tersisa – termasuk Charles – memelototi Rio dengan mata galak, tetapi sesaat kemudian, Rio melompat ke samping tanpa peringatan.
"A-Apa?"
Rio tiba-tiba menghilang, menyebabkan Charles dan Ksatria lainnya bereaksi lambat. Kemudian, Rio tiba-tiba muncul dari samping. Masih berada di udara dan dalam posisi terbalik, dia lewat di antara dua Ksatria dan memukul lutut mereka, membuat mereka lumpuh.
"J-Jangan main² denganku!"
Mengincar tempat di mana Rio akan mendarat, salah satu Ksatria mengayunkan pedangnya. Namun, Rio sedikit membalikkan tubuhnya dengan meletakkan kedua tangannya di tanah, mengubah titik pendaratannya untuk menghindari serangan itu.
Selanjutnya, dia menggunakan momentum dari putaran sebelumnya untuk mengayunkan belatinya ke arah Ksatria itu dan menebasnya.
Hanya ada tiga Ksatria tersisa: Charles, yang menyaksikan pertempuran dari kejauhan, dan dua Ksatria biasa.
"O-Oi! Cepat singkirkan dia!"
Charles berteriak dengan panik.
Perintahnya telah berubah dari 'melukai' menjadi 'menyingkirkan' – pilihan yang masuk akal, mengingat para Ksatria-nya, yang mampu mengalahkan seluruh pasukan infanteri, telah dikalahkan sepenuhnya.
Namun, apakah dua Ksatria yang tersisa itu bisa menyingkirkan Rio adalah cerita lain.
"Guh.....Haaah!"
Mendengar perintah itu, salah satu Ksatria menyerbu ke arah Rio sambil berteriak dan mengayunkan pedangnya.
Namun, Rio menggunakan belati di tangan kirinya, yang dia pegang terbalik, dan mencegat pedang Ksatria dengan lengannya yang diperkuat dengan spirit art.
Merasakan serangan balik yang tajam disertai dengan suara dentuman logam, hampir seolah-olah dia telah menabrak dinding besi, Ksatria itu merasakan sakit yang di tangannya dan meringis kesakitan.
Rio mendekatinya dengan cepat dan mengayunkan belati di tangan kirinya dari bawah ke atas dan memukul dada Ksatria itu dengan keras dengan gagang belatinya
"Ngh....."
Ksatria terakhir yang tersisa, mengayunkan pedangnya dengan ekspresi putus asa, tetapi Rio menunduk dan menghindari serangan itu. Memanfaatkan kesempatan itu, Rio menggunakan kakinya untuk menendang Ksatria itu. Setelah berdiri, dia menginjak perutnya dan membuatnya pingsan.
".....Berhenti..... Berhentilah.... Main²! Kalian, cepat bangun sekarang juga! Apa yang sedang kalian lakukan?!"
Charles yang telah menyaksikan dengan ekspresi tercengang bagaimana semua bawahannya dikalahkan satu per satu. Dia tidak dapat menerima kenyataan kalau hanya dia, satu-satunya yang tersisa, pria itu mulai berteriak histeris.
"U-Ugh......"
Untungnya, tidak ada satu pun Ksatria yang mati, tetapi ada beberapa yang terluka, jadi jika mereka tidak menerima perawatan segera, mereka berisiko mati karena kehilangan darah. Dalam keadaan seperti itu-
"Cih....."
Charles berbalik dan mulai berlari.
Dalam sekejap, dia telah memutuskan kalau tidak ada peluang baginya untuk menang ketika semua bawahannya telah dikalahkan.
[ Sungguh menakjubkan ketika dia memutuskan untuk meninggalkan rekan²nya begitu saja. ]
Rio menatap Charles yang sedang melarikan diri. Mudah saja bagi Rio untuk mengejarnya.
[ Haruskah aku mencari beberapa informasi darinya? ]
Untuk pergi dari Claia ke Rodania, Rio bisa mengambil jalan timur, jalan utara dan jalan selatan. Karena dua kelompok telah melarikan diri melalui gerbang utara dan selatan, Charles terpaksa mengirim regu pencari di kedua arah.
[ Pekerjaan ini sudah selesai, tetapi mendapatkan beberapa informasi di sini bisa digunakan sebagai pilihan lain. ]
Berpikir seperti itu, Rio mendekati Charles dari belakang. Namun–
".....?!"
Panah petir ditembakkan dari arah gerbang selatan.
