Fourteenth Chapter : Sorrowful Arrival

 

Kedua boneka yang datang ke arah mereka memegang pedang pendek. Tesfia dan Alice sudah menemukan tekad mereka untuk bertarung. Namun..... atau mungkin meskipun begitu..... lebih akurat. Banyak boneka yang usianya tidak jauh lebih tua dari mereka. Keduanya masih muda. Dengan kata lain, sedikit keraguan mereka disebabkan oleh kurangnya pengalaman. Selain pelajaran ekstrakurikuler, mereka belum memiliki pengalaman nyata di medan tempur. Alice melirik ke arah Melissa, yang masih berdiri di samping Godma.

"Alice!"

 

"Ya, aku baik-baik saja."

Kedua gadis itu bertukar pandangan dan menyiapkan AWR mereka. Setelah mengetahui kalau mantra Freeze-nya memerlukan mana dalam jumlah berlebihan karena dindingnya yang menyerap mana itu, Tesfia mendapat ide dan melapisi Katana-nya dengan mana. Formula sihir yang terukir di bilahnya bereaksi terhadap mana dan bersinar redup. Dia membatasi Freeze-nya hanya pada pedangnya, saat mana berubah menjadi es.

 

Selanjutnya, Tesfia membayangkan bentuk ideal untuk situasi ini..... kuat, keras dan tajam. Dia memanfaatkan pelatihan untuk mengendalikan mana. Lapisan es tipis menutupi bilahnya, dengan terampil mengambil bentuk. Itu adalah mantra enchantment yang dikenal sebagai Ice Blade. Mantra itu adalah jenis sihir yang banyak digunakan dalam banyak atribut. Versi atribut api, misalnya, disebut Flame Blade. Ice Blade itu memblokir pedang pendek boneka itu, es mengikis bilah pedang pendek itu, membuatnya kehilangan keseimbangan dan menumpulkan ketajamannya.

"——!" Tesfia tidak menduga efek seperti itu, jadi dia mendorong musuh ke belakang dan menjauhkan diri dari mereka.

 

"B-Bagaimana dengan itu?!"

Tidak jelas kepada siapa Tesfia membual, namun karena itu adalah hasil pelatihan Alus, mungkin itu ditujukan padanya. Alus bertarung sambil mengawasi mereka, jadi dia mendengar suara Tesfia itu, namun mengabaikannya.

 

Tentunya, Alice juga tidak punya waktu untuk melakukan hal lain. Dia sibuk menahan boneka kedua. Dibandingkan dengan ketangguhan lawan yang tidak normal, penanganan senjata para boneka itu bukanlah sesuatu yang istimewa. Dengan senjata di tangannya, Alice tidak akan ketinggalan dari mereka dengan kemampuan Naginata-nya. Meski menggunakan senjata jarak jauhnya, hal itu masih merupakan perjuangan untuk mendapatkan posisi lebih unggul. Dia melakukan potongan demi potongan pada tubuh boneka itu, namun masih belum bisa unggul. Alasannya sudah jelas. Hal itu bukan hanya karena betapa tangguhnya lawannya, namun terutama karena Alice ragu-ragu untuk membunuh orang. Dia tidak bisa mengambil langkah terakhir itu. Ketakutan dan keengganannya untuk menyakiti seseorang menghalanginya untuk melakukan hal itu. Alice berteriak dalam benaknya agar lawannya berhenti. Namun, luka ringan tidak akan membuat seseorang yang tidak bisa merasakan sakit bergeming; para boneka itu akan terus menyerang sampai napas terakhir mereka.

Saat celah terbentuk antara Alice dan musuh, musuh menusukkan pedang pendek mereka ke depan dan menggunakan sihir. Sebuah bola cahaya muncul di ujungnya, uap mengepul darinya. Hanya dengan melihatnya saja, terlihat jelas kalau energi cahaya sedang dikompresi. Karena dinding penyerap mana menggunakan atribut cahaya, mereka memiliki karakteristik khusus : mantra yang tidak menggunakan fenomena fisik seperti pembakaran atau pembekuan—seperti mantra atribut cahaya—tidak terlalu terpengaruh. Godma, yang menggunakan tembok ini, telah mempertimbangkan karakteristik itu. Dam hal itu juga berlaku pada Alice.

 

Alice menatap ke arah musuh yang bersiap meluncurkan mantranya, dan mengambil napas dalam-dalam selagi dia mencoba mengukur waktunya. Saat berikutnya, bola cahaya meninggalkan ujung pedang pendek dan terbang menuju Alice. Boneka itu mengejar mantra mereka, meninggalkan pertahanan mereka dalam serangan yang sembrono. Alice bergumam dengan bibir gemetar : "‹‹Reflection››"

Pedang naginata yang bersinar menerima bola cahaya, dan mengirimkannya kembali dengan kecepatan yang lebih tinggi. Alice dapat melihat mata boneka itu terbuka lebar. Alice mengertakkan gigi, karena dia dapat dengan mudah meramalkan akibat yang mengerikan. Dan dia sendirilah yang mewujudkan hal itu. Bola cahaya itu menabrak dada boneka itu dan meledak, mengirimkan gelombang kejut ke seluruh ruangan.

 

"Eek!"

Karena berada begitu dekat, Alice terjebak dalam ledakan itu. Dia dengan cepat bangkit dan melihat ke depannya ketika—

 

"Argh.... ack."

Boneka itu berdiri tegak, tidak bergerak, seolah waktu telah berhenti. Sebuah lubang besar telah robek pada pakaian mereka dari dada hingga perut, kulit putih mereka hangus menghitam. Bau daging yang terbakar mencapai hidung Alice. Tak lama kemudian, cairan merah menetes dari mulut mereka dan mereka terjatuh, jatuh tertelungkup.

 

"Tidak mungkin!"

Hal itu bukanlah niatnya namun hasilnya sudah jelas, karena boneka itu telah mengabaikan pertahanan mereka dan menerima serangan dari jarak yang sangat dekat. Menyadari kalau Alice telah menodai tangannya, dia dengan tatapan kosong menatap ke arah boneka yang tidak bergerak itu.

 

"Alice!"

Kembali sadar berkat suara Tesfia, Alice melihat boneka lain mengacungkan pedang pendek mereka. Dia masih berjongkok, namun dia memblokir serangan itu dengan mengayunkan AWR-nya ke samping. Karena postur tubuhnya, dia tidak dapat mengerahkan kekuatan apapun untuk menghalanginya. Dia dengan cepat kehilangan keseimbangan karena bentrokan itu, dan pedang musuh dengan cepat mengarah ke wajahnya. Tiba-tiba pedang itu menjadi lebih ringan, dan dia mampu mendorong pedangnya menjauh hanya dengan sedikit tenaga. Alasannya adalah—

 

"Haaa..... aaa."

Tesfia, terengah-engah, berada tepat di sampingnya. Katana-nya telah menembus jantung boneka yang menyerang Alice. Punggung boneka itu ternoda merah, bilah yang menusuk mereka mencuat.

 

"Fia!"

 

"Apa kamu baik-baik saja, Alice?!"

 

"Ya....."

Setelah memberikan pukulan fatal pada boneka itu, Tesfia dengan takut-takut mengeluarkan Katana-nya. Perasaan jijiknya dengan cepat digantikan oleh rasa lega karena telah menyelamatkan temannya. Bahkan tanpa melirik pedangnya yang berlumuran darah, Tesfia mengulurkan tangannya yang bebas ke arah Alice.

 

"Terima kasih." Kata Alice, sambil berdiri.

Berdiri saling membelakangi, mereka berhadapan dengan musuh.