Fifteenth Chapter : The End of the Horrible Dream
Insiden dengan Godma sudah selesai untuk saat ini. Saat ini, itu mengacu pada fakta kalau misi Alus berubah dari pembunuhan satu orang, menjadi pemusnahan kelompok, sehingga bahkan petinggi pun tidak dapat sepenuhnya menyembunyikan masalah tersebut. Segalanya masih jauh dari akhir yang sempurna. Mayoritas dampaknya berupa rumor yang tidak diketahui sumbernya, dan dampaknya akan bertahan lama. Namun penyebarannya masih sebatas di kalangan pihak militer. Merupakan hal yang normal bagi para Magicmaster di pihak militer untuk tetap fokus pada Dunia Bagian Luar. Negara-negara lain memiliki kecenderungan yang sama, dan menjaga kesatuan negara mereka melawan ancaman iblis adalah strategi yang efektif. Oleh karena itu, kejahatan dan insiden di dalam perbatasan biasanya dirahasiakan. Terutama ketika para Magicmaster militer ditugaskan untuk menanganinya.
Dengan tetap berada pada level rumor di kalangan pihak militer, bahkan nama boneka yang lahir dari eksperimen tidak manusiawi akan segera hilang. Markas militer terletak di alam manusia, namun tepat di sebelah penghalang Dunia Bagian Luar. Di dalam markas terdapat sebuah ruangan, di bagian yang mana Magicmaster tidak dapat dengan mudah mengaksesnya. Ada juga penjara lain, namun hanya penjahat yang keberadaannya ditutup-tutupi yang ditampung di sini, atau lebih tepatnya, dipenjara di sini. Orang yang berbaring di tempat tidur sederhana di dalam ruangan itu memiliki beberapa selang yang dimasukkan ke dalam dirinya untuk pengobatan luka-lukanya, dan dia juga memiliki belenggu di atasnya. Mengingat tidak ada satu jendela pun yang terlihat, jelas kalau ruangan itu adalah ruangan terisolasi di bawah tanah.
Ruangan itu sendiri berbentuk persegi sederhana dengan dinding putih polos, dan peralatan medis di setiap sudutnya. Tempat tidurnya dipasang tepat di tengah-tengah ruangan terpencil ini. Dan orang itu, Godma Barhong, diikat dan tertidur lelap sehingga orang mungkin mengira diriya sudah mati. Bahkan jika dia bangun, baik dia membutuhkan belenggu atau tidak masih dipertanyakan. Dia sudah kehilangan kesadarannya, manusia mana pun pasti sudah lama tiada, dan dia hampir tidak bisa menggerakkan bola matanya apalagi sisa lengannya. Bahkan ketika seseorang memasuki ruangan yang remang-remang, Godma tidak menunjukkan respon. Dia mungkin bahkan tidak menyadarinya. Tubuhnya berangsur-angsur kembali menjadi manusia setelah transformasinya, namun dia sangat lemah, dan hanya disimpan di sini sebagai sampel unik karena pengalamannya yang luar biasa. Fakta kalau dia masih hidup cukup ironis karena dia tidak dapat menulis atau bahkan berbicara lagi.
Ini belum waktunya bagi penjaga untuk memeriksanya, namun pintu tetap terbuka dengan tenang. Seseorang hampir tidak dapat melihat seragam militer yang dikenakan orang tersebut dalam cahaya redup ruangan. Gema langkah kaki semakin keras hingga bayangan jatuh di wajah Godma. Penyusup itu membungkuk dan melihat ke bawah seolah-olah mereka sedang menatap boneka yang terus ada tanpa alasan.
"Halo, Dokter."
Anehnya, suara penyusup itu bernada tinggi, terasa tidak enak didengar di ruangan terisolasi seperti ini. Dengan rambut coklat tua tergerai, orang itu tersenyum puas. Namun saat dia benar-benar melihat wajah Godma, pakaiannya tiba-tiba berubah. Dia kini mengenakan gaun putih tipis seperti gaun pasien, dengan dua pisau tergantung di pinggang mereka. Kapan mereka berubah? Tidak ada pakaian cadangan di ruangan itu juga. Suara itu terus berbisik. Sesaat kemudian, fenomena aneh terjadi.
Godma, yang kehilangan kewarasannya dan menjadi cacat, membuka matanya lebar-lebar. Meskipun Godma tidak bisa mengangkat kepalanya, matanya bergerak dengan sibuk, mencari orang yang dengan paksa membangunkannya dari tidurnya. Matanya yang terbuka lebar melihat seorang perempuan tersenyum di sisi tempat tidur. Godma bergerak sedikit, suara teredam keluar dari tenggorokannya. Perempuan itu sedang memegang sebuah buku tua, menunjukkannya kepada Godma. Buku itu..... adalah salah satu dari Empat Buku Fegel. Akhirnya, perempuan itu tersenyum lagi. Atau lebih tepatnya, mungkin tersenyum lebih akurat.
Perempuan itu tidak berpenampilan seperti orang yang sedang memikirkan seseorang dengan penuh cinta, dan juga tidak memiliki mata kosong seperti orang yang kehilangan kesadaran akan dirinya sendiri. Di wajahnya hanya bisa digambarkan sebagai senyuman yang luar biasa. Seolah-olah seseorang yang tidak memahami konsep tersenyum mencoba menirunya. Tidak ada sedikit pun emosi di dalamnya, tidak ada kegembiraan atau sukacita yang biasa, juga tidak ada sarkasme atau ejekan dalam senyuman ini. Rasanya seperti memakai topeng dengan senyuman di atasnya.
Tiba-tiba bibir Godma mulai bergetar, bergerak lemas membentuk sebuah nama. Godma mengeluarkan suara yang bukan jeritan atau teriakan pada perempuan yang tidak mungkin ada di sana. Perempuan itu memberinya senyuman penuh semangat. Suara logam geser terdengar. Sebelum Godma menyadarinya, perempuan itu sedang memegang pisau dengan posisi terbalik. Namun, fokus Godma yang tertahan tetap tertuju pada wajah perempuan itu daripada beralih ke pisaunya. Suara serak yang tidak bisa digambarkan sebagai suara terus keluar dari mulutnya. Saat berikutnya—
Pisau itu diayunkan dengan kebencian, menancap di dada Godma, tanpa ragu-ragu. Berkali-kali pisaunya jatuh, mencungkil lukanya, dan tubuh Godma bergetar setiap kali diayunkannya. Godma tidak bisa lagi mengucapkan kata-kata manusia saat dirinya mengerang atau memuntahkan darah. Namun itu semua adalah suara yang sangat samar, dan dia perlahan terdiam. Perempuan itu menjilat cipratan darah yang jatuh di bibirnya. Senyumannya yang terdistorsi semakin besar.