Chapter One : Hot Spring Capriccio

 

Tidak ada yang lebih baik dari liburan. Dengan semua penyerangku di belakangku, aku berguling-guling di lantai dan menghargai betapa hebatnya ketenangan. Di lubuk hatiku, aku adalah seorang yang cinta damai dan pemalas yang tidak ingin bergerak lebih dari yang seharusnya, aku hanya sering mendapati diriku sendiri di tengah masalah.

 

Matahari telah terbenam dan aku terus melamun, namun kemudian Liz angkat bicara.

"Nee, um, apa Krai-chan ingin pergi membunuh naga air panas bersama-sama? Liz-chan mendengarnya saat berjalan-jalan di sekitar kota. Sepertinya, ada sarangnya di dekat sini."

 

"Hmm? Kurasa aku akan tinggal di sini."

Dan begitu saja, relaksasiku terhenti. Kami berada di sumber air panas, mengapa Liz ingin pergi membasmi monster? Dan nama setengah-setengah macam apa itu "Naga Air panas"?

 

Penginapan kami adalah penginapan kelas atas yang melayani para pedagang dan hal itu terlihat jelas di setiap detailnya. Kamar kami besar, tempat tidur kami lembut, dan makanan kami dibuat dengan bahan-bahan terbaik dari darat dan laut. Sumber mata air langsung dari sumbernya dan tidak pernah didaur ulang. Ada bak mandi besar dan setiap kamar memiliki pemandian terbuka sendiri. Jika kalian mau, kalian dapat menghabiskan waktu seharian tanpa meninggalkan kamar. Dan mengapa aku harus melawan naga air panas pada hari pertama? Bantal pangkuan Sitri telah memulihkan semua energiku yang hilang, namun aku berencana untuk menyimpan energi itu untuk air panas! Energi itu bukan sesuatu yang dapat aku gunakan untuk apa saja!

 

"Ayolah. Kraii-chan. Seberapa sering kita bisa melawan monster besar? Dan untuk apa kita datang ke sini?"

 

Benarkah? Aku pikir kita telah bertemu terlalu banyak monster besar akhir-akhir ini.

Meskipun Liz menghabiskan hari dengan berjalan-jalan di Kota Suls, teman masa kecilku yang mungil itu penuh energi. Liz mengerutkan bibirnya, meraih lenganku, dan mengguncangku. Tanpa Luke dan yang lainnya, aku adalah satu-satunya teman bermainnya dan aku tidak siap untuk peran itu. Jika Liz ingin sesuatu untuk dimainkan, Tino tidak melakukan apapun untuk itu.

 

"Biar aku katakan ini sekarang : Aku tidak berencana melakukan satu hal pun yang berarti saat berada di sini! Selama dua minggu ke depan, aku akan makan, mandi, tidur, dan menunggu!"

 

"Dengan kata lain, kamu sudah membuat pergerakan?" Tanya Sitri.

 

"Hah? Uh, yah, uh-huh. Tepat sekali. Semuanya sesuai rencana."

Bahkan Sitri mendukungku bahkan setelah mengatakan sesuatu yang menyedihkan. Kurasa bisa dibilang aku sudah membuat gerakan. Kami mengalami kendala di jalan, namun liburanku kurang lebih berjalan sesuai rencana. Kami berada di sumber air panas. Pemandian air hangat dan mewah hanya berjarak satu lengan. Apa yang lebih penting dari itu? Aku akan melupakan Arnold, Pertemuan White Blade, misi bernama, dan semuanya. Aku akan menyerahkannya pada Krai yang ada di masa depan.

 

Pada suatu saat, Sitri telah berganti dari jubah alkemisnya menjadi yukata biru dengan motif bunga. Jubah itu tidak memperlihatkan lebih banyak kulit daripada pakaiannya yang biasa, namun ada sesuatu yang menyegarkan dan sedikit memikat dibandingkan dengan pakaiannya yang tebal. Sitri memiliki postur tubuh yang baik dan yukata itu hampir tampak dibuat khusus untuknya. Tidak diragukan lagi, Sitri telah bekerja lebih keras daripada orang lain selama liburan kami. Aku berharap dia setidaknya akan mengistirahatkan dirinya sejenak dari perjalanan terakhir.

 

Ada juga yukata untuk laki-laki yang tersedia, namun aku tidak bisa memakai salah satunya dan menyimpan semua Relikku. Menjaga diriku tetap hidup adalah prioritas utamaku. Aku bahkan tetap mengenakan cincinku saat aku mandi. Namun, Killiam telah memilih untuk mengenakan yukata dan mulai berpose. Yukata itu tidak benar-benar cocok dengan bentuk tubuhnya yang berotot. Aku bertanya-tanya apa mungkin Killiam itu adalah orang yang lebih suka bermain-main daripada yang aku sadari.

 

"Kapan Sitri-chan berganti? Dan di mana punya Liz-chan? Jangan bilang Sitri-chan pikir bisa menggunakan ini sebagai kesempatan untuk merayu Krai-chan milik Liz-chan?"

 

"Hanya kamu yang akan melakukan itu di sini! Lagipula, berapa kali aku harus mengingatkanmu bahwa Krai itu bukan milikmu? Kamu bisa mendapatkan yukata dari karyawan penginapan, jadi kenapa kamu tidak melakukannya?"

 

"Liz, jika kamu mengenakan yukata, kamu tidak akan bisa menendang-nendang sesuatu." Kataku.

 

Liz tampak bimbang. Mengesampingkan apa dirinya perlu menendang sesuatu di pemandian air panas, dia selalu benci mengenakan pakaian yang sulit dikenakan. Namun, muridnya itu melirik ke sekeliling seolah-olah dirinya ingin mencobanya.

 

"Sepertinya tidak banyak pelanggan, jadi aku yakin kita akan memiliki tempat ini untuk diri kita sendiri." Kata Sitri.

 

"Senang mendengarnya."

Aku tidak keberatan jika ada pelanggan lain, namun jika tidak ada pelanggan lain, aku bisa berenang di bak mandi! Namun yang lebih penting, hal ini berarti Liz tidak akan terlibat pertengkaran. Liz dan Sitri sama-sama tampak seperti gadis yang menawan sehingga mereka sering menerima berbagai rayuan di penginapan. Kemudian Liz akan menghajar para orang yang memberi rayuan itu sampai babak belur. Tentu saja, mereka pantas mendapatkannya, namun aku tetap ingin menghindari kejadian-kejadian itu sebisa mungkin.

 

Lalu aku ingat ada yang ingin kutanyakan pada Sitri.

"Apa yang terjadi pada Black, White, dan Gray? Aku tidak melihat mereka saat kita makan."

 

"Sesuai instruksimu, aku sudah memesankan mereka kamar, dan mereka seharusnya menerima makanan. Lebih dari itu bukan urusanku."

 

Sungguh jawaban yang datar. Tapi jika kami berada di penginapan yang sama, kurasa aku akan bertemu mereka. Kemudian aku bisa melepaskan kerah mereka dan membebaskan mereka.

 

"Umm, Master, bagaimana penampilanku?" Tanya Tino.

 

Tino menguatkan tekadnya dan berputar. Tino mengenakan yukata biru tua dan tidak mengenakan pitanya seperti biasanya. Kain biru tua itu sangat kontras dengan kulitnya yang pucat. Pakaian itu sangat cocok untuknya; Sitri pasti membantunya memilih pakaian itu. Tino berusia sepuluh tahun saat kami pertama kali bertemu dengannya tak lama setelah tiba di ibukota. Bertahun-tahun kemudian, aku masih bisa melihatnya sebagai seorang anak-anak, namun melihatnya seperti ini membuatku mempertimbangkan kembali. Dengan pengecualian kecil, tubuhnya lebih berkembang daripada Liz. Aku hampir lupa bahwa hanya ada perbedaan empat atau lima tahun di antara kami. Tidak seperti Sitri, Tino tidak memperlihatkan lebih banyak atau lebih sedikit kulit daripada biasanya, jadi mengapa Tino tampak jauh lebih memikat? Aku mengamatinya dengan saksama, namun hal itu membuat pipinya memerah.

 

"Ya, kamu terlihat bagus dengan pakaian itu. Kamu sangat imut." Kataku.

 

"Terlebih lagi, sangat sayang sekali hanya aku yang bisa melihatmu seperti ini."

Lagipula, akulah yang selalu menyebabkan begitu banyak masalah untukmu.

 

Pujianku yang berlebihan membuat wajah Tino semakin memerah dan dia mengalihkan pandangannya. Bibirnya terkatup rapat; dia jelas merasa senang. Liz bukanlah tipe orang yang suka memuji, jadi aku bertanya-tanya apa mungkin aku lah yang harus lebih banyak memuji Tino.

 

"Oh, Master...."

Kosakata Tino sepertinya tidak cukup.

 

"Krai, Tino mungkin imut, tapi itu tidak bisa dijadikan alasan bagimu untuk terus menatapnya."

Kata Sitri sambil mengulurkan tangan untuk melindungiku dan Tino.