Chapter 5 : Jessica and Her Party’s Strength

 

Aku bertemu Vern yang merepotkan dua minggu setelah memulai kelas di Akademi Sihir Kerajaan, dan ada banyak kejadian dengan Milia dan Sophia sejak itu. Setiap hari setelah kelas, aku makan dengan Jessica dan Marcia sementara Gale dan party-nya mengganggu kami. Itu tidak masalah; aku masih terus maju dengan stabil di Dragon’s Palace.

 

Aku kembali ke lantai terakhir Dragon’s Palace, menghadapi boss terakhir setelah memaksa monster keroco untuk respawn berulang kali. Aku tidak mengulangi pertarungan dengan boss terakhir karena putaran ini hanya memunculkan satu monster. Tujuanku adalah untuk menghadapi dungeon ekstrem sendirian, dan kalian tidak pernah menghadapi hanya satu monster pada satu waktu di sana. Melawan hanya satu monster tidak akan menjadi latihan yang bagus bagiku.

 

Memicu monster untuk terus respawn membantuku fokus pada kemampuanku untuk bertarung terus-menerus di dungeon ekstrem. Dan begitulah, terus berlanjut hingga akhir pekan. Aku sudah berjanji akan bergabung dengan party Jessica selama dua hari, jadi aku pergi ke Guild Petualang di Carnell pada sabtu pagi dan mendapati Jessica dan Marcia mengobrol dengan petualang lainnya.

 

Namun, ada yang aneh dari itu.

 

"Maaf, Arius. Anggota party-ku bersikeras untuk ikut. Apa kau keberatan jika anggota Silver Wing lainnya ikut?"

 

Selain Jessica dan Marcia, ada tiga laki-laki dan satu perempuan lagi. Aku bahkan mengenal beberapa dari mereka.

 

"Aku tidak keberatan jika ada lebih banyak orang, tapi aku tidak berencana untuk mengurus mereka semua." Jawabku.

Aku tidak pandai mengajar. Melindungi, setidaknya aku bisa melakukannya.

 

"Tidak, itu tidak apa-apa."

Kata Jessica, membenarkan.

 

"Terima kasih, Arius! Baiklah, izinkan aku memperkenalkanmu kepada semua orang."

 

Anggota party S-Rank termasuk Jessica, seorang petarung; Marcia, seorang pengintai; petarung lain, Allen; tank mereka, Jake; seorang penyihir ofensif, Mike; dan seorang penyembuh, Sarah. Di dunia ini, kalian mempelajari setiap mantra atau skill sendiri-sendiri, artinya tidak ada konsep job atau class. Wajar bagi para petualang untuk membentuk party dan setiap anggota mengambil peran tertentu.

 

Meski begitu, komposisi anggota party Jessica berubah drastis sejak lima tahun lalu. Aku hanya mengenali Mike dan Sarah; Marcia tidak hadir lima tahun lalu. Yah, setiap orang tumbuh dengan kecepatannya sendiri dan memiliki tujuan yang berbeda. Bukan hal yang aneh bagi anggota party untuk berubah karena itu. Jessica mungkin punya pemikirannya sendiri tentang hal itu.

 

"Hee, jadi kau itu Arius, petualang SSS-Rank itu? Rumor mengatakan kau berhasil mencapai SSS-Rank dengan memanfaatkan Grey dan Selena."

Ejek Allen, menunjukkan permusuhan entah dari mana. Apa masih ada orang yang berpikir seperti itu?

 

"Allen!"

Teriak Jessica.

 

"Jangan kasar pada Arius. Dia bergabung dengan party kita karena aku memintanya."

 

"Dengarkan Jessica. Kau seharusnya tidak mengatakan hal-hal seperti itu hanya karena kau terpaku pada hubungan mereka." Goda Marcia.

 

"A-Apa yang kalian bicarakan itu!? Aku hanya ingin mengungkap siapa orang ini sebenarnya!" Balas Allen.

 

Uhh... apa dia serius bermaksud begitu? Karena aku akan segera kehilangan minat jika dia membawa energi Love Academy ke dungeon. Aku tidak berencana menyia-nyiakan waktu dua hari ini.

 

"Aku juga meragukan kemampuan Arius. Tidak mungkin seseorang bisa menjadi SSS-Rank di usianya itu." Tambah Jake, ikut menyerang.

 

Hal ini memicu pertengkaran sengit antara Allen dan Jake di satu sisi dan Jessica dan Marcia di sisi lain. Bahkan aku tidak peduli dengan apa yang orang lain pikirkan tentangku. Bisakah mereka melakukan hal itu di tempat lain, di tempat yang tidak ada aku?

