Forget-Me-Not of Rebirth – Chapter 3 : Perasaan Masing-Masing

 

Setelah perjamuan, Rio berganti pakaian di ruang ganti pria sebelum kemudian bergabung dengan Satsuki dan Miharu untuk kembali ke kamar tempat mereka menginap. 

Satsuki masih merasa agak kesal karena hanya Miharu yang tidak bisa menari dengan Rio, tapi Miharu bersikeras kalau dia baik-baik saja. Rio mulai berbicara tentang percakapannya dengan Charlotte. Miharu mendengarkannya dengan ekspresi serius.

 

"Aku mengerti....."

Satsuki meletakkan tangan ke mulutnya dan berpikir. 

 

Singkatnya, inilah yang dikatakan Charlotte :

Bisa dimengerti kalau Satsuki tidak sepenuhnya mempercayai Kerajaan Galarc. Kerajaan itu juga tahu alasan kenapa Satsuki waspada kepada mereka. 

Namun, mereka berharap bisa menjalin hubungan yang baik dengannya. Jika mereka bisa menawarkan dukungan mereka dengan cara apa pun, mereka sangat bersedia. Bahkan setelah Miharu datang, Kerajaan tidak berniat menggunakannya sebagai sandera, jadi Satsuki tidak perlu khawatir tentang itu.

 

Kerajaan Galarc sejauh ini berusaha untuk tidak mengganggu Satsuki yang tinggal bersama mereka, jadi Satsuki tidak punya pilihan selain menerima bantuan dari Kerajaan karena takut mereka akan menggunakannya sebagai alat politik. Itu adalah hubungan yang telah mereka bagi sejauh ini, tapi.....

 

Kerajaan Galarc tidak pernah secara terbuka menyatakan kalau mereka menyadari betapa sedikitnya kepercayaan yang dirasakan Satsuki terhadap mereka, meskipun kemungkinan mereka merasakan kecurigaan sejak awal. Meski begitu, Kerajaan tidak mencoba mengejar Satsuki secara agresif untuk mendapatkan kepercayaannya.

 

"Bagaimana menurutmu, Haruto-kun?" Satsuki bertanya.

 

"Pertama, aku pikir kata-kata Charlotte-sama pastilah kata-kata dari Raja Francois."

 

"....Kamu benar." 

Jika semuanya sampai sekarang adalah kebohongan, itu akan menghancurkan kepercayaan Satsuki sepenuhnya.

 

"Ngomong-ngomong, Kerajaan Galarc telah memberitahumu sebelumnya kalau mereka ingin bergabung dengan Kerajaan mereka dan membantu mereka sebagai pahlawan, bukan?"

 

"Ya, tapi mereka tidak melakukan apapun selain itu. Mereka memahami kewaspadaanku untuk menjadi pahlawan Kerajaan mereka, sehingga mereka telah menunjukkan pertimbangan mereka melalui tindakan mereka daripada menggunakan kata-kata belaka. Akibatnya, aku akhirnya diperlakukan sebagai tamu sementara Kerajaan, yang menciptakan kondisi yang cukup positif bagiku....."

Kata Satsuki, membuat ekspresi sedang berpikir.

 

"Baru-baru ini, situasi internasional terus berubah dan sekarang Miharu-san dan Takahisa-san— orang-orang yang sedang kamu cari — telah muncul, Kerajaan pasti berusaha meningkatkan hubungan yang mereka miliki denganmu, bukankah begitu? Itulah sebabnya, mereka telah melewati garis yang tidak pernah mereka lewati sampai sekarang. Karena mereka telah menjelaskan rencana mereka dengan kata-kata, mereka mempersulit untuk mengambil tindakan yang kontradiktif, dan bahkan jika mereka melakukannya, mereka akan benar-benar merusak kepercayaan yang kamu miliki kepada mereka. Melihat sikap Kerajaan Galarc selama ini dan di masa depan, sepertinya mereka ingin kamu memutuskan atau tidak untuk berhubungan dengan mereka dan membuat komitmen. Jika kita berpikir tentang administrasi Kerajaan, kamu harus ingat bahwa sangat mungkin mereka memiliki niat lain...."

Rio memperingatkan Satsuki, memberikan asumsi sendiri tentang niat Kerajaan.

 

".....Ya, aku mengerti. Terima kasih untuk itu."

 

"Tidak perlu berterima kasih, aku tidak benar-benar mengatakan sesuatu yang berguna....."

 

"Itu tidak benar. Kamu sangat membantu."

 

".....Jadi apa yang akan kamu lakukan?" 

Rio ingin mengetahui tingkat kepercayaan yang dimiliki Satsuki kepada Kerajaan Galarc dan sejauh mana dia bersedia untuk berjalan bersama mereka di masa depan.

 

"....Yah, memang benar sampai saat ini mereka telah memenuhi kebutuhan sehari-hariku tanpa memaksaku melakukan apapun sebagai balasannya. Mereka mungkin mencoba membodohiku, tapi aku pikir aku bisa mempercayai Raja Francois selama kepentingan kita selaras. Aku mungkin harus berbicara dengannya tentang Aki-chan dan Masato-kun besok..... Aku tidak berniat mempercayainya secara membabi buta, tetapi aku dapat berkomitmen cukup untuk membayar kembali bantuan yang telah mereka berikan kepadaku sejauh ini. Akan sangat mengerikan jika aku pergi begitu saja dan mengatakan 'Baiklah, selamat tinggal! sekarang aku sudah bertemu Miharu-chan dan yang lainnya.' Lebih dari segalanya, itu akan menjadi tidak bertanggung jawab."

