Epilogue : Let This Grieving Soul Retire, Part Four

 

Angin lembut bertiup melintasi daratan. Tidak ada satu jiwa pun yang terlihat di dataran tak berujung yang terbentang di sekitar kami. Di samping gerbong kereta kami, Killiam menaiki Drink, keduanya telihat merasa puas. Jika penampilan mereka lebih normal, bisa dikatakan, maka mereka mungkin akan menghasilkan pemandangan yang sangat indah. Aku menguap lebar dan dengan iseng mengusap rambut Tino sambil menyandarkan kepalanya di pangkuanku. Rambutnya sangat halus, menyentuhnya saja sudah membuat jiwaku tenang. Saat aku melakukan ini, Tino mengerang kecil.

"Oh, selamat pagi, Tino." Kataku.

 

Tino perlahan membuka kelopak matanya. Lingkaran hitam di bawah matanya kini hilang seluruhnya. Tino menatapku dengan tatapan kosong namun mencoba untuk duduk ketika dia menyadari posisinya saat ini. Namun, tubuhnya tidak mau menurut dan yang bisa dia lakