Second Chapter: The Difference Between the Ideal and Reality
Alus mendapati dirinya berada di dalam sebuah ruangan di gedung yang baru dibangun untuk eksperimen, melihat sekeliling dengan barang bawaannya yang baru tiba.
Ruangan itu berbeda dengan laboratorium guru. Tidak peduli bagaimana dia melihatnya, ruangan itu lebih besar dari ruangan yang digunakan guru. Faktanya, ruangan itu punya banyak lantai. Dan fakta kalau ruangan itu dirancang untuk digunakan oleh salah satu murid baru, hal itu pastinya tidak akan diterima dengan baik oleh para guru.
Pertama-tama, peraturan menyatakan kalau semua murid tanpa kecuali harus ditempatkan di asrama. Dengan negara yang menjadi badan pengelola Institut, hal ini merupakan salah satu langkah yang diambil untuk mencegah terjadinya skandal.
Magicmaster pemula mempunyai kecenderungan untuk melihat sihir sebagai sesuatu yang dapat digunakan untuk diri mereka sendiri, karena pikiran mereka yang masih belum matang. Kesulitan kecil sekalipun mempunyai kemungkinan berkembang menjadi malapetaka, yang telah terjadi lebih dari beberapa kali. Jika warga sipil terjebak dalam baku tembak, negara pun tidak akan bisa mengabaikannya.
"Semua peralatan di sini adalah yang terbaru. Haa, aku tidak bisa bilang aku ingin masuk Institut ini, tapi aku tidak bisa mengeluh tentang ini." Kata Alus.
Sebagai fasilitas untuk melatih para Magicmaster, Institut tersebut secara alami memiliki hubungan rahasia dengan militer. Pada akhirnya, Alus tidak akan bisa lepas dari pengaruh mereka. Sebagai seseorang yang dibesarkan sebagai Magicmaster sejak bayi dan bergabung dengan militer pada usia enam tahun, dia masih merasa relatif bebas.
Setelah memasukkan sejumlah kecil barang bawaannya ke kamar tidurnya, dia mulai bekerja mengobrak-abrik rak buku. Di sana dia menemukan buku-buku yang dirinya pesan sebelumnya tertata rapi di tempatnya. Semuanya adalah buku-buku di bidang sihir, jauh lebih maju daripada buku-buku dasar, dan tidak ada satupun yang mencakup penerapan praktis di bidang tersebut.
Kebanyakan di antaranya adalah buku-buku tua. Beberapa membahas teori yang sama sekali tidak praktis atau meragukan yang bahkan tidak menarik perhatian para profesional.
Sekarang, kemungkinan sihir dipecah menjadi banyak cabang berbeda. Karena itulah Alus akan memulai dengan belajar dari para pendahulunya. Teori apapun, tidak peduli seberapa tidak masuk akal atau absurdnya teori tersebut, bisa saja memiliki petunjuk kejeniusan yang tidak akan dirinya abaikan.
Alus sangat percaya kalau konsep aneh ini dapat mengarah ke tingkat sihir berikutnya. Penelitian yang dia lakukan sendiri membuahkan hasil.
Buku paling ekstrim yang tidak masuk akal di rak adalah tiga dari Empat Buku Fegel. Dikabarkan kalau buku terakhir dari empat buku tersebut bahkan tidak ada. Buku itu adalah buku yang telah disalin, namun itu pun sudah cukup membuat Alus merasa berhutang budi kepada Gubernur Jenderal itu. Dan jika ada buku yang dia perlukan untuk penelitiannya namun dia tidak punya, dia bisa menggunakan perpustakaan saja.
Saat meneliti bidang sihir, tidak ada tempat yang lebih cocok daripada di sini. Saat Alus mulai bersemangat dengan rencana masa depannya, dia bisa merasakan semakin banyak ide yang keluar dari kepalanya yang merupakan pikiran ingin tahunya.
Semua buku yang dia buka berisi artikel-artikel berharga. Biasanya, mempersiapkan semua ini untuk satu orang adalah hal yang mustahil. Namun Alus telah menyerahkan beberapa tesis dan hasil penelitiannya, sehingga ini merupakan balasan yang diberikan kepadanya atas prestasinya di bidang sihir.
Saat Alus berpikir dalam hati, Sepertinya aku bisa menjalani kehidupan yang memuaskan di sini, seperti yang dikatakan Gubernur Jenderal..... suara beberapa ketukan ringan di pintu dari pengunjung tak terduga bergema di seluruh ruangan, menyela jalan pikirannya.
"Masuk."
Segera setelah dia mengatakan itu, seorang perempuan muda berpakaian formal masuk.
"Bagaimana kabarmu? Aku kepala sekolah Institut, Sisty Nexophia. Senang bertemu denganmu, Alus."
Alus juga tahu nama perempuan muda itu. Dia adalah seorang Magicmaster terkenal yang menggunakan nama samaran 'Witch'. Seharusnya dia telah mengundurkan diri dari tugas aktifnya, namun mana yang bocor masih tetap tajam seperti biasanya.
"Aku mengenalmu, Nona Witch, Sisty. Aku Alus Reigin. Aku sedang berpikir untuk mengunjungimu setelah aku membereskan beberapa hal."
Sisty telah pensiun dari tugas aktif dan sekarang menjabat sebagai kepala sekolah di Institut. Tidak mungkin dia terlihat semuda ini, namun fakta kalau dia terlihat berusia pertengahan dua puluhan adalah alasan dirinya masih disebut sebagai Witch. Rambut coklat mudanya yang berkilau dikibarkan dengan anggun dan sampai ke pinggangnya.
Dia memiliki dada yang bagus, yang hanya bisa ditekankan oleh pinggangnya yang sempit. Penampilannya dan usia sebenarnya tidak cocok sedikit pun. Kepala sekolah itu tersenyum pada Alus yang tidak terpengaruh oleh senyumannya. Di saat yang sama, mana yang melayang menghilang.
"Seperti yang diharapkan dari Magicmaster Single Digit sepertimu. Aku kira ini tidak cukup untuk mengganggumu. Selain itu, gelarku bukanlah Witch, melainkan Kepala Sekolah."
"Maaf, kamu mengatakan hal yang paling aneh, Kepala Sekolah. Aku ingat kamu juga seorang Single Digit ketika kamu masih aktif bertugas."
"Itu sudah lama sekali. Dan aku berada di urutan ke-9. Aku hanya menjadi Single Digit untuk waktu yang singkat". Sisty mengangkat bahunya dengan sopan sambil tersenyum, namun di Alpha tidak ada seorang pun yang tidak mengetahui namanya.
Ketika Sisty aktif, dia adalah salah satu Magicmaster paling terkemuka di Alpha, dan dengan banyak koneksinya di militer, dia secara alami terpilih sebagai Kepala Sekolah Institut Sihir Kedua setelah pensiun. Dia telah menghasilkan banyak sekali Magicmaster yang hebat.
"Yang lebih penting, apa kamu yakin harus berada di sini? Upacara penerimaan sedang diadakan sekarang."
"Giliranku di panggung sudah berakhir, kamu tahu."
Alus tidak berpikir kalau kepala sekolah meninggalkan upacara masuk di tengah jalan adalah pemikiran yang bagus, namun dia juga tidak terlalu tertarik dengan hal itu, jadi dia memilih untuk tidak mengatakan apapun.
Menjadi Single Digit saja sudah cukup untuk mendapatkan kekaguman dari para murid. Sisty pastinya bermandikan tatapan tajam dari semua murid. Terima kasih atas kerja kerasmu.
Sekarang Alus memikirkannya, Sisty memang terlihat lelah secara mental. Mungkin kata-kata penghargaan mungkin tepat, namun menunjukkan kepedulian akan membuatnya tidak terlalu pendiam di lain waktu. Merasakan risiko itu, Alus memutuskan untuk berpura-pura tidak memperhatikan ekspresi kepala sekolah.
"Kalau kamu bilang begitu, aku perhatikan kamu juga tidak hadir dalam upacara itu, Alus."
Kata Sisty, terlihat agak kecewa karena tidak mendapatkan hasil yang diinginkannya, seperti yang diharapkan Alus.
"Aku hanya ingin memajukan penelitianku sendiri. Aku tidak berniat menghadiri kelas yang sama dengan murid lain, dan aku juga tidak punya waktu untuk berteman."
"Kita tidak bisa begitu. Aku mendapat instruksi dari Gubernur Jenderal kalau kamu harus bergabung kembali di garis depan jika kamu malas belajar."
"—!! Benar-benar kakek tua yang kejam."
Pensiun dari militer seharusnya menjadi kebebasan Alus. Meskipun demikian, dia sangat menyadari betapa besar kontribusinya bagi militer, serta bagi seluruh umat manusia. Gubernur Jenderal itu tidak membiarkannya pensiun dengan begitu saja. Itulah sebabnya mereka mencapai kompromi.
Hingga saat ini, Alus telah mengerjakan misi tanpa henti. Tampaknya ada celah dalam rencana singkatnya untuk menghabiskan sisa hidupnya dengan damai.
Kepala sekolah menutup mulutnya dengan tangannya dan tertawa menggoda.
"Tolong jangan khawatir. Yang perlu kamu lakukan untuk mendapatkan kreditmu adalah menghadiri kelas minimum dan menyelesaikan tugas laporanmu. Dan mengenai peringkatmu..... aku ingin kamu merahasiakannya, untuk menghindari kebingungan yang tidak perlu."
Peringkat adalah cara untuk menampilkan kekuatan Magicmaster..... dan identitas Single Digit biasanya dirahasiakan dari publik.
Karena itulah, meski itu perintah kepala sekolah, Alus tidak keberatan. "Tentu saja. Aku bukan orang yang suka menyombongkan peringkatku. Tidak ada hal buruk yang bisa terjadi jika kita menghindari masalah."
"Haha.... itu benar. Maka aku berharap kamu memiliki kehidupan sekolah yang bermakna."
Setelah menyuruh Alus untuk datang ke kantor kepala sekolah jika terjadi sesuatu, Sisty pergi dengan senyuman di wajahnya.
Tak lama kemudian, perasaan hampa memenuhi ruangan, karena Alus mengkhawatirkan prospek masa depannya. Dia menghela napas berat.
"Waktuku...."
* * *
Institut mengharuskan sekitar 400 murid baru untuk menghadiri kelas tentang mata pelajaran dalam kurikulum mereka. Sebagian besar kelas dibagi, dan hanya akan dikumpulkan untuk mata pelajaran praktis seperti pelatihan simulasi. Tiga minggu telah berlalu sejak kelas dimulai. Hari ini adalah pertama kalinya Alus menghadiri kelas. Tidak ada satu pun mata pelajaran yang menarik minatnya, dan dia mengurung diri di laboratoriumnya, namun minggu lalu dia menyadari kalau jika dirinya tidak segera menghadiri sesuatu, maka dia tidak akan punya cukup hari kehadiran.
Hari ini adalah hari untuk banyak mata pelajaran praktis. Periode pertama membahas dasar-dasar sihir.
Saat ini, Alus sudah tidak perlu lagi mempelajari dasar-dasarnya. Dia menerima pendidikan khusus untuk anak-anak berbakat di militer sejak dia berusia enam tahun; Selain itu, dia dengan cepat maju dalam bidang sihir melalui belajar mandiri. Meskipun hal itu terutama terjadi di departemen militeristik, dengan fokus pada hal mematikan dan agresi.
Saat Alus memasuki kelas, lingkaran pertemanan sudah terbentuk. Konfigurasi dasar kelas pada tahun pertama adalah memiliki 10 kelas, dengan 40 murid di setiap kelas. Kelas bahkan belum dimulai, namun ruangan sudah ramai dengan diskusi tentang sihir dari kelas kemarin.
Alus secara acak memilih tempat duduk di belakang, dan mulai membaca buku tebal. Teman-teman sekelasnya, yang pertama kali melihatnya hari ini, memberinya tatapan curiga, namun Alus tidak keberatan. Dia tidak pernah punya niat untuk bergaul dengan mereka.
Saat itulah seorang gadis dengan rambut berwarna kastanye mendekatinya dengan gerakan anggun.
"Selamat pagi. Senang bertemu denganmu..... lagi. Izinkan aku untuk memperkenalkan kembali diriku. Namaku adalah Alice Tilake. Kamu Alus-san, benar?"
"Hm? Ya."
Awalnya tidak menyadari gadis itu sedang berbicara dengannya, Alus memberinya anggukan tertunda, matanya masih terpaku pada bukunya.
Penggunaan kata "lagi" oleh gadis itu menunjukkan kalau mereka pernah bertemu di suatu tempat sebelumnya, namun karena Alus tidak dapat mengingatnya dengan segera, dia mengembalikan fokusnya ke bukunya.
Alice sepertinya tidak yakin bagaimana harus bereaksi terhadap hal itu. Dia mengubah topik untuk menghilangkan penolakan itu.
"Apa kamu merasa tidak enak badan? Apapun yang terjadi, aku senang kamu sudah pulih."
