Short Story : Hang in There, Sitri!
Aku melipat tanganku dan mengerang saat melihat Sitri menyiapkan makanan di dapur.
"Apa yang disukai Sitri?" Aku bertanya-tanya.
"Hm? Ada apa, Krai-chan?" Tanya Liz.
"Aku baru saja memikirkan betapa menakjubkannya Sitri itu." Kataku.
Sitri luar biasa. Sitri dan tindakannya itu hebat. Aku baru saja memberikan pekerjaan ekstra padanya, dan ini bukan pertama kalinya bakat alkimia Sitri membuatnya sibuk dengan segala macam permintaan, namun dia tidak menunjukkan ketidaksenangan sedikit pun ketika aku tiba-tiba mengajaknya pergi berlibur.
Sitri bahkan menyiapkan barang bawaan kami dan membawa serta Black, White, dan Gray. Eva memberi kami kereta, namun aku yakin Sitri bisa melakukannya jika aku memintanya. Sitri punya tempat persembunyian di Kota Elan, dan satu lagi di sini, di Kota Gula. Di dalam kereta, Sitri menghibur Tino ketika Tino menjadi murung. Aku terus-menerus merasa berhutang budi padanya. Sekarang, aku membiarkan Sitri menyiapkan makan malam untuk kami. Aku mendengar Sitri memotong dengan pisaunya dengan ritme yang terdengar ceria. Kami sudah berteman lama, oleh karena itu aku sudah terbiasa mengandalkannya sejak lama. Tetap saja, aku berubah pikiran untuk membiarkan Sitri berbuat sejauh ini demi diriku terus menerus.
"Mmm, Sitri-chan selalu pandai menggunakan otaknya. Akhir-akhir ini, dia terlalu mengkhawatirkan hal ini dan itu. Dia kandidat ideal untuk terlalu banyak pekerjaan."
Kata Liz sambil mengayunkan kakinya ke depan dan ke belakang di sofa. Liz kuat dan cekatan, namun Liz tidak bekerja kecuali terpaksa. Sementara itu, Tino tampak diam setelah diusir dari dapur ketika dia mencoba membantu.
"Sitri-chan itu luar biasa. Liz-chan berharap Sitri-chan mau berbagi rahasianya dengan Liz-chan." Kata Liz, mengatakan itu.
"Aku hanya ingin mengucapkan terima kasih yang terlambat padanya." Kataku.
Kami berteman, namun itu tidak berarti aku bisa memanfaatkan kebaikkannya. Tidak peduli seberapa cakapnya Sitri itu, aku masih merasa menyedihkan jika terlalu bergantung padanya.
"Eh, Krai-chan tidak perlu melakukan itu. Sitri-chan melakukan hal-hal itu karena Sitri-chan suka. Liz-chan yakin memasakkan makanan untuk Krai-chan adalah semacam hadiah menurut Sitri-chan itu. Liz-chan menawarkan untuk membuatkan sesuatu, tapi Sitri-chan mengusir Liz-chan dari dapur."
Aku bertanya-tanya apa tugas memasak itu biasa dianggap sebuah hadiah. Namun Liz ada benarnya, Sitri memang terlihat menikmatinya dan dia selalu tampak sangat gembira ketika aku memberitahunya bahwa masakannya itu enak. Dan aku tidak menyanjungnya—masakannya itu benar-benar enak. Sitri Smart adalah orang yang berpengetahuan luas. Tidak ada yang bisa aku lakukan yang Sitri tidak bisa lakukan dan Sitri biasanya melakukannya dengan lebih baik. Sering kali, tidak ada yang dapat aku lakukan untuk membantu, aku hanya menghalangi. Jadi bagaimana jika aku memberinya hadiah saja?
"Apa ada yang diinginkan Sitri?" Aku bertanya.
"Mmmm." Liz merenung.
"Krai-chan?" Kata Liz.
"Hah?" Kataku.
Aku melihat ke arah Liz. Entah kenapa, Liz memanggil namaku. Liz berkedip dan menggelengkan kepalanya.
"Lupakan. Menurut Liz-chan, Sitri-chan itu akan dengan senang hati menerima apapun dari Krai-chan." Kata Liz.
Kelihatannya memang benar, namun itulah masalahnya : Sitri terlalu perhatian padaku. Aku mulai membenci diriku sendiri ketika menyadari bahwa, meski sudah berteman selama satu dekade, aku tidak tahu harus memberi hadiah apa untuk Sitri.