 

"Umm, Arius-san.... maaf."

Kata Sarah, memulai, tampak menyesal. Masalahnya, dia punya masa lalu, dan dia tidak menghentikan amukan Jessica lima tahun lalu.

 

"Kalian tahu, aku akui aku merasa terganggu dengan itu, tapi aku yang termuda di sini. Kalian tidak perlu repot-repot bersikap sopan dan menambahkan '-san' dalam namaku atau semacamnya." Kataku, mengingatkan itu.

 

Jessica adalah anggota termuda dari Silver Wing. Semua orang berusia dua puluhan.

 

"Kami harus menunjukkan rasa hormat padamu, Arius-an. Kami tahu seberapa kuat dirimu." Kata Mike, tersenyum canggung

 

Dia juga memiliki masal lalu yang sama dari lima tahun lalu dengan Sarah.

 

Perdebatan itu tampaknya akan terus berlanjut untuk sementara waktu, jadi aku menggunakan Evaluate pada semua orang karena aku tidak punya hal lain yang lebih baik untuk dilakukan. Level dan statistik mereka adalah apa yang kalian harapkan untuk petualang S-Rank.

 

"Arius, maaf karena lama."

Kata Jessica, mengakui.

 

Apa mereka akhirnya mencapai suatu kesimpulan? Pada akhirnya, Allen dan Jake masih akan bergabung dengan kami.

 

"Aku tidak akan membiarkan mereka mengeluh lagi. Apa kau pikir kau bisa menghadapi mereka?"

 

Uh, sikap mereka berdua itu tidak membuat mereka tampak seperti mereka akan berperilaku baik, tapi terserahlah.

 

"Omong-omong, kalian ingin masuk ke dungeon mana?"

Kataku sambil menoleh.

 

"Aku akan ikut ke mana pun kalian pergi."

 

"Dengan kau yang ada di party kami, tidak mungkin kami pergi ke dungeon selain Guney’s Great Labyrinth. Lagipula, kau akan menyelesaikannya solo, kan?"

 

Tidak. Aku sedang menantang Dragon’s Palace, namun menyebutkan nama dungeon yang lebih sulit itu akan menyebabkan lebih banyak masalah, jadi aku tidak mengoreksi perkataan Jessica itu.

 

"Kalian sudah melewati dungeon Vistelta’s Gate dengan tingkat kesulitan tinggi itu, kan? Jika begitu, kita harus menuju ke sekitar lantai 150 Guney’s Great Labyrinth."

Usulku. Aku sudah menyelesaikan Vistelta’s Gate dan tahu betapa sulitnya itu. Guney’s Great Labyrinth adalah salah satu dungeon yang paling sulit. Jika mereka hanya berada di Vistelta’s Gate, mereka akan kesulitan di lantai bawah Guney’s Great Labyrinth.

 

"Ayolah, lagipula kami bersamamu, si petualang SSS-Rank, Arius. Kami seharusnya baik-baik saja di lantai terendah, kan? Asal kau itu memang sekuat petualang SSS-Rank." Ejek Allen.

 

"Allen! Kalau kau akan terus bersikap seperti itu dengan—"

 

"Jessica, biarkan dia mengatakan apa yang dia inginkan." Selaku.

 

"Tapi...."

Jessica tampak menyesal, meskipun itu bukan salahnya.

 

"Aku percaya bahwa jika seseorang ingin berkelahi denganku, aku wajib menanggapinya." Balasku.

 

"Kau cukup lucu, bukan!"

Teriak Allen, yang sudah dalam posisi siap menghunus pedangnya kapan saja.

 

"Kau tidak cukup bodoh untuk menghunus senjatamu di tengah-tengah Guild, kan? Aku tidak keberatan melawanmu, tapi kita akan menuju ke dungeon. Aku yakin kau tidak keberatan bertanding di sana."

 

Jelas, tidak ada yang akan mendukung Allen saat itu. Seluruh anggota party-nya menatapnya dengan tatapan kritik, dan dia pun mengalah.

 

"Tsk, terserahlah."

 

"Dan tentang pergi ke lantai terendah itu. Aku tidak keberatan melawanmu jika kau menandatangani pernyataan resmi yang mengatakan kau baik-baik saja dengan kematian. Aku hanya akan memintamu dan Jake untuk menulis satu; aku akan bertanggung jawab atas empat lainnya dan melindungi mereka."