 

"Dan juga, yah..... Aku sudah bisa bertemu dengan Miharu-chan, dan setelah berbicara dengan Haruto-kun tentang beberapa hal, aku sudah memikirkan masa depan sebentar. Kerajaan ini juga memiliki Liselotte dan, Haruto-kun telah menjadi seorang Ksatria kehormatan."

Satsuki menambahkan kata-kata itu dengan nada malu.

 

".....Ini mungkin terdengar agak konyol, tapi aku pikir ada kemungkinan kalau Yang Mulia telah menjadikanku seorang Ksatria kehormatan agar kamu dan aku menjadi dekat."

Kata Rio, berhipotesis. 

 

Memiliki teman dekat yang berafiliasi menciptakan rasa keakraban. Rio curiga perasaan seperti itu bisa digunakan untuk melawan mereka.

 

{ TLN : Maksud Rio di sini, dia dimanfaatin sebagai alat biar Kerajaan Galarc semakin dekat sama Satsuki }

 

Kerajaan bisa melakukan hal yang sama agar Miharu tetap tinggal di Kerajaan mereka, tetapi jika mereka terlalu memaksakan untuk mempertahankan gadis normal seperti Miharu, tindakan mereka dapat diambil sebagai menyandera, yang akan merusak kepercayaan Satsuki.

 

Dalam hal ini, Rio setidaknya memiliki kekuatan yang cukup untuk tidak di jadikan sandera dan juga telah diberi posisi sebagai hadiah karena telah mengalahkan para penyusup di perjamuan. Bahkan jika mereka memiliki niat lain dalam pikirannya, tindakan yang mereka ambil bisa dilihat sebagai langkah positif.

 

"Ah, itu benar. Mungkin aku benar-benar telah dibodohi."

Satsuki setuju dengan senyum pahit.

 

".....Aku tidak bisa mengerti pembicaraan ini."

Miharu menggumamkan kata-kata itu dengan ekspresi bingung. Gadis itu terkejut karena Satsuki dan Rio bisa berbicara seperti itu secara alami.

 

Tepat pada saat itu, ada suara ketukan pintu terdengar.

 

".....Siapa yang datang malam-malam begini." 

Satsuki menoleh dan melihat ke arah pintu – perjamuan baru saja berakhir dan sudah cukup larut malam. Tidak aneh jika semua orang sudah tertidur.

 

Satsuki bangkit dan pergi ke arah pintu. 

"....Iya? Siapa?"

 

"Takahisa-sama dan Putri Lilianna datang untuk menemuimu."

Ksatria wanita yang menjaga pintu masuk menjawab.

 

Satsuki membuka pintu dan menyapa Takahisa dengan ekspresi terkejut. 

"Takahisa-kun..... Ada apa malam-malam begini? Maaf agak lama."

 

"Aku meminta kepada Lily untuk mengizinkanku tinggal di Galarc selama beberapa hari lagi, tapi aku berharap aku bisa berbicara denganmu sebelum kamu tidur....."

Takahisa berbicara dengan nada gugup.

 

"Maafkan aku. Aku mencoba menghentikannya karena sudah larut malam, tapi....."

Lilianna menunjukkan ekspresi bersalah. 

 

Rio dan Miharu harus menyelinap diri dari Kastil untuk pergi ke rumah batu setelah ini, tapi hari masih pagi.

 

"Kami akan pergi tidur, tapi jika hanya sebentar...."

Satsuki mengangkat bahunya ketika dia mengundang mereka masuk. Mereka terus mengobrol sambil minum teh selama sekitar satu jam sampai Lilianna mendesak Takahisa untuk kembali ke kamarnya.

 

◇◇◇◇

 

Setelah itu, ketika Takahisa dan Lilianna kembali cukup larut sehingga mereka tidak perlu mengkhawatirkan pengunjung tak terduga lainnya, Rio bersiap untuk pergi ke rumah batu bersama dengan Miharu.

 

"Baiklah, sampai jumpa nanti." 

Satsuki melihat mereka pergi ketika Rio membawa Miharu terbang melintasi langit malam, bercampur dengan kegelapan dengan cepat. Sulit untuk mengikuti mereka dari tanah.

 

Sebagai catatan, Aishia sudah menunggu di rumah batu, jadi mereka hanya berduaan. Namun, tak satu pun dari mereka yang berbicara bahkan setelah terbang di langit di atas kastil.

 

".....Apa kamu kedinginan?" Rio akhirnya berbicara.

 

"Tidak, aku baik-baik saja. Haruto-san?" 

Miharu meraih pakaian Rio lebih erat dan mengangguk. Kemudian dia menarik napas dalam-dalam dan mengangkat kepalanya.

 

".....Ya?" 

Rio menjawab dengan nada yang agak kaku.

 

"Aku sudah memikirkan ini setelah percakapan kita sebelumnya. Tentang dengan siapa aku ingin akan tinggal."

 

"Ya." Jawab Rio singkat, menunggu dia melanjutkan.

 

"Orang yang aku inginkan untuk bersama adalah kamu, Haruto-san. Aku ingin tetap bersamamu." 

Miharu mengungkapkan perasaannya dengan nada tegas.