"Dia mungkin tidak terlalu menginginkan aksesori apapun." Kataku.
Sitri rapi dan menarik, namun sepertinya dia tidak terlalu peduli dengan gaya berpakaian. Sitri adalah seorang peneliti dan pedagang, yang dia hargai adalah efisiensi. Saat aku merenungkannya, Liz menatapku dengan mata melebar. Ekspresi seriusnya memudar saat dia sendiri berhenti dan merangkak ke arahku.
"Eehh, itu benar, Krai-chan, Sitri-chan tidak akan melakukan hal seperti itu. Jadi kenapa tidak memberikannya pada Liz-chan saja?" Kata Liz.
Sama seperti Sitri, Liz akan dengan senang hati menerima hadiah apapun. Aku mungkin bisa menghitung berapa kali Liz menunjukkan ekspresi tidak senang padaku. Liz menikmati berbelanja dan kadang-kadang bahkan menyeretku bersamanya. Aku bisa berasumsi dia akan senang menerima aksesori, namun aku tidak begitu yakin tentang Sitri. Aku kemudian mendengar suara benturan keras dari dapur. Aku bertanya-tanya apa yang sedang dibuat Sitri.
"Umm, Master." Kata Tino sambil melirik ke arah sumber suara.
"Bukankah kamu berhutang banyak pada Sitri Onee-sama?"
"Urgh."
Tino benar. Aku benar-benar lupa tentang hutangku. Betapa arogannya memberikan hadiah kepada seseorang yang meminjami uang padamu? Lagipula, Sitri itu kaya. Sitri bisa membeli sendiri apapun yang bisa aku berikan padanya. Sitri mungkin akan mengatakan perasaan itu yang terpenting, namun aku tidak begitu yakin akan mempercayainya.
"Kalau begitu, kurasa hadiah bukanlah hal yang tepat. Tapi aku tidak bisa memikirkan apapun yang bisa aku lakukan untuknya." Kataku.
Suara-suara teratur dari dapur digantikan oleh gedoran dan gemeretak. Liz mengulurkan tangannya dan bersandar padaku.
"Ini, bagaimana kalau Krai-chan mengusap perut Liz-chan?"
Kata Liz dengan suara manis.
"Lakukan itu lagi, ya, Krai-chan."
Rupanya, Liz teringat kehidupan masa lalunya sebagai serigala. Pipi Tino memerah. Saat itu, aku masih muda, dan—maksudku, aku tidak akan melakukan hal seperti itu terhadap teman masa kecilku. Sebaliknya, aku membelai rambutnya.
"Untuk saat ini, aku akan memikirkan apa yang bisa aku lakukan untuk Sitri. Aku tidak bisa membayangkan Sitri ingin perutnya diusap juga."
Berbeda dengan Liz, Sitri selalu mengenakan jubah tebal. Bahkan ketika Sitri tidak mengenakan jubah, dia tetap bersikap seperti perempuan baik-baik. Sitri tidak mungkin ingin perutnya diusap juga. Sitri mungkin akan mengurangi penilaiannya kepadaku jika aku mencobanya.
"Ya, Sitri-chan mungkin tidak menyukainya. Sitri-chan itu sangat ketat dalam berbagai hal seperti bersentuhan antar tubuh dan sebagainya. Ayolah, karena Sitri-chan itu bebal, kenapa tidak bermain dengan Liz-chan saja?" Kata Liz.
"Aku tidak bisa melakukan itu." Kataku.
"Jika Sitri tidak menyukai makanan yanag manis, membawanya ke toko makanan manis tidak akan ada gunanya bagi kami." Lanjutku.
Kami berada di kota yang terkenal dengan coklatnya jadi aku ingin mencobanya, namun tidak ada gunanya mengajak Sitri jika Sitri tidak menyukai hal-hal semacam itu. Sitri selalu tersenyum, hal itu membuatku sulit untuk membedakan apa yang sebenarnya membuatnya bahagia.
"Hmm, sepertinya aku tidak akan menghasilkan apapun." Kataku.
Aku mendengar sesuatu yang terdengar seperti sebuah pisau yang mengenai sesuatu. Mungkinkah Sitri sedang memotong sesuatu yang keras? Dengan gemetar, Tino menatapku dengan mata terbalik.
"M-Master, apa kamu memiliki sesuatu yang bertentangan dengan Sitri Onee-sama?"
Tino bertanya kepadaku.