"Bagaimanapun juga, orang tuaku yang mantan petualang SS-Rank itu telah melatihku." Tegasku.
Bahkan petualang A-Rank pun bisa menghancurkan pedang. Mungkin tidak aneh jika putra dari mantan petualang SS-Rank sepertiku mampu melakukan hal yang sama. Namun, menghancurkan pedang tanpa mengenai orang yang memegangnya membutuhkan kendali mana yang lebih baik.
"Arius, kau itu...."
Vern menatap antara pedang tanpa bilahnya dan wajahku
"Kau itu hebat! Tidak ada orang sepertimu di Granbride!"
Yah, itu pujian langsung. Kurasa dia orang yang cukup baik.
"Kau melebih-lebihkan itu, Pangeran Vern." Kataku.
"Aku yakin banyak orang di Kekaisaran yang bisa melakukan itu."
"Maksudku, meski begitu.... Arius, harus kuakui, kau itu cukup kuat."
Vern mengulurkan tangan kanannya ke arahku, mungkin untuk berjabat tangan. Aku tidak menyukai energi ala pahlawan laga semacam ini, namun aku tidak punya pilihan. Aku menjabat tangannya.
"Mari aku mulai dengan perkenalan yang sebenarnya. Aku Vern Lenning. Senang bertemu denganmu, Arius. Lupakan gelar 'Pangeran' itu mulai sekarang dan panggil saja aku Vern."
"Baiklah, Vern. Senang bertemu denganmu juga."
Semua murid di sekitarku fokus pada kami. Aku tidak peduli apa yang orang lain pikirkan tentangku, namun sejujurnya aku merasa sedikit tidak nyaman dengan energi Vern yang begitu kuat. Aku melihat Sophia dan rombongannya ada di antara murid yang menonton. Eric telah bergabung dengan kelompok itu dari pinggiran dan berbicara dengannya.
"Seharusnya aku sudah menduga hal itu dari Arius. Pangeran Vern adalah salah satu murid terkuat di Akademi, tapi Arius benar-benar berada di level yang berbeda."
Aku bisa mendengar Eric berbicara.
"Yang Mulia...." Kata Sophia.
Eric adalah orang yang baik, namun kalian tidak boleh lengah di dekatnya. Terkadang, salah satu komentarnya yang santai, atau lebih tepatnya komentar yang dia buat pura-pura santai, memiliki kekuatan di baliknya. Jika ada orang di Ronaudia yang menyadari bahwa aku adalah petualang SSS-Rank, itu pasti dia.
Namun mari kita kesampingkan itu untuk saat ini. Bahkan jika hanya melihatnya dari pinggir lapangan, Sophia dan Eric benar-benar terlihat serasi. Bukan berarti petualang sepertiku ada hubungannya dengan dunia Love Academy, namun aku tahu betapa baiknya Sophia. Aku tidak ingin melihatnya dipermainkan oleh para idiot yang sakit cinta itu sampai dia berubah menjadi villainess.
Tapi aku punya pertanyaan.
Sophia, kenapa kamu menatap ke arahku saja?
***
Aku bereinkarnasi ke dalam otome game bernama Love & Magic Academy, yang dijuluki "Love Academy" oleh para penggemar. Dan kupikir.... aku bereinkarnasi sebagai protagonis, Milia Rondo. Aku tidak bisa mengatakan dengan pasti karena ingatanku tentang kehidupanku sebelumnya, selain ingatan tentang game itu, semuanya cukup kabur. Aku bahkan tidak ingat siapa diriku dulu...
Aku ingat menyukai game itu, namun aku merasa agak... sedih setiap kali mengingatnya. Aku mungkin memainkannya dengan seseorang yang sangat penting bagiku, namun aku tidak ingat siapa orang itu. Yang kembali hanyalah kesedihan itu.
Mungkin seluruh reinkarnasi ke dunia game ini dan bahkan ingatanku dari kehidupan masa laluku semuanya adalah delusi—namun menurutku tidak. Kenanganku tentang Love Academy itu terlalu jelas. Ada cara untuk memeriksa apa itu benar-benar delusi. Berkat bakat sihirku, aku diterima di Akademi Sihir Kerajaan, tempat Love Academy berlatar. Jika hal-hal terjadi seperti yang kuingat, itu akan membuktikan ingatanku dari kehidupan masa laluku nyata.
Aku menemukan adegan game pertamaku setelah tiba di ibukota dari kampung halamanku di pedesaan. Dalam perjalanan ke Akademi, aku melihat seorang anak laki-laki terluka setelah menghindari kereta kuda bangsawan. Aku menyembuhkan lukanya dengan mantra Heal.
"Terima kasih, Onee-chan!"
Seru anak laki-laki itu.
"Tidak usah terima kasih. Aku senang kamu sudah lebih baik." Jawabku.
Aku memastikan bahwa Eric Stallion, Pangeran Pertama Ronaudia dan salah satu minat cinta Love Academy, melihat semua itu terjadi. Aku mengenakan seragam Akademi, yang membuatnya tahu bahwa aku adalah murid di sana.
Ketika aku tiba di Akademi, seorang anak laki-laki tampan dengan rambut berwarna pirang dan mata berwarna biru memanggilku.
"Semua tentangmu menunjukkan 'gadis desa'. Sungguh potongan rambut yang payah."
Dia adalah saudara kembar Eric, Zeke Stallion, Pangeran Kedua Ronaudia. Dia adalah salah satu minat cinta lain, dan favoritku menurut ingatanku tentang kehidupan masa laluku.
"Aku rasa itu benar." Kataku.
"Bagaimanapun, aku hanyalah gadis desa biasa. Para bangsawan ibukota tidak mungkin tahu bagaimana rasanya menjadi diriku."
"A-Aku tidak.... maksudku, itu tidak...."