"Tidak, aku hanya membolos. Sepertinya tidak ada pelajaran yang layak. Bagaimanapun, maaf tapi kamu menggangguku. Aku akan sangat menghargainya jika kamu tidak menggangguku."
"......!! Aku minta maaf."
Kata-kata Alus yang blak-blakan itu tidak mempedulikan suasananya, membuatnya semakin terdengar seperti perasaannya yang sebenarnya. Suasana hati Alice turun drastis, dan dia dengan cepat menundukkan kepalanya. Ketika dia berbalik dengan ekspresi wajah yang masih muram, suara lain tiba-tiba terdengar.
"Kamu pikir kamu siapa!!"
Seorang murid dengan berwarna crimson berkilau berdiri dengan momentum yang cukup untuk membuat kursinya terjatuh ke belakang.
Seluruh kelas segera melihat ke arah mereka. Semua mata tertuju pada keduanya. Seorang gadis berambut crimson itu yang berkemauan keras menunjukkan kemarahannya. Dia membela gadis sebelumnya pada Alus, saat dia menatap Alus dengan tatapan tajam. Meskipun itu tidak terlalu berpengaruh karena dia tidak cukup tinggi.
"Apa.....?" Kata Alus. Ini semakin melelahkan.
"Jangan tanya itu padaku. Alice memperhatikanmu, jadi jangan berikan dia sikap semacam itu!"
Setelah memikirkannya sejenak, Alus memutuskan kalau meninggalkan tempat ini akan kembali menyusahkannya. Dia tidak punya niat untuk akur, namun terlibat dalam perselisihan akan menghabiskan waktunya yang berharga.
Alus bangkit dari tempat duduknya dan menghadap Alice, yang berdiri membeku agak jauh. Gadis itu melihat bolak-balik antara Alus dan terlihat marah saat menatapnya.
"Aku minta maaf. Hanya saja.... di masa depan, kamu tidak perlu mempedulikanku."
"Tentu! Aku juga minta maaf karena tiba-tiba mendekatimu." Gadis berambut crimson itu segera berbicara pada Alice yang membungkuk.
"Kamu tidak perlu meminta maaf, Alice!"
Mendengar jawaban lega gadis itu, Alus kembali duduk dan mulai membaca lagi. Namun—
"Aku Tesfia Fable." Lanjut gadis berambut merah itu. Nada suaranya masih berbahaya.
"........."
Sungguh menyebalkan, pikir Alus sambil mendecakkan lidahnya di benaknya. Dia sudah mengatakan kepada gadis pertama 'Jangan mempedulikanku', dan sekarang muncul hal ini.
Melihat bagaimana gadis kedua itu tidak mendapatkan jawaban, gadis itu gemetar karena marah dan menghampiri Alus. Dia mengambil buku itu dari tangan Alus.
Ini yang terburuk. Fokus yang dia miliki sekarang terputus seperti benang yang rapuh. Alus secara naluriah merasakan kalau gadis berambut crimson ini..... mungkin adalah tipe yang paling dia benci. Tipe orang yang memaksakan kehendaknya kepada orang lain, menuntut ketaatan dari orang lain.
"Bisakah aku mendapatkan bukuku kembali?"
"Aku adalah seorang bangsawan, telah bersusah payah memberikan namaku padamu. Bukankah hal yang wajar jika kamu melakukan hal yang sama?"
"Memaksakan tata kramamu kepada orang lain..... kaum bangsawan sungguh kejam. Tidak, kurasa itulah yang menjadikanmu 'Bangsawan Terhormat'."
"—!!"
Halaman-halaman buku yang diambil gadis itu berkibar-kibar saat buku itu terbang menuju Alus. Namun Alus menangkap buku itu tanpa kesulitan.
"Terima kasih telah mengembalikan bukuku. Aku Alus Reigin. Baiklah, aku sudah memperkenalkan diriku. Sudah merasa senang sekarang? Aku tidak tertarik padamu lagi, jadi bisakah kamu pergi?"
"T-Tidak tertarik?! Dan kamu memanggilku.... kejam?! Beraninya kamu melontarkan komentar kasar seperti itu kepadaku!"
Alus telah memperkenalkan dirinya dengan cara yang sama, namun gadis itu semakin marah. Saat itu, bel tanda dimulainya kelas berbunyi.
Para murid yang telah menonton keduanya duduk meskipun hasil akhir mengecewakan, dan kembali ke tempat duduk mereka. Si berwarna Crimson itu, Tesfia, sangat enggan melakukannya, namun mengalah ketika Alice bergerak untuk menenangkannya. Namun, bahkan setelah duduk di kursinya, gadis itu terus menatap tajam ke arah Alus.
Setelah mendapatkan kembali bukunya, Alus sudah melupakan Tesfia. Guru jam pelajaran pertama menyuruh mereka membuka buku pelajaran, namun Alus tidak membawanya. Dia hanya membawa satu buku tebal ini, yang biasa dia pelajari dengan caranya sendiri. Baginya, pelajaran dasar seperti ini membosankan.
Sayangnya, dia tidak dapat sepenuhnya mengabaikan suara gurunya.
"Setelah masuk, kalian diberi lisensi Magicmaster. Lisensi ini sama dengan yang digunakan oleh para Magicmaster yang melayani negara, dan jika kalian memasukan mana melaluinya.... lisensi tersebut menunjukkan hal yang paling penting bagi Magicmaster : peringkat mereka. Peringkat itu dihitung berdasarkan kekuatan mana dan disposisi kalian, menghasilkan angka yang menandakan kekuatan bertarung kalian."
Guru itu menuangkan mana ke dalam lisensi di tangannya. Cahaya khas mana yang dipancarkan, menciptakan proyeksi tiga dimensi di udara yang menampilkan angka 778/119550. Namun, gurunya bukanlah seorang tentara, jadi secara teknis, 'Mantan' melekat pada nomor tersebut. Dengan kata lain, itu adalah nomor yang dia miliki setelah pensiun dari militer.
Buktinya, warna rangking berbeda dengan warna para murid. Sekarang hanya data yang menunjukkan kalau guru itu adalah mantan Magicmaster. Warna digunakan untuk membedakan antara Magicmaster pelajar, Magicmaster pensiunan, dan Magicmaster tugas aktif.
"Tentu saja peringkatnya selalu berubah sesuai dengan hasil latihan dan misimu. Aku ingin kalian semua bercita-cita untuk selalu menaikkan peringkat kalian."
Klasemen Magicmaster semuanya bergantung pada peringkat itu. Oleh karena itu, masa depan dan kemungkinan murid sangat bergantung pada peringkat mereka. Peringkat mereka adalah rapor dan status sosial mereka dalam satu kesatuan.
Kenyataannya adalah bertarung melawan iblis bukanlah segalanya untuk menjadi seorang Magicmaster. Mereka yang telah mencapai Triple Digit seperti guru ini memiliki kemampuan untuk pensiun dari militer untuk menjadi guru. Peringkat yang lebih rendah sering kali berarti upah yang lebih rendah dan lebih banyak kesulitan untuk ditugaskan pada jabatan-jabatan penting. Dalam hal ini, peringkat Triple Digit guru itu sudah cukup untuk membuat kelas tercengang. Meskipun agak kekanak-kanakan untuk menunjukkannya, itu adalah peringkat yang patut dibanggakan.
Tak lama kemudian, kelas dipenuhi oleh murid yang dengan penuh semangat memegang lisensi mereka untuk memeriksa peringkat mereka sendiri.
Namun ada satu area di kelas yang sangat ribut.
"8867!!"
"4521!!"
Suara keterkejutan muncul ketika mereka menemukan peringkat empat digit di antara murid baru, yang biasanya memiliki peringkat lima atau enam digit.
"Alice dan Tesfia punya empat digit!!"
Alice menggaruk pipinya dengan malu, sementara Tesfia menunjukkan ekspresi penuh kemenangan.
Kemudian guru memanggil mereka.
"Ini juga cukup mengejutkan tahun ini. Aku ingat kamu unggul saat ujian masuk, Alice. Dan kamu berasal dari Keluarga Fable, bukan, Tesfia.... itu akan menjelaskan peringkatmu. Aku mendengar kalau penguji tertantang dalam menangani kalian berdua. Terus asah bakat kalian tanpa menjadi orang yang sombong."
"Terima kasih banyak."
"Tapi ingatlah kalau peringkatmu hanya ditentukan selama ujian masukmu. Meski berada di peringkat enam digit, tak perlu merasa kecewa. Bagaimanapun, kalian akan dapat menaikkan peringkat kalian tergantung pada usaha kalian sendiri. Aku ingin kalian terus menempuh jalur Magicmasters, yang adalah cahaya penuntun umat manusia."
Guru memandang ke seluruh kelas dengan senyum puas, lalu melirik ke arah Alus dengan curiga.
"Hm? Kamu yang di sana, apa yang terjadi dengan Lisensimu?"
Menjadi satu-satunya yang tidak mengkonfirmasi peringkatnya di kelas membuat Alus menonjol, suka atau tidak. Hampir semua murid Institut adalah talenta luar biasa yang akan bekerja demi kelangsungan umat manusia. Mereka adalah Magicmaster yang sedang naik daun. Itu sebabnya mereka semua, tanpa kecuali, adalah murid teladan yang sangat ambisius.
Jadi wajar jika seseorang yang duduk diam sambil membaca buku akan terlihat aneh. Semua mata di kelas terfokus pada Alus.
"Aku minta maaf. Aku kehilangan benda itu."
Itu adalah kebenarannya. Lisensi pada dasarnya juga berfungsi sebagai kartu pembayaran sebagai pengganti dompet. Di zaman sekarang ini, hal itu adalah sebuah kebutuhan.
Namun dalam kasus Alus, tidak memilikinya tidak menyakitinya sedikit pun. Jika ada sesuatu yang dia butuhkan, dia hanya perlu memintanya dan militer akan menyediakannya; dan dengan gajinya yang sangat tinggi, Alus memiliki lebih banyak uang daripada yang dapat dibelanjakannya seumur hidup.
Mengenai rangkingnya, kepala sekolah sudah menyuruhnya untuk merahasiakannya. Dan karena dia berencana menghabiskan sisa hidupnya di Institut, dia tidak perlu peduli dengan rangkingnya itu.
"Aku yakin kamu terlalu malu untuk menunjukkannya. Bahkan jika kamu memiliki peringkat enam digit, tidak perlu malu untuk saat ini."
Tesfia menyatakan dengan lantang dengan nada meremehkan. Dia tertawa mencemooh Alus.
Didorong olehnya, teman sekelas lainnya mulai meremehkan Alus. Hal ini disebabkan karena lingkaran pertemanan sudah terbentuk di kelas. Ketika dihadapkan pada pilihan untuk memihak seseorang yang diasingkan dari semua orang, dan setidaknya seseorang yang mereka kenal, pilihan mereka sudah jelas. Terlebih lagi, karena mereka semua adalah murid yang serius dan berprestasi, mereka tidak menganggap sikap kurang ajar Alus itu lucu.
"Konyol."
"Apa kamu ini seorang pecundang? Jika kamu sangat kesal, mengapa kamu tidak menunjukkan peringkatmu itu pada kami?" Tesfia berargumen dengan keras, mengikuti pernyataan Alus yang tidak masuk akal.
Namun, Alus tahu kalau peringkat yang lebih tinggi hanya berarti seseorang akan diberi misi yang lebih berbahaya. Karena yang lain melihat itu sebagai alasan keberadaan mereka sebagai Magicmaster, dia dan mereka pada dasarnya tidak akan pernah saling memahami.
Para Magicmaster pemula di sini belum pernah melihat Iblis dan Monster yang ada di Dunia Bagian Luar. Double atau Triple Digit memang satu hal, namun peringkat empat digit dan di bawahnya tidak berdaya di mana pun kecuali di lingkungan Institut.
Tidak peduli seberapa kuatnya mereka, begitu mereka keluar, mereka yang akan mati dan pasti mati. Itulah kenyataannya. Helaan berat keluar dari bibir Alus. Sekarang dia benar-benar kehilangan fokusnya untuk membaca. Dia bisa menangani gurunya sendirian, tidak ada masalah, dan setelah selesai kelas bisa berjalan tanpa gangguan, namun sepertinya sudah menjadi sifat gadis bernama Tesfia ini untuk menyudutkan seseorang.
Alus menutup bukunya, berdiri, dan mulai meninggalkan kelas.
"Tunggu—Kamu mau ke mana?!"
Berbeda dengan guru yang kebingungan, Tesfia memunggungi Alus dan berbicara kepada guru dengan ekspresi penuh kemenangan.
"Sensei, menghadapi pecundang yang tidak punya motivasi sepertinya hanya akan menjadi penghalang pembelajaran. Jadi tolong lanjutkan pelajarannya."
Meninggalkan ruang kelas, Alus menuju perpustakaan daripada laboratoriumnya. Berada di gedung yang sama dengan ruang kelas, dia bisa menghabiskan waktunya di sana dan kembali tepat waktu untuk jam pelajaran kedua. Seperti yang diharapkan, perpustakaan dipenuhi dengan buku ke mana pun dirinya memandang. Semua buku itu membahas tentang sihir, tanpa satu pun volume yang tidak diperlukan. Bagi Alus, itu adalah ruangan yang penuh harta karun.
Tentunya, kenyataan yang disayangkan adalah kebanyakan dari mereka tidak berguna untuknya. Faktanya, sangat mungkin dia telah mengingat semua pengetahuan yang tercatat dalam buku-buku ini. Meski begitu, akan menyenangkan untuk mencoba dan melihat apa ada penemuan bagus yang bisa didapat di sini. Dan karena itu akan menjadi sebuah harta karun, maka ada maknanya jika benar-benar menggali ilmu yang bisa didapat dari buku-buku ini.
Perpustakaan ini adalah tempat sempurna baginya untuk mengatasi rasa frustrasi yang dia alami di kelas. Namun pada akhirnya, Alus tidak berhasil menemukan sesuatu yang bagus. Waktu berlalu, dan lonceng yang menandakan akhir periode pertama tanpa ampun berbunyi sebelum dirinya menyadarinya.
"Kurasa aku akan kembali lagi nanti." Meski tidak puas, Alus dengan enggan meninggalkan perpustakaan.
Periode kedua adalah latihan berupa pertarungan simulasi. Semua orang berganti pakaian ke seragam pelatihan yang ditentukan Institut di ruang ganti.... namun ruang ganti laki-laki dipenuhi dengan tatapan tajam yang diarahkan ke Alus.
"Tsk, jika kau tidak ingin berada di sini, pergilah."
Alus bisa mendengar ucapan kasar seperti itu, namun dia tidak merasakan sedikitpun ketidaknyamanan. Telah bertugas di militer sejak masa kanak-kanak dan mencapai prestasi lebih dari siapapun, tatapan bermusuhan seperti ini sudah menjadi kejadian sehari-hari baginya. Bagaimanapun, ketika prestasinya terus meningkat—dan peringkatnya pun ikut meningkat—cemoohan dan caci maki pun ikut mereda.
Di masa lalu, dia berpura-pura tenang, namun sekarang itu bahkan bukan bagian dari rencananya. Dia tidak tertarik. Dia bahkan merasa agak nostalgia ketika bermandikan permusuhan dan penghinaan itu. Dengan cepat mengganti pakaiannya, dia keluar dari ruang ganti dengan sebuah buku kecil di bawah lengannya.
Di tempat latihan berbentuk kubah, segala kerusakan fisik digantikan dengan kerusakan mental melalui sihir, jadi meskipun ada kemungkinan pingsan, tidak ada cedera fisik yang akan terjadi. Pertarungan simulasi adalah pertarungan yang menggunakan seni bela diri, senjata, atau sihir. Lawan dalam pertempuran ini ditampilkan pada panel di tengah kubah.
Seorang guru hadir, namun dengan murid Institut yang begitu serius dan berdedikasi, kemungkinan siapapun menggunakan gerakan terlarang atau menyontek sangat rendah; dan karena ini hanyalah pertarungan simulasi, guru hanya memberikan sedikit perhatian.
Guru itu menekan tombol acak. Layar tersebut menunjukkan nama seluruh peserta yang akan dicocokkan satu sama lain secara acak.
Sepuluh kelompok dibentuk untuk mengadakan pertarungan simulasi dari kelas 40. Untuk mencegah kelompok saling bersentuhan satu sama lain, penghalang sihir membagi tempat latihan.
Kebetulan, senjata diperbolehkan di tempat latihan. Tentu saja, itu terbatas pada senjata dengan mana yang diterapkan padanya. Senjata bantu itu memiliki efisiensi dalam melakukan peningkatan mana, dan dimaksudkan untuk menghasilkan kinerja sihir asli. Senjata-senjata ini disebut AWR (Assist Weapon Recovery), atau disingkat Aura.
Pedang dan tombak yang terbuat dari bahan yang satu-satunya sifat kekerasannya tidak berguna melawan iblis dengan cangkang luarnya yang super keras, jadi tidak ada Magicmaster yang menyukai mereka. Senjata-senjata semacam itu murni untuk digunakan melawan orang-orang, dan membawanya ke mana-mana seperti mengumumkan kalau mereka hanyalah warga sipil biasa.
Di tempat pelatihan terdapat segala jenis senjata yang disiapkan oleh Institut. Sebagai murid baru, sangat sedikit murid yang memiliki Aura pribadi. Siapapun yang berhasil, adalah mereka yang telah dilatih untuk menjadi Magicmaster sebelum mereka diterima di Institut.
Tentunya, Alus adalah salah satunya. Namun yang sekarang ada di tangannya bukanlah senjata, melainkan sebuah buku yang sama sekali tidak berhubungan dengan tujuan latihan ini.
"Suatu kemuliaan bertemu lagi denganmu."
Tiba-tiba, suara kekaguman terdengar dari seseorang di salah satu sudut tempat latihan. Saat melirik ke atas, Alus melihat Tesfia di tengah sekelompok murid, dengan satu Katana tergantung di pinggang tipisnya.
Sebuah Katana, betapa kunonya.....
Bahkan Alus, yang pernah melihat semua jenis senjata di militer, hanya mengetahui beberapa Magicmaster yang menggunakan Katana sebagai AWR mereka. Ketika berbicara tentang AWR, pedang bermata dua lebih berguna daripada Katana bermata satu, dan menjadi lebih umum.
"Senjata ini telah diturunkan di keluargaku dari generasi ke generasi. Karena aku selalu menggunakan senjata ini, itulah yang paling biasa aku gunakan."
Tesfia mungkin satu-satunya di tempat pelatihan yang memiliki AWR sendiri. Satu-satunya di kelasnya, dan mungkin satu-satunya di angkatannya.
Murid yang sedang dalam perjalanan untuk menjadi Magicmaster sejati harus menemukan karakteristik sihir mereka sendiri sambil terus belajar, sambil juga mencari tahu jenis senjata apa yang paling cocok untuk mengeluarkan potensi penuh mereka. Oleh karena itu, lazimnya hanya mendapatkan AWR pribadi setelah lulus dari Institut. Sebaliknya, itu berarti hampir semua Magicmaster penuh memiliki AWR mereka sendiri. Peran AWR adalah untuk membantu konduksi mana. Hal ini meningkatkan konduktivitas.
Daripada langsung menciptakan api atau air, melewatkan mana melalui AWR itu sendiri akan mengurangi kebocoran. Seseorang juga tidak perlu menggunakan mantra sebagai pemicunya setiap saat.
Faktanya, pengembangan AWR dimulai sebelum sistemisasi sihir. Senjata tradisional yang digunakan umat manusia, senjata api dan senjata tajam, terbukti sama sekali tidak berguna melawan iblis. Semua senjata itu mereka mungkin bisa menggores kulit terluarnya yang keras, namun semua senjata itu tidak bisa menimbulkan luka yang fatal.
AWR diciptakan dengan bekerja berdasarkan prinsip bagaimana menembus kulit terluar iblis dan membunuh mereka. Pada saat itu, AWR hanya terdiri dari senjata yang keras dan tidak bisa dipecahkan, yang tingkat mematikannya meningkat dengan memberinya mana, namun AWR modern telah berkembang jauh melampaui aslinya. Dengan mengukir seluruh bilah pedang dengan formula sihir yang diciptakan melalui kombinasi karakter terlupakan yang tidak dapat dipahami—juga disebut Lost Spell—Adalah mungkin untuk menggunakan sihir dengan senjata sebagai katalis.
Melalui proses itu, umat manusia berhasil menghilangkan langkah rapalan, dan memperoleh kekuatan yang cukup untuk menghadapi para Iblis.
Itu sebabnya, meskipun mereka adalah Magicmaster, tidak ada seorang pun yang menggunakan tongkat kayu seperti yang biasa kalian lihat di dongeng, alasannya karena tongkat itu tidak praktis untuk digunakan sebagai senjata. AWR memprioritaskan bantuan sihir. Sulit untuk mengukir tongkat sihir dengan formula sihir, sehingga membuatnya tidak cocok lagi.
Saat kekaguman menghujani Tesfia, dia melirik Alus dan menjentikkan pedangnya dengan suara berderit. Bilah yang mencuat dari sarungnya penuh dengan Lost Spell yang terukir dipedangnya. Gadis itu sepertinya memprovokasi Alus, namun Alus berencana melewati periode ini dengan damai juga. Alus tidak ingin melepaskan buku yang sedang dibacanya sedetik pun saat istirahat.
Akhirnya pengacakan berakhir, dan nama-nama teman sekelasnya yang tidak dia kenal muncul di layar satu demi satu. Tempat latihan pertama, tempat latihan kedua, dan di tempat latihan ketiga, nama Alus muncul.
Nama Tesfia tercatat untuk tempat latihan kedelapan. Untungnya, mereka tidak berada di tempat latihan yang sama, namun karena mereka berdekatan, jelas Alus akan dibandingkan dengan gadis itu oleh para penonton. Dengan meremehkan Alus, mereka bisa meyakinkan diri mereka sendiri tentang kemungkinan mereka sendiri. Membentuk peringkat yang jelas memungkinkan semua orang memahami siapa yang lebih unggul.
Tanpa mengambil senjata, Alus menuju tempat latihan ketiga sambil membolak-balik halaman bukunya. Lawannya adalah seorang anak laki-laki yang tidak dia kenal. Laki-laki itu adalah teman sekelas, namun Alus tidak tertarik padanya. Rambut pendek kasar anak laki-laki itu berwarna coklat kemerahan yang khas, dan seperti yang diduga, matanya yang sipit dipenuhi dengan rasa jijik saat dia melihat ke arah Alus. Di tangannya ada AWR tipe pedang yang laki-laki itu pinjam.
20 murid yang tidak bertanding menjadi penonton, dan seperti yang diharapkan Alus. Separuh dari mereka memilih menonton pertandingan Tesfia di tempat latihan kedelapan, sedangkan separuhnya lagi menonton pertandingan Alus. Mereka berharap Alus mendapatkan kekalahan telak. Biasanya penonton akan disibukkan dengan ekspektasi dan analisa, mencoba menebak siapa yang akan menang, namun mata yang tertuju pada Alus semua mengejeknya. Hal itu seperti pertunjukan aneh yang tidak menyenangkan karena mengolok-olok yang lemah.
Apa yang harus dilakukan untuk ini....?
Alasan Alus memikirkan apa yang harus dilakukan adalah karena dirinya merasakan tatapan tajam padanya. Alice berada di antara murid yang menyaksikan pertandingannya, namun Alus tidak merasakannya tatapan hinaan atau cemoohan darinya.
Pandangan ragu-ragu itu terpaku padanya, mengikuti setiap gerakannya dengan cermat. Meski luar biasa, kekhawatiran Alus ada di tempat lain.
Dia sebenarnya sudah menyerah pada pertandingan ini. Malah, dia sengaja ingin kalah agar dia bisa menyelesaikan ini dengan cepat. Meskipun menyembunyikan peringkatnya adalah bagian dari hal itu, dia benar-benar tidak ingin membuang-buang waktu.
Meski begitu, meskipun dia ingin kalah, dia tidak berniat menerima kerusakan apapun. Dia sedang memikirkan cara untuk kalah tanpa melakukan serangan, dan tanpa membiarkan penonton mengetahui tujuan sebenarnya.... Menipu penonton dan guru adalah hal yang mudah bagi Alus, termasuk Alice dan Tesfia.
Satu-satunya yang membebani pikirannya adalah pemilik tatapan tajam itu. Dia tidak tahu siapa orang itu, namun kemampuan mereka mungkin selevel peringkat Triple Digit. Jika itu masalahnya, mereka seharusnya tidak menyadari apa yang sedang dilakukan Alus.... namun dia menghela napasnya betapa tidak nyamannya diawasi.
"Bicara tentang keberuntungan. Ini sempurna bagiku untuk mencoba hasil dari usahaku sehari-hari sepuasnya. Haa, ini seperti melawan karung tinju."
Kata lawan Alus sambil mengejek.
Salah satu kontestan memiliki pedang AWR, sedangkan kontestan lainnya hanya memegang sebuah buku. Bagi para penonton, hasilnya sudah ditentukan.
Alarm berbunyi menandakan dimulainya pertandingan, tanpa memberi mereka waktu untuk memastikan senjata pihak lain.
Murid laki-laki itu mulai berlari. Gerakan amatirnya tak tertahankan untuk dilihat Alus. Alus terkesan lawannya tak malu melakukan hal itu di depan penonton.
Sepertinya lawannya memasukkan mana ke pedang AWR-nya, mana yang menutupi pedangnya sangat lamban. Bahkan fungsi bantuan pun tidak dapat membantunya.
Alus menyamai kecepatan pedang yang terlalu lambat dan membuatnya tampak seperti dirinya baru saja mengelak di detik terakhir. Di sela-sela serangan, matanya menelusuri halaman bukunya sambil melanjutkan membaca. Faktanya, dia bahkan tidak perlu mengikuti pedang itu dengan matanya.
Lawannya mundur, membuat jarak di antara mereka, dan menuangkan banyak mana ke dalam pedangnya. Menanggapi hal itu, formula sihir yang terukir pada bilahnya mulai bersinar merah.
"‹‹Burn Edge››"
Mengikuti suara itu, api melilit pedangnya.
Biasanya dimungkinkan untuk menghilangkan mantra, namun karena lawan Alus telah maju dan tetap menggunakan mantra, lawannya itu berada pada level lima digit atau dia hanyalah seorang idiot.
Tentu saja, meski bisa dihilangkan, penggunaan nama sihir mempunyai efek membantu membangun fenomena tersebut; namun senyum puas di wajah murid laki-laki itu menunjukkan dengan jelas kalau dia tidak mengerti apa yang dirinya lakukan. Kemampuannya untuk menggunakan kekuatan hanya dengan nama sihir itu semua berkat bantuan AWR.
Melakukan hal itu tanpa bantuan akan menempatkan seseorang pada level Triple Digit. Pertama-tama, lawannya itu mungkin bahkan tidak tahu kalau Burn Edge adalah mantra yang lebih rendah. Mantra itu adalah versi sederhana dari mantra tingkat lanjut Flame Blade, kekuatannya beberapa tingkat di bawahnya.
Melihat lawannya terlihat begitu puas menggunakan sesuatu seperti itu sungguh menyedihkan bagi Alus, dan dia hampir merasa malu padanya. Para penonton tidak terlalu terkejut, namun mereka menahan napas karena mengira kesimpulannya sudah dekat.
Sorakan penuh semangat datang dari tempat latihan kedelapan tempat Tesfia bertarung. Sementara itu, di tempat latihan ketiga, para penonton menggumamkan hal-hal seperti "Tamatlah dia" setiap kali Alus nyaris menghindari serangan.
Tidak ada ketegangan yang terjadi di sini, membuat kesenjangan besar antara kedua tempat latihan. Baik celah besar maupun suara mereka tidak terdengar sebagai kebisingan bagi Alus.
Hanya Alice yang dengan gelisah mengawasi pertarungan itu. Kekuatan mengalir ke jari-jarinya, dan tangannya yang terkepal erat sepertinya berdoa agar Alus tetap aman. Itulah sekilas kebaikan alami yang dimiliki gadis itu. Pedang murid laki-laki yang menyimpan sihir mendekat.
Karena tidak ada gunanya memperpanjang pertempuran, Alus menutup bukunya, siap menyelesaikan semuanya. Dia dengan sengaja mengambil pedang yang diayunkan ke arahnya secara diagonal, namun di saat yang sama, dia meletakkan buku itu di antara tubuhnya dan pedangnya.
Gelombang kejut yang diakibatkannya menimbulkan awan debu. Ketika keadaan sudah tenang, Alus sedang berbaring telungkup di tanah, dan murid laki-laki yang terengah-engah itu keluar dari posisinya.
Bel tanda berakhirnya pertandingan berbunyi.
"—!! Alus-san....."
Alice menyuarakan kekhawatirannya. Karena gadis itu yakin Alus yang menerima serangan itu secara langsung, wajar saja jika gadis itu terdengar sangat tertekan.
Bahkan melihat seorang gadis cantik begitu khawatir terhadap kekalahannya, murid lain yang telah melihatnya tidak dapat menahan diri untuk tidak mengejek kesalahan besar si pecundang itu. Ekspresi mereka berubah menjadi penghinaan terhadap yang lemah. Tapi berbeda dengan kekhawatiran Alice—
"—!!"
Alus bangkit kembali seolah-olah tidak terjadi apapun, yang mengejutkan semua orang yang hadir. Dia kemudian membuka kembali bukunya dan meninggalkan area latihan, tanpa mengalihkan pandangan dari halaman buku itu.
Siapapun yang melihat pemandangan itu pasti bertanya pada diri sendiri siapa pemenang sebenarnya.
Melihat ekspresi tercengang penonton, Alus menyadari kalau dirinya telah melakukan kesalahan dalam mengakhiri pertandingan yang terlalu cepat itu. Sebenarnya para murid tercengang dengan betapa tenangnya Alus, namun dia gagal memahaminya.
Alus berpikir dalam hati, bagaimana seseorang bisa terkena serangan sihir tingkat itu. Pilihan terbaik adalah menerima serangan itu. Jika pertarungan terus berlanjut, dia mungkin akan melakukan serangan balik secara refleks. Mencoba menyamai level lawan yang lebih rendah ternyata sulit. Dorongan untuk terus membaca juga berperan dalam kesibukannya menyelesaikan pertarungan.
Yah, meskipun aku bertindak seolah-olah aku dikalahkan, memang benar aku tidak memperhatikan detailnya dan melakukannya dengan sempurna. Bagaimanapun, pertandingan ini hanya membuang-buang waktu.
Sementara itu, pandangan ragu yang tertuju pada Alus menghilang begitu pertarungan berakhir.
"Apa kamu baik-baik saja, Alus-san? Apa kamu terluka di suatu tempat?" Segera setelah Alus mencapai tepi luar tempat latihan, Alice berlari ke arahnya, dengan hati-hati memeriksa tubuhnya.
"Kalian tidak menerima kerusakan fisik apapun di tempat latihan ini."
"....Ah! Kamu benar."
Ekspresi curiga di wajah Alice memberitahunya kalau masih ada sesuatu yang tidak beres.
Melirik tubuhnya, Alus menyadari kalau dirinya telah melakukan kesalahan sepele. Dia tentu saja adalah orang yang menciptakan gelombang kejut sebelum pertarungan berakhir. Gelombang itu dimaksudkan agar orang-orang tidak menyadari kalau dia melakukan serangan dengan sengaja, namun karena dia tidak ingin mengotori pakaiannya karena lelucon seperti ini, dia secara tidak sadar melapisi tubuhnya dengan mana.
Meski begitu, bukanlah hal yang aneh bagi seorang Magicmaster untuk melakukan hal ini. Setiap kali dirinya menjalankan misi di Dunia Bagian Luar, dia selalu mengeluarkan mana yang cukup untuk menutupi tubuhnya.
Alhasil, meski tertutup awan debu, Alus tidak memiliki setitik kotoran pun di tubuhnya. Secara mendadak
"Yang lebih penting, bukankah kamu seharusnya melihat temanmu itu?"
"Fia akan baik-baik saja. Dia sangat kuat."
Fia? Alus mengira itu adalah nama panggilan, namun karena Alus itu tidak tertarik dengan pertarungan yang sedang berlangsung di tempat latihan kedelapan, dia menoleh untuk melihat bukunya. Karena dia menggunakannya untuk memblokir pedang dalam pertarungan simulasi itu, dia memeriksa kerusakan yang ada pada cover bukunya. Meskipun dia melapisinya dengan mana, kertas tetaplah kertas. Untungnya tidak ada yang rusak, atau bahkan kotoran apapun.
Lega melihat bukunya tidak rusak, Alus mengganti topik.
"Alice, benar? Giliranmu akan segera tiba, kan?"
"Ya."
Karena Alus ingin kembali ke fokusnya sesegera mungkin, dia dengan terampil mengubah topik.
"Aku mungkin kalah, tapi semoga beruntung. Aku berharap kamu menang."
"Tentu! Aku tidak akan menahan diri. Bagaimanapun, kita tidak mendapat banyak peluang seperti ini sebagai murid baru. Dan Alus-san, meskipun kamu tidak terluka, tolong jangan memaksakan diri." Alice memberinya senyuman lebar dan melipat lengan bajunya, seolah berkata, 'Serahkan padaku'.
Alus telah mengatakan hal-hal yang tidak dirinya maksudkan pada gadis itu selama percakapan mereka, namun dia tidak ingin berlarut-larut lagi. Dia berpisah dengan Alice, dan bersandar pada dinding dekat pintu. Sepertinya dia merasa sedikit lelah karena berbicara lebih banyak dari biasanya.
Bagi para Magicmaster, pertarungan simulasi adalah salah satu pelajaran paling menarik. Karena penggunaan sihir dilarang di luar tempat latihan, tempat ini adalah tempat yang tepat untuk menguji perkembangan mereka. Itu sebabnya murid baru Alus, yang sudah kehilangan minat, tidak bergabung dengan penonton lainnya pasti dilihat oleh yang lain sebagai pecundang yang pasrah pada nasibnya.
Pertarungan Tesfia tampaknya telah berakhir, dan sorak-sorai sebelumnya berubah menjadi pujian bagi pemenangnya. Saat Tesfia meninggalkan tempat latihan dengan semangat tinggi, Alice berlari ke arahnya dan mulai membicarakan sesuatu. Di saat yang sama ujung bibirnya terangkat, dan dia melirik ke arah Alus, tersenyum padanya.
Alice kemudian melangkah ke tempat latihan kedelapan Lawannya adalah siswa laki-laki, namun gender tidak menjadi masalah dalam pertarungan antar Magicmaster. Hal itu karena keterampilan sihir memainkan peranan yang jauh lebih besar dalam hasil daripada kekuatan fisik semata.
Berbeda dengan murid yang menyaksikan pertarungan Alus untuk menertawakannya, Alice adalah definisi serius. Mengingat rasa terima kasihnya atas kekhawatiran gadis itu terasa sedikit aneh, namun Alus mencurahkan sebagian waktunya yang berharga untuk menonton pertandingan gadis itu.
Alice sedang memegang Naginata di tangannya.
Satu lagi senjata kuno.
Namun, penanganan Naginata Alice adalah pemandangan yang patut dilihat. Bukan karena serangannya yang cepat, atau keterampilannya yang bagus, namun gerakannya sangat lancar. Dia masih memiliki banyak ruang untuk berkembang, namun peralihan antara menyerang dan bertahan sangat brilian. Itu terlihat seperti akrobatik, nanun dia menyempurnakan gerakannya untuk mengurangi celahnya sebanyak mungkin.
Naginata adalah sesuatu yang gadis itu pinjam dari Institut, namun dia tidak akan bisa menggunakan senjatanya seperti itu jika dia tidak terbiasa. Tampaknya, gadis itu mahir menggunakan senjata panjang seperti tombak. Seni bela diri pada level ini pantas untuk dilihat, namun itu saja tidak akan menentukan hasil pertarungan antar Magicmaster. Sihirlah yang menentukan hal itu.
Melawan Iblis dalam pertarungan nyata, menggunakan teknik untuk menambahkan mana pada senjata—Juga dikenal sebagai Enchantment—adalah efektif, namun pada dasarnya itu tidak bisa dibandingkan dengan serangan langsung dari mantra.
Ada juga banyak iblis yang bisa mengurangi kerusakan akibat luka sayatan dan luka, atau bahkan regenerasi dari luka tersebut. Saat melawan Iblis, seseorang harus secara akurat menyerang titik lemah mereka, inti mereka, atau menghancurkannya seluruhnya melalui serangan berkekuatan tinggi. Dalam hal ini, penggunaan sihir efektif baik dalam kekuatan maupun jangkauannya. Posisi inti itu bervariasi tergantung pada setiap Iblis, jadi sulit untuk mengetahui lokasinya secara akurat.
Lawan Alice menggunakan Knuckle Duster. Senjata itu adalah salah satu senjata utama yang digunakan oleh Magicmaster yang lebih menyukai pertarungan jarak dekat. ‹‹Ice Arrow›› dibuat di ujungnya, lalu mata panahnya dilubangi dan dikirim terbang.
Mantra itu adalah mantra tingkat pertama yang sering digunakan oleh para Magicmaster pemula—Magicmaster yang hanya menerima pendidikan dasar. Mantra iru adalah mantra pertama yang diajarkan, dan bisa digunakan dengan atribut dasar apapun : api, air, es, angin, petir, atau tanah.
Alice memutar Naginata-nya. Saat dia melakukannya, bilahnya mulai bersinar samar.
".......!"
Saat Ice Arrow itu menyentuh Naginata-nya, es itu hancur berkeping-keping. Tapi bukan itu saja. Pecahan es tersebut memantul kembali dan menyerang murid laki-laki yang melancarkan serangan.
Laki-laki itu menerima serangan langsung. Matanya terpejam, dia terjatuh ke tanah, bahkan tidak mampu menahan kejatuhannya. Pertandingan telah diselesaikan dalam sekejap.
Seperti halnya Tesfia, sorakan muncul atas kehebatan dua peringkat empat digit di kelas tersebut. Alice keluar dari tempat latihan dengan langkah cepat, melakukan tos pada Tesfia, seolah-olah mereka telah memutuskannya sebelumnya.
Yang tadi itu ‹‹Reflection››.... Tidak, itu ‹‹Reduction››, bukan.
Reflection, biasa disebut Counter, adalah mantra tingkat menengah. Reduction, yang satu langkah lebih tinggi, bukanlah jenis mantra yang bisa digunakan murid. Keduanya termasuk dalam atribut cahaya.
Namun, hanya sedikit yang bisa menggunakan sihir atribut cahaya. Kesesuaian seseorang untuk sebagian besar atribut sihir diperoleh setelah lahir, namun atribut cahaya memerlukan kualitas bawaan. Karena itu, hanya ada sedikit Magicmaster yang bisa menggunakannya.
Sedangkan untuk atribut sihir, selain tanah, air, api, angin, es dan petir, ada juga cahaya dan kegelapan yang disebut juga elemen. Ada juga sifat-sifat yang tidak termasuk dalam sifat-sifat di atas.
Seperti yang dimiliki Alus.....
Saat pelatihan memasuki babak kedua, pelatihan hampir sepenuhnya beralih ke belajar mandiri. Waktu ini adalah waktu yang disisihkan untuk mempelajari mantra baru, atau untuk menyempurnakan mantra yang sudah mereka ketahui. Tidak peduli seberapa banyak seseorang berlatih sihir, tidak ada yang sia-sia.
Meskipun ada perbedaan antar manusia, tindakan menggunakan mana berulang kali akan meningkatkan kapasitas maksimum mana mereka.
Mana diciptakan tanpa henti di dalam tubuh, namun mana itu hanya mengisi wadah seseorang sampai seseorang itu mencapai batas atas kapasitasnya. Setelah penuh, batas atas akan menghentikan pembuatan mana lebih lanjut. Namun itu mungkin untuk memperluas wadah mereka dengan mengeluarkan dan memulihkan mana.
Meskipun batas atas seseorang adalah seperti saat lahir karena perbedaan individu, kapasitas mana dapat ditingkatkan karena kemampuan untuk mengembangkannya melalui pelatihan.
Wajar jika murid baru tidak mempunyai tantangan yang cukup jelas bagi mereka untuk belajar sendiri, jadi mereka dengan penuh semangat melanjutkan pertarungan simulasi mereka bahkan hingga periode belajar mandiri. Di antara mereka—Alus tanpa malu-malu memanjakan dirinya dengan membaca bukunya.
Tempat latihannya cukup seragam, dengan banyak sekali kotoran tersebar di tanah. Ini di luar pertimbangan Magicmaster atribut tanah. Jadi meskipun sedikit berdebu, tidak ada yang tidak bisa dipecahkan oleh mana. Saat ini, seharusnya tidak ada orang yang mengganggunya. Mereka semua seharusnya terlalu sibuk menonton pertandingan atau mencari lawan, sehingga pecundang yang menjauhkan diri dari mereka seharusnya sudah tidak terlihat lagi, sudah tidak ada pemikiran semua itu dalam pikirannya.
.....Atau setidaknya itulah yang dipikirkan Alus.
"Tolong biarkan saja dia!"
"Ini akan menjadi pelajaran yang sempurna untuknya. Hei, ikut aku sebentar."
Tiba-tiba, terdengar suara-suara. Alus mendongak dan melihat Tesfia menatapnya, dengan Alice berusaha menghentikannya.
Alus bahkan tidak berusaha menyembunyikan ekspresi muaknya. Dia meletakkan jarinya di antara halaman-halaman itu dan menghela napasnya.
"Kamu benar-benar gigih. Aku berharap kamu menempatkan dirimu pada posisiku."
"Jangan melupakan apa yang telah kamu lakukan."
"Hm? Apa yang kamu bicarakan?"
"Apa—! Aku tidak akan membiarkanmu mengatakan kalau kamu lupa karena menghina Keluarga Fable!"
Aku rasa hal seperti itu memang pernah terjadi. Itu baru beberapa jam, namun itu adalah sesuatu yang sangat kecil sehingga Tesfia masih perlu menyebutkannya agar Alus dapat mengingatnya.
"Memangnya ada apa dengan itu?"
"—!! Memangnya ada apa dengan itu, katamu.... jangan main-main denganku! Kamu tidak tahu apa artinya menyandang nama ini. Itu bukan sesuatu yang bisa kamu abaikan dengan mudah!!"
Bahkan dengan Tesfia mengatakan itu, hal itu adalah pendapat Alus yang sebenarnya, dan itu hanyalah hal kecil baginya. Malahan, dia lebih kesal karena gadis itu menghalanginya membaca karena hal seperti ini.
Alus mulai kehabisan kesabaran. Hari ini adalah hari yang buruk. Dia dengan enggan berdiri, dan karena perbedaan tinggi badan mereka, akhirnya dia menunduk ke arahnya. "Itu kesalahanku. Jadi berhentilah menggangguku."
Setelah mengucapkan permintaan maaf kosong ini, matanya kembali ke bukunya.
"Jangan meremehkanku!!"
Tesfia dengan marah menepis buku itu dari tangannya dan melemparkannya ke udara.
Para penonton menoleh ke arah mereka, saat mereka mendengar suara marah Tesfia. Mereka bertanya-tanya apa yang sedang terjadi, terkejut dengan penampilannya yang mengancam dan keseriusan situasi itu. Semua orang terdiam. Bahkan para murid yang sedang dalam pertarungan simulasi menghentikan apa yang mereka lakukan. Mengganggu fokus mereka karena hal seperti ini, meskipun mereka sedang berlatih, adalah tanda kurangnya pengalaman mereka.
Halaman-halaman buku yang Alus baca berkibar-kibar sebelum berguling-guling di tanah, menjadi kotor karena debu di tempat itu.
"Fia!!" Alice berteriak, memperingatkan kalau Tesfia telah melewati batas dan bertindak terlalu jauh.
Tesfia merasakan kemarahan yang serius dalam suara tajam sahabatnya, dan mundur selangkah. Namun matanya masih berkobar karena kebencian pada Alus.
Karena Tesfia yang berambut berwarna crimson itu sangat marah pada Alus, gadis itu pasti punya kebanggaan. Itu hanya hal sepele bagi Alus, jadi Alus merasa gadis itu sombong. Namun, itu berbeda baginya..... tetap saja, itu menunjukkan betapa tidak dewasanya gadis itu.
Gadis itu belum pernah melihat Iblis dan benar-benar berpuas diri dengan hidup dalam damai, tidak mengetahui para Magicmaster yang berkorban menghentikan invasi para Iblis. Dia tidak menyadari betapa berharga dan berartinya penghalang sihir yang melindungi mereka. Gadis itu masih anak-anak. Kebangsawanannya belum dewasa dan tidak lengkap, karena dia tidak tahu betapa pahitnya kenyataan yang sebenarnya.
Setelah masuk militer, Alus menjadi sasaran pembulian oleh orang dewasa yang ukurannya satu atau dua kali lipatnya. Orang dewasa itu sempat merasa iri atau rendah diri dan membuat Alus menjalani cobaan berat. Karena itu, dia memiliki mental yang kuat untuk mengabaikan banyak hal. Tentu saja hal ini tidak berjalan mulus baginya.
Namun bahkan dengan pengendalian dirinya, ketidaksenangannya terhadap perilaku Tesfia tetap menang.
"Lawan aku!!"
Alus merasa situasinya telah mencapai titik di mana tidak ada pihak yang akan mundur. Dia perlahan berjalan ke tempat bukunya jatuh dan mengambilnya, menyeka kotorannya. Hal ini tidak akan diselesaikan dengan menyerah pada kemenangan seperti yang dia alami saat melawan murid laki-laki itu. Apapun yang terjadi, dia tidak berniat kalah. Dia harus memperjelas semuanya agar gadis itu tidak mengganggunya lagi.
Di kalangan militer terdapat metode dominasi melalui kekerasan atau ketakutan. Namun cara-cara tersebut cenderung menimbulkan antipati, apalagi betapa biadabnya cara tersebut.
Ada kecenderungan di antara para Magicmaster untuk menggunakan peringkat mereka untuk menentukan siapa yang lebih unggul, dan meremehkan mereka yang berada di bawah. Oleh karena itu, senioritas diterapkan pada setiap orang untuk memastikan kalau tidak ada pengaruh terhadap komando.
Itu adalah sesuatu yang Alus juga bisa lakukan. Meskipun itu bukan sesuatu yang patut dipuji, dia berharap hal itu akan membawa kesuksesan. Dia pikir dirinya setidaknya bisa berbuat sejauh itu.
Faktanya, jika tidak, dia akan membuang-buang waktu tiga tahun berikutnya untuk berurusan dengan campur tangan dan masalah yang tidak perlu. Sepertinya gadis yang telah memperlakukan halaman-halaman berharga bukunya ini dengan begitu kejam perlu diajari nilai kekuatan yang lahir dari kebijaksanaan penelitian sihir.
Alus membelai sampul buku itu dengan hati-hati, sambil menatap gadis yang masih menatapnya dengan sikap bermusuhan. "Setelah sekolah. Aku akan menghubungi tempat latihan, jadi kamu tidak bisa mengeluh tentang itu."
"Baik!"
"Fia. Tidak, kamu juga, Alus-san....."
"Mari kita ajukan beberapa syarat di hadapan seorang saksi. Kamu hanya akan melawanku. Jangan bawa sekelompok penggemarmu ke dana. Maaf, tapi—Alice, benar?—Kamu akan menjadi saksi kami."
"Aku tidak keberatan dengan hal itu, tapi....."
Meskipun terlihat jelas dari ekspresi Alice kalau dirinya ingin menghentikan mereka, dia menahan diri untuk tidak mengatakan apapun lebih jauh.
Pada akhirnya, inilah yang mereka berdua inginkan. Terlepas dari bagaimana permulaannya, Alus menerima tuntutan sepihak Tesfia sehingga pertikaian mereka diputuskan atas persetujuan kedua belah pihak. Dan karena itu, Alice hanya bisa mengawasi mereka.
Pilihan untuk menghindarinya sudah semakin berkurang. Kemarahan Tesfia tak kunjung mereda. Alus juga tidak...... situasi sulit seperti ini sering kali menyebabkan kehancuran.
"Akh menerima duel itu sepulang sekolah di tempat latihan ini. Hanya kita bertiga di sini yang akan hadir...."
Masih ada satu jam tersisa sebelum istirahat makan siang, namun Alus segera berganti pakaian dan meninggalkan tempat itu. Tujuannya adalah kantor kepala sekolah.
Biasanya, penggunaan tempat latihan diminta melalui prosedur resmi di meja resepsionis, namun karena Alus perlu menjaga kerahasiaan peringkatnya, keadaannya istimewa. Untuk menghentikan penonton yang penasaran untuk hadir, dia perlu memesan seluruh lokasi.
"Aku tidak keberatan, tapi jauhkan aku dari hal-hal yang berkembang ke arah yang paling buruk."
"Tentu. Malah, aku tersinggung karena kamu mengira aku serius terhadap seorang anak kecil."
"Anak kecil, yah..... Jadi, siapa orang bodoh yang berhasil membuatmu marah?"
Alus memperlakukan seseorang seusianya seperti anak kecil, namun Sisty sangat menyadari kalau Alus tidak bermaksud demikian secara harfiah. Dunia tempat Alus dan para murid itu tinggal berbeda, dan karena itu tak satu pun dari mereka menemukan kesalahan dalam mengajukan pertanyaan.
"Menurutku dia dipanggil Tesfia atau semacamnya...."
"—!! Dia adalah putri dari Keluarga Fable!"
Mata Sisty yang terbuka lebar lebih dipenuhi kegelisahan daripada keterkejutan. Dia itu menekan keinginan untuk tidak mempercayai hal itu.
"Kurasa.... aku tidak bisa membuatmu membatalkannya?"
"Tidak bisa. Dialah yang mengincarku. Jika ada, aku ingin kamu mengatakannya padanya. Selain itu, pertarungan simulasi antar murid secara resmi diakui oleh Institut. Jika kepala sekolah menengahi masalah ini, itu hanya akan membuat masalah menjadi lebih besar." Mendorong pokok permasalahan lebih jauh dengan kepala sekolah, tatapan Alus menyiratkan kaalu intervensinya tidak akan ada gunanya.
Alus kemudian menutup matanya dan menghela napasnya dengan ekspresi muram. Saat dia membuka matanya lagi, matanya penuh dengan kesedihan dan kekesalan, menunjukkan kalau dirinya sudah muak.
"Aku sudah kehilangan waktuku yang berharga, jadi aku ingin menjadikan ini terakhir kalinya."
Kepala sekolah sepertinya ingin mengatakan lebih banyak saat dia membuka mulutnya, namun kemudian dia menghentikan itu. Dia menambahkan—
"Tempat pelatihan Institut tidak seefektif tempat militer, jadi pastikan kamu tidak terlalu keras padanya."
Kerusakan fisik yang terjadi di tempat latihan diubah menjadi kerusakan mental, namun jika Single Digit begitu berlebihan, hal itu bisa menyebabkan efek samping yang serius pada lawannya.
"Aku tahu."
Dengan itu, Alus berbalik untuk pergi, namun dalam perjalanan keluar dia menemukan senjata yang nyaman untuk digunakan dalam duel sepulang sekolah.
"Apa kamu keberatan jika aku mengambil ini?"
"Tidak, tapi untuk apa kamu menggunakan itu?"
"Tentu saja untuk pertarungan simulasi itu.... semua buku yang kumiliki sangat berharga, tahu."
Saat Alus mengatakan ini, dia dengan santai mengambil pamflet Institut dari meja. Tebalnya bahkan tidak satu sentimeter pun, namun pamflet itu seharusnya tidak menjadi masalah.
"Apa kamu yakin hanya dengan itu.....?"
"Ini sudah cukup. Aku tahu apa yang dia mampu lakukan." Menunjukkan pamflet itu kepada kepala sekolah, Alus membalutnya dengan mana. Pamflet yang tadinya sedikit melengkung seperti kertas, tiba-tiba terangkat ke atas dan tetap tidak bergerak.
Melihat itu, mata kepala sekolah terbuka. Kecemasannya sedikit berkurang.
"Sepertinya aku tidak perlu khawatir. Ini pertama kalinya aku melihat pengaliran mana yang begitu indah."
"Terima kasih banyak. Seperti yang kamu lihat, ini sudah lebih dari cukup."
"Kamu benar."
Semakin lancar aliran dan konduksi mana, semakin efektif kekuatan dan struktur mantranya. Bahkan benda paling sepele pun bisa menjadi senjata ampuh dengan kontrol mana yang sempurna.
Jadi jika Alus mengaliri pedang biasa dengan mana, pedang itu akan lebih kuat daripada pedang kelas satu. Itu sebabnya membatasi dirinya pada kertas akan memungkinkan dirinya untuk lebih menyeimbangkan perbedaan kekuatan antara dirinya dan Tesfia.
Meskipun demikian, gagasan Alus tentang keseimbangan tidak dapat diterapkan di sini. Dalam pertempuran, nilai sebenarnya dari senjata yang saling bentrok hanya akan terlihat ketika lawannya setara. Dalam hal ini, Alus hanya menggunakan senjata yang performanya lebih buruk demi menurunkan kekuatan serangannya. Kertas yang dipenuhi mana tidak akan mampu menimbulkan kerusakan serius pada pikiran Tesfia seperti yang dikhawatirkan oleh kepala sekolah.
Tentunya, segalanya akan berbeda jika Alus tidak menggunakan pamflet itu sebagai katalis, melainkan langsung memukulnya dengan sihir. Alus berhenti memberi hormat, namun itu bukan karena dia bersikap sopan, namun lebih karena dia pernah bertugas di militer. Sebaliknya, dia membungkuk dan pergi.
"Sampai jumpa."
"........."
Kembali ke kelas sungguh menyebalkan.
Itu bukan karena Alus merasa terganggu dengan tatapan teman-teman sekelasnya, melainkan karena pelajarannya melelahkan. Jika kehadiran tidak dihitung dalam nilai kreditnya, dia tidak akan pernah menginjakkan kakinya di kelas.
Alus meninggalkan gedung dan pergi ke laboratoriumnya. Gerakannya membuka kunci pintu itu mulus. Gerakan itu juga tidak memakan banyak waktu, karena yang harus dia lakukan hanyalah menuangkan mana ke panel di sebelahnya. Menguncinya bekerja dengan cara yang sama.
Tentunya, seseorang tidak bisa menggunakan sembarang mana. Seperti perbedaan kapasitas mana yang dimiliki seseorang, terdapat informasi sihir seperti susunan mana yang berbeda pada setiap orang, yang digunakan untuk mengkonfirmasi identitas mereka.
Karena ini adalah sesuatu yang digunakan Alus setiap hari, saat dia menyentuh panel, dia menuangkan cukup mana untuk mengonfirmasi identitasnya.
Dengan sandwich yang bentuknya tidak beraturan di tangannya, Alus menikmati makan siang yang sepi—meskipun dia tidak memikirkan apapun—di kamarnya. Jika dia pergi ke kafetaria di halaman Institut, dia akan bisa menikmati makanan enak, namun dia tidak pernah mengunjunginya. Itu karena dia lebih suka membaca buku dan mengobrak-abrik dokumen, bahkan sambil makan. Bahkan sekarang pun, dia belum melirik roti yang dia makan.
Tiba-tiba, Alus teringat tatapan ragu yang dia rasakan selama pertarungan tiruannya. Siapa sebenarnya itu?
Lagi pula, itu sebenarnya bukan masalah. Kepala Sekolah akan mengetahui siapa saja yang terus-menerus mengamati Alus di Institut.
Mungkin karena dendam atau kecemburuan, namun pembunuhan atau terorisme terlalu aneh. Dan jika pihak lain tidak berniat menyakitinya, tidak perlu melakukan apapun untuk menyelidikinya. Jika situasinya menjadi mendesak, dia pasti akan mengetahuinya. Hanya itu yang dia rasakan.
Alus memotong pikirannya, dan melirik ke kamar tidur di sebelahnya. Dia bisa melihat tas atase hitam di sana. Di dalamnya ada satu-satunya partner yang pernah dirinya gunakan di garis depan.
AWR milik Alus yang dibuat khusus. AWR itu adalah keberadaan unik yang merupakan hasil penelitiannya, dan dia telah menambahkan sentuhannya sendiri ke dalamnya. Namanya adalah Night Mist.
Setelah memutuskan untuk pensiun dari garis depan, dia berharap tidak perlu menggunakannya lagi. Namun alasannya membawanya mungkin bukan karena dirinya tidak bisa lepas dari kebiasaannya yang dikembangkan di militer, atau karena itu mewakili hasil penelitiannya yang berharga.
Itu hanyalah pembenaran, karena Alus mungkin secara naluriah merasa kalau dunia luar yang keras adalah tempatnya. Lima puluh tahun telah berlalu sejak White Tower didirikan, dan sebuah penghalang untuk menghentikan invasi para iblis dipasang. Langit yang dilihat dari dalam adalah palsu. Langit itu adalah langit biru cerah setiap hari, pemandangan palsu yang terfilter. Itu sebabnya mereka yang tidak mengetahui dunia luar tidak tahu tentang hujan atau salju. Mereka tidak mengetahui keberadaan awan tebal, atau langit yang dipenuhi awan yang tersebar.
Mereka bahkan tidak mengetahui aroma tanaman hijau yang dibawa oleh angin. Yang mereka tahu hanyalah langit dengan awan yang sama yang bergerak ke arah yang sama setiap hari. Dunia nyata adalah Dunia Bagian Luar yang dikuasai para iblis. Alus tidak tahu berapa kali dia pergi ke Dunia Bagian Luar untuk menjalankan misi. Namun setiap kali melakukannya, dia disambut dengan pemandangan yang membuat hatinya berdebar-debar. Pemandangan itu telah meresap jauh ke dalam pikiran Alus.
Sebelum dia menyadarinya, istirahat makan siang telah usai dan pelajaran telah dimulai. Alus begitu fokus sehingga dirinya bahkan tidak mendengar bunyi lonceng. Tetap saja, dia tidak terburu-buru dan dengan enggan menuju ruang kelas, masih memegang buku yang belum selesai dirinya baca.
Setelah meluangkan waktunya, kelas telah dimulai secara penuh pada saat dia tiba di sana. Saat dia masuk, meski demi kenyamanannya sendiri, dia punya cukup akal untuk tidak mengganggu yang lain. Dia membuka pintu dan duduk di kursi tanpa mengeluarkan suara. Meski begitu, seseorang yang masuk di tengah jam pelajaran terlihat menonjol.
Pandangan sekilas ke arah Alus jauh dari kata ramah. Mereka begitu mengintimidasi sehingga orang-orang bahkan mungkin mendengar bunyi klik dari mulut mereka. Alus menepisnya dengan sikap tenang, namun dia pikir dirinya mendengar bisikan yang mengutuknya. Mungkin rumor pertengkarannya dengan Tesfia sudah tersebar. Peringkat Tesfia dan Alice sudah diketahui seluruh Institut, dan itu wajar saja. Murid baru yang memiliki peringkat empat digit sudah lebih dari cukup untuk mengharapkan mereka memiliki masa depan yang menjanjikan.
Selain itu, penampilan mereka lebih dari cukup untuk menyebut mereka cantik. Tidak sulit membayangkan kecantikan mereka hanya memicu rumor lebih lanjut, dan langsung memberi mereka status selebriti.
Suasana di sekitar Tesfia sangat agung dan menarik, matanya yang pantang menyerah jauh dari kekurangan, dan hanya membantu menonjolkan keanggunannya. Tinggi badannya memang terbilang pendek, namun itu pun menambah kecantikannya.
Senyuman lembut Alice yang selalu gadis itu tunjukkan di wajahnya penuh kasih sayang. Sementara itu, anggota tubuhnya yang panjang dan ramping memikat, memberikan pesona dewasa. Bersama-sama mereka menghasilkan tampilan yang sempurna.
Alus, yang berakhir dalam konfrontasi melawan mereka, telah menjadi musuh bagi hampir semua murid tahun pertama. Terlebih lagi, sikapnya terhadap pembelajaran kelas membuat murid yang serius itu salah arah. Hal itu tidak cocok baginya, karena dia tidak menimbulkan masalah bagi siapa pun.
Dia tidak cukup berpikiran terbuka untuk mempertimbangkan murid yang motivasinya dipengaruhi oleh sikap orang lain terhadap belajar. Hal itu sia-sia. Sebuah usaha yang sia-sia.
Alus tidak peduli dengan orang-orang yang berbisik di belakangnya. Namun jika hal itu mulai menghalangi waktu penelitiannya, dia tidak punya pilihan selain mengambil tindakan. Bahkan sekarang, secarik kertas kusut terbang melewati Alus.
Kertas itu terbang melewatinya—karena tentu saja, Alus menghindarinya. Yang lainnya mengikuti.
Jika ini adalah sesuatu yang Tesfia perintahkan untuk dilakukan, dia bisa membalas kebaikan itu sepulang sekolah; namun orang yang dimaksud sepenuhnya fokus pada pembelajaran yang ada. Tampaknya Tesfia juga tidak berpura-pura tidak menyadarinya. Pandangannya hanya tertuju pada karakter yang diproyeksikan pada layar di depan, dan dia dengan sungguh-sungguh menuliskannya.
Meskipun Alice telah menyadari apa yang sedang terjadi, dia tidak sanggup untuk mengungkapkannya.
Menemukan pelakunya dan membalas hanya akan memperburuk situasi. Namun bahkan Alus pun tidak cukup berkulit tebal untuk mempertahankan fokusnya meski ada banyak hal yang dilemparkan padanya.
Bahkan jika dia bisa, itu adalah kecacatan. Para Magicmaster membutuhkan indera yang tajam untuk bertahan hidup di medan perang. Misi di Dunia Bagian Luar berlangsung lebih dari satu hari. Seseorang harus menahan rasa takut dan kecemasan dari serangan iblis saat mereka makan dan tidur.
Oleh karena itu, indra Alus telah dilatih hingga tidak melewatkan satu langkah pun selama dirinya tetap fokus. Itu sebabnya para murid ini adalah bandit yang mencuri waktu Alus. Dia meluruskan bola kertas pertama yang terbang ke arahnya, merobeknya menjadi potongan-potongan dan meremasnya. Dia kemudian menuangkan mana ke dalamnya.
Menutupi objek dengan mana adalah salah satu teknik paling dasar, namun teknik ini sangat bergantung pada disposisi bawaan seseorang; dan mereka yang pada awalnya kesulitan dengan hal itu akan kesulitan untuk bergerak maju. Namun begitu dipelajari, rasanya seperti mengendarai sepeda dan tidak akan melupakan triknya.
Alus memikirkannya dan menutupi kertas bekas itu dengan mana. Teknik ini juga digunakan dengan senjata. Saat menutupi suatu objek dengan mana, hal terpenting adalah melihat objek tersebut sebagai bagian dari tubuh mereka. Para Magicmaster bisa merasakan mana yang dihasilkan di dalam diri mereka. Jadi meskipun ada perbedaan dalam kemampuan, setiap orang harusnya bisa secara sadar mengedarkan mana ke seluruh tubuh mereka. Namun setelah mana keluar dari tubuh, itu menjadi sulit untuk dilihat.
Hal itu mungkin untuk dirasakan melalui fenomena yang terwujud setelah mengaktifkan mantra, namun itu karena mana seseorang diubah melalui formula sihir menjadi sihir. Meskipun tidak ada keraguan kalau mana melewati fenomena sihir, itu bukanlah mana itu sendiri.
Alus bisa merasakan permukaan kasar dari potongan kertas itu, kini sekeras batu di telapak tangannya. Dengan selaput tipis dan kusam yang terbentang di atasnya, Alus memanifestasikan sedikit sihir angin dasar di ujung jarinya sehingga tidak ada yang menyadarinya, dan menjentikkan ibu jarinya.