 

"Bagus! Oi Mike, berikan aku pena dan perkamen! Jake, kau juga tulis pernyataan itu!"

 

"Tapi.... ugh, baiklah." Erang Mike.

 

Dunia ini menggunakan kertas biasa dan bahkan mesin cetak, namun kontrak dan gulungan mantra dibuat dengan pena dan perkamen tradisional.

 

"Berhenti, Allen. Ini semua bisa berakhir jika kau meminta maaf." Pinta Jessica.

 

"Diamlah. Seorang laki-laki tidak bisa mundur saat ini!"

 

Apa yang Jessica katakan hanya semakin mengobarkan api.

 

Pada akhirnya, kami sepakat untuk menuju ke level 200, dasar Guney’s Great Labyrinth, langsung menggunakan Teleport. Silver Wing memiliki sihir teleportasi, namun hanya Jessica, seorang serba bisa, dan Mike yang bisa menggunakannya. Awalnya, Mike tidak ingin menghabiskan MP-nya sebelum memasuki dungeon, jadi aku berencana untuk membawa mereka semua. Namun, Allen menolak untuk menerima bantuanku, yang akhirnya memaksa Jessica dan Mike untuk menggunakan mantra teleportasi.

 

Mike punya pemikiran yang tepat, dan aku merasa seperti dipaksa untuk ikut dalam percakapan yang tidak kupedulikan. Level monster di Guney’s Great Labyrinth dengan cepat melonjak begitu melewati lantai 50. Lantai 50 menunjukkan level rata-rata 300, lantai 180 adalah 400, dan lantai terakhir adalah 500. Anggota party Jessica memiliki level mulai dari akhir 200-an hingga 300-an. Menghadapi tahap akhir di level mereka tidak lebih dari sekadar tindakan bodoh.

 

Dan level bukanlah satu-satunya masalah. Lawan kuat yang dikenal sebagai Named Demon Lord muncul di lantai terakhir Guney’s Great Labyrinth. Mereka memiliki kemampuan khusus yang jahat yang membuat mereka menjadi musuh yang lebih kuat daripada monster lain dengan level yang sama—dan banyak Named Demon Lord yang sama muncul pada saat yang sama.

 

"Pertama, jangan pernah melangkah keluar dari Impenetrable Defense-ku. Aku tidak dapat menjamin kalian akan hidup jika kalian melakukannya."

Kataku, memperingatkan itu. Aku merapal mantra tingkat sepuluh elemen gabungan Impenetrable Defense ketika kami tiba di titik teleportasi di lantai 200.

 

"Ya, tentu, tapi... Arius, aku tahu ada banyak hal yang bisa kukatakan di sini, tapi, uh, kenapa kau tidak mengenakan armor? Dan bahkan pedang-pedang yang tampak mengerikan itu... pedang-pedang itu tampak seperti senjata terkutuk." Kata Jessica.

 

Saat itu, aku mengenakan kemeja dan celana panjang serta memegang dua pedang yang berkilauan dengan cahaya jahat dan, ya, pedang itu memiliki kutukan yang sangat kuat. Semua aksesori mencolok yang kukenakan juga memiliki efek debuff.

 

"Jangan khawatir tentang perlengkapanku. Aku sudah bertarung dengan gaya ini untuk latihan."

 

Tujuanku saat ini adalah menyelesaikan dungeon ekstrem sendirian. Untuk itu, aku mengekang serangan dan pertahananku saat berada di dungeon yang sulit, dengan tujuan membuatnya seperti melawan monster di dungeon ekstrem.

 

Bahkan jika aku mengekang kekuatanku, menahan diri saja akan membuatku mengembangkan kebiasaan buruk. Sebaliknya, aku menggunakan senjata terkutuk dan item debuff untuk mengurangi kekuatan dan statistik seranganku dan tidak mengenakan armor untuk mengubah pertahananku. Yah, build-ku masih berlebihan untuk Guney's Great Labyrinth karena aku sudah menyusunnya untuk Dragon's Palace.

 

"Hentikan omong kosong itu, Arius!"

Teriak Allen dengan marah.

 

"Tidak mungkin kau melemahkan dirimu sendiri di lantai terakhir Guney's Great Labyrinth! Itu jelas hanya omong kosong saja!"

 

Dia membuat keributan, namun aku mengabaikannya. Aku menggerakkan Impenetrable Defense-ku dan party Jessica bersamanya, melemparkan mereka ke ruang pemakaman.

 

Monster pertama yang muncul adalah dua belas Beelzebub.

 

Namun inilah pertanyaanku : Jika mereka monster dengan nama yang unik, bagaimana mungkin beberapa monster muncul secara bersamaan?

 

Omong-omong, aku membunuh empat dari para monster itu bahkan sebelum mereka sempat menyerang. Party Jessica itu bahkan tidak bisa melihat apa yang kulakukan karena aku bergerak sangat cepat, namun aku tidak berencana untuk memperlambat mereka. Aku nyaris menghindari gelombang mana yang dilepaskan oleh delapan Beelzebub yang tersisa dan langsung membunuh mereka.

 

"I-Ini pasti bercanda...."

Allen tergagap, menjadi patuh setelah aku menunjukkan padanya kekuatanku yang sebenarnya.

 

Maksudku, itu bukan kekuatanku yang sebenarnya karena aku memiliki semua debuff dari perlengkapanku.

 

"Baiklah, Allen, Jake. Jika kalian masih ragu seberapa kuatnya aku, apa kalian ingin mencoba melawan para monster itu sendiri?" Seruku.

 

Menurutku, aku wajib menerima tawaran berkelahi jika seseorang mengajakku berkelahi—dan aku tidak berencana untuk menunjukkan belas kasihan kepada orang-orang itu. Yah, mungkin akan berbeda jika aku berhadapan dengan seorang gadis.

 

"...Ya."

Allen memulai dengan keyakinan baru.

 

"Jika kau bisa membunuh para monster itu seketika seperti itu, maka aku bisa menghadapi mereka dengan mudah."

 

"Allen!"

Kata Jake, memprotes itu.

 

"Arius, aku bisa melihat seberapa kuat dirimu sekarang. Tolong biarkan dia saja!"

 

"Dasar pengecut kau, Jake!"

 

Aliansi mereka mulai runtuh. Aku mencengkeram kerah mereka dan menyeret mereka keluar dari Impenetrable Defense..

 

"Baiklah, aku tidak akan campur tangan sama sekali. Berikan yang terbaik, kalian berdua."

 

"H-Hei, Arius! Tu-Tunggu!"

 

"Jake, bersiap!" Bentak Allen.

 

"Arius, kumohon! Mereka berdua bisa m—"

Jessica mencoba melompat maju untuk membantu mereka, namun aku meraih lengannya.

 

"Arius! Aku tahu mereka berdua mengacau, jadi aku tidak akan memintamu untuk mengampuni mereka, tapi... para bajingan itu tetaplah anggota party-ku!"

 

Jessica masih bisa bersikap kekanak-kanakan dalam beberapa hal. Baik atau buruk, dia selalu jujur ; itulah mengapa aku tidak membencinya.

 

"Aku tahu."

Jawabku.

 

"Dan aku tidak berencana membunuh mereka. Aku hanya melihat apa mereka punya keberanian untuk membuka pintu ke ruang pemakaman berikutnya. Jika mereka tidak membukanya, aku akan menghajar mereka. Jika mereka melakukannya, aku akan menunjukkan neraka kepada mereka."

 

"Yang berarti... kau benar-benar tidak akan membunuh mereka?"

 

Pintu ke ruang pemakaman berikutnya berada tepat di depan mereka. Jika mereka membukanya, itu akan memunculkan sekelompok musuh dengan level lebih dari 500 yang dapat membunuh mereka dalam sekejap mata. Jika mereka membukanya, mereka pasti akan mati. Jika mereka tidak membukanya, mereka harus mengakui bahwa mereka pengecut.

 

"Kau kejam juga, Arius, tapi itu akan menjadi pelajaran yang bagus untuk Allen dan Jake." Kata Marcia, menyeringai.

 

"Kau juga sama. Tapi aku tahu aku itu kejam, jadi itu bukan masalah." Tambahku.

 

"Oh, aku juga tahu. Hei, mau bertaruh apa mereka akan membuka pintu itu? Aku bertaruh satu koin emas mereka akan melakukannya."

 

"Aku tidak menerima taruhan itu. Tidak mungkin mereka punya nyali untuk membukanya."

 

Kami tahu mereka berdua bisa mendengar kami. Mereka berdua pasti akan membuka pintu itu jika kami mengganggu mereka.

 

"Ba-Bacot! Tentu saja, aku punya nyali!"

 

"A-Allen! Berhenti!"

 

"Diamlah, Jake! Aku tidak bisa mundur sekarang!"

 

Yup. Si idiot itu pasti akan melakukannya.

 

Allen membuka pintu, dan di baliknya muncul sepuluh iblis seperti malaikat dengan sayap hitam : Fallen Angel Lucifer.

 

Seriusan. Kalau sepuluh muncul sekaligus, itu sama sekali bukan nama yang unik, benar, kan?

 

Para Fallen Angel Lucifer itu langsung berada di atas Allen dan Jake, menebas tanpa ampun dengan pedang besar hitam mereka yang besar. Namun aku berjanji pada Jessica bahwa aku tidak akan membunuh mereka berdua. Aku mengeluarkan Impenetrable Defense pada detik terakhir.

 

"Oh tidak, sepertinya aku melakukan sesuatu yang seharusnya tidak kulakukan."

Kataku dengan suara keras-keras.

 

"Haruskah aku menghentikan mantraku?"

 

Pedang besar hitam itu mendekat tepat di depan mata mereka berdua, memancarkan mana yang sangat banyak. Mata Allen melebar karena ketakutan, dan dia tidak bisa berkata apapun. Dan Jake telah mengompol. Namun aku ini orang yang kejam. Aku tidak akan membiarkan mereka lepas begitu saja.

 

"Buat keputusan kalian dalam sepuluh detik ke depan. Kalian akan melawan Fallen Angel Lucifer itu sendiri, atau kalian meminta maaf padaku. Aku tidak peduli yang mana yang kalian pilih. Sepuluh, sembilan, delapan, tujuh, enam, lima—"

 

"T-Tunggu! Arius, aku minta maaf!"

 

Oh, ayolah, hancur karena tekanan kecil seperti ini?

 

Aku langsung melenyapkan sepuluh Fallen Angel Lucifer itu.

 

"Arius... kaulah satu-satunya orang yang tidak ingin kujadikan musuh."

Kata Jessica. Dia menatapku, namun itu tidak masalah.

 

"Bagitulah aku ini." Jawabku.

 

"Aku tahu itu. Dan... aku tidak bisa bilang aku membencinya."

Entah mengapa wajah Jessica itu memerah.

 

Jessica. Apa yang baru saja terjadi sampai bisa membuatmu tersipu malu begitu?

 

***

 

Setelah kami menyelesaikan kekacauan Allen dan Jake, kami pergi ke lantai 150, seperti yang kusarankan sebelumnya. Sementara itu, Sarah telah menggunakan Cleanse untuk membersihkan pakaian Jake. Jessica dan anggota party-nya berlevel 280 hingga sedikit di atas 300. Marcia adalah yang tertinggi di level 312, dan Jake adalah yang terendah di level 285.

 

Mereka melawan monster lantai 150, yang berada di sekitar level 300, dan datang dalam kelompok besar. Itu adalah tingkat kesulitan yang tepat bagi mereka. Atau lebih tepatnya, itu adalah tingkat di mana mereka akan mengalami masa sulit jika mereka tidak mengerahkan seluruh kemampuan mereka.

 

"Aku akan mengendalikan jumlah monsternya. Kalian tangani sisanya." Perintahku.

 

Setiap kali kami memasuki ruang pemakaman, aku akan menilai monster dan melenyapkan semuanya kecuali jumlah yang dapat ditangani oleh party mereka. Awalnya aku tidak memasukkan Allen ke dalam hitungan party karena dia putus asa ketika mengetahui seberapa kuatnya aku. Mungkin dia tahu ini bukan saat yang tepat untuk itu karena dia pulih dengan sangat cepat.

 

Dia mungkin sampah manusia, namun dia masih seorang petualang S-Rank. Begitu dia pulih, dia menganggap serius pertarungan melawan monster. Dia bertarung dengan pedang besar menggunakan gaya yang menekankan serangan, namun dia tidak akan pernah mencapai S-Rank jika dia hanya menggunakan kekuatan. Allen memperhatikan pertahanan, memperlengkapi dirinya dengan armor lengkap dan melengkapinya dengan skill-nya.

 

Setelah melawan gelombang monster kelima, aku duduk di samping Allen saat Sarah menyembuhkannya.

 

"Aku hanya berpikir keras pada diriku sendiri, tapi Allen tampaknya terlalu memikirkan dirinya sendiri; dia salah membaca kekuatan musuhnya. Jika dia tidak dapat mengevaluasi perbedaan kekuatan antara dirinya dan lawan-lawannya, dia tidak akan pernah berhasil melewati Guney’s Great Labyrinth."

 

Party Silver Wing menunjukkan bahwa mereka dapat berhasil melewati dungeon yang sulit karena mereka sedang dalam proses menyelesaikan Vistelta’s Gate, meskipun dungeon itu adalah salah satu dungeon dengan tingkat kesulitan yang lebih mudah. ​​Namun monster yang muncul di lantai bawah Guney’s Great Labyrinth adalah monster yang sangat kuat—melakukan kesalahan saat menilai kekuatan monster dapat mengakibatkan kekalahan total party.

 

"Aku terlalu memikirkan diriku sendiri...? Ya, mungkin itu masalahnya. Aku tidak memiliki peluang melawan monster di tahap akhir dan masih tidak dapat melihat seberapa kuat dirimu...."

 

Aku terkejut betapa mudahnya dia menerimanya. Mungkin Allen yang biasa adalah orang jujur ​​yang hanya bersikap aneh dan melawanku untuk pamer kepada Jessica. Jika dia benar-benar seorang idiot, dia tidak akan pernah berada di party Jessica sejak awal.

 

"Pikiran yang lebih lantang yang ada di benakku : Allen itu perlu memilih antara menyerah atau terus berjuang untuk menutup kesenjangan kekuatan itu. Itulah perbedaan antara orang yang menjadi lebih kuat dan orang yang tidak." Pikirku.

 

Jika Allen tidak tahu caranya, dia bisa bertanya kepada seseorang yang tahu. Jika harga dirinya tidak mengizinkannya untuk tunduk kepada orang lain seperti itu, maka itu sudah cukup.

 

"Aku... Aku ingin menjadi lebih kuat, apapun yang terjadi. Aku tahu aku tidak bisa meminta apapun setelah semua yang terjadi, tapi Arius—tidak! Arius-san! Tolong ajari aku cara bertarung!"

 

"Ya, kau seharusnya tidak begitu. Itu seperti, cara untuk memaksakan apa yang terbaik untukmu dan bukan orang lain."

Aku tidak perlu mengurusnya, dan dia agresif padaku pada awalnya.

 

"Kau benar.... yang selalu kulakukan hanyalah menuntut apapun yang terbaik untukku...."

 

"Yah, aku berjanji pada Jessica bahwa aku akan berpetualang dengannya akhir pekan ini. Aku tidak bisa menahannya jika kau melihat bagaimana aku bertarung. Dan aku perlu mengajari anggota party Jessica cara bekerja sama dengannya."

 

"Arius-san! Kau benar-benar akan—"

 

"Hehe, Arius, kau tidak bisa bersikap jujur ​​tentang banyak hal, bukan? Tapi, Jessica menyuk—"

 

"M-Marcia! Sudah kubilang jangan membocorkannya!" Sela Jessica.

 

Kenyataannya, aku hanya melakukan apa yang menurutku perlu. Marcia tidak boleh terburu-buru mengambil kesimpulan.

 

Kami menghabiskan dua hari itu untuk menaklukkan lantai 150 Guney’s Great Labyrinth. Butuh waktu lama karena aku harus menunjukkan setiap kekurangan yang kulihat di party itu. Maksudku, Party Silver Wing sudah mendapat nilai kelulusan hanya dengan bertahan di lantai 150, namun ada beberapa masalah jika mereka ingin terus maju.

 

Pertama, tingkat skill dan sihir mereka terlalu rendah, dan ketepatan saat mereka menggunakannya ceroboh. Dan, jika aku harus mengatakannya, kerja sama tim mereka tidak bagus—mereka sama sekali tidak bisa mengantisipasi gerakan rekan mereka. Aku bisa menangani hal-hal dasar ini karena pelatihan Grey dan Selena sangat intensif.

 

Pada akhirnya, aku mengajari Jessica dan yang lainnya karena mereka perlu berkoordinasi lebih baik. Tentu saja, aku paling banyak menyoroti kekurangan Allen karena dia lemah dalam berbagai hal. Aku juga mengevaluasi ulang pendapatku tentang Jake; dia tampak tidak termotivasi untuk naik level, jadi menurutku dia tidak akan berkembang lebih jauh.

 

"Arius-san, aku minta maaf sebelumnya! Dan aku berterima kasih atas pengampunanmu. Terima kasih atas segalanya!"

 

Saat itu minggu malam, dan aku sedang makan malam dengan party Silver Wing di Guild Petualang sebagai semacam penutup. Bahkan petualang lainnya terkejut dengan perubahan sikap Allen itu. Bukan hanya karena beberapa dari mereka melihat Allen dan aku bertengkar sabtu pagi sebelumnya—Allen itu selalu bersikap sombong.