Sama seperti dalam game, kalimat itu membuat Zeke linglung. Zeke adalah tipe laki-laki tampan yang tegas, namun dia menjadi gugup saat menyadari bahwa dia telah menyakiti orang lain.
"Pangeran Zeke, siapa gadis itu?"
Kata sebuah suara.
"Ah, Sasha, dia.... hanya seseorang yang kutabrak."
Suara itu milik seorang gadis cantik dengan rambut emas mawar yang rapi dan mata biru kehijauan. Dia adalah Sasha Blancard, putri dari Marquess Blancard dan tunangan Zeke.
"Sungguh? Sungguh?"
Sasha menatap Zeke. Sasha benar-benar mencintai Zeke.
"Itu benar." Selaku.
"Kami baru saja bertemu. Tidak ada apa-apa di antara kami. Kalau begitu, aku permisi, aku harus memilah barang-barangku."
Milia, tokoh utama Love Academy, adalah karakter tsundere. Awalnya, dia acuh tak acuh terhadap orang yang dia cintai. Mereka tidak terbiasa dengan perlakuan seperti itu, dan itu menarik perhatian mereka padanya.
Zeke menatapku, tercengang, namun menyeringai di saat-saat terakhir. Itu adalah adegan pertama Milia dan Zeke bersama. Dan ya, itu persis seperti yang aku ingat.
Sekarang, aku yakin ingatanku tentang kehidupan masa laluku itu nyata.
Aku masih merasa sedih ketika mengingat game itu. Aku menyukainya di kehidupan masa laluku. Sungguh suatu keajaiban bisa bereinkarnasi ke dunia game yang kalian cintai. Aku akan terus memerankan Milia dari game itu; aku tidak ingin menghancurkan dunia yang sangat kucintai ini. Kejadian demi kejadian terjadi setelah itu seperti yang kuingat, dan aku menjalaninya dengan tenang.
Pada minggu kedua hidupku sebagai seorang murid, tibalah saatnya untuk kejadian yang akan memperkenalkanku pada minta cinta ketiga, Arius Gilberto, putra kepala menteri.
Aku pergi ke perpustakaan Akademi, tempat kami akan bertemu. Ada sesuatu di kelas yang tidak dipahami Milia yang tekun belajar, jadi dia mengunjungi perpustakaan untuk meneliti. Di sana, dia bertemu Arius, orang lain yang gemar belajar. Itu adalah adegan klise saat mereka meraih buku yang sama, dan jari-jari mereka saling tumpang tindih...
"Noelle, itu rumus yang salah. Bukankah aku sudah bilang padamu untuk menggunakan yang ini?"
"Oh, kamu benar. Aku selalu bisa mengandalkanmu untuk menangkap hal semacam itu, Arius!"
Arius sedang mengajar seorang gadis berpenampilan biasa dengan kacamata dan rambut dikepang. Adegan ini tidak ada dalam game. Dan Arius, dia tampak... berbeda. Dia tipe yang pintar dan berkacamata. Baik, pendiam, dan pemalu.
Arius yang berbicara dengan gadis itu memakai kacamata, namun dia sama sekali tidak tampak malu. Tingginya lebih dari enam kaki, dan kalian dapat melihat otot-ototnya bahkan melalui seragamnya. Dan, aku tidak tahu bagaimana menjelaskannya, namun dia memiliki aura yang sama sekali berbeda dari game.
Jelas, dia menonjol; dia cukup menarik untuk menjadi minat cinta, namun Arius yang ini adalah kebalikan dari pendiam dan baik. Dia tampak sombong, egois, dan selalu berkata "lihat aku, lihat aku."
Tapi... mengapa? Mengapa Arius tampak seperti orang yang sama sekali berbeda dari game?
Dalam kebingunganku, aku tidak sengaja bertemu matanya.
"Kamu yang di sana." Serunya.
"Mengapa kamu menatapku?"
Matanya yang sebiru es tampak seperti bisa menembus apapun, dan dia tersenyum percaya diri. Rasanya seperti... dia menyadari aku hanya memerankan peran Milia. Dan juga, aku merasa seperti pernah melihat ekspresi itu di suatu tempat sebelumnya. Namun aku tidak bisa... aku tidak ingat siapa yang melakukannya.
"Uh, maafkan aku!" Seruku.
"Hei, tunggu!"
Aku menepis tangannya saat dia mencoba menghentikanku dan berlari dari perpustakaan. Meskipun aku tidak tahu mengapa, entah mengapa aku merasa malu.
Saat kembali ke kelasku dari perpustakaan, aku teringat kejadian berikutnya. Milia berjalan di lorong dengan linglung saat dia ingat menyentuh tangan Arius saat dia menabrak seorang murid bangsawan dan terseret ke dalam kekacauan.
Para provokatornya adalah Sophia, sang villainess dan tunangan Eric, beserta rombongannya. Eric kebetulan lewat di sana dan melihat Milia berdiri dengan gagah berani di hadapan para bangsawan, meningkatkan rasa sukanya kepada Milia. Hubungan mereka semakin erat saat Eric menyelamatkan Milia dari para bangsawan.
"Ah, maaf...."
"Tunggu sebentar, dasar rakyat jelata!"
Bahuku menabrak seorang gadis bangsawan, dan dia pergi untuk memulai sesuatu denganku. Sejauh ini, semuanya berjalan seperti game. Namun, aku menyadari ada sesuatu yang berbeda.
"Isabella, Sophia-sama meminta kita untuk menunjukkan kepada rakyat jelata hati kita yang penuh belas kasihan." Kata salah satu dari mereka.
"Kamu benar, Laura. Tapi, Sophia-sama terlalu baik hati; dia tidak melarang kita melakukan apapun."
"Itu benar.... tidak mungkin Sophia-sama akan memprioritaskan rakyat jelata daripada kita!"