 

"Aku..... bukanlah Amakawa Haruto."

Jawab Rio dengan ekspresi gelap.

 

"Bagiku, kalian berdua sama. Baik Haruto-san dan Haru-kun."

Miharu menggelengkan kepalanya dan membuat pernyataan tegas itu.

 

"Amakawa Haruto sudah mati."

 

"Tapi Haru-kun ada di dalam dirimu." 

Miharu, yang dulunya pendiam, menolak untuk menyerah.

 

"Sekarang, aku adalah Rio. Bahkan jika aku memiliki ingatan dan sisa-sisa kepribadian Amakawa Haruto, aku tidak bisa sepertinya. Apa kamu masih percaya kalau Amakawa Haruto masih ada di dalam diriku?" 

Rio juga tidak menyerah.

 

"Iya." 

Miharu sama sekali tidak ragu-ragu dan mengangguk dengan tegas.

 

"........"

Rio benar-benar terkejut. Dia ingin membantahnya, tetapi kata-kata itu tersangkut di mulutnya.

 

"Aku ingin terus bersama Haru-kun dan orang yang bereinkarnasi sebagai Haru-kun."

Miharu mengulangi kata-katanya sekali lagi, membuktikan kalau dia tidak menganggap Rio dengan Amakawa Haruto.

 

".....Apa yang akan kamu lakukan jika kamu tinggal bersamaku? Tidak ada yang bisa aku lakukan untukmu. Hidupku hanya untuk membalas dendam." 

Rio merasakan sakit yang tajam di dadanya dan suaranya mulai bergetar sebagai hasilnya. Jika saat itu Miharu memintanya untuk menyerah untuk balas dendamnya, mungkin dia benar-benar akan melakukannya.

 

{ TLN : Cihh, jijik sama karakter Miharu ini }

 

"Itu tidak masalah. Aku hanya ingin tetap bersamamu." 

 

Ketika Rio mencoba menolaknya dengan membuatnya sadar kalau dia menjalani kehidupan yang memalukan, tetapi Miharu menanggapinya dengan perasaannya. 

Bahkan jika dia tidak memahami situasinya dengan baik, bahkan jika dia tidak tahu apa yang akan menanti mereka di masa depan....

 

".....Suatu hari, saat kamu menemukan kalau aku bukan tipe orang yang kamu pikirkan, kamu akan menyesalinya."

Rio melontarkan kata-kata itu.

 

"Aku tidak akan menyesalinya. Jika aku tidak tetap bersamamu, aku yakin aku akan menyesal selamanya."

Jawab Miharu dengan nada tegas.

 

"........"

Mata Rio bergetar karena ragu-ragu. Dadanya merasakan sakit dan dia tidak tahu harus membuat ekspresi seperti apa.

 

[ Kenapa? Kenapa dia ingin bersama orang sepertiku....? ]

Rio bertanya kepada dirinya sendiri.

 

"Atau..... Apa kamu lebih suka jika aku tidak bersamamu? Kamu sudah memiliki Ai-chan, Celia-san, Latifa-chan, Sara-chan, Orphia-chan dan Alma-chan.... Ada begitu banyak orang di sisimu yang selalu mendukungmu setiap saat, aku memang tidak pintar seperti mereka atau Satsuki-san. Jadi.... Jika kamu tidak ingin ada seseorang yang tidak berguna di sisimu......"

Miharu mengungkapkan kecemasannya.

 

"....Itu tidak benar." Jawab Rio dengan nada pahit.

 

"Apa kamu juga berpikiran sama dengan yang lainnya? Kalau mereka seharusnya tidak bersama denganmu?" 

Ekspresi Miharu hancur saat dia menanyakan pertanyaan itu.

 

"......."

Rio diam tanpa membenarkan atau menyangkal kata-katanya, tapi Miharu menganggap diamnya sebagai penerimaan.

 

"Lalu kenapa kamu banyak membantu kami? Kenapa kamu menyelamatkan Celia-san, yang akan menikah di luar keinginannya? Kenapa kamu mau mengadopsi Latifa-chan sebagai adik perempuanmu?" 

Miharu mengangkat suaranya yang bergetar. Jika Rio berpikir kalau dia seharusnya tidak boleh di sisinya, maka Rio seharusnya tidak menyelamatkannya sejak awal.

 

Namun, Rio telah menyelamatkan Miharu dan yang lainnya dan membiarkan mereka tetap di bersamanya. 

Mereka hidup bersama sampai sekarang. 

Apa itu tidak lebih dari tindakan sementara?

 

"........"

Mengerutkan keningnya dan membuang mukanya, Rio terdiam sekali lagi. Dia tidak dapat memberikan jawaban yang logis.

 

"Setelah membantu kami sekian lama, setelah menjadi begitu dekat dengan kami, setelah hidup bersama seperti sebuah keluarga..... tidak mungkin aku bisa membiarkanmu menjauhkan dirimj dengan cara ini. Itu..... Itu terlalu egois......"

Suara Miharu menghilang sedikit demi sedikit, tapi bagi Rio itu terdengar seperti teriakan kesakitan.

 

Namun, Rio juga belum memutuskan untuk melakukan balas dendamnya dengan tekad setengah hati. Dia sadar jalannya akan di penuhi dengan darah, tetapi dia tetap bersiap untuk tetap maju.

 

"......." Rio hanya tetap diam. Tidak menjawabnya.