Rio secara refleks mundur selangkah untuk menghindari serangan itu, dan segera memperkuat pandangannya untuk menemukan orang yang menyerangnya. Orang itu berada di atas tembok kota, yang jaraknya sekitar enam ratus meter dari Rio.
"Shigekura..... Rui-san?"
Pahlawan yang dia temui di perjamuan sebelumnya mengarahkan busurnya ke arahnya. Bahkan, Rui terus menembakkan serangan panah petir itu ke arahnya.
Rio mengira arah tembakannya itu diarahkan ke arahnya, tetapi pada kenyataannya serangan itu dimaksudkan untuk membuatnya menjauh dari para Ksatria terluka yang ada di dekatnya.
[ Dia bisa membidik dengan akurat dari jarak sejauh ini.... ]
Rio terkesan saat menyaksikan kemampuan memanah Rui.
Saat itu, Charles yang sedang berlari sekencang-kencangnya sambil berteriak keras.
"Alfreeed! Kamu terlambat, sialan!"
"Jika kau memberitahu musuhmu kalau bala bantuan telah tiba, kami tidak akan bisa membuat serangan mendadak. Idiot." Kata Alfred, yang berlari dengan kecepatan penuh, tubuhnya membungkuk untuk menghindari perhatian Rio. Saat Charles memanggil namanya, Rio pun langsung sadar akan kehadirannya.
[ Dia adalah orang yang bertarung denganku setelah membawa Celia Sensei lari dari pernikahannya..... ]
[ Tidak salah lagi. Dia adalah Sword King. ]
Rio mengetahui kalau kemampuannya sama seperti dengan gelarnya. Alfred sangat kuat dalam pertempuran jarak dekat sementara Rui unggul dalam pertarungan jarak jauh. Berurusan dengan dua orang itu pada saat yang sama akan sangat merepotkan.
[ ......Sepertinya sudah waktunya. ]
Rio berbalik dan mulai berlari. Ketika dia menoleh sedikit ke belakang, dia melihat kalau Alfred tidak berniat mengejarnya, karena dia sepertinya ingin memprioritaskan perawatan para Ksatria yang terluka.
Di sisi lain, Rui masih memegang busur di tangannya. Pada saat berikutnya, dia menembakkan kilatan petir yang sangat besar ke langit.
[ Ke mana dia menembakkannya? Tidak, dia pasti merencanakan sesuatu...... Ah, jadi begitu! ]
Ketika Rio memperhatikan ke mana serangan tertuju, dia menyaksikan sambaran petir raksasa yang kemudian membelah diri dan mulai mengubah jalurnya lintasannya.
[ Ini jauh lebih lambat dari sebelumnya, tapi..... ]
Serangan itu masih lebih cepat dari Rio, dan selain itu, serangan itu semua tampak mengikuti pergerakan Rio.
Kilatan petir itu terus mengikuti gerakan Rio, sambil perlahan mencoba menutup celah di antara keduanya.
[ Dengan kecepatan ini, mungkinkah seranganmu itu berdasarkan dengan penglihatanmu? Jika bidang penglihatannya tidak bisa melihatku, itu mungkin akan memperpendek serangannya. Jika demikian...... ]
Rio terus berlari ke depan sambil memikirkan itu.
Setelah mendapatkan jarak sejauh yang dia bisa, dia tiba-tiba berbalik dan menghadapi hujan petir itu. Kemudian, dia menunggu sampai serangan itu mengenainya.......
Pada saat itu, Rio menggunakan spirit art-nya untuk melapisi tubuhnya dengan penghalang angin, dan setelah membuat jalur listrik untuk melewatinya dan menghilangkan fungsi pelacaknya, dia meluncurkan dirinya ke dalam pancuran petir memanfaatkan celah yang memisahkan mereka. Dia memutar tubuhnya dengan cekatan untuk melewati semua arus listrik itu.
"A-Apa?!"
Charles yang menyaksikan saat Rio melewati hujan petir itu dari jauh tidak bisa menahan suaranya karena kebingungan. Sementara itu, Rio mendarat di tanah dan ketika dia melihat tidak ada lagi sambaran petir yang mengejarnya, dia memutuskan untuk melarikan diri seolah-olah dia tidak lagi ada hubungannya di sana.
"....Hahaha."
Rui menunjukkan senyuman dan memuji Rio dalam pikirannya karena telah dia berhasil lolos dari hujan petir itu dengan gerakan akrobatik seperti itu.