Bonus Short Stories

 

KEEKSENTRIKAN PENDUKUNG ANAK YATIM PIATU

 

"Apa semuanya sudah siap?"

Suara yang bermartabat menjangkau semua orang melalui komunikasi di telinga mereka. Suara itu sudah cukup untuk membuat mereka meluruskan postur tubuh mereka. Misi yang mereka jalani tidak resmi, namun misi itu datang dari Gubernur Jenderal sendiri. Pada Turnamen Sihir Persahabatan Tujuh Negara, bawahan langsung Gubernur Jenderal, dengan kata lain para elit dari para elit, membawa peralatan perekam ke berbagai tempat di tempat tersebut. Persiapan manajemen turnamen untuk membuat rekaman sendiri sudah dilakukan. Dengan perintah langsung dari Gubernur Jenderal, mereka tidak boleh mengambil jalan pintas, meskipun itu hanya pertandingan antar murid.....

 

"Target terkonfirmasi, pertandingan pertama Alice Tilake akan dimulai. Semua sudut sudah siap.... semua posisi siap. Intruksi untuk mulai merekam siap atas perintahmu, Gubernur Jenderal Berwick."

 

"Bagus. Jangan mengacau. Aku tidak akan memaafkannya jika ada rekaman yang terlewat."

 

"Roger!!"

Berwick dengan cemas menunggu dimulainya pertandingan dari ruang VIP-nya. Berwick bisa merasakan jantungnya berdebar kencang, seperti seorang ayah yang menyaksikan debut perdana putrinya. Meski usianya sudah lanjut, Berwick masih berstatus belum menikah. Namun caranya mengawasi Alice seolah Alice itu adalah putrinya sendiri memunculkan semacam ekspresi yang jarang terlihat di wajah Gubernur Jenderal. Pada saat yang sama Berwick sangat emosional, seolah-olah ada api yang menyala di matanya. Alice telah mengatasi masa lalunya dan berkembang pesat, sulit dipercaya bahwa Alice pernah tinggal di fasilitas dengan semangat yang hancur. Teman-teman Alice dan ikatannya dengan orang-orang disekitarnya pasti telah mengisi hatinya yang tadinya kosong. Berpikir seperti itu, Berwick merasa agak tertebus meski hanya bisa diam-diam memberikan bantuan keuangannya.

 

"Senyumnya menjadi semakin indah."

 

"Huaa, itu menjijikkan." Balas Lettie segera.

 

Aku tahu detailnya, tapi caramu mendukungnya itu tidak normal.... itu hampir membuatku menyesal pernah menunjukmu menjadi Gubernur Jenderal."

Kata Cicelnia, tersenyum kecut. Pelipis dan pipi Berwick bergerak-gerak saat mendengarnya. Cara Berwick berpegangan pada ambang jendela di ruangan itu mungkin kurang dewasa, namun meski begitu.....

 

"Cicelnia-sama dan Lettie, kalian berdua masih terlalu muda. Akan tiba harinya ketika kalian juga memahami sensasi ini. Aku merasa.... setelah bekerja sangat keras hingga hari ini sehingga Alice bisa mendapatkan kembali senyumannya. Dan aku yakin dapat terus melakukan apa yang aku bisa di masa depan."

Saat Berwick mengatakan ini, sedikit pergeseran cahaya membuat bayangan di wajahnya semakin terlihat jelas.

 

"Untuk sesaat, kamu tampak seperti orang tua."

 

"Aku juga melihatnya, Cicelnia-sama. Seseorang yang begitu tua sehingga dia mungkin akan pensiun nanti."

 

"Apa yang kalian bicarakan?! Aku masih memiliki lebih banyak hal dalam diriku, terutama setelah melihat pertumbuhannya!"

 

"Y-Yah, itu tidak masalah sih, tapi...."

Cicelnia dan Lettie melirik Berwick yang mengepalkan lengannya dan menahan air matanya.

 

"Tidakkah kamu pikir dirimu sedang mengalami delusi? Tak lama lagi, orang-orang akan menyebutmu kakek tua yang gila!"

 

"Urgh.... aku yakin aku tahu bagaimana harus bersikap yang benar. Lagipula, Alus tidak akan mengatakan itu!"

 

"Aku mengerti kalau kamu itu lajang dan tidak memiliki anak.... tapi bertindak sejauh ini bukanlah hal yang normal."

 

"Itu benar. Omong-omong, Allie yang melatih.... gadis bernama Alice ini, benarkah itu? Dan sepertinya kamu telah mempersiapkan pengambilan gambar ini sejak gadis itu mendaftar di Institut. Itu hampir terasa gila!"

Berwick hanya menggelengkan kepalanya, seolah mengatakan bahwa perjalanan mereka masih panjang. Kebetulan, bahkan setelah Berwick pensiun, dia masih memiliki sisa uang untuk memberikan bantuan keuangan kepada Alice. Karena tidak punya banyak uang untuk dibelanjakan, Berwick mengumpulkan kekayaan yang lumayan. Dan caranya menyayangi tidak jauh berbeda dengan kakek yang menyayangi cucunya.