 

[ Ini seperti yang Ai-chan katakan.... Haruto-san di dunia ini sudah menutup hatinya. ]

Itulah yang dikatakan Aishia kepada Miharu di malam dia memimpikan kematian Amakawa Haruto. Meskipun Miharu memberitahunya bagaimana perasaannya, Rio tetap mempertahankan sikap negatifnya.

 

Rio kemungkinan besar akan terus bersikap keras kepalanya dan tidak peduli tentang apa pun yang dikatakan Miharu kepadanya. Mengingatkan perkataan Aishia itu benar, Miharu menatap wajah Haruto dengan ekspresi yang sangat sedih.

 

Namun, Aishia juga mengatakan ini kepadanya : jika Miharu benar-benar ingin tetap bersama Haruto, maka dia tidak boleh melarikan diri.

 

Karena itulah Miharu tidak menyerah. Jika dia tidak bisa meyakinkan Haruto sepenuhnya di sini, maka dia akan tetap berusaha dengan semua yang dia miliki.

 

"Haruto-san, ketika kita datang ke ibukota, kita membuat janji di kapal sihir Liselotte-san, bukan? Kamu bilang kamu akan menghormati kemauanku."

 

".....Iya." 

Sepertinya Rio masih ingat. Dia mengangguk tidak nyaman.

 

"Aku ingin tinggal bersamamu."

 

"........"

 

"Aku ingin tinggal bersamamu— dengan Haruto-san, dengan Haru-kun." 

Dalam keheningan Rio, Miharu mengulangi keinginannya lagi.

 

"......."

 

"Haru-kun."

Miharu bersikeras. Rio menunjukkan ekspresi pahit yang jelas saat dipanggil dengan nama itu.

 

".....Aku mengerti."

Rio menghela napas dan mengangguk.

 

"Terima kasih." 

Wajah Miharu bersinar dengan kebahagiaan.

 

"Kamu tidak perlu terburu-buru menjawabnya, jadi luangkan waktumu sebelum memutuskan. Untuk saat ini, kita akan terus bersama."

Kata Rio, menyarankan.

 

"Yup, oke." 

Miharu mengangguk dengan senyum polos dan ramah. Rio melihat ekspresinya dan kemudian mengalihkan pandangannya ke langit di depannya.

 

"Dan juga..... Berhenti memanggilku, Haru-kun."

Rio menambahkan kata-kata itu dengan ekspresi gelap. Biarpun Miharu memanggilnya dengan nama itu, Rio tidak bisa menjawabnya seperti Amakawa Haruto.

 

◇◇◇◇

 

Sekitar satu setengah jam kemudian, Rio dan Miharu tiba di rumah batu. Saat ini, mereka sedang duduk di salah satu sofa di ruang tamu. Aki dan Masato sedang duduk di depan mereka dan yang lainnya duduk di sekitar mereka.

 

Lebih dari setengah hari telah berlalu sejak Aishia menjelaskan situasinya kepada mereka berdua – sudah waktunya untuk melihat apakah mereka telah membuat keputusan yang tegas.

 

"Seperti yang sudah kalian dengar dari Aishia, kami telah menemukan Takahisa-san. Dia saat ini berada di Kastil Kerajaan Galarc dan tahu kalian berdua aman. Dia sangat ingin bertemu dengan kalian, tapi pertama-tama aku ingin bertanya kepada kalian..... Apa yang ingin kalian lakukan?" 

Rio bertanya, langsung ke inti permasalahan.

 

"Aku akan pergi! Aki ingin bertemu Onii-chan!" 

Aki menjawab tanpa ragu. Itu adalah tanggapan yang dia harapkan. Rio berbalik ke arah Masato.

 

"Bagaimana denganmu, Masato?"

 

"Hmm..... Aku juga ingin bertemu dengannya. Apalagi jika dia juga ingin bertemu denganku." 

Masato menunjukkan ekspresi bijaksana saat dia memikirkan perasaannya sekali lagi.

 

"Aku mengerti. Dan itu seperti yang kami harapkan, Takahisa-san mengatakan kalau dia ingin hak asuh atas kalian berdua. Apa yang akan kalian lakukan tentang itu?"

 

"Aku ingin pergi dengan Onii-chan." 

Aki masih tampak ragu-ragu sedikit ketika dia menjawab dengan matanya melihat ke bawah.

 

"Aku..... Seperti yang aku katakan sebelumnya, jika sepertinya aku tidak bisa kembali dengan mudah, maka aku ingin tinggal bersamamu, Haruto An-chan. Aku harus menepati janjiku kepada Arslan dan aku juga membutuhkanmu untuk mengawasi pelatihanku." 

Masato juga tampaknya tidak terlalu yakin dengan jawabannya karena nadanya agak kaku.

 

"Takahisa adalah pahlawan  dari Kerajaan Centostella. Kamu mungkin sudah mendengarnya dari Celia-sensei, tapi wilayah itu cukup tertutup dan urusan internalnya tidak diketahui. Ada kemungkinan jika kalian pergi dengan Takahisa-san.... Kita tidak akan bisa bertemu lagi dengan mudah."

Rio memandang Celia, yang mendengarkan percakapan dari samping, sambil mencoba menebak apa yang ditakutkan Masato. Namun, penjelasannya tertuju pada Aki.

 

"........."

Aki sepertinya ingin mengatakan sesuatu tentang itu, ketika dia menutup bibirnya erat-erat.