Kalimat-kalimat itu tidak ada dalam game. Gadis-gadis itu, yang tampak seperti bangsawan dalam segala hal, berdiri menghalangi jalanku. Saat itulah sang villainess itu akan muncul dalam game, namun aku tidak melihatnya di mana pun.
"Jadi, rakyat jelata, aku akan mengajarimu apa yang terjadi ketika kau bersikap kasar kepada bangsawan."
Seru salah satu dari mereka. Mereka mencengkeram lenganku dan menggiringku ke halaman. Ini juga terjadi dalam game, namun Sophia masih belum menunjukkan wajahnya. Ada satu hal lain yang berbeda dari game. Aku tidak tahu mengapa, namun Arius mengejarku dari perpustakaan dan mengawasiku.
Statistik
Milia Rondo (Usia 15 Tahun)
LVL: 22
HP: 92
MP: 128
STR: 51
DEF: 50
INT: 74
RES: 73
DEX: 52
AGI: 50
***
Aku merasakan seseorang menatapku ketika aku berbicara dengan Noelle di perpustakaan. Orang itu adalah seorang gadis dengan rambut berwarna putih bersih dan mata berwarna nila. Itu benar. Inilah saatnya sang tokoh utama, Milia Rondo, bertemu Arius. Namun, aku tidak bermaksud mengikuti adegan Love Academy.
"Kamu yang di sana. Mengapa kamu menatapku?"
Aku bertanya kepadanya, sengaja terdengar dingin. Aku ingin melihat bagaimana reaksinya.
"Uh, maafkan aku!"
Dia berteriak dan berlari pergi. Ada yang aneh dengan reaksinya itu. Milia dalam game itu pasti akan marah saat itu.
"Hei, tunggu!"
Aku mengejarnya, rasa ingin tahuku tumbuh. Cukup mudah untuk mengejarnya karena aku tahu tentang adegan berikutnya yang terjadi setelahnya. Aku memutuskan untuk menonton dari kejauhan.
"Ah, maaf..."
"Tunggu sebentar, dasar rakyat jelata!"
Ini adalah awal dari adegan di mana Milia menabrak bahu seorang gadis bangsawan.
"Isabella, Sophia-sama meminta kami untuk menunjukkan kepada rakyat jelata hati kita yang penuh belas kasih." Desak salah satu gadis bangsawan itu.
"Kamu benar, Laura. Tapi, Sophia-sama terlalu baik hati; dia tidak melarang kita melakukan apapun." Kata yang lain.
"Itu benar.... tidak mungkin Sophia-sama akan memprioritaskan rakyat jelata daripada kita!"
Adegan ini memperlihatkan Milia melawan Sophia; lalu Eric turun tangan untuk menengahi. Namun, Sophia tidak terlihat saat rombongannya menyeret Milia keluar ke halaman. Apa itu berarti Sophia tidak terlibat seperti dalam game? Aku akan mendapat jawaban lebih cepat jika aku bertanya langsung padanya.
Aku pergi ke ruang Kelas B untuk murid tahun pertama.
"Ah, Arius! Apa kau datang untuk menemuiku?"
Seru anak laki-laki berkulit cokelat dan kasar dengan rambut seperti api. Dia menyeringai padaku dengan gigi putih.
Itu benar, Vern berada di Kelas B bersama Sophia.
"Tidak, aku tidak di sini untuk bertemu denganmu." Jawabku.
"Aku perlu bicara dengan Sophia."
Aku berjalan melewati Vern dan menuju meja Sophia. Gadis-gadis yang sedang kasmaran di ruangan itu fokus pada kami berdua, mungkin karena kami menjadi bahan rumor yang tersebar di seluruh Akademi.
"Apa yang kamu lakukan, Arius-sama?" Tanya Sophia.
"Sophia, tinggalkan sebutan '-sama' ini. Aku tidak peduli jika kamu memanggilku dengan namaku."
"Kamulah yang tidak normal karena memanggil semua orang tanpa gelar mereka!"
Entah mengapa wajahnya memerah saat dia menatapku dengan tatapan menuduh.
"Terserahlah, pokoknya, beberapa gadis dari faksimu baru saja menyeret seorang murid biasa ke halaman. Apa kamu tahu sesuatu tentang itu?"
"Mereka... heeh?!"
Sophia bergegas keluar ruangan.
Aku mengejarnya, namun sebelum aku bisa meninggalkan ruangan, Vern berkata,
"Hei, Arius, tidakkah kau pikir kau bersikap sedikit dingin padaku? Kita kan sahabat, bagaimanapun juga."
Kapan tepatnya kami menjadi sahabat? Aku tak bisa menahan senyum masam yang muncul di wajahku dan berkata,
"Kalau begitu, kau mau ikut atau apa?"
Vern adalah pangeran ketiga dari Kekaisaran Granbride. Mungkin dia bisa berguna.
"Tentu saja! Kurasa ada sesuatu yang terjadi, dengan Sophia-sama pergi dari sini."
Vern sebenarnya cukup tajam.
"Ya, seperti itu. Jangan pergi dan melakukan apapun, oke?"
"Aku mengerti, temanku!"
Vern menunjukkan gigi putihnya. Dia bukanlah orang buruk. Ketika kami tiba di halaman, kami melihat gadis-gadis dari faksi Sophia mengelilingi Milia. Sophia bergegas dan menerobos mereka.
"Sophia-sama!"
Seru mereka, rasa bersalah tergambar di wajah mereka. Hanya dua orang yang pertama kali menyerang Noelle yang tampak tidak terganggu.
"Sophia-sama, kami sedang mendidik rakyat jelata ini."
Kata Laura, memulai.
"Tepat sekali. Kamu bilang kamu mengerti itu, Sophia-sama." Lanjut Isabella.