 

Saat itu, Silver Wing adalah satu-satunya party S-Rank yang menjadikan Carnell sebagai basis operasi mereka, dan semua petualang A-Rank lebih tua dari Allen. Itulah sebabnya Allen menjadi sombong sejak dia mencapai S-Rank di awal usia dua puluhan. Gale memang menyebutkan itu.

 

"Allen, bicaralah denganku seperti biasa." Pintaku.

 

"Rasanya aneh saat kau berbicara seperti itu."

 

"Itu tidak bisa. Aku berutang budi padamu karena menunjukkan betapa bodohnya aku ini. Aku akan membahayakan Jessica dan yang lainnya jika aku terus bersikap sebodoh itu."

 

"Yah, itu benar. Jika kau tidak ingin rekan-rekanmu mati, maka teruslah bersemangat seperti yang kau miliki sekarang."

 

"Baik, Arius-san."

 

 

"Perubahan mendadak Allen ini membuatku merasa tidak nyaman juga." Kata Marcia.

 

"Hei, Master. Ambilkan aku ale lagi, dan bawakan makannya lagi!"

Marcia senang melakukan segala sesuatu dengan caranya sendiri, seperti biasa.

 

"Marcia, kau pikir kau berhasil kali ini, tapi semuanya tidak akan berjalan sesuai keinginanmu." Kataku, memperingatkannya.

 

"Hmm? Apa yang kau bicarakan? Aku tidak mengerti."

 

Dia berpura-pura bodoh, namun aku tahu dia sedang merencanakan sesuatu. Karena dia, aku bergabung dengan party mereka, dan mungkin dengan begitu aku akan mengajari Allen dan yang lainnya. Dia juga membuat Allen marah untuk berkelahi, bahkan ketika dia tahu Allen akan kalah, untuk menyatukan Jessica dan aku.

 

"Arius, aku juga sangat berterima kasih. Kau, umm... telah mengajariku banyak hal. Terima kasih. Aku.... uh, bukan apa-apa." Kata Jessica.

 

Aku bisa merasakan Jessica menatapku sepanjang waktu. Dibandingkan dengan para murid di Akademi, Jessica lebih dekat usianya denganku karena aku meninggal di usia dua puluh lima di kehidupanku sebelumnya, namun dia masih kekanak-kanakan dalam beberapa hal.

 

Aku berasumsi dia hanya menganggapku sebagai saingan. Namun cara dia bertindak itu.... maksudku, dengan betapa jelasnya itu, bahkan aku menyadarinya. Jika dia benar-benar mengagumiku seperti yang dia lakukan terhadap Selena dan Grey, maka aku bisa membiarkannya begitu saja—meskipun itu akan memalukan. Namun jika dia menganggapku seperti itu, maka... yah, aku tidak tertarik pada romansa. Jika sampai pada itu, aku hanya harus memberinya jawaban tidak yang jelas.

 

***

 

"Jangan meyakinkan diri sendiri bahwa kamu tahu orang macam apa mereka. Jika kamu tidak memikirkan mengapa seseorang melakukan sesuatu, kamu tidak akan pernah bisa memahaminya."

 

Pada saat itu.... perasaan apa itu? Hatiku masih terasa kabur saat mengingatnya kembali. Namun mari lupakan itu untuk saat ini. Kurasa dia benar. Aku sudah memutuskan bahwa semua orang hanyalah karakter di Love Academy; aku tidak pernah mencoba membayangkan apa yang mereka pikirkan.

 

Bahkan jika ingatanku tentang kehidupan masa laluku kabur, bahkan jika aku bereinkarnasi ke dunia Love Academy, itu tidak ada hubungannya dengan orang lain. Setiap orang menjalani kehidupan nyata mereka di dunia ini.

 

Mulai sekarang, aku akan memperlakukan setiap orang seperti manusia individu, bukan sebagai karakter Love Academy. Dan aku akan berhenti bertindak sebagai Milia.

 

Aku tidak berterima kasih kepada Arius atau semacamnya. Kami baru saja bertemu; dia tidak tahu apa-apa tentangku. Sangat menyebalkan bahwa dia mengatakan sesuatu seperti itu, seolah-olah dia bisa melihat ke dalam diriku.

 

Keesokan harinya setelah insiden dengan Sophia dan gadis-gadis lainnya, Sophia datang, seperti yang dijanjikan, ke kelasku untuk meminta maaf. Dia bahkan membawa gadis-gadis bangsawan yang membuliku. Sophia berjalan ke mejaku dan menundukkan kepalanya tanpa mempedulikan semua orang yang menonton.

