"Hentikan itu."
Protes Lucia dengan suara terbata-bata. Dari kelihatannya, jika aku menyentuh ekornya, dia akan melakukan hal yang lebih buruk daripada memukulku.
"Tidak ada ramuan mana yang dapat membantu Lucia pulih setelah dia menyerap ekor itu." Kata Sitri dengan senyuman masam.
"Dan Lucia tidak dapat melepaskan ekor itu sampai dia memulihkan mana-nya. Ada penguat sementara, tapi itu memiliki kelemahan yang parah."
Ekor dan telinga yang menonjol dari Lucia adalah efek samping dari Fox God’s Final Tail. Setelah pertemuan pertama kami di Peregrine Lodge, Sitri telah menyelidiki ekor itu dan menyerahkannya kepada Lucia. Dengan beberapa pelatihan, Lucia menemukan cara untuk berhasil menarik sebagian kekuatan ekor itu.
Lucia biasanya menempelkan ekor itu pada tongkat, yang dia gunakan sebagai sapu, namun jika dia kehabisan mana, ekor itu dapat memberinya persediaan yang banyak. (Aku tidak tahu bagaimana dia menempelkan ekor itu pada dirinya sendiri dan bertanya hanya menghasilkan tinjunya yang beterbangan. Namun, sepertinya Luica tidak perlu membuka pakaian untuk menggunakannya.)
Menyadari telinganya yang berbulu, Lucia menyembunyikannya di balik selimut.
"Tolong jaga dia, Sitri."
Kataku kepada Sitri.
"Sepertinya keadaan sudah tenang untuk saat ini."
Perlindungan selama konferensi tampaknya akan ditangani oleh kelompok yang berbeda. Dan apapun yang terjadi, aku akan melakukan apapun yang aku bisa untuk menghindari meminta lebih dari Lucia. Dan itu tidak masalah. Bahkan tanpa Lucia, masih ada Hantu Seprai Pedang yang sangat energik. Dia sedang bermain-main di suatu tempat, namun aku tahu dia akan datang jika aku memanggilnya. Kami adalah sebuah party; teman-temanku akan ada di sana saat aku membutuhkan mereka.
"Kamu bisa mengandalkanku."
Kata Hantu Seprai Alkemis itu sambil tersenyun. Aku bertanya-tanya apa itu juga berlaku untuk Killiam yang kurus kering di dekatnya.
"Ini adalah perjalanan yang sangat bermanfaat bagi kami juga. Meninggalkan Killiam dalam perawatanmu telah membuatnya lebih cerdas dan kuat."
Aku masih belum pulih dari keterkejutan melihat Killiam kurus kering itu muncul dari armor Killigan.
"Oh, aku baru ingat." Kataku.
"Aku punya hadiah untukmu, Lucia."
Hantu Seprai Sihir itu menggeliat di balik selimutnya, telinganya berkedut.
Ini dia, sekarang kamu akan punya dua ekor.
Aku mengangguk pada diriku sendiri, lalu mengeluarkan ekor baru itu dari tas yang kubawa.
***
"T-Tunggu! Dengarkan aku!" Seruku.
Carpet itu menerjang maju dan memukulku. Saat aku berbaring telentang, dia meninjuku berulang kali, namun ditindih kain adalah hal yang tidak menyakitkan. Kalau boleh jujur, itu menyenangkan. Ditindih Carpet adalah pengalaman yang jauh lebih gila daripada sebaliknya.
"Sudah kubilang aku minta maaf! Tidak ada hal lain yang bisa kulakukan di sana! Aku tidak menyukai pilihan itu sama halnya seperti dirimu!"
Tampaknya Carpet Nakal itu tidak suka dengan keputusanku untuk memberikan pacar perempuannya (atau pacar laki-laki itu?) kepada rubah itu. Namun, aku tidak punya pilihan lain. Siapapun akan melakukan hal yang sama jika berada di posisiku.
"Aku punya kewajiban untuk melindungi sang kaisar." Lanjutku.
"Dan apa yang kau lakukan, selain bersembunyi di belakang?!"
Protesku tidak didengarkan. Aku bahkan tidak tahu di mana telinga Carpet ini. Dia menampar pipiku. Sungguh tragis bahwa ini harus terjadi tepat saat kami mulai akur. Namun, aku yang salah di sini, jadi kubiarkan Carpet itu bertindak sesuai keinginannya.
Saat aku berbaring miring, dipukuli oleh Relik itu, pintu terbuka dan Kris masuk. Kris tidak mengenakan jubahnya yang biasa, melainkan piyama tipis. Aku mengangkat tanganku, menangkis serangan Carpet. Kris tampak terkejut sesaat, sebelum ekspresi tegas terbentuk di wajahnya.
"Manusia lemah! Apa yang sedang kau lakukan, desu?!"
"Kau merasa lebih baik? Oh, itu bagus."
"Aku sedang bertanya padamu, desu."
"Aku rasa kamu seharusnya bertanya pada Carpet."
Tepi berenda Karpet menghantam wajahku. Aku tidak tahu ada makhluk yang menyerang dengan telinganya, jadi aku pikir telinganya pasti ada di tempat lain.
Aku rasa tidak ada lagi yang bisa aku lakukan. Waktu bermain sudah berakhir.
"Baiklah, baiklah, aku menyerah." Kataku.
"Aku akan membelikanmu karpet baru. Karpet yang enak dipandang."
Karpet berhenti menyerang namun tetap berada di atasku. Aku menghela napasku.
"Baiklah. Baiklah, dasar kain yang aku butuhkan. Untuk menunjukkan betapa menyesalnya aku ini, aku akan membelikanmu dua, tidak, tiga karpet. Bagaimana? Maukah kau memaafkanku?"
Carpet itu menepuk kepalaku beberapa kali lalu pergi. Tampaknya suasana hatinya telah membaik. Sejujurnya, dia bisa sangat menuntut untuk seseorang seukuran keset selamat datang.
"Tolong. Berhentilah bercanda, desu."
"Aku tahu bagaimana kelihatannya, tapi aku tidak bercanda."
Kris mengerutkan dahinya dan menghela napas, menyingkirkan ekspresi gelapnya sebelumnya. Aku melihat anggota tubuhnya yang pucat menonjol dari piyamanya. Aku berpikir tentang bagaimana menjadi Noble Spirit membuatnya berkulit pucat, namun di padang pasir, ada Noble Spirit berkulit sawo matang (astaga, aku tahu satu : itu Eliza). Jika Kris menghabiskan cukup banyak waktu di padang pasir, apa kulitnya juga akan menjadi sawo matang?
"Dengarkan aku, manusia lemah."
Kris memarahiku, memotong jalan pikiranku.
"Aku bukan sekutumu, tapi aku mendapat perintah dari Lapis-sama. Apapun yang menodai namamu akan merusak kehormatan kami juga, desu."
"Kamu sangat rajin, Kris."
Jika semua Noble Spirit seperti dia, maka mungkin tidak dapat dihindari bahwa mereka memandang rendah manusia.
"Kita hampir saja mengalami kecelakaan, desu. Aku pikir kita perlu membahasnya. Tidakkah kamu setuju, desu?"
"Hmm. Aku tidak berpikir itu kecelakaan yang sangat fatal. Kita sampai di sini dengan baik-baik saja."
"Itu hampir, desu! Kau membawa dua pengkhianat ke dalam barisan kita, desu!"
"Aah. Itu, uh, sebuah kelalaian."
"AKu akan memukulmu, desu. Jika Kau punya ide bagus untuk mencegah hal-hal semacam ini, aku ingin mendengarnya. Sekarang, bagaimana denganmu, desu?"
"Tidak. Kamu tahu, sekarang setelah kamu menyebutkannya, aku lupa semua tentang Telm dan Kechachakka itu."
Mereka berdua tidak berada di dalam kapal udara setelah kami kembali. Kemungkinan yang paling mungkin adalah mereka masih berada di dalam reruntuhan harta karun itu. Aku berkedip berulang kali dan memiringkan kepalaku. Sambil mengusap pelipisnya, Kris menghela napas dengan ekspresi yang sangat mengingatkanku pada Lucia.
***
"Kita ada di mana?"
"Hehehe...."
Telm memiliki sejarah panjang sebagai pemburu harta karun. Begitu dia menjadi Magi, dia langsung menjadi pemburu dan tetap di jalan itu. Setelah itu, dia bergabung dengan Fox, yang semakin memperluas kekayaan pengalamannya. Namun sesuatu yang mengerikan ini adalah yang pertama baginya.
Telm yakin mereka telah melompat dari kapal udara itu. Mereka bermaksud mundur agar bisa berkumpul kembali. Namun saat mereka melangkah keluar dari pintu itu, mereka melihat sesuatu yang tidak terduga. Kehadiran mana material yang padat membuat Telm langsung menyadari bahwa mereka berada di reruntuhan harta karun. Tidak hanya itu, itu melampaui semua reruntuhan Level 8 yang pernah dimasukinya.
Telm yakin ini bukan ilusi. Bahkan seseorang yang misterius seperti Thousand Trick butuh waktu untuk memunculkan ilusi yang mampu menipu Telm. Hal ini juga menjelaskan mengapa mantra Telm itu tidak bekerja. Memasuki reruntuhan harta karun telah membuat mereka tunduk pada hukum baru. Mereka berada di wilayah berbahaya, namun tetap tinggal di sana bukanlah pilihan. Untungnya bagi Telm, mantra penguatannya masih menjadi pilihan.
Dengan sangat hati-hati, mereka berdua menyelidiki bangunan itu. Bangunan itu lebar, dengan langit-langit yang tinggi. Mereka merasa tidak nyaman. Bangunan itu jelas merupakan ruang yang dirancang untuk humanoid, namun mereka tidak mendeteksi tanda-tanda kehidupan apapun.
"Tetap waspada." Kata Telm.
"Seharusnya ada jalan keluar di suatu tempat."
Kechachakka tertawa sebagai respon.
Lorong itu tampak seperti tidak berujung dan tentunya lebih lebar dari kapal udara yang baru saja mereka tumpangi. Ruang di sekitar mereka kemungkinan besar sedang melengkung, yang bukan kejadian langka di antara reruntuhan harta karun level tinggi. Sesuatu yang aneh menarik perhatian Telm—sesuatu itu adalah sebuah gambar. Yang menghiasi dinding adalah sebuah lukisan abstrak. Telm perlahan mendekatinya dan mengamatinya dengan saksama. Awalnya, Telm tidak mengerti apa semua garis kuning yang bersilangan itu.
Telm menyipitkan matanya.
"Seekor rubah?" Katanya.
"Hehe!"
Mendengar peringatan Kechachakka, Telm berbalik dan menjauh dari lukisan itu. Jauh di ujung lorong, dia bisa melihat sosok manusia kecil. Sosok itu adalah seorang anak kecil dengan kimono putih. Sosok itu adalah phantom. Wajahnya tersembunyi di balik topeng putih mengilap yang dibentuk menyerupai rubah, dan mana material yang terpancar dari tubuhnya sungguh luar biasa.
Saat Telm menyadari apa yang sedang dilihatnya, hawa dingin yang tak terlukiskan menjalar ke seluruh tubuhnya.
"Tidak mungkin. Mungkinkah itu benar-benar..."
"Nine-Tailed Shadow Fox."
Nama organisasi rahasia tempat Telm bergabung, berasal dari sebuah reruntuhan harta karun. Reruntuhan itu menampung dewa rubah. Kemalangan telah membawa sang pendiri organisasi itu ke hadapan sesuatu yang dulunya sosok mahakuasa. Mereka selamat dari pertemuan itu dan terus menamai organisasi mereka dengan nama makhluk yang kekuatan dan pembawaannya telah memikat mereka. Mereka menjadikan topeng rubah sebagai barang khas mereka. Topeng yang dibawa sang pendiri dari reruntuhan itu masih digunakan untuk membuktikan siapa yang berdiri di puncak organisasi.
Kechachakka tampak gugup, mengisyaratkan bahwa dia telah mencapai kesimpulan yang sama dengan Telm. Rasanya mustahil mereka berada di sini. Lokasi reruntuhan itu tidak hanya tidak pasti, keberadaannya pun diperdebatkan. Telm telah mendengar bahwa sang pendiri tidak pernah berhasil menemukan wilayah kekuasaan dewa serigala itu untuk kedua kalinya. Keberuntungan saja tidak cukup untuk membawa seseorang ke sini; takdir harus berperan. Pertemuan itu adalah urusan takdir. Telm tidak mengalihkan pandangan sejenak, namun anak rubah itu tetap menghilang tanpa disadarinya.
Kemudian Telm mendengar suara di belakangnya,
"Selamat datang, pengunjung."
"Apaa?!"
"Tidak perlu terlalu waspada. Kami menyadari keadaanmu, Telm Apoclys, Kechachakka Munk. Kalian para manusia yang menyedihkan, disingkirkan oleh pemuda yang berhati-hati itu."
Sosok itu tidak menunjukkan kehadiran. Seorang pemuda bertopeng rubah berdiri di belakang mereka berdua, seolah-olah dia selalu ada di sana. Hanya dengan sekali pandang, kedua pemburu itu mengerti bahwa mereka tidak akan menang di sini. Makhluk itu jauh di luar jangkauan mereka. Naluri Telm mendesaknya untuk mundur, dan dia nyaris berhasil menahan dorongan itu.
Terlalu dini untuk menyerah. Satu nasihat yang ditinggalkan oleh sang pendiri mengenai penanganan reruntuhan harta karun ini adalah jangan pernah menyerah. Jika ada orang yang selamat dan membawa topeng itu sebagai bukti, tidak ada alasan bagi Telm Sang Counter Cascade untuk tidak bisa melakukan hal yang sama.
"Apa kau itu.... dewa?"
Tanya Telm dalam upaya mengalihkan perhatian phantom itu.
Telm bisa menyentuhnya. Banyak phantom yang tampak seperti manusia juga menyerupai manusia di dalamnya. Jika itu benar di sini, seharusnya ada air di dalam phantom itu. Jika Telm bisa menyentuh air itu secara langsung, dia bisa memanipulasi phantom itu. Hal itu seharusnya sangat mungkin bagi seorang yang telah menguasai kendali air. Tidak ada hal lain yang bisa dia lakukan.
"Kalian bisa santai saja."
Kata phantom itu.
"Kami adil di sini. Aku akan menjamin keselamatanmu, tapi aku ingin diberi kompensasi untuk itu."
"Kompensasi?"
"Aku akan mengambil apa yang paling berharga bagimu. Jangan khawatir, itu pertukaran yang adil. Aku sudah melakukan pertukaran yang serupa dengan pemuda yang tidak berhati-hati itu."
Telm bisa melihat celah, lusinan celah yang bisa dia gunakan untuk menyerang. Phantom itu tidak sedang mengawasi serangan potensial.
Pemuda itu melihat bahwa kedua tamunya masih waspada. Dia mengangguk, lalu perlahan membuka mulutnya.
"Aku akan mengambil Hydrogod’s Grace dan Dragon’s Reprisal itu."
Telm berkeringat dingin. Phantom itu membaca pikiran mereka! Relik-relik itu adalah pusat operasi Telm dan Kechachakka dan tidak ada pengganti yang diketahui untuk kedua barang itu. Jika kedua barang itu diambil, maka Telm dan Kechachakka akan kehilangan kesempatan untuk mengalahkan phantom itu.
"Ada apa?"
Tanya phantom itu sambil tersenyum.
"Bagaimana jika aku menolak?"
Telm bisa meraih air di dalam tubuh phantom itu. Jika dia bisa melakukannya, dia bisa mengendalikan phantom itu, dan itu akan menyelesaikan masalah ini. Yang dibutuhkan hanyalah satu jari. Pertanyaan Telm yang provokatif membuat phantom itu tertawa.
"Memang, kau benar. Lagipula, kami sangat adil."
***
Aku mendapat izin untuk mencari Telm dan Kechachakka di lokasi jatuhnya kapal udara itu. Hantu Seprai Sitri yang mahakuasa dan Killiam Smart, yang sekarang berukuran setengah dari ukuran aslinya, menemaniku.
Dengan semakin dekatnya konferensi itu, Toweyezant menjadi ramai. Aku melihat semakin banyak ksatria dan Magi yang tampaknya berasal dari negara lain. Aku bisa merasakan ketegangan di tengah semua kegembiraan itu.
Toweyezant adalah negara yang luas, namun tidak begitu makmur. Aku tidak tahu banyak tentang sejarah mereka, namun kudengar bahwa negara ini pernah menjadi tanah konflik yang tak henti-hentinya. Hal itu seperti sepotong neraka. Sebagian besar wilayah di sini beriklim gurun dengan sangat sedikit hujan. Makanan yang sedikit yang dihasilkan wilayah itu diperebutkan, dan monster kuat yang unik di wilayah ini dapat ditemukan di mana-mana.
Hari-hari itu telah berakhir oleh zaman keemasan perburuan harta karun. Toweyezant bukanlah wilayah yang optimal untuk tempat tinggal manusia, namun iklim itu menghasilkan reruntuhan harta karun yang tidak ada duanya. Dan mana material yang mengalir di sepanjang leyline menyediakan sumber energi yang hampir tak terbatas, memberikan wilayah ini sumber daya yang hampir tak terbatas, selama ada seseorang di sana untuk mengekstraknya.
Dalam mencari reruntuhan harta karun yang belum terjamah, para pemburu berbondong-bondong ke negara yang dulunya miskin ini, dan sejumlah kota bermunculan untuk menyambut mereka. Orang-orang di negeri itu berhenti bertarung dan bersatu menjadi satu. Dan begitulah negara ini terbentuk.
"Meskipun tampaknya hanya sebagian kota yang berkembang."
Kata Hantu Seprai Sitri.
"Seperti yang kuduga, produksi makanan tetap membuat perbedaan. Makanan langka di reruntuhan harta karun, dan mengimpornya sulit karena banyaknya monster."
"Kedengarannya sulit." Kataku.
"Aku tahu mereka menanam pohon dan tanaman hijau lainnya, tapi hasilnya kurang ideal."
Hantu Seprai Sitri menjelaskan sambil tersenyum. Dia seharusnya sama barunya denganku di wilayah ini, namun anehnya dia berpengetahuan luas.
Kami meninggalkan kota. Kapal udara Black Star tidak dapat dipindahkan atau diperbaiki dengan cepat, jadi kapal itu tetap berada di tempat pendaratannya. Melihat kapal itu untuk pertama kalinya dalam beberapa hari, balon di bagian atas sedikit kempes dan keagungannya hilang tanpa jejak. Lambung kapal, yang mencuat dari tanah dengan sudut tertentu, telah digali, namun tampaknya masih jauh dari kata bisa diperbaiki. Ada penjaga yang ditempatkan di sekitarnya, namun kami sudah mendapat izin untuk masuk, jadi kami masuk melalui jendela yang pecah.
Kapal itu masih seperti saat pertama kali jatuh. Sebelum pergi, aku sudah memeriksa bagian dalam dan tidak menemukan tanda-tanda Telm atau Kechachakka. Namun, mataku tidak tajam, jadi kupikir akan terjadi sesuatu jika aku membawa Sitri ke sini. Kami juga ingin mengambil persediaan di atas kapal. Jika dibiarkan seperti ini, panas akan merusaknya dan persediaan itu tidak diperlukan lagi karena Black Star tidak akan membawa sang kaisar pulang. Demikian pula, kami sudah mendapat izin untuk mengambil persediaan ini.
"Terima kasih banyak!" Kata Sitri.
"Negara ini selalu kekurangan makanan dan ramuan."
"Yah, lagipula itu persediaanmu sejak awal. Apa menurutmu, kamu akan mampu menutupi kerugianmu itu?"
"Tentu saja! Semua itu berkatmu, Krai!"
Senyum Sitri mengembang di tepi wajahnya. Dia benar-benar memiliki jiwa wirausaha. Kami berdua (ditambah Killiam) dengan hati-hati memeriksa bagian dalam kapal. Mata Sitri berbinar saat dia melihat sekeliling kapal udara itu untuk pertama kalinya.
"Kalau dipikir-pikir." Kataku.
"Aku heran kalian tidak ditarik ke dalam reruntuhan harta karun itu."
"Yah, kami mencoba untuk ditarik masuk, tapi kami tidak bisa menambah kecepatan."
"Hah?"
"Kami telah kehilangan kecepatan, kamu tahu. Ketika kami mendekat, Luke mencoba membuat lubang dari luar, tapi tidak ada yang dia lakukan yang berpengaruh pada reruntuhan itu. Jadi kami tidak bisa terhubung denganmu."
"Ya, uh-huh."
"Tampaknya batas-batas Peregrine Lodge itu tidak ditandai oleh penghalang fisik. Jika pengalaman itu bisa dijadikan acuan, pedang Luke tidak memengaruhi lawan yang dapat mengubah ruang. Dia bilang dia akan berlatih lebih banyak."
"Ya, hal itu kadang terjadi."
Aku mengangguk, sangat lega karena aku tidak bertemu dengan mereka. Jika itu terjadi, yang paling aku hargai bukanlah karpet, melainkan teman-temanku. Aku tidak akan pernah bisa menyerahkan mereka, yang akan membuat kami tidak punya pilihan selain melawan phantom itu secara langsung.
Tunggu, jadi alasan aku hanya bisa menemukan Lucia dan Sitri karena yang lain sedang berlatih? Apa mereka bertiga hanya punya otak otot saja?
"Kurasa Peregrine Lodge itu masih terlalu berat untuk kita."
Komentarku, sepenuhnya dalam mode yang sangat nyaman.
"Tapi biar kukatakan ini, Krai!"
Protes Sitri dengan suara gemetar.
"Persiapanku sempurna! Aku bahkan membuat beberapa pertimbangan untuk kemungkinan pertemuan dengan Peregrine Lodge itu!"
"Kamu luar biasa, Sitri."
Kataku, pada akhirnya.
Jika Sitri mengira itu mungkin, dia seharusnya mengatakan sesuatu. Mungkin aku tidak perlu melalui semua itu. Sitri tampaknya mengira dia telah melakukan kesalahan, jadi aku menepuk punggungnya. Kesalahan apapun yang dia buat tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kesalahanku.
Ekspresi Hantu Seprai Sitri itu sedikit melunak. Dia menatapku dengan mata terangkat dan ragu-ragu bertanya,
"Jadi, Krai, apa tahu goreng yang aku bungkus itu berguna?"
Hah? Tahu goreng? Ada di kapal udara itu? Aku tidak tahu itu.
Kedengarannya Sitri tidak bercanda dan dia gelisah seolah mengharapkan pujian. Ya, aku seharusnya menyadarinya, tapi siapa yang mengira tahu goreng ada di antara persediaan kami?
Aku memutuskan untuk menghindari masalah itu. Aku mengusap kepalanya, membiarkan rambutnya yang lembut melewati jemariku. Matanya yang terkulai menjadi sedikit tidak cemas.
"Ya, kamu menyelamatkanku saat itu." Kataku.
"Sungguh, aku sangat serius. Kalau bukan karena tahu goreng itu, uh, aku pasti dalam masalah besar."
"Kamu menggunakannya untuk melarikan diri dari Peregrine Lodge itu terakhir kali, jadi aku yakin tahu goreng itu mungkin berguna. Oh, aku sangat senang. Tahu bukanlah makanan pokok di Zebrudia, jadi butuh usaha untuk mendapatkannya."
Aku tidak boleh membiarkannya menyadari bahwa aku bahkan tidak memperhatikan tahu itu. Aku tidak bisa melakukan apapun yang mungkin bisa meredam senyumnya.
Sitri adalah yang paling kuhargai. Itu benar, itu adalah Sitri. Aku mengacau di sini. Ini semua salahku.
"Omong-omong, untuk referensi di masa mendatang."
Kata Sitri, gembira karena telah membantu.
"Apa lima peti cukup?"
"Lima peti?! Uh, mmm, sulit untuk mengatakannya?"
Apa lima peti benar-benar diperlukan? Apa Sitri berencana mengadakan pesta atau semacamnya?
Saat aku mendengarkan berbicara dengan riang, kami melihat sekeliling kapal udara itu. Aku tidak melihat Telm, Kechachakka, atau tanda-tanda apapun yang mungkin terjadi pada mereka berdua. Prediksi awalku bahwa mereka berdua tetap berada di dalam reruntuhan itu semakin tampak masuk akal. Namun, jika mereka berdua memang ada di dalam reruntuan itu, aku tidak punya cara untuk mengetahuinya dengan pasti.
Kemudian, telingaku yang tidak peka mendengar suara samar. Suara itu berasal dari ruang kargo. Biasanya, bagian ruangan itu untuk barang bawaan, namun sebagian besarnya akhirnya digunakan untuk menyimpan makanan yang kubawa. Ruangan itu jelas bukan tempat persembunyian yang bagus.
Sitri perlahan menarik pistol air Reliknya dan Killiam mengangkat lengannya yang ramping dalam posisi bertarung. Aku memiliki Safety Ring, jadi aku memimpin. Aku membuka pintu dan mengintip ke dalam. Ruang kargo itu tidak banyak berubah sejak terakhir kali aku melihatnya. Tidak seperti barang bawaan di ruangan lain, kotak-kotak di sini telah diikat untuk berjaga-jaga. Tumpukan peti yang tidak berguna itu kokoh dan tidak akan mudah runtuh.
Aku melangkah masuk dengan hati-hati beberapa kali. Aku melihat sekeliling namun tidak melihat sesuatu yang aneh. Mungkin suara itu berasal dari luar.
"Sepertinya tidak ada apa-apa."
Kataku pada Sitri.
"Mungkin itu hanya imajinasi ki—"
Tanpa bersuara, tutup peti besar di hadapanku terbuka. Hal pertama yang kulihat adalah segitiga putih. Begitu tutupnya dibuka, sebuah sosok kecil berdiri. Di hadapanku ada seorang gadis dengan kimono berwarna putih dan topeng rubah. Di tangannya ada potongan besar tahu goreng. Aku hanya berkedip berulang kali dengan bingung.
Gunakan sumpit. Makan dengan tangan adalah perilaku yang tidak sopan.
Phantom itu menatapku dan dengan tenang mengunyah tahunya. Sambil tersenyum, aku mendekati kotak itu, menekan kepalanya ke bawah, dan memasang kembali tutup peti. Sambil menarik napas dalam-dalam, aku mengangkat peti itu. Peti kayu itu sedikit berat, namun hanya itu yang kurasakan—tidak ada beban tambahan dari isinya. Dan itu karena peti itu kosong. Sama sekali tidak ada apa-apa di dalam peti ini.
Aku menoleh ke Sitri dan tersenyum.
"Semua beres. Haruskah kita bawa peti-peti ini keluar? Mungkin lima peti tidak cukup."
Mungkin itu fatamorgana yang disebabkan oleh panas. Atau mungkin stres yang harus disalahkan. Hal seperti itu membutuhkan minuman dingin dan bermain dengan Carpet. Aku hanya ingin cepat-cepat mengambil perlengkapan kami dan keluar.
"T-Tawanan?" Kata Sitri.
"Krai, kamu tidak pernah berhenti membuatku takjub. Aku tidak akan pernah bisa melakukan hal seperti ini."
Uh-oh, Dia salah untuk itu. Dan apa yang harus kulakukan dengan ini? Mengapa Adik Rubah itu ada di sini?!
***
"Ketika aku berharap untuk menangkap rubah, yang kumaksud itu penjahat, bukan phantom...." Kata Sitri.
Tentu, namun bukan perbuatanku yang telah membawa phantom itu dari reruntuhannya. Aku merasakan gemuruh dari dalam peti. Kedengarannya seperti Adik Rubah (aku tidak tahu namanya, jadi aku memanggilnya begitu demi kemudahan) sedang melahap tahu gorengnya. Sitri hampir selalu tersenyum, namun bahkan dia tampak seram.
Dan aku masih tidak tahu apa yang harus kulakukan terhadap rubah kecil ini. Para phantom di Peregrine Lodge bukanlah sesuatu yang bisa dianggap enteng. Kebanyakan phantom tidak meninggalkan tempat persembunyian mereka karena mereka tidak dapat bertahan hidup lama di luar, namun akal sehat semacam itu tampaknya tidak ada hubungannya dengan gadis rubah ini.
"Mungkin jika Lucia menggunakan ekornya, dia bisa melakukan sesuatu?" Usulku.
"Misalnya, jika dia memiliki telinga rubah, phantom ini mungkin mengira mereka adalah kerabat atau semacamnya."
"Kurasa itu seperti kamu memintanya untuk memukulmu." Kata Sitri.
"Hmm. Jika hanya satu, kita mungkin bisa mengalahkannya jika kita semua bekerja sama."
Matahari bersinar terik di atas kami. Gelombang panas merusak pemandangan di sekitarnya. Kotak itu sangat tenang, mengingat kami sedang membicarakan tentang membunuh phantom yang ada di dalamnya.
Ya, aku tidak yakin aku bisa membunuh sesuatu yang tidak berbahaya.
"Aku tidak menemukan ide apapun." Kataku.
"Memang. Aku bisa mencoba melemparkannya ke dalam blender, tapi itu mungkin akan merusak blender itu."
"H-Hah? B-Blender?"
"Aku sedang melakukan eksperimen yang melibatkan penghancuran phantom menjadi mana material cair. Biasanya, mereka menghilang ke udara—"
"Ah, maaf. Kurasa aku punya idenya."
Dari kedua Smart bersaudari itu, Smart yang satu ini jauh lebih berbahaya. Menurutku, solusi tercepat adalah meminta Peregrine Lodge itu untuk membawa gadis rubah itu kembali. Kami berbelok ke gang yang tidak mencolok, tempat aku meletakkan kotak itu. Aku menguatkan diri dan perlahan membuka peti itu. Aku berdoa agar isinya menghilang pada suatu titik, namun di dalamnya ada phantom yang dalam diam memeluk lututnya. Dia tidak memiliki telinga atau ekor seperti binatang buas. Sekilas, dia tampak seperti manusia denga topeng, namun kehadirannya sama sekali tidak seperti manusia.
Aku menarik napas dalam-dalam dan bertanya padanya,
"Hei, apa kamu bisa menghubungi Peregrine Lodge?"
Dan mengapa kamu ada di sini? Ini tidak masuk akal. Ambil tahumu dan pulanglah!
Adik Rubah itu tidak mengatakan apapun, namun setelah beberapa saat dia merogoh sakunya dan mengeluarkan papan hijau kecil seukuran buku catatan kecil. Papan itu halus dan angka-angka muncul ketika dia menyentuh permukaan hitam itu. Papan itu tampaknya menunjukkan waktu. Mataku terbuka lebar. Aku mengenali benda itu. Aku tahu benda apa itu!
"Itu Smartphone. Sebuah Relik telepon."
"Telepon?" Kata Sitri.
"Seperti apa yang kamu gunakan untuk berbicara? Tapi itu tidak terlihat seperti itu."
Telepon adalah perangkat komunikasi yang digunakan di negara-negara maju secara teknologi. Perangkat itu masih dalam tahap percobaan dan ada sejumlah kendala yang mencegahnya menjadi umum di kekaisaran, namun perangkat itu seperti Sounding Stone yang dapat digunakan untuk menghubungi banyak lokasi. Dan Smartphone adalah barang dari Era of Physical Arms yang memiliki fungsi serupa!
"Yah, bagaimanapun juga itu adalah Relik."
Kataku, mengingatkan Sitri.
"Dengan Relik itu, setiap terminal memiliki nomornya sendiri. Kamu bisa memasukkan nomor terminal yang diinginkan dan kamu dapat berbicara dengan mereka dari jarak jauh."
"Tapi kamu hanya dapat menghubungi orang-orang yang memiliki Relik yang sama, dan kamu juga harus mengetahui nomor mereka?"
"Itu benar, jadi Relik itu kurang praktis daripada Sounding Stone. Tapi, perangkat ini laku keras di antara penggemar yang berdedikasi."
Terlebih lagi, Relik itu adalah jenis Relik yang aneh dengan sejumlah kecacatan. Misalnya, Relik itu tidak dapat digunakan jauh dari kota (akan tertulis "tidak ada layanan") dan Relik itu akan rusak jika terjatuh atau terendam air. Meskipun aku menginginkan Smartphone, tidak ada gunanya membelinya karena tidak ada temanku yang memilikinya. Aku tidak tahu mengapa Adik Rubah itu memilikinya, namun asal-usul Peregrine Lodge itu mungkin ada di Era of Physical Arms.
"Kamu sangat berpengetahuan, Krai."
Kata Sitri. Dia menatapku dengan kagum, namun aku tidak begitu tahu banyak tentang relik itu. Tetap saja, tatapan kagum itu tidak terasa buruk, jadi aku tidak bisa menahan diri untuk tidak memamerkannya.
"Kurasa, perangkat itu model baru." Kataku.
"Versi yang lebih baru ini memiliki kamera. Meski kecil, tapi dilengkapi dengan banyak fitur."
"Aku mengerti. Fitur seperti apa itu?"
Itu hanya rumor, namun aku pernah mendengar bahwa ada berbagai macam Smartphone yang tidak semuanya memiliki fungsi yang sama. Namun aku pernah mendengar bahwa ponsel itu dapat melakukan banyak hal, seperti tongkat sihir.
"Kamera itu dapat menembakkan sihir laser yang menghancurkan monster, dan, oh benar, kamera itu juga dapat membuat makanan tetap dingin. Orang-orang di Era of Physical Arms menggunakan Smartphone mereka untuk melindungi diri mereka sendiri, sehingga sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari. Smartphone itu benar-benar Relik yang serbaguna."
"Relik itu bisa melakukan apa saja? Hmm, bagaimana dengan, katakanlah, sesuatu seperti pernikahan?"
"Kurasa itu juga mungkin."
Adik Rubah itu tiba-tiba bergerak, menyambar Relik dari tanganku. Dia mengetuk layar tanpa suara lalu mengembalikannya kepadaku. "Calling" yaang tertulis di layer itu. Gerakannya begitu efisien sehingga hampir indah. Kerennya.
"Uwahh. Apa kamu ahli dalam menggunakan Smartphone atau semacamnya? Kamu lebih baik dariku." Kataku kepada phantom itu.
"Aku harus mendapatkan milikku sendiri suatu saat nanti."
Adik Rubah itu berbicara untuk pertama kalinya.
"Dasar kampungan. Sungguh memalukan sekali." Katanya. Suaranya datar, namun lehernya memerah dan tubuhnya gemetar.
***
"Sial." Kataku.
"Sepertinya dia tidak akan menjemputmu."
Ketika aku memberitahu Adik Rubah itu hasil pembicaraanku dengan Kakak Rubah-nya, Adik Rubah itu tampak tidak peduli sedikit pun. Sepertinya Kakak Rubah-nya itu sedang sangat sibuk saat itu.
Ketika Kakak Rubah itu mendengar suaraku, dia berkata,
"Ugh." Ugh.
Kakak Rubah itu terdengar sangat bersemangat ketika memberitahuku bahwa dia akhirnya mendapatkan beberapa penyusup yang sebenarnya. "Penyusup" itu adalah Telm dan Kechachakka. Dari kedengarannya, mereka berdua tidak dalam keadaan baik. Hal itu membuatku tidak perlu khawatir lagi.
"Kurasa dia lebih suka pendekatan yang tidak ikut campur. Mungkin phantom dan manusia memiliki kepekaan yang berbeda."
Kakak Rubah itu bahkan tidak memintaku untuk menjaga adiknya atau semacamnya. Kakak Rubah itu mengatakan masalah karpet itu adalah kekalahannya, namun dia tidak tampak marah karenanya. Ya, aku cukup yakin phantom itu melihat dunia secara berbeda dari kami. Saat aku mengkhawatirkan semua ini, phantom kecil itu dengan santai membuka tas dan mengeluarkan beberapa tahu goreng. Bagian dalam peti itu penuh dengan bungkus kertas yang dibuang. Dia menari mengikuti iramanya sendiri yang tak terduga dan tak masuk akal.
"Oh, apa tahu goreng itu umum di kekaisaran?" Tanyaku.
"Tidak."
Jawab Sitri dengan segera.
Adik Rubah itu membeku, sebongkah tahu yang dimakan sebagian jatuh dari tangannya. Tentunya, tahu itu tidak umum. Sitri tampaknya berhasil menemukan beberapa, namun aku tidak dapat mengingat banyak negara yang menyajikan tahu. Aku mulai bertanya-tanya apa yang akan terjadi pada phantom ini begitu dia kehabisan tahu.
Dan mengapa kamu tidak pulang saja? Kmau bisa terbang, bukan? Jika tidak bisa, maka, hmm, ah, aku tahu. Lucia tidak menginginkan ekor baru itu, jadi mungkin kamu bisa terbang jika kau menggunakannya. Itu akan seperti mendapatkan dua burung dengan satu batu.
{ TLN : Mendapatkan dua burung dengan satu batu itu memiliki arti mendapatkan manfaat dari beberapa hal dalam satu tindakan. }
Aku hanya lelah dan merasa seperti orang bodoh karena mengkhawatirkan hal ini. Tepat saat aku berpikir aku siap untuk berkemas dan pulang, aku merasakan tarikan di bajuku. Aku berbalik dan melihat Adik Rubah itu memegangiku. Dia tidak mengatakan apapun, namun keadaannya yang menyedihkan cukup jelas. Bukan berarti itu membuatku lebih cocok untuk merawat phantom.
Phantom macam apa yang punya kelemahan pada tahu goreng? Cari saja kerajaan tahu goreng atau semacamnya.
Adik Rubah itu merogoh sakunya. Ketika tangannya keluar lagi, dia menggenggam papan perak—Smartphone lainnya. Mungkinkah dia pengguna ganda?! Saat aku berdiri di sana dengan takjub, dia memegang Relik kedua di hadapanku.
"Ambillah." Katanya.
Aku merasakan rasa malu yang mengecilkan gunung dan merasa tenggelam lebih dalam dari laut.
Ingat, Krai Andrey, kamu itu seorang pemburu. Menyelamatkan yang lemah adalah salah satu tugasmu.
Gadis rubah ini memang phantom, tapi bukan phantom yang jahat. Aku merasa kasihan padanya, sekarang setelah dia tersandung ke dunia manusia. Aku berpikir keras tentang cara untuk membuat semua orang bahagia. Aku yakin pasti ada satu. Sekarang saatnya bagiku untuk membangkitkan kekuatanku yang tertidur. Aku menaruh Smartphone itu di sakuku, menahan keinginan untuk mengutak-atiknya.