 

"Adapun Kerajaan Galarc, mereka sejauh ini memutuskan untuk tidak melakukan apapun yang bertentangan dengan keinginan Satsuki-san. Mereka tidak berniat menggunakan Miharu-san sebagai sandera atau menggunakannya untuk membuat hubungan yang mereka miliki dengan Satsuki-san meningkat. Meski begitu, tidak ada jaminan bahwa hal yang sama akan berlaku untuk Kerajaan Centostella, meskipun mereka tampak seperti tipe yang memprioritaskan kehendak pahlawan mereka di atas segala hal. Selebihnya kita tidak tahu lebih pasti tentang Kerajaan itu."

Rio menjelaskan, menatap Aki dan Masato sekali lagi.

 

"Baiklah, ini terakhir kalinya aku bertanya. Jika kalian berdua pergi bertemu dengan Takahisa-san, yang menemaninya adalah seseorang yang berkuasa, mereka mungkin membatasi kebebasan yang kalian miliki di masa depan. Segalanya mungkin tidak berjalan seperti yang di inginkan kalian dan bahkan mungkin kalian akan diperlakukan tidak adil. Meski begitu, kalian berdua ingin tetap pergi ke kastil untuk bertemu dengan Takahisa-san, bukan?"

 

"....Ya."

 

"Ya."

 

Aki dan Masato menelan gugup dan mengangguk.

 

"Baiklah. Besok – atau lebih tepatnya, siang hari ini – kami akan membawa kalian berdua ke Kastil. Dengan keputusan itu, ada hal lain yang ingin aku bicarakan." 

Rio memandang Aki dengan ekspresi serius. Aki menunjukkan wajah bingung dan kembali menatapnya.

 

Tidak yakin bagaimana memulainya, Rio berpikir sejenak sebelum berbicara. 

"Aku akan memberitahu semuanya apa yang telah aku sembunyikan selama ini. Aku sudah memberi tahu Latifa, Celia-sensei dan Miharu-san, tapi ini akan menjadi hal baru untuk Sara-san dan yang lainnya – Aku memiliki ingatan akan kehidupan masa laluku." 

Pertama, Rio mengalihkan pandangannya ke arah sofa di sudut ruangan. Di sana, Sara, Orphia dan Alma sedang duduk bersama.

 

"Ingatan.... Kehidupan masa lalu?" 

Pergeseran topik mendadak itu membuat Sara dan yang lainnya melebarkan mata indah mereka karena terkejut. Selain mereka, ekspresi Latifa juga berubah.

 

"Apa kamu ingat pertemuanku dengan para tetua sebelum membawa Miharu-san, Aki dan Masato ke desa? Ketika mereka bertanya padaku bagaimana aku bisa mengajari mereka bahasa dunia ini dan bagaimana aku bisa tahu bahasa dunia tempat mereka berasal?" 

Rio bertanya.

 

"Ya....."

Sara dan yang lainnya saling memandang dan mengangguk. 

Saat itu, mereka menghadiri pertemuan antara Rio dan para tetua, tetapi Rio tidak langsung menjawab pertanyaan itu. Karena alasan ini, gadis-gadis itu penasaran dengan hal itu sejak saat itu, tetapi memutuskan untuk tidak menanyakannya.

 

"Itu karena aku memiliki ingatan tentang seseorang yang lahir di dunia yang sama dengan Miharu-san dan yang lainnya. Aku memberitahu para tetua ketika aku pertama kali membawa mereka ke desa, tetapi agak sulit untuk menemukan waktu yang tepat untuk memberitahu kalian. Maaf karena agak lama memberitahu kalian tentang ini." 

Rio mengambil postur yang benar dan menundukkan kepalanya. Sara dan Alma berbicara lebih dulu.

 

"Tidak, kamu tidak perlu meminta maaf."

 

"Itu benar, kami bisa mengerti karena ada alasannya karena situasi yang terjadi."

 

"Sebaliknya, kami harus berterima kasih karena kamu telah memberitahu kami."

Kata Orphia, menambahkan sambil tersenyum. 

 

Rio hampir tersenyum senang setelah mendengar itu, tetapi kebenaran yang akan dia ungkapkan membuatnya menggigit bibirnya.

 

"Terima kasih.... Melanjutkan kembali pembahasan sebelumnya, apa yang akan kukatakan ini adalah sesuatu yang bahkan Miharu-san tidak tahu sampai saat ini....."

Melihat Aki sekali lagi, Rio melanjutkan penjelasannya dengan agak ragu-ragu. Membayangkan reaksi Aki membuatnya takut, tapi dia harus mengatakannya.

 

"Apa itu benar-benar sesuatu yang harus kamu katakan kepada kami, Rio? Kamu tidak harus memaksakan dirimu untuk kami." 

Celia sepertinya melihat bayangan di ekspresi Rio, jadi dia mengungkapkan kekhawatirannya kepada Rio dengan nada lembut. Namun, Rio sudah membuat keputusan jadi dia tetap melanjutkan.

 

"Ini sesuatu yang sedikit berhubungan, tetapi pada malam kedua perjamuan, ada insiden di mana beberapa penyusup berhasil masuk. Aku membantu mengusir para penyusup itu dan dihadiahi oleh Raja Galarc dengan gelar Ksatria kehormatan."