Potongan-potongan itu tampak seperti terbang ke arah yang acak, namun kemudian memantul dan mengenai leher lima murid. Lima orang yang telah ditetapkan sebagai pelaku berkat bisikan mereka, gemetar seolah-olah mereka terkejut, dan pada saat berikutnya mereka terjatuh ke meja mereka sekaligus. Itu hanya pada level penembak jitu. Hanya beberapa potongan kertas yang dibuat sedikit lebih keras, namun dia mampu menjatuhkannya dengan menargetkan sendi leher mereka secara akurat.
Sedangkan untuk kekuatannya, berada pada level potongan di bagian belakang leher. Tidak ada luka luar, satu-satunya bukti hanyalah kertas kusut, dan tidak ada yang menyadarinya. Bahkan Alice, yang dengan cemas melirik ke arah Alus tidak terlalu curiga tentang bagaimana lelucon itu berhenti dan hanya terlihat lega. Gadis itu tidak menunjukkan tanda-tanda telah memahami kebenaran.
Setelah itu, Alus dapat dengan tenang menjalani dua kelas berikutnya hingga sekolah hari itu berakhir.
Kelimanya masih belum menunjukkan tanda-tanda bangun, namun tentu saja Alus tidak membunuh mereka. Pada saat wali kelas berakhir, mereka akhirnya sadar. Mereka semua memasang wajah bingung, bertanya-tanya mengapa mereka tertidur di kelas sambil mengucek mata. Namun sesaat kemudian ekspresi mereka berubah. Ketika mereka menyadari kalau mereka telah melewatkan seluruh jam pelajaran itu, kepanikan di wajah mereka memperjelas aspirasi mereka. Dan lagi—saat mereka memutuskan untuk mengolok-olok Alus, aspirasi mereka tidak terlalu serius.
Akhirnya, jam pulang sekolah tiba.
Mungkin karena itu adalah rutinitas sehari-hari, atau mungkin itu wajar saja, namun para murid yang seharusnya dalam perjalanan pulang berkumpul di sekitar Tesfia dan Alice, mendiskusikan sihir.
Tesfia adalah gambaran seorang murid berprestasi selama pembelajaran. Itu sebabnya masuk akal untuk menganggapnya pintar. Bukan itu saja, selain itu kepribadiannya dan kepribadian Alice juga menarik perhatian semua orang.
Selain itu, peringkat berfungsi sebagai hierarki yang jelas bagi para calon Magicmaster. Meskipun ada pepatah "Jika seseorang tidak bisa mengalahkan mereka, bergabunglah dengan mereka" mungkin berlebihan, ada kecenderungan untuk mengikuti mereka yang memiliki peringkat lebih tinggi, sambil berusaha meningkatkan peringkat mereka sebanyak mungkin.
Mereka yang ingin menjadi Magicmaster secara alami berakhir dalam struktur yang terikat oleh peringkat, jadi mau bagaimana lagi. Namun kali ini, keduanya punya rencana sepulang sekolah.
"Aku minta maaf. Ada urusan yang harus kami selesaikan."
Tesfia diam-diam memberitahu mereka itu, dan Alice melanjutkan, "Sensei memanggil kami. Sampai jumpa besok."
Tesfia melirik Alus dan mendesaknya dengan matanya. Tatapannya yang kuat sepertinya memberitahunya untuk tidak melupakan janji mereka, namun juga intimidasi agar dia tidak melarikan diri. Para murid di sekitar mereka memprotes sejenak, namun dengan alasan yang sah seperti guru memanggil mereka, tidak ada yang menghentikan mereka berdua.
"Tidak bisakah kami menunggu sampai kalian selesai?"
Murid perempuan yang mengatakan ini sedang memegang buku teks tentang dasar-dasar sihir. Penampilannya yang mungil dan menggemaskan seperti binatang kecil yang lucu, namun itu sepertinya hanya akan berpengaruh pada murid laki-laki.
Kenapa tidak langsung saja bertanya itu ke guru?
Alus berpikir dalam hati, namun dia mengharapkan terlalu banyak kebijaksanaan duniawi dari para murid Magicmaster. Pemikiran murid itu adalah untuk mendekati keduanya dengan masa depan yang menjanjikan. Tentunya, mungkin ada beberapa yang hanya ingin berteman dengan mereka juga.
"Aku sangat menyesal. Aku tidak tahu berapa lama waktu yang dibutuhkan. Tapi aku berniat menyelesaikannya secepat mungkin."
Bagian terakhir memiliki beberapa implikasi yang tertanam di dalamnya, namun hanya Alus dan Alice yang menyadarinya.
"Aku akan menemuimu besok."
Merasa tidak enak karenanya, Tesfia dengan lembut mencoba menenangkan keadaan.
Mendengar itu, murid perempuan itu tersenyum dan memberinya ucapan "Terima kasih" sambil mengambil tasnya.
"Ayo pergi, Alice."
Alice, yang gelisah sepanjang waktu, mengangguk pada Tesfia dan menghela napasnya.
Biasanya, seorang murid tidak akan dapat memesan seluruh tempat pelatihan. Itu sebabnya bahkan bagi Alus, ini adalah perlakuan khusus satu kali saja.
Jadi tidak ada yang aneh jika kepala sekolah menyembunyikan dirinya di salah satu sudut lantai dua dan mengawasi duel, dan Alus juga tidak perlu mengungkitnya. Meskipun kepala sekolah itu mungkin sedang bersembunyi, dia sadar kalau Alus telah menyadarinya.
Singkatnya, kepala sekolah itu bersembunyi agar Tesfia dan Alice tidak menyadarinya. Dan satu hal lagi. Alus punya firasat tentang tatapan yang dirinya rasakan selama pertarungan simulasinya. Kemungkinan besar itu adalah seseorang yang bekerja di bawah arahan kepala sekolah.
"Apa dia benar-benar mengira aku akan mengacaukan segalanya?" Hal ini tidak cocok bagi Alus, namun menurutnya itulah pengaruh Keluarga Fable.
Dan peringkat Tesfia sendiri hanya membantu mendukung asumsi tersebut.
Kecenderungan terhadap sihir tidak selalu terikat pada garis keturunan seseorang. Tidak ada jaminan kalau anak-anak seorang Magicmaster yang hebat akan sama, dan sebaliknya. Beberapa hal diwariskan, seperti kapasitas mana dan kemampuan dasar, namun kemampuan untuk menangani mana dan sihir sebagian besar terbentuk setelah lahir.
Jadi adalah hal biasa bagi anak-anak yang orang tuanya adalah seorang Magicmaster yang luar biasa untuk menerima pelatihan sejak masa kanak-kanak, pemikiran itu adalah jika wadah mana mereka besar, akan lebih mudah untuk mendapatkan pengetahuan dan keterampilan untuk mendalaminya.
Selain itu, keluarga-keluarga berpengaruh mempunyai waktu dan dana untuk berlatih, jadi bahkan tanpa naluri atau bakat bawaan mereka masih bisa membesarkan seorang Magicmaster elite.
"Maaf membuatmu menunggu."
Tesfia, setelah berganti seragam latihan, memasuki lapangan dengan Katana di tangan.
Alus juga sudah berganti pakaian. Biasanya tidak perlu untuk benar-benar untuk ganti pakaian. Namun jika mereka kembali bertengkar karena hal itu, itu hanya akan membuang-buang waktu saja.
Tesfia dan Alice melihat sekeliling tempat latihan dengan tatapan bingung, menyadari kalau tidak ada orang lain di sekitar. Dengan semua peserta yang hadir, kepala sekolah seharusnya mengunci pintu masuk sekarang.
"Sungguh tidak biasa jika tidak ada orang di sekitar."
Kara Tesfia pada dirinya sendiri, tidak menyadari kalau Alus telah memesan seluruh tempat latihan itu.
"Yah, tidak masalah. Ayo cepat dan mulailah."
Karena tidak perlu membagi tempat latihan, mereka bisa menggunakan semuanya sesuka hati. Namun, Alus tidak berpikir hal itu diperlukan, dan Tesfia sepertinya membayangkan dirinya akan menjatuhkannya dalam sekejap, dengan senyum mengejek di wajahnya.
Saat itulah sesuatu menarik perhatiannya, dan senyumannya berubah menjadi ketidaksenangan. Tesfia mengangkat alisnya sambil menatap tangan Alus. Melihat pamflet di tangan Alus, dia menanyainya.....
"Apa yang sedang kamu mainkan?"
"Jangan pedulikan tentang itu."
"Kamu benar-benar suka mengolok-olokku ya....."
Alice yang kebingungan bergegas masuk di antara mereka dan berhasil membuat masing-masing mundur beberapa langkah.
Alus kemudian dengan tenang berkata, "Aku memiliki beberapa syarat sebelum kita mulai. Jika aku menang, jangan ganggu aku lagi."
"JIKA kamu menang, katamu. Jika kamu mau, aku bahkan bisa memberimu pelajaran."
"Tidak, aku tidak butuh itu. Dan jika kamu menang?"
"Tentu saja aku akan membuatmu meminta maaf."
"Baiklah." Alus sudah meminta maaf satu kali sebelumnya, namun sepertinya itu belum cukup dan dia harus lebih bersungguh-sungguh dalam hal itu.
Berkat Alice, bel keras yang menandakan dimulainya pertandingan terdengar di seluruh tempat latihan.
—Pada saat yang sama, Tesfia menghunuskan Katana-nya dan terbang langsung ke arah Alus. Dibandingkan dengan murid laki-laki yang Alus lawan, kemampuan fisik gadis itu jauh lebih unggul.
Alus menggulung pamflet di tangannya dan melapisinya dengan mana. Saat mengevaluasi Magicmaster, ada perkiraan kemampuan yang umum digunakan. Salah satunya adalah kualitas dan tingkat kesempurnaan AWR. AWR memiliki konotasi yang kuat sebagai senjata pembantu, dan semuanya tanpa kecuali menggunakan material langka, yang unggul dalam menghantarkan mana. Memadukannya dengan inti saat sedang dibentuk menyebabkan peningkatan konduktivitas mana. Selain itu, dengan menuliskan formula sihir langsung di permukaan, AWR dapat membantu dengan memungkinkan penggunaan mantra kompleks secara langsung.
Permukaan kertas Alus yang digulung juga ditutupi mana. Bukan berarti benda lain tidak bisa mengalirkan mana; hanya saja lebih sulit untuk melewatinya. Dan karena pamflet itu tidak memiliki formula sihir apapun yang terukir di atasnya, pamflet itu tidak akan membantu penggunaan sihir.
Perkiraan lainnya adalah kemampuan yang digunakan saat menutupi suatu objek dengan mana. Membungkus mana di sekitar objek seperti yang dilakukan Alus pada kertas bekas, merupakan hal mendasar untuk meningkatkan konduktivitas mana. Dan tindakan itu juga menyebabkan peningkatan kekuatan senjata.
Hal itu mungkin untuk mengukur keterampilan sampai tingkat tertentu dengan mengamati stagnasi mana yang menutupi objek, total mana di sekitarnya, keadaan aliran dan sebagainya. Namun hal itu hanya berguna bagi Magicmaster Triple Digit. Dan untuk Double Digit membutuhkan kontrol mana yang sempurna.
Jadi dalam situasi ini, karena Tesfia masih berada di angka empat digit, pengukuran pengerjaan lapisan mana miliknya sempurna untuk memperkirakan kemampuan gadis itu. Bagaimanapun—Alus sudah memastikan sebagian dari gadis itu selama pertarungan simulasi itu.
Seperti yang Tesfia sendiri katakan, Katana-nya berkualitas sangat tinggi. Namun keahliannya dalam hal itu tidak setara. Pada kondisinya saat ini, Katana itu sia-sia baginya. Caranya menggerakkan tubuhnya adalah satu hal, namun mana yang menutupi Katana itu hanya lebih baik daripada murid lainnya. Kapasitas mana latennya agak tinggi untuk ukuran empat digit. Jelas ada kelebihan mana yang bocor dari Katana itu, mengubah bentuknya.
Magicmaster Double Digit mampu membatasi keluaran mana hingga batas minimum yang diperlukan, sehingga lapisan mana hampir tidak terlihat, namun..... satu-satunya keuntungan menggunakan lebih banyak mana adalah meningkatkan kekuatan AWR.
Dan karena ketajamannya malah menurun, Tesfia secara praktis memperlihatkan pengalaman dirinya yang kurang untuk dilihat semua orang. Namun yang lebih buruk dari itu, mana yang terbuang lebih banyak dari yang diperlukan.
Dengan meningkatkan kekuatan, seseorang harus secara akurat memodelkan mana setelah bilahnya, atau mana itu tidak akan dapat digunakan. Hasilnya, meskipun Katana Tesfia indah, dia mengubahnya menjadi instrumen yang tumpul. Katana miliknya tidak akan berguna di Dunia Bagian Luar, meskipun itu adalah AWR.
"Haaaaa!!"
Alus tidak menghindari katana yang diayunkan dari atas. Segera setelah itu, seringai muncul di wajah Alus—
"—!!"