 

"Milia-san, kami sangat menyesal atas apa yang kami lakukan kemarin. Tindakan kami mempermalukan kami sebagai manusia. Kami akan menerima hukuman apapun yang menurutmu pantas." Kata Sophia.

 

Gadis-gadis bangsawan bersamanya juga menundukkan kepala, tampak menyesal.

 

Insiden kemarin menjadi pembicaraan di Akademi. Tidak ada murid yang tidak mendengarnya. Namun, Akademi tidak menghukum mereka, dan itu karena mereka adalah bangsawan dan aku adalah orang biasa. Namun, Sophia tidak senang dengan hasil akhirnya. Aku bisa merasakan bahwa dia benar-benar siap menerima hukuman.

 

Tidak ada putri seorang duke yang pernah menundukkan kepala mereka kepada orang biasa sebelumnya, jadi para murid menonton karena rasa ingin tahu yang besar. Aku tidak suka bahwa Sophia dianggap sebagai satu-satunya yang jahat, bahwa dialah satu-satunya yang dipertontonkan.

 

"Tunggu sebentar, Sophia-sama."

Kataku, angkat bicara.

 

"Aku senang kamu datang untuk meminta maaf, tapi ini kelas. Bisakah kita bicara setelah kelas, hanya kita berdua?"

 

Aku tidak berpikir Sophia akan menerimanya jika aku mengatakan padanya bahwa aku memaafkannya, jadi aku memutuskan untuk bicara berdua saja. Para murid yang mencoba menguping selalu ada di sana, jadi aku mengundangnya ke kamar asramaku, meskipun kamar kecilku yang biasa-biasa saja mungkin menyerupai rumah anjing bagi bangsawan seperti Sophia. Jika memang ada, dia tidak menunjukkan hal itu sama sekali.

 

"Milia-san, jika itu berarti mendapatkan maafmu, aku akan menerima hukuman apapun... sebenarnya, aku tahu kamu tidak akan pernah bisa memaafkanku. Tapi tetap saja.... tolong. Hukum aku sesuai keinginanmu." Kata Sophia, memulai.

 

Aku tidak berpikir dia berbohong. Dia benar-benar ingin aku menghukumnya. Dia bahkan tidak menyakitiku sendiri atau memerintahkan gadis-gadis itu, namun dia tetap benar-benar percaya bahwa dia bertanggung jawab. Dia benar-benar orang yang baik.

 

"Sophia-sama, kamu sudah meminta maaf berulang kali. Dan kamu memarahi gadis bangsawan lainnya. Itu sudah cukup bagiku."

 

"Tapi... itu tidak mungkin cukup untuk menebusnya."

 

"Jika itu yang kamu rasakan, bagaimana kalau kamu menjadi temanku?"

 

"Um... kenapa?"

​​Sophia terkejut. Sepertinya dia tidak pernah membayangkan aku akan mengatakan itu.

 

"Aku ingin menjadi temanmu. Jika kita berteman, maka kita tidak harus bersikap formal dan menghadapi hukuman dan hal-hal semacamnya, kan? Meskipun kita mungkin tidak cocok satu sama lain, karena kamu seorang bangsawan dan aku seorang rakyat jelata."

 

"Itu sama sekali tidak benar! Tapi.... aku menyakitimu. Bagaimana mungkin orang seperti itu bisa menjadi temanmu?"

 

"Beberapa persahabatan lahir dari pertengkaran. Selain itu, sekarang setelah aku berbicara denganmu, aku tahu kamu tulus dan jujur, dan aku suka itu darimu."

Itu adalah perasaanku yang jujur. Tentu saja, aku bersyukur dia membantuku, namun aku benar-benar ingin menjadi temannya karena aku suka betapa terbukanya dia.

 

"Aku.... terima kasih, Milia-san. Jika seseorang sepertiku cukup baik, maka aku akan dengan senang hati menerimanya."

 

"Sophia-sama—tidak, aku seharusnya memanggilmu Sophia sekarang, benar? Jangan bicara tentang dirimu seperti itu. Kamu adalah temanku, aku menyukaimu, aku tidak akan membiarkanmu merendahkan dirimu sendiri."

 

"Bisakah kamu.... tidak mengatakan bahwa kamu menyukaiku dengan begitu jelas? I-Itu membuatku tersipu."

 

Dan memang begitu adanya. Wajahnya menjadi merah padam.