 

"Apa kamu baru saja mengatakan..... Ksatria kehormatan...?" 

Pengungkapan itu membuat Celia, mantan bangsawan, menunjukkan ekspresi tertegun. Namun, yang lain sepertinya tidak mengerti artinya karena mereka terlihat semakin bingung.

 

"Apa gelar itu sangat penting?"

Sara bertanya kepada Celia dengan rasa ingin tahu.

 

"Y-Ya. Itu adalah gelar bergengsi yang diberikan kepada seseorang yang mencapai prestasi militer yang sangat luar biasa. Gelar itu memberi mereka hak khusus, tetapi mereka tidak memiliki kewajiban untuk melayani Kerajaan. Ksatria kehormatan memiliki peringkat yang sama dengan seorang Duke atau yang lebih tinggi, jadi sangat jarang ada seseorang yang bisa diangkat seperti itu......"

Celia menjelasakan, menatap Rio dengan cermat.

 

"Hmm.... Jadi, dengan kata lain, Haruto An-chan sudah menjadi bangsawan dari Kerajaan Galarc?" 

Masato bertanya dengan serius.

 

"Yah, pada dasarnya. Ini tidak seperti aku melayani Kerajaan Galarc dan aku juga tidak perlu melakukan apa pun secara khusus."

 

"Tapi apa hubungan gelar barumu dengan kehidupan masa lalumu?" 

Alma menunjukkan ekspresi bingung.

 

"Dengan menjadi Ksatria kehormatan, aku diizinkan menggunakan nama belakang. Haruto adalah nama di kehidupanku sebelumnya, tetapi karena berbagai alasan, aku membuat nama belakangku juga sama dengan kehidupanku sebelumnya." 

Mendengar kata-kata Rio, Aki mulai menatapnya dengan ekspresi tertegun. Jantungnya berdebar kencang.

 

"Jadi apa nama belakangmu itu, Onii-chan?" 

Latifa memperhatikan perubahan ekspresi Aki dan menebak apa yang sedang terjadi, jadi dia menyela percakapan untuk menanyakan pertanyaan untuk menanyakan detailnya.

 

"Amakawa..... Haruto Amakawa. Itulah namaku sebagai seorang Ksatria kehormatan. Itu juga nama yang aku miliki di kehidupanku sebelumnya, di mana aku adalah teman masa kecil Miharu-san dan juga kakak laki-laki Aki." 

Rio menatap Aki dan berbicara dengan nada serius. 

Semuanya yang hadir selain Aishia, Latifa dan Miharu – yang sudah mengetahui – menunjukkan ekspresi terkejut.

 

Dalam kasus Aki, wajahnya menjadi tanpa ekspresi sama sekali.

 

"........!" 

Setelah beberapa saat, Aki menggertakkan giginya dengan sangat kesal. Di saat yang sama, semuanya yang baru saja mendengar hal itu berteriak pada saat bersamaan.

 

"Eeeeeeh?!"

 

"Uh? Eh? Tunggu? Eeeeh?!" 

Masato menjadi ternganga, menatap antara Rio dan Miharu beberapa kali.

 

"Kenapa....?"

Aki berbicara sambil menunjukkan ekspresi tidak percaya. Kemarahan, kebingungan, dan pengendalian diri – ketiga emosi itu berputar-putar di dadanya. Gadis itu mencoba mengatakan sesuatu, tetapi setiap kali dia membuka mulutnya, dia menutup matanya untuk menekan amarah yang dia rasakan.

 

"T-Tunggu sebentar! Aku tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Pertama-tama, aku bahkan tidak tahu kalau Aki mempunyai saudara laki-laki lain sebelum orang tua kami menikah!" 

Masato tampaknya tidak tahu apa-apa tentang situasi Aki sebelum perceraian.

 

".....Itu tidak benar." Aki bergumam pelan.

 

"E-Eh? Tapi, tapi...."

Tidak bisa mengerti apa yang terjadi, Masato menoleh ke Rio dan Miharu.

 

"Itu adalah kebenaran. Aki-chan memiliki kakak laki-laki bernama Haru-kun. Karena aku adalah teman masa kecil mereka, aku dapat bersaksi untuk itu." 

Miharu tetap diam sehingga Rio bisa menjelaskan situasinya dengan kata-katanya sendiri, tetapi, pada saat itu, dia memutuskan untuk campur tangan.

 

"Tidak! Aku tidak mempunyai kakak bernama Amakawa Haruto! Kakakku adalah Sendou Takahisa! Saat ini, aku bernama Sendou Aki! Aku tidak mengenal siapa pun yang tidak pernah perduli kepada kami, bahkan saat ibuku terus menangis dan sakit karena terlalu banyak bekerja!" 

Aki berteriak dengan suara penuh emosi.

 

"Aki-chan! Dengarkan apa yang Haruto-san katakan. Dia tidak— "

Miharu menolak dengan ekspresi frustasi, tapi disela.

 

"Tidak apa-apa. Itu tidak akan mengubah fakta kalau Amakawa Haruto tidak pernah melakukan sesuatu yang layak menjadi kakak untuk Aki. Sekarang dia sudah mati dan aku bukan lagi Amakawa Haruto, jadi tidak ada alasan bagiku untuk bersikap seperti kakak laki-lakinya sekarang. Aku tidak bisa mengatakan sesuatu yang egois seperti itu."

Rio menghentikan Miharu dengan nada tenang.