 

Ketika Alice punya pacar, tidak sulit membayangkan Berwick melancarkan penyelidikan menyeluruh terhadap pacarnya itu, dan dengan keras memprotes kencan apapun, bahkan sampai berencana menyabotase hubungan tersebut. Bahkan jika Berwick tidak melakukannya, ada kekhawatiran kalau Berwick pada akhirnya akan terjebak di tempat yang bukan miliknya. Belum lagi Berwick adalah pemimpin militer seluruh negara. Cicelnia menahan rasa ngerinya, dan memutuskan untuk menegaskan maksudnya.

"Cobalah untuk menghindari skandal apapun, oke? Itu juga akan berdampak padaku."

 

"Itu tidak sopan.... Cicelnia-sama, sepertinya kau salah paham....."

 

"Tetap saja, bukankah ini cukup rumit? Apa yang akan kamu lakukan mengenai itu?"

 

"Tentang apa?"

 

"Gadis bernama Alice ini akan menjadi seorang Magicmaster, kan? Artinya dia pada akhirnya akan bergabung dengan militer."

 

"Ini perasaan yang rumit. Tapi itu adalah jalan yang Alice putuskan sendiri. Aku hanya akan mengawasinya, dan memberinya sedikit dorongan jika perlu."

Terlepas dari usia Berwick, punggungnya tegak, dan Berwick tampak seperti prajurit teladan, dengan tampilan yang hampir filosofis. Namun—

 

"Kakimu gemetar, Gubernur Jenderal."

 

"Aku tahu kamu semakin tua. Ada rasa melankolis yang terasa di sini...."

Berwick tercengang ketika kedua remaja perempuan itu bergantian menyerangnya.

 

MINUMAN DI BAWAH LANGIT MALAM

Mungkin ini saat yang tepat untuk mengenang.....

Rambut coklat kemerahannya telah terendam air, dan dia menunggu sampai kering secara alami. Tetesan air memercik saat dirinya dengan santai menyisir rambutnya dengan jarinya. Setelah beristirahat di kamarnya yang dipinjamkan padanya di markas militer Negara Balmes, Lettie mengambil istirahat yang cukup setelah kembali dari misinya. Kamar besar itu tidak jauh berbeda dengan kamar hotel kelas atas.

 

Setelah menyeka tubuhnya, Lettie meletakkan handuk di bahunya, berjalan mengelilingi ruangan dengan telanjang kaki. Tidak seperti biasanya, Lettie belum mengeringkan rambutnya sepenuhnya dan mengenakan baju tidur tipis. Pakaiannya basah dan menempel di tubuhnya, dan kulit putihnya terlihat di baliknya. Namun, hanya ada satu orang di ruangan itu, jadi tidak ada rasa takut ada orang dari negara lain yang melihatnya. Kepangnya yang biasa terlepas dengan rambut tergantung di punggungnya. Suasana hatinya sedang tidak buruk, namun bagi orang luar, ekspresi kakunya akan terlihat seperti dirinya kurang tidur. Lettie dengan gelisah bergerak menuju balkon. Saat berjalan ke sana, dia bersandar pada pagar putih yang dibuat dengan indah. Angin lembut menggoyang rambutnya. Ada beberapa hal yang dia tidak puas, dan beberapa kemarahan yang tidak bisa dia keluarkan pada siapapun, menyebabkan kerutan dalam di dahinya. Saat itulah sebuah suara yang sepertinya menangkap suara itu berseru dari belakangnya.

 

"Kamu terlihat seperti punya banyak hal yang ingin kamu katakan, Lettie-sama."

 

"Sepertinya aku membuatmu khawatir, Rinne-san."

 

"Tidak sama sekali."

Kata Rinne sambil menggelengkan kepalanya. Rambutnya dibundel dan Rinne berganti pakaian yang agak polos. Rinne tampaknya sangat sensitif terhadap keadaan Lettie, bahkan Rinne membawakan minuman. Ada dua gelas berisi minuman buah. Minuman yang sempurna untuk dinikmati di bawah langit malam. Setelah mengambil salah satu gelas itu, Lettie menempelkannya ke bibirnya dan menuangkannya ke tenggorokannya seolah ingin memadamkan pipinya yang merah membara.

 

"Hmm? Apa ini....."

 

"Oh, apa kamu tidak bisa minum alkohol? Campurannya hanya sedikit, jadi tidak sekuat Wine buah."

 

"Aku tidak masalah dengan itu. Aku baru saja memikirkan bagaimana aku menyebabkan masalah untukmu." Kata Lettie dengan senyum kecil di wajahnya.

Rinne memang menunjukkan perhatian padanya, namun itu bukanlah sesuatu yang terlalu Rinne pedulikan. Rinne lebih khawatir karena bersikap begitu terbuka dengan seorang Single Digit. namun mereka berdua perempuan di sini. Wajar jika Rinne tergoda untuk ngobrol di bawah langit malam sambil membawa minuman.

 

".....Apa itu tentang Alus-sama?"

 

"Kurang lebih. Aku kira kamu benar untuk itu, sungguh. Bagaimanapun, aku tidak akan mulai berbicara meskipun kamu membuatku mabuk."