"Aku memang mengatakan sesuatu seperti itu...."
Sebagai Putri Duke Victorino, Sophia berkewajiban untuk melindungi gadis-gadis dari keluarga di faksi mereka, bahkan jika gadis-gadis itu salah. Hal ini bisa menjadi titik balik bagi Sophia. Aku tidak tertarik dengan adegan kisah cinta, namun akulah yang memacu Sophia untuk bertindak—aku bertanggung jawab untuk menyelesaikan ini.
"Yah, begitulah adanya, jadi kami akan melanjutkannya." Kata Isabella.
"Kita pasti akan memastikan bahwa rakyat jelata ini tahu di mana tempatnya. Sekarang, sadarilah tempatmu dan bayarlah karena menabrakku, seorang bangsawan! "
Gadis-gadis bangsawan itu memaksa Milia ke tanah.
"Lepaskan aku!" Teriak Millia.
"Aku minta maaf karena menabrakmu, tapi aku bukan satu-satunya yang melakukan kesalahan!"
Milia memang melawan, namun itu tetap satu lawan banyak. Mereka menjepitnya ke tanah. Wajahnya tertutup tanah. Isabella mencibir dan mengangkat kakinya untuk menginjak kepala Milia.
"Berhenti, Isabella!"
Itulah pertama kalinya aku mendengar Sophia mengeluarkan perintah.
"Sophia-sama?"
Kata Isabella dengan tidak percaya.
"Apa kamu mengatakan kalau kamu berpihak pada rakyat jelata ini? Itu tidak mungkin benar.
"Itu tidak mungkin." Bantah Laura.
"Sophia-sama yang baik hati tidak akan pernah memberi kita perintah."
"Isabella, aku sudah menyuruhmu berhenti! Apa kamu mengerti apa yang akan kamu lakukan itu?" Sophia menatap tajam ke arah keduanya.
"Ini bukan tentang siapa yang aku dukung. Sebagai bangsawan—tidak, sebagai manusia, kalian seharusnya malu dengan tindakan kalian itu!"
Ekspresi Sophia menunjukkan tekadnya.
"Aku tidak akan membiarkan kalian menyakiti murid lain!"
Perubahan Sophia itu membuat Isabella dan Laura terkejut, namun mereka berdua tetap berusaha melawan.
"Sophia-sama, apa kamu mengatakan bahwa kamu meninggalkan kami? Anggota faksimu?"
"Itu tidak mungkin benar. Tidak ada yang lebih berharga bagi seorang bangsawan daripada sesama anggota faksi."
Mereka mencoba meminta bantuan faksi untuk membela diri, namun kata-kata itu tidak akan diterima Sophia sekarang setelah dia membuat keputusannya.
"Fraksi tidak ada hubungannya jika kalian berniat bertindak dengan cara yang mempermalukan diri kalian sebagai manusia. Bahkan, jika aku membiarkan perilaku seperti itu, itu akan merusak nama baik Keluarga Victorino. Jika kalian terus melakukannya, kalian tidak akan lagi menjadi anggota faksi Keluarga Victorino!"
Karena Sophia bukan Kepala Keluarga, dia tidak memiliki wewenang itu, namun fakta bahwa dia mengumumkannya di depan para anggotanya menunjukkan betapa tegas tekadnya. Isabella dan Laura menyadari hal ini. Wajah mereka menjadi pucat, dan mereka terdiam.
"Kalian semua, singkirkan tangan kalian dari gadis itu sekarang juga."
"B-Baik, Sophia-sama!"
Seru gadis-gadis yang menahan Milia saat mereka melompat mundur darinya.
Sophia menghampiri Milia, tidak peduli pakaiannya sendiri kotor. Dia melingkarkan lengannya di tubuh Milia untuk membantunya duduk sebelum menundukkan kepalanya.
"Anggota faksiku telah melakukan penghinaan besar terhadapmu. Aku mohon maaf yang sebesar-besarnya. Aku bersumpah atas nama Keluarga Victorino bahwa aku akan menebus kesalahan ini."
Sophia, putri seorang duke, membungkuk kepada seorang rakyat jelata. Hal itu saja sudah mengejutkan para gadis bangsawan itu, terdiam karena menyadari betapa besar kesalahan mereka karena memaksa Sophia meminta maaf atas nama mereka.
"Kamu tidak perlu seperti itu.... kamu.... tidak melakukan kesalahan apapun."
Protes Milia, bingung dengan permintaan maaf Sophia yang tulus. Dan reaksi Milia itu tampak aneh bagiku.
"Aku bertanggung jawab atas tindakan faksiku." Desak Sophia.
"Aku minta maaf karena tidak memperkenalkan diri lebih awal. Namaku Sophia Victorino. Bolehkah aku menanyakan namamu?"
"T-Tentu saja. Milia Rondo."
"Baiklah, Milia-san. Aku berjanji akan mengganti rugi atas apa yang terjadi di sini. Tapi, hari ini aku harus berbicara dengan mereka. Kalau begitu, aku permisi."
Sophia kembali menatap gadis-gadis bangsawan itu. Tepat saat aku mulai berpikir bahwa aku tidak perlu ikut campur dalam situasi yang sedang terjadi, aku mendengar sebuah suara.
"Sepertinya situasinya berubah drastis."
Suara itu berasal dari Eric. Dia muncul di tempat kejadian dengan senyumnya yang menyegarkan.
"Pangeran Eric...."
Kata semua gadis bangsawan itu secara bersamaan, termasuk Sophia.
Eric awalnya adalah karakter utama dalam adegan ini, jadi masuk akal jika dia ada di sana. Namun, semuanya berjalan sangat berbeda dari game. Sophia menghampirinya.
"Aku harus minta maaf padamu, Yang Mulia. Dengan bertindak dengan cara yang mempermalukan diri mereka sebagai manusia, orang-orang dari faksiku juga telah mempermalukanmu. Tolong, hukum aku dengan cara apapun yang kamu inginkan."
Tidak ada keraguan dalam diri Sophia itu, hanya tekad. Ketika Sophia mengatakan tentang hukuman, dia mungkin mempertimbangkan kemungkinan bahwa Eric akan mengakhiri pertunangan mereka. Isabella, Laura, dan semua gadis bangsawan lainnya tampaknya tidak siap menghadapi kemungkinan itu, namun siapa yang peduli dengan mereka?
"Eric."
Kataku, memulai.
"Aku tahu aku seharusnya tidak ikut campur sekarang, tapi bolehkah aku mengatakan satu hal?"
Dan di sini kupikir aku tidak perlu ikut campur. Aku juga tahu tidak ada yang meminta bantuanku, namun akulah yang memaksa Sophia melakukan ini. Aku punya tanggung jawab untuk mencegah hal terburuk terjadi.
"Arius-sama...."
Kata semua gadis bangsawan itu, dengan cara yang berbeda dari saat Eric masuk. Bagaimanapun, akulah yang mengaduk-aduk suasana dengan mereka saat makan siang.
"Gadis-gadis itu bertindak sendiri tanpa Sophia tahu apapun. Aku melihat mereka menyeret gadis lainnya ke halaman. Ketika aku memberitahu Sophia, dia langsung bergegas ke sini. Aku melihat semuanya setelah itu. Sophia tidak melakukan kesalahan apapun."
"Apa yang dikatakannya benar. Pangeran Eric, aku dapat memastikan bahwa Sophia-sama sama sekali tidak melakukan kesalahan."
Kata Vern, membenarkan.
"Pangeran Vern!"
Jerit gadis-gadis bangsawan itu, yang berteriak histeris lagi saat melihat masuknya minta cinta ketiga.
Reaksi mereka menyiratkan bahwa mereka bertanya-tanya mengapa Vern ada di sana. Jawabannya, tentu saja, aku membawanya sebagai jaminan. Eric adalah orang yang baik, namun dalam beberapa hal, mustahil untuk mengetahui apa yang sedang dipikirkannya, dan adegan ini adalah adegan dalam game yang mengukuhkan Sophia sebagai villainess, yang berarti semakin banyak orang yang harus kami beri kesaksian atas namanya, semakin baik.
"Aku sedikit terkejut melihatmu di sini, Pangeran Vern, tapi aku bisa mengerti bahwa kalian berdua bermaksud melindungi Sophia. Tapi itu tidak perlu; aku tidak pernah meragukannya."
Eric menjawab dengan senyumnya yang membangkitkan semangat seperti biasanya.
"Kalian yang menyakiti gadis itu, aku akan membiarkan Sophia yang menanganinya. Aku tidak pernah merasa perlu untuk turun tangan dan menangani berbagai hal sebagai seorang pangeran."
Para gadis bangsawan itu menghela napas lega mendengar kata-kata Eric, namun itu tidak berarti mereka dimaafkan.
"Baguslah kalau begitu." Kataku.
"Baiklah, Vern, kita harus pergi."
Jika tidak, Sophia tidak bisa berbicara dengan gadis-gadis yang ada di sana.
"Oh, sebelum itu, Milia, benar? Tunggu sebentar."
Aku pindah ke Milia dan merapal mantra Cleanse dan, untuk berjaga-jaga, Heal. Pakaian dan tubuhnya sembuh dengan sendirinya, seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Orang-orang selalu terkejut ketika aku merapal mantra dalam diam, dan mereka terkejut lagi, namun Milia tampaknya yang paling terkejut kali ini.
Mungkin karena ini pertama kalinya dia melihatku menggunakan sihir.
"Heeh...? Bagaimana bisa Arius merapal mantra Heal?"
Bisik Milia begitu pelan sehingga aku tidak mendengar semuanya. Bagaimanapun itu tidak terlalu penting, namun pasti ada sesuatu yang aneh tentang Milia ini.
Eric, Sophia, dan bahkan Vern benar-benar berbeda dari apa yang kubayangkan berdasarkan game, namun itu bukan satu-satunya hal tentang Milia. Dia merasa aneh, seolah-olah dia hanya seseorang yang memerankan peran Milia. Namun, aku tidak punya bukti, karena aku baru saja bertemu dengannya.
Pokoknya, setelah itu selesai, aku memutuskan untuk pergi.
"Arius-sama, tolong tunggu!"
Kata Sophia, memanggilku.
"Sudah kubilang, berhentilah dengan menambahkan '-sama' pada namaku. Apa yang kamu butuhkan dariku?"
"Terima kasih telah melindungiku. Aku hanya... aku tidak mengerti mengapa kamu bersikap baik padaku. Dan... aku tidak yakin apa benar bagiku untuk mengatakan ini, tapi aku punya kewajiban untuk bertanggung jawab atas tindakan anggotaku. Tidak masuk akal jika aku satu-satunya yang tidak dihukum."
Sophia menatapku lurus ke arahku. Sepertinya dia adalah Sophia yang sebenarnya. Fakta bahwa dia adalah orang baik tidak berubah sejak dia masih kecil, namun dia telah tumbuh lebih kuat.
"Kamu tidak perlu berterima kasih padaku." Kataku.
"Aku hanya melakukan apa yang kuinginkan dan mengatakan yang sebenarnya. Seluruh hal tentang 'mengambil tanggung jawab atas tindakan faksimu' masuk akal sebagai sebuah organisasi, tapi aku tidak peduli dengan faksi."
"Tapi Ar—Arius-sama, kamu juga seorang bangsawan. Kamu tidak dapat bertahan hidup jika kamu tidak peduli dengan faksi."
Dengar itu? Dia hampir memanggilku Arius tanpa sebutan kehormatan, namun dia menghentikan dirinya sendiri.
"Itu tidak masalah bagiku. Orang tuaku tidak membentuk faksi. Lagipula, sangat tidak mungkin aku akan mewarisi gelar ayahku."
"Heeh? Tapi kamu putra tertua dari Keluarga Gilberto, bukan?"
"Memang, tapi orang tuaku berkata aku boleh melakukan apapun yang aku mau, dan aku punya adik laki-laki dan perempuan."
Sirius dan Alicia lahir tidak lama setelah aku menjadi petualang, dan mereka berusia sembilan tahun tahun ini. Aku hanya melihat mereka berdua saat mereka lahir dan setiap tahun pada hari ulang tahun mereka, dan aku tinggal di asrama sejak kembali ke ibukota. Aku pernah melihat mereka berdua sekali sebelum pindah ke asrama. Secara keseluruhan, aku masih belum merasa seperti kakak laki-laki bagi mereka.
"Tidak mungkin kau tidak akan mewarisi gelar ayahmu? Arius, ini pertama kalinya aku mendengar hal ini."
Tegas Eric, ikut berbicara dengan senyumannya yang bersemangat, namun matanya tidak tersenyum.
"Aku akan mendapat masalah jika kau tidak menjadi kepala menteriku. Aku tidak bisa menangani semua masalah sulit sendirian sebagai raja."
"Kau akan lebih dari mampu, Eric. Jika kau akhirnya terbebani oleh sesuatu, jadikan saja orang lain sebagai kepala menterimu."
"Maaf untuk saudara-saudaramu, tapi aku tidak mempertimbangkan siapapun selain kau untuk posisi itu."
Uh, yah, aku tidak benar-benar menyarankan mereka untuk pekerjaan itu. Tetap saja, mengatakan itu kepadaku tidak ada bedanya. Aku tidak tertarik menjadi kepala menteri.
"Pembicaraan ini mulai keluar jalur. Jika tidak ada lagi yang ingin kamu tanyakan padaku, Sophia, aku akan pergi." Kataku padanya.
"Tidak, hanya itu saja.... maafkan aku karena menahanmu di sini."
Entah mengapa Sophia menatap ke arahku lagi. Mungkin karena, dari sudut pandangnya, aku punya terlalu banyak kebebasan.
Tapi terikat oleh status dan golongan? Tidak, terima kasih.
***
"Ya, itu juga salah satu kewajiban kita, tapi menurutku penting bagi kita untuk berbelas kasih."
Aku membuat pernyataan yang tampaknya melindungi murid biasa, dan itu menjauhkanku dari golonganku. Itu memang benar; aku tidak mengatakan sesuatu yang salah.
Tapi hasilnya seperti ini.
Dia muncul di kelasku dengan mata biru es yang seolah-olah menembusku.
"Beberapa gadis dari faksimu baru saja menyeret seorang murid biasa ke halaman. Apa kamu tahu sesuatu tentang itu?"
"Mereka.... heeh?!"
Ada jarak antara aku dan faksiku, namun aku tidak menyangka mereka akan mengabaikanku dan pergi sendiri seperti itu. Namun, jika apa yang dikatakan dia benar, maka aku tidak bisa hanya berkata, "Yah, aku tidak tahu."
Itu sama saja dengan mengabaikan tanggung jawabku sebagai Putri Duke Victorino. Aku berlari secepat yang kubisa ke halaman dan mendapati semua orang di faksiku itu mengelilingi murid lainnya. Aku merasa sakit kepala ketika dihadapkan dengan kenyataan itu.
"Apa yang sebenarnya kalian lakukan?!"
Teriakku, dan mereka semua menatapku dengan rasa bersalah—semuanya kecuali Isabella dan Laura.
"Sophia-sama, kami sedang mendidik rakyat jelata ini."
"Tepat sekali. Kamu bilang kamu mengerti itu, Sophia-sama."
Aku kesulitan berkata-kata karena akulah yang menoleransi perilaku mereka.
"Yah, begitulah adanya, jadi kami akan melanjutkannya." Tegas Isabella.
"Kami akan memastikan rakyat jelata ini tahu di mana tempatnya. Sekarang, ketahuilah tempatmu dan bayarlah karena menabrakku, seorang bangsawan!"
Mereka semua memaksa murid biasa itu ke tanah.
"Lepaskan aku!"
Teriak murid itu.
"Aku minta maaf karena menabrakmu, tapi aku bukan satu-satunya yang melakukan kesalahan!"
Murid itu menolak, namun mereka memaksanya turun. Isabella mencibir ke wajah gadis itu yang tertutup tanah dan hendak menginjak kepalanya.
Apa aku benar-benar bermaksud untuk berdiri di sana dan menontonnya saja? Kemudian, kata-katanya terlintas begitu saja : "Sophia, kamu sebenarnya setuju denganku, bukan? Kamu tidak perlu memaksakan diri untuk melakukan sesuatu yang tidak ingin kamu lakukan."
Aku tidak ingin mendengar itu darinya—aku sudah tahu itu!
"Berhenti, Isabella!"
Itulah pertama kalinya aku memberi perintah kepada anggota faksiku.
"Sophia-sama? Apa kamu mengatakan kalau kamu berpihak pada rakyat jelata ini? Itu tidak mungkin benar." Kata Isabella.
"Itu tidak mungkin." Kata Laura.
"Sophia-sama kita yang baik hati tidak akan pernah memberi kita perintah."
Isabella dan Laura mencoba untuk memancingku, namun aku tidak berniat untuk mundur.
"Isabella, aku sudah bilang padamu untuk berhenti! Kamu mengerti apa yang akan kamu lakukan itu? Ini bukan tentang siapa yang aku dukung. Sebagai bangsawan—tidak, sebagai manusia, kalian seharusnya malu dengan tindakan kalian itu!"
Mengatakan itu kemungkinan akan menyebabkan semua orang di faksi meninggalkanku.
"Aku tidak akan membiarkan kalian menyakiti murid lain!"
"Sophia-sama, apa kamu mengatakan bahwa kamu meninggalkan kami? Anggota faksimu?"
"Itu tidak mungkin benar. Tidak ada yang lebih berharga bagi seorang bangsawan daripada sesama anggota faksi."
"Fraksi tidak hubungannya jika kalian berniat bertindak dengan cara yang mempermalukan diri kalian sebagai manusia. Bahkan, jika aku membiarkan perilaku seperti itu, itu akan merusak nama baik Keluarga Victorino. Jika kalian terus melakukannya, kalian tidak akan lagi menjadi anggota faksi Keluarga Victorino!"
Aku tahu betul bahwa aku tidak memiliki wewenang itu, namun aku tidak bisa membiarkan mereka begitu saja.
"Kalian semua, lepaskan tangan kalian dari gadis itu sekarang juga."
Perintahku. Mereka buru-buru melepaskan murid biasa itu.
Aku mendekati gadis itu dan membantunya duduk.
"Anggota faksiku telah melakukan penghinaan besar terhadapmu. Aku mohon maaf yang sebesar-besarnya. Aku bersumpah atas nama Keluarga Victorino bahwa aku akan menebus kesalahanku ini."
Sudah sepantasnya aku menundukkan kepalaku padanya. Dia terluka karena aku sudah ragu-ragu.
"Kamu tidak perlu seperti itu.... kamu... tidak melakukan kesalahan apapun."
Entah mengapa, gadis dengan rambut berwarna putih bersih dan mata berwarna nila itu menjadi gugup. Harus kuakui, bahkan sebagai gadis biasa, dia sangat menawan, sama sekali berbeda dari gadis sepertiku, sama sekali tidak ada yang menawan darinya.
Aku memperkenalkan diriku, dan dia memberitahuku bahwa namanya Milia Rondo. Aku berjanji padanya bahwa aku akan memperbaiki keadaan dan berencana untuk berbicara dengan gadis-gadis di faksiku.
"Sepertinya situasinya berubah drastis."
Saat itulah Pangeran Eric muncul. Wajar saja jika dia mendengar tentang insiden itu, dengan semua keributan yang ditimbulkannya.
Aku tidak berniat bersembunyi, jadi aku menundukkan kepalaku kepadanya dan meminta maaf. Sebagai tunangannya, tindakan bodohku juga membuatnya malu. Aku siap menerima hukuman apapun yang diberikannya. Jika itu berarti akhir dari pertunangan kami—pukulan telak bagi Keluarga Victorino—maka biarlah. Begitulah dosa ekstrem yang telah dilakukan anggota faksiku, dan aku, karena hanya berdiri dan tidak melakukan apapun.
"Eric. Aku tahu aku seharusnya tidak ikut campur sekarang, tapi bolehkah aku mengatakan satu hal?"
Namun, dia muncul di hadapanku saat aku sudah memutuskan.
"Gadis-gadis itu bertindak sendiri tanpa sepengetahuan Sophia. Aku melihat mereka menyeret gadis lainnya ke halaman. Saat aku memberitahu Sophia, dia langsung berlari ke sini. Aku melihat semuanya setelah itu. Sophia tidak melakukan kesalahan apapun."
Kenapa...? Kenapa dia mengatakan hal-hal itu untuk melindungiku? Dia bahkan memberitahuku apa yang sedang dilakukan Isabella dan yang lainnya. Aku tidak mengerti mengapa dia melakukan itu. Dia bahkan membawa Pangeran Vern, yang juga membelaku. Apa itu juga untuk melindungiku?
"Aku sedikit terkejut melihatmu di sini, Pangeran Vern, tapi aku bisa mengerti bahwa kalian berdua bermaksud melindungi Sophia. Tapi itu tidak perlu; aku tidak pernah meragukannya." Ungkap Pangeran Eric.
"Kalian yang menyakiti gadis itu, aku akan membiarkan Sophia yang menanganinya. Aku tidak pernah merasa perlu untuk turun tangan dan menangani masalah sebagai seorang pangeran."
Anggota faksiku merasa lega, namun apa yang mereka pikirkan? Itu tidak berarti mereka dimaafkan.
"Baguslah kalau begitu. Baiklah, Vern, kita harus pergi. Oh, sebelum itu, Milia, benar? Tunggu sebentar." Tanya Arius-sama sambil mendekati Milia.
Arius-sama merapal mantra tanpa suara saat melakukannya, namun bukan itu yang membuatku khawatir.
"Arius-sama, tolong tunggu!"
Saat dia hendak pergi, aku memanggilnya untuk menghentikannya.
Bagaimanapun juga....
"Sudah kubilang, berhentilah dengan menambahkan '-sama' pada namaku. Apa yang kamu butuhkan dariku?"
"Terima kasih telah melindungiku. Aku hanya... aku tidak mengerti mengapa kamu bersikap baik padaku. Dan... aku tidak yakin apa benar bagiku untuk mengatakan ini, tapi aku punya kewajiban untuk bertanggung jawab atas tindakan anggotaku. Tidak masuk akal jika aku satu-satunya yang tidak dihukum."
Gadis itu terluka karena aku hanya berdiri diam dan tidak melakukan apapun. Beban dosaku sangat besar.
"Kamu tidak perlu berterima kasih padaku. Aku hanya melakukan apa yang kuinginkan dan mengatakan yang sebenarnya. Seluruh hal tentang 'mengambil tanggung jawab atas tindakan faksimu' masuk akal sebagai sebuah organisasi, tapi aku tidak peduli dengan faksi."
Arius-sama tersenyum seolah itu tidak penting. Itu bukanlah senyum menyegarkan seperti milik Pangeran Eric; itu adalah senyuman percaya diri, seolah dia bisa melihat ke dalam jiwa seseorang. Aku mendapati diriku terpikat karenanya.
"Tapi Ar—Arius-sama, kamu juga seorang bangsawan. Kamu tidak bisa bertahan hidup jika kamu tidak peduli dengan faksi."
Dia terus menyuruhku untuk berhenti menggunakan sebutan kehormatan. Aku hampir memanggilnya "Arius", namun akhirnya aku tidak bisa melakukannya. Aku tidak bisa memaksa diriku untuk beralih ke nama depan setelah semua yang terjadi.
"Itu tidak masalah bagiku. Orang tuaku tidak membentuk faksi. Lagipula, sangat tidak mungkin aku akan mewarisi gelar ayahku."
Pernyataan yang tidak terduga itu membuatku kehilangan keseimbangan. Dia adalah putra tertua dari Keluarga Gilberto, bukan?
"Memang, tapi orang tuaku bilang aku boleh melakukan apapun yang aku mau, dan aku punya adik laki-laki dan perempuan."
Tidak ada bangsawan yang akan melepaskan hak mereka untuk mewarisi gelar keluarga mereka, namun dia tampak serius. Aku tidak bisa mengerti apa yang sedang dipikirkannya.
"Tidak mungkin kau tidak akan mewarisi gelar ayahmu? Arius, ini pertama kalinya aku mendengar hal ini." Sela Pangeran Eric.
"Aku akan mendapat masalah jika kau tidak menjadi kepala menteriku. Aku tidak bisa menangani semua masalah sulit sendirian sebagai raja."
"Kau akan lebih dari mampu, Eric. Jika kau akhirnya terbebani oleh sesuatu, jadikan saja orang lain sebagai kepala menterimu."
"Maaf untuk saudara-saudaramu, tapi aku tidak mempertimbangkan siapapun selain kau untuk posisi itu."
Itu bukan karena Yang Mulia Raja menyuruh Pangeran Eric untuk melakukannya. Aku yakin itu karena Pangeran Eric benar-benar memercayai Arius-sama. Aku tidak mengerti mengapa, dan itu membuatku cemburu.
"Pembicaraan ini mulai keluar jalur. Jika tidak ada lagi yang ingin kamu tanyakan, Sophia, aku akan pergi." Kata Arius-sama, mengakhiri hal ini.
Bagaimana Arius-sama bisa mempertahankan senyum percaya dirinya itu? Atau apa dia benar-benar tidak mengerti apapun? Tidak, aku tahu dia bukan orang bodoh yang tidak tahu apa-apa. Itu berarti dia telah memutuskan untuk melepaskan gelarnya, tahu betul apa artinya itu karena dia tidak tertarik pada status. Dan dibandingkan dengannya.... aku kurang memiliki tekad.
Itu membuatku kesal, dan aku mendapati diriku menatap ke arahnya.
***
Apa? Mengapa Sophia membungkuk padaku?
Milia Rondo adalah protagonis Love Academy, yang berdiri dengan berani melawan Sophia dan rombongannya bahkan ketika dikelilingi oleh mereka. Eric datang untuk menyelamatkannya, dan perasaan mereka satu sama lain tumbuh. Sophia menjadi cemburu dan memulai jalan sebagai villainess.... begitulah seharusnya adegan itu berakhir.
Namun dalam perubahan total dari bagaimana game seharusnya berjalan, Sophia akhirnya menyelamatkanku. Lalu ada Arius dan Vern, yang bahkan tidak seharusnya terlibat dalam adegan itu. Apa maksudnya mereka ada di sana?
Terlalu banyak perbedaan dari apa yang aku ingat.
Ada Arius, orang yang sama sekali berbeda dari game, dengan senyum yang seolah mengatakan dia bisa melihat apa yang orang lain lihat. Berdasarkan percakapan mereka, sepertinya Arius lah yang mengubah Sophia. Dan Arius dalam game tidak bisa menggunakan mantra elemen Light, Heal.
Apa ingatanku tentang kehidupan masa laluku hanya isapan jempol dari imajinasiku? Atau tempat ini berbeda dari game karena ini benar-benar kehidupan nyata?
Aku tidak tahu apa yang benar. Aku sangat bingung.
Tepat saat aku hendak meninggalkan halaman, Arius berbisik kepadaku,
"Milia, apa orang-orang pernah mengatakan kepadamu bahwa kamu cenderung membuat asumsi tentang orang lain? Masalahnya, orang-orang yang kamu hadapi juga manusia. Mereka terkadang melakukan hal-hal yang tidak pernah kamu duga."
Dia memiliki senyum percaya diri dan mata biru es yang seolah bisa melihat apa yang aku lihat. Aku pernah melihat ekspresi itu sebelumnya; aku tahu aku pernah melihat itu. Tapi aku tidak bisa mengingat.... siapa dia.
"Jangan meyakinkan dirimu sendiri bahwa kamu tahu orang macam apa mereka." Lanjutnya.
"Jika kamu tidak memikirkan alasan seseorang melakukan sesuatu, kamu tidak akan pernah bisa memahaminya."
Aku kira dia benar. Hanya saja.... seseorang pernah mengatakan hal yang sama kepadaku dahulu. Aku rasa. Meskipun itu tidak mungkin benar, kenangan samar tentang orang itu yang tidak dapat aku ingat tampaknya sejalan dengan Arius.
"Aku menghargai peringatannya! Dan terima kasih atas apa yang telah kamu lakukan sebelumnya. Aku akan pergi sekarang!" Jawabku.
"Hei, tunggu—"
Perasaan apa ini...?
Setelah mengucapkan selamat tinggal dengan tergesa-gesa tanpa jeda, aku melarikan diri.