 

"........"

Daripada disebut dengan awan gelap yang naik ke atas mereka, itu lebih seperti angin topan tiba-tiba menghantam ruangan. Gadis-gadis yang tidak terlibat dalam masalah itu hanya bisa menonton dalam diam. 

Awalnya mereka saling memandang untuk melihat apakah mereka harus turun tangan, tetapi pada akhirnya mereka memutuskan untuk membiarkan percakapan berlanjut sedikit lebih lama.

 

"Kenapa..... Kenapa kamu mengungkapkan ini sekarang?! Kalau saja..... Kalau saja aku tidak perlu tahu tentang hal ini...... Kalau kamu adalah orang itu.....!" 

Aki ingin menghormati Rio karena dia adalah orang yang telah menyelamatkannya. Dia akan lebih bahagia jika Rio tidak memberitahunya kebenaran. Rio seharusnya tetap diam tentang itu — itulah yang coba dikatakan Aki padanya dengan tatapannya.

 

Namun, Rio menatap Aki dalam diam. Dia mencoba memberitahunya dengan pandangannya dan ekspresinya untuk mengetahui yang sebenarnya.

 

"Karena ada sesuatu yang belum aku beritahukan kepadamu. Karena aku pikir itu adalah sesuatu yang harus kamu ketahui. Selama kita tinggal bersama, aku mulai menyadari kebencian yang kamu rasakan terhadap Amakawa Haruto. Itulah sebabnya, aku tahu kamu akan marah jika aku memberitahumu tentang kebenarannya, tapi aku harus mengatakan yang sebenarnya kepadamu."

 

"Sesuatu yang harus aku ketahui, katamu?" 

Aki bertanya dengan nada penuh amarah.

 

"Iya. Aku sudah memberitahumu kalau aku dulunya adalah Amakawa Haruto yang meninggal sebagai mahasiswa, kan?" 

Saat nama itu keluar dari mulutnya, Aki membuat ekspresi muak, meski begitu Rio harus tetap tenang sebelum melanjutkan.

 

"........"

Itu benar— Rio yang mengatakan itu kepadanya. Aki sepertinya ingat, tapi tidak mengangguk.

 

"Miharu-san dipanggil ke dunia ini ketika dia berusia lima belas tahun tahun, di tahun pertama SMA-nya. Aku lahir di usia yang sama dengannya dan aku meninggal di usia dua puluh satu, pada musim panas tahun kedua saya di Universitas. Namun, meskipun saya meninggal setelah itu, saya terlahir kembali di dunia ini sebelum kalian semua dipanggil. Tidakkah menurutmu itu aneh?" 

Rio menjelaskan.

 

"Ah....."

Bahkan Aki, yang darahnya mendidih karena amarah, menyadari perbedaan garis waktu.

 

"Ketika aku masuk SMA, aku kembali ke kota tempatku dilahirkan untuk hidup sendirian. Saat itulah, secara kebetulan aku memasuki sekolah yang sama dengan Miharu-san, jadi aku juga menyaksikan saat dia menghilang. Tepat setelah aku berusia dua puluh tahun, aku pergi mengunjungi ibuku untuk pertama kalinya dalam tiga belas tahun. "

 

"Kamu pergi..... menemui ibuku? Setelah kita menghilang.....?" 

Aki menunjukkan ekspresi terkejut.

 

"Iya. Pada saat itu, ayahku merahasiakan situasinya dariku sehingga aku tidak tahu kalau kami juga telah menghilang, jadi aku bertanya kepada ibu, bagaimana keadaanmu dan dia hanya mengatakan kepadaku kalau kamu baik-baik saja......"

Situasinya adalah tidak jelas, sehingga Rio menjelaskan dengan nada yang sedikit tidak pasti. Ada kemungkinan kalau ayahnya juga mengetahui hilangnya Aki dan memutuskan untuk tidak memberitahunya tentang hal itu.

 

"J-Jadi, apa itu berarti kita akan kembali ke bumi dalam empat tahun?!" 

Aki menafsirkan kata-kata Rio seperti itu.

 

".....Aku juga tidak tahu tentang itu." 

Rio menggelengkan kepalanya perlahan.

 

"K-Kenapa?"

 

"Aku juga bertanya kepadanya apakah Miharu-san masih menghilang dan dia menjawab 'ya'. Kemungkinanannya ada dua : entah bagaimana caranya kamu berhasil kembali ke bumi sendiri atau ibu berbohong kepadaku ketika dia mengatakan kepadaku kalau kamu baik-baik saja sehingga aku tidak khawatir....."

Amakawa Haruto tidak bertemu Aki secara langsung dan pada saat itu tidak ada cara untuk mengkonfirmasi kebenarannya.

 

"......."

Aki menatap Miharu dengan ekspresi memohon. 

Sangat mungkin kalau di kepalanya situasi di mana dia kembali ke bumi dan Miharu masih tinggal di dunia ini tidak mustahil.

 

"Kamu mungkin bisa kembali dalam empat tahun dan mungkin lebih dari empat tahun telah berlalu ketika kamu kembali ke bumi. Aku hanya ingin kamu tahu itu. Karena itu,  aku harus memberitahumu tentang kehidupan masa laluku. Hanya itu yang harus aku katakan..... Kalau ada pertanyaan, jangan ragu untuk bertanya."

Kata Rio kepada Aki yang diam. 