Tesfia tercengang karena pedangnya terhenti di tengah serangannya. Sama seperti halnya Alice, yang sedang melihat dari kejauhan.
Bagaimanapun juga, Katana tajam itu telah diblokir oleh pamflet belaka. Dan daripada mencabik-cabik kertas itu, dia malah tidak menggoresnya. Alus menunggu beberapa saat hingga Tesfia kembali sadar. Dia telah memberikan hukuman atas perlakuan kasarnya terhadap sebuah buku, sumber kebijaksanaan. Itu sebabnya pamflet Institut itu pilihan yang tepat.
Segera pulih dari keterkejutannya, Tesfia melompat mundur dan menjauhkan diri darinya.
"Ini tidak mungkin!! ...Itu bukan kertas biasa, kan?!"
"Oh tidak, itu benar. Kertas ini adalah pamflet Institut. Kamu juga mendapatkannya, bukan?"
“—!!"
Alus membuka gulungan pamflet itu dan memamerkannya. Di sampulnya ada gambar gedung Institut.
"Itu pasti bohong! Tidak mungkin ada kertas bekas yang bisa menghalangi pedangku!"
"Tapi itulah nyatanya......"
Seolah mengertakkan giginya, Tesfia meremas Katana-nya lebih keras. "Itu tidak mungkin!"
Tidak peduli berapa banyak mana yang menutupi kertas itu, daya tahannya ada batasnya; bahkan jika Alus membuatnya lebih keras, kertas itu akan kalah dengan mudah melawan Katana Tesfia. Meskipun itu berada di bawah asumsi kalau rata-rata Magicmaster biasa yang melakukannya.....
Melewati mana melalui gulungan kertas saja sudah merupakan tantangan. Keterampilan menyimpang semacam ini adalah tanda status Magicmaster Single Digit yaitu Alus, namun Tesfia dengan cepat mendatanginya lagi, menyeret Katana-nya ke belakang. Namun, tidak peduli berapa kali gadis itu mengayunkan pedangnya, setiap ayunan pedangnya terhalang oleh pamflet di tangan Alus.
Gadis itu mengayun ke bawah dari atas untuk terakhir kalinya—
"........."
Alus dalam diam menghela napas dalam pikirannya. Meski berada dalam jarak yang sangat dekat, Tesfia melepaskan ayunan lebar demi lebar. Harus ada batasan berapa banyak bukaan yang bisa dia miliki....
Dan Alus tidak cukup sabar menunggu serangannya.
"—!"
Pamflet itu menghantam pipi Tesfia dengan kuat.
Suara keras membelah udara yang tegang, memenuhi tempat latihan. Berdasarkan perbedaan suaranya, itu bukanlah tamparan dari gulungan kertas melainkan lebih seperti hantaman senjata tumpul.
Setelah jeda sesaat, Tesfia terlempar ke samping seolah-olah dirinya baru saja tertabrak, berguling-guling di tanah sebelum pingsan. Rambut berwarna crimsonnya tergeletak di tanah.
"Fia!!"
Melihat Tesfia berguling seperti itu menyebabkan Alice secara naluriah meninggikan suaranya.
Itu bukanlah kekuatan dari pamflet yang digulung. Bahkan dengan mempertimbangkan penggantian kerusakan di tempat latihan, itu adalah serangan yang setara dengan serangan yang seseorang gunakan melawan Iblis. Itulah mengapa itu lebih dari cukup untuk membuat tubuh kecil Tesfia terbang.
Setelah mengamati secara objektif, Alice yakin kalau itu bukanlah serangan sihir. Tidak ada mantra, dan tidak ada tanda-tanda aliran mana. Namun gulungan kertas itu tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk membuat seseorang terbang di udara dengan mudah.
Alus merasa bersalah karena memukul wajah seorang gadis begitu saja. Namun di tempat latihan itu semua berubah menjadi kerusakan mental, jadi tidak akan ada luka atau bekas luka. Yang paling penting, praktis tidak ada perbedaan kekuatan antara laki-laki dan perempuan yang ingin menjadi Magicmaster.
Saat Alus menghadapinya, mengakui kalau gadis itu adalah seorang Magicmaster, sementara Alus mungkin menahan diri karena keterampilan gadis itu di bawah kemampuannya, dia tidak memperlakukannya secara berbeda karena jenis kelaminnya.
Keheningan singkat pun terjadi. Saat Alice mulai berlari ke arah temannya itu—
Tangan Tesfia sedikit gemetar. Dia perlahan mengangkat kepalanya dan dengan lemah berdiri. Menggunakan Katana-nya untuk menopang dirinya sendiri, dia mengusap pipinya sambil menatap dengan heran. Dia mungkin masih belum memahami situasinya.
Alice nampaknya bingung dengan apa yang terjadi hingga membuat Tesfia terbang.
"Kamu baik-baik saja, Fia?"
"......Y-Ya."
Meskipun gadis itu dengan luar biasa terlempar ke langit, dia seharusnya tidak menerima kerusakan fisik apapun. Pada akhirnya itu hanyalah gulungan kertas, bahkan dengan mana yang melapisinya, ada batas kekuatan untuk kertas itu.
Mengingat dia sedang bertarung melawan Alus, Tesfia memelototinya dan berbicara dengan nada marah :
"Apa yang sudah kamu lakukan?"
"Aku hanya menyerangmu dengan ini."
"Jangan coba-coba membodohiku, itu tidak terasa seperti kertas. Rasanya seperti aku tertimpa sesuatu yang keras....." Tesfia kembali mengelus pipinya, mengingat sensasi dan amarah yang membara.
Para Magicmaster mampu melihat mana sebagai cahaya. Karena itu, Katana Tesfia juga memiliki cahaya redup, menunjukkan mana yang melewatinya.
Pamflet itu juga memiliki mana yang menutupinya, itulah sebabnya pamflet itu memblokir serangan itu, dan biasanya memiliki kekuatan yang tak terpikirkan di baliknya. Namun bagi Tesfia, wajar jika itu terlihat seperti kertas belaka. Sebenarnya, kertas itu memang hanya tampak seperti pamflet biasa.
Alus telah menggunakan tekniknya yang luar biasa untuk memaksimalkan efisiensi Enchantment-nya.
Magicmaster empat digit adalah satu hal, namun itu masih terlalu berlebihan untuk murid baru seperti gadis itu, jadi dia tidak bisa disalahkan karena tidak menyadarinya. Dan karena Alus hanya meningkatkannya sesaat sebelum bersentuhan dengan lawannya, bagi orang yang melihatnya, kertas yang digulung itu tampak seperti batu keras yang sepenuhnya menolak bilah tajam itu. Itu adalah penampilan luar biasa yang dimungkinkan oleh perbedaan besar dalam keterampilan.
"Mungkin kamu akan mengetahuinya kalau kamu membaca buku yang kamu ambil dari tanganku itu."
Kata Alus dengan menuduh. Buku yang dilempar Tesfia adalah hasil kerja keras yang lahir dari upaya panjang para peneliti selama bertahun-tahun tanpa henti. Menodai kebijaksanaan yang dapat diperoleh darinya adalah masalah moral bagi para Magicmaster.
"Kuh......"
"Jadi, apa kamu akan menyerah?"
"Aku tidak tahu apa yang kamu lakukan, tapi jangan terlalu percaya diri karena kamu berhasil melakukan serangan itu kepadaku."
"Fia! Bukankah itu sudah cukup?"
Alice mencoba menenangkannya, namun seperti yang diharapkan, Tesfia sepertinya tidak peduli. Seolah-olah termakan oleh kemarahannya, mana yang meluap dari tubuhnya meningkat.
"Apa yang kamu katakan, Alice, dia hanya berhasil menyerangmu karena keberuntungan..... Aku akan mengalahkannya sekarang."
Tesfia menarik napas dalam-dalam dan menusukkan Katana-nya ke depannya. Dengan menggunakan dua jarinya, dia menyentuh sepanjang bilahnya. Karakter formula sihir yang terukir di pedang mulai menyala dari tempat dia menyentuhnya.
"Fia, itu sudah berlebihan!"
Alice pasti sudah menebak apa yang dilakukan Tesfia. Namun teriakannya tidak sampai padanya, karena jari Tesfia sampai ke ujung pedangnya.
Tesfia dalam diam memutar tepinya secara horizontal, mengumpulkan mana di dalamnya. Mana itu mengalir melalui tubuhnya ke dalam AWR, secara bertahap menciptakan cahaya. Mana yang mengumpulkan sisa mana dari lingkungan sekitar menjadi satu titik sudah menyebabkan fenomena aktivasi mantra.
Bongkahan es besar tercipta di udara, dengan suara berderak. Dan ketika Tesfia sedikit mengayunkan Katana-nya ke bawah, permukaan es pecah, memperlihatkan pedang es yang besar dan transparan.
‹‹Icicle Sword››
Karena nama-nama mantra unik yang tercatat dalam ensiklopedia, nama itu sudah dikenal oleh Alus. Namun karena itu adalah mantra kuno yang tidak terlalu cocok untuk pertarungan, ini adalah pertama kalinya dia melihatnya dari dekat.
Alasan lain kenapa Alus tidak pernah melihatnya adalah karena ini adalah bagian dari keahlian Keluarga Fable, dan juga karena itu adalah mantra tradisional.
"Itu luar biasa."
Alus tidak hanya memuji kemampuan gadis itu dalam menciptakan balok es, namun juga bentuk pedang esnya. Secara praktis, keduanya adalah bentuk yang naif, dengan bagian-bagian yang terbuang tampak menonjol seperti jempol yang sakit, namun keduanya juga memiliki daya tarik misterius yang memikat orang-orang yang melihatnya.
Bagi seseorang seperti Alus yang menggunakan sihir demi hal yang mematikan, dia seperti menyaksikan keindahan asli sihir. Yang terpenting, mengingat itu bukan jenis sihir yang bisa digunakan oleh murid baru biasa, Alus memberikan pujian langsung kepada Tesfia. Meskipun masih belum jelas apa gadis itu mendengarnya, saat gadis itu tanpa berkata-kata mengayunkan Katana-nya ke bawah.
Sebagai tanggapan, pedang es itu dengan cepat berakselerasi langsung menuju Alus. Meskipun cepat, baginya serangan itu masih terlihat lamban dan sederhana. Jadi menghindarinya itu mudah.
Alus hanya memiliki satu tujuan dalam pertarungan simulasi dalam duel ini. Itu bukan untuk mencegah Tesfia ikut campur dengannya, namun lebih untuk membalas dendam terhadapnya karena penodaannya terhadap kebijaksanaan berharga umat manusia. Ya, itu dari sudut pandangnya.
Kemungkinan besar itu adalah mantra terkuat yang bisa gadis itu gunakan. Sebagai buktinya, gadis itu memasang ekspresi kesakitan, dan bahunya gemetar karena banyaknya mana yang dia gunakan.
Alus dengan berani menghadapi serangan itu. Tindakannya itu bahkan bukan pertaruhan. Betapa lemahnya serangan itu baginya.
"Tidak! Hentikan itu Fia!" Alice berteriak, dengan wajah pucat. Melihat serangan sembrono Tesfia sebagai bahaya bagi Alus, dia sepertinya merapal mantra penghalang, namun dia tidak punya cukup waktu.
Murid baru tidak terbiasa merapal mantra, apalagi dengan popularitas AWR dan penghilangan mantra mereka..... namun di tengah-tengah mantranya, Alice tiba-tiba berhenti, mengeluarkan teriakan keras saat serangan Tesfia hendak mengenai Alus.
Alus mengeluarkan udara dari paru-parunya. Dia memfokuskan pikirannya pada tangannya.
Bentuknya adalah pisau yang tajam. Baja kuat mampu memotong apa saja. Mana yang menutupi tangannya mulai sedikit meningkat, membentuk bilah mana yang pendek. Mana yang terus mengalir telah menciptakan bilah mana yang tajam.
Bentrokan itu berlangsung sesaat. Alice berbalik, sementara Tesfia memasang ekspresi yang terlihat menyesal karena bertindak terlalu jauh, dan juga pasrah untuk menyelesaikan semuanya sampai akhir.
Namun, hasil yang diharapkan gadis-gadis itu tidak terjadi. Sesaat kemudian, Alice membuka matanya. Bukan karena dirinya mempersiapkan dirinya untuk melihat hasil terburuk yang mungkin terjadi, melainkan karena mendengar suara hantaman yang tidak terpikirkan.
Alus masih berdiri dengan ekspresi wajah dingin, dia sangat baik-baik saja. Dan di belakangnya ada pedang es, dipotong menjadi dua dan memantulkan cahaya sekitar. Dengan mana yang menyusun pedang itu terpotong, pedang itu tidak mampu mempertahankan bentuknya dan mulai retak dengan suara patah.
Suaranya semakin keras saat retakan melintasi pedang, hingga mencapai ujungnya. Pedangnya tidak hancur, melainkan tersebar menjadi mana.
"—!! Tidak mungkin......." Tesfia menjadi kaget, sementara Alice menatap dengan bingung sambil menghela napas lega.