 

"B-Bukan itu yang kuinginkan. Hanya saja.... rasanya tidak nyata. Sepertinya aku masih tidak percaya."

 

"Sama di sini. Semua orang di pasukan mungkin merasakan hal yang sama. Tapi hal seperti ini terjadi setiap saat. Magicmaster atau bukan, kami hanya pion di papan. Tapi Allie berbeda. Ada pengganti penguasa, Gubernur Jenderal.... dan aku. Tapi tidak untuk Allie."

 

Rinne dengan takut-takut bertanya padanya.

"Karena dia peringkat No.1....?"

 

"Karena Allie itu berada di ranahnya sendiri. Aku kurang lebih sudah mengetahuinya sebelumnya, tapi kali ini aku merasakannya dengan lebih kuat. Katakanlah ada iblis, yang jauh lebih kuat dari apapun yang pernah kita lawan di masa lalu, muncul."

 

"Itu akan menjadi bencana." Rinne mengangguk.

 

"Negara-negara akan hancur, para Magicmaster akan mati, begitu pula warga negara yang mereka perjuangkan untuk dilindungi. Begitu pula para penguasa dan Gubernur Jenderal."

Lettie berbicara dengan nada serius, dan Rinne membayangkan situasinya. Kesadaran itu berangsur-angsur meresap dan hawa dingin merambat di punggungnya saat dirinya menelan rasa gugupnya, lupa bahwa dia sedang memegang minuman di tangannya.

 

"Tidak peduli seberapa kuatnya mereka, semua orang akan mati. Double dan Single Digit sama saja. Aku yakin aku juga sama. Tapi Allie sendiri yang akan tetap bertahan. Bahkan jika umat manusia punah, Allie akan mampu bertahan hidup sendirian."

Lettie mengatakan ini seolah-olah hanya menyatakan fakta yang sudah jelas.

 

".........."

Merasa bahwa suasananya menjadi terlalu berat, Rinne mencoba mengubah topik. Lettie ingin berbicara tentang nilai Alus, dan itu juga yang menjadi sumber rasa frustrasinya. Namun saat ini, yang diinginkan Rinne hanyalah obrolan santai antara dua orang dewasa. Rinne tidak punya niat untuk berbicara sesuatu terlalu dalam. Jadi Rinne mencoba menikmati suasananya, dan meminum minumannya.

 

"Omong-omong, Lettie-sama, maukah kamu berbagi cerita lama tentang Alus-sama?"

 

"Jadi sedikit camilan untuk menemani minuman.... atau mungkin lebih dari itu?"

 

"Tidak, aku tidak bermaksud apapun.... kenapa semua orang selalu berpikir seperti itu!"

Pipi Rinne berkedut. Rinne mengajukan pertanyaan biasa, namun entah bagaimana pertanyaan itu malah berbalik melawannya. Rinne tidak terlalu senang dengan hal itu, namun dia tetap mendengarkan apa yang Lettie katakan.

 

"Baiklah. Sebagai ajudan Cicelnia-sama, sebaiknya kamu mengetahui lebih banyak tentang Allie juga." Kata Lettie.

 

"Allie sangat manis ketika dia masih kecil. Ah, tidak, dia sedikit manis, maksudku dia selalu sama, hanya saja lebih kecil. Dan matanya lebih mati dibandingkan sekarang. Tapi itulah yang membuat Onee-channnya yang belum menikah ini bersemangat dengan itu."

Percakapan seperti itu bukanlah yang diharapkan Rinne untuk keluar dari mulut Lettie, namun itu lebih sesuai dengan apa yang Rinne harapkan, atau begitulah. Diskusi mereka menjadi semakin memanas saat mereka membahas Alus. Beberapa saat kemudian, diskusi mereka yang tak terduga dan penuh gairah akhirnya mulai mereda.

 

"Tetap saja.... kamu menjadi bersemangat saat membicarakan tentang Alus-sama.... apa mungkin itu karena cinta?"

 

Dengan senyum kekanak-kanakan di wajahnya, Lettie memegang gelas yang hampir kosongnya secara terbalik untuk meminum sisa minumannya.

"Aku memang memikirkan hal itu dari waktu ke waktu. Bahkan ada foto kami berdua di dalam kartu lisensiku yang diambil sebagai perayaan ketika aku menjadi Single Digit."

 

Rinne menahan keinginannya untuk meminta melihatnya, dan malah mengajukan pertanyaan sederhana. Hal ini mungkin akan menjadi diskusi panjang lagi, namun Rinne tidak ingin meredam topik saat ini. Status atau peringkat tidak mempunyai tempat di sini. Hal ini hanya pembicaraan antar kedua perempuan saja.

"Lettie-sama..... pemicu apa yang membuatmu menyadari bagaimana perasaanmu terhadap Alus-sama itu?"

 

Senyuman Lettie semakin lebar saat dirinya seperti mengingat sesuatu, namun Lettie meletakkan jarinya di bibirnya.

"Itu sebuah rahasia. Jika kita mendapat kesempatan seperti ini lagi, mungkin aku akan menceritakannya lagi sambil minum-minum di bawah langit malam seperti ini....."