 

Rio berpikir untuk mengatakan yang sebenarnya di balik perceraian orang tua mereka, tetapi pada akhirnya menyimpulkan bahwa hal itu tidak perlu pada saat itu.

 

"......."

Melihat Rio, ekspresi Aki berubah menjadi pahit dan dia membuang mukanya.

 

"Masato, jika kamu mempunyai pertanyaan, jangan ragu untuk bertanya. Aku minta maaf karena aku membuat semuanya menjadi sangat bingung dengan topik mendadak ini. Jika ada yang ingin kalian tanyakan, aku akan menjawabnya."

Kata Rio, menunjukkan senyum sedikit pahit.

 

"Kepalaku benar-benar kosong sekarang, jadi aku tidak bisa memikirkan apa pun..... Yah, aku terkejut, tapi bukannya seperti aku marah atau semacamnya."

Kata Masato sambil menatap Aki. Celia dan gadis-gadis lain saling memandang, tetapi tetap diam.

 

"Bagaimana kalau kamu meluangkan waktumu untuk berpikir? Kita tidak bisa begadang karena kita harus bersiap untuk besok, tapi masih ada waktu sampai Miharu-san dan aku kembali." 

Saran Rio sambil melihat semuanya. 

 

Mendengar itu, Aki langsung bangun tanpa berkata apa-apa dan meninggalkan ruang tamu untuk pergi ke kamarnya sendiri.

 

"Aku akan berbicara dengan Aki-chan."

Kata Miharu, berdiri dan mengikuti Aki. 

Kemudian, ketika keduanya pergi dari ruang tamu, Aishia dan Latifa berdiri dan duduk di samping Rio, satu duduk di kiri dan satu lagi di kanan.

 

"Bagiku, Onii-chan tetaplah Onii-chan yang dulu."

Kata Latifa, memeluk lengan Rio seperti anak manja.

 

".....Terima kasih." 

Rio tersenyum bahagia. Aishia tidak mengatakan apapun, tapi dia juga meringkuk di samping Rio.

 

"Ya ampun, kalian berdua ini....."

Tidak bisa lengah sedikit pun. Celia menghela napas lelah.

 

"Kamu tidak seharusnya menyalahkan dirimu sendiri untuk semuanya, tahu? Dan juga, kamu tidak harus membebani dirimu sendiri. Itulah salah satu kebiasaan burukmu, tahu. Kamu pasti menanggung semua masalah yang berhubungan dengan Aki itu sendiri, benar?"

 

"Ini bukan masalah yang bisa aku didiskusikan dengan bebas, jadi menurutku berbicara dengan yang lainnya tentang itu bukanlah ide yang bagus." 

Rio melihat ke langit-langit saat dia menjawab dengan canggung.

 

"Tapi jika kamu dalam masalah atau merasa buruk tentang sesuatu, bahkan jika kamu tidak bisa memberitahu kami alasannya, kamu harus tetap melakukannya, kamu tahu bisa..."

Celia berhenti tiba-tiba. Rio bisa bergantung kepada mereka. Gadis-gadis dengan senang hati bisa mengusap kepalanya atau memeluknya jika perlu.

 

"Benar sekali. Kami sudah saling kenal selama bertahun-tahun, tahu? Karena kita sudah hidup bersama, jika kamu dalam masalah.... Kami bisa membantumu dengan cara kami sendiri!" 

Sara sepenuhnya setuju dengan Celia.

 

"Dengan cara kami?" 

Alma bertanya sambil tertawa ringan.

 

"Y-Ya, dengan cara kami! Misalnya, bersenang-senang bersama."

Jawab Sara dengan nada tinggi.

 

"Seperti mengusap kepala Rio?" 

Kata Orphia, menambahkan.

 

"Benar sekali!" Sara mengangguk dengan tegas.

 

"Atau memeluknya?"

 

"Ya!"

 

"Atau juga menawarkan pangkuanmu sebagai bantal?"

 

"Benar — tunggu, apa yang kamu katakan itu?!" 

Sara mengangguk untuk menyembunyikan rasa malu yang dia rasakan, tetapi ketika dia menyadari kalau contoh yang disarankan Orphia bahkan lebih memalukan, wajahnya memerah padam.

 

"Hmm, itulah yang dikatakan Sara-chan, tapi aku akan sangat senang melakukan semua itu kapan pun kamu mau. Kamu hanya perlu memintanya kepadaku, Rio. Apa kamu tidak setuju, Celia-san?" 

Orphia sepertinya merasa cukup berani hari ini.

 

"Heh....? Ah, ya, benar." 

Celia mengangguk sedikit saat wajahnya memerah juga.

 

"Aku juga sama." 

Alma mengangkat tangannya.

 

"Kalau begitu aku akan dimanjakan oleh Onii-chan!" 

Latifa memeluk lengan Rio lebih erat. Aishia masih meringkuk di sisi lainnya.

 

"A-Aku  bisa melakukannya, jika Rio yang memintanya!" 

Sara bergabung dengan panik.

 

"Lihat? Mereka semua sangat mengkhawatirkanmu. Lain kali jika kamu khawatir tentang Miharu, atau Aki – atau apa pun itu – kamu hanya perlu berbicara dengan kami. Kalau kamu membiarkan kami keluar dari masalah ini sampai masalah itu terungkap rasanya seperti kami orang asing bagimu."

Kata Celia, mengungkapkan perasaan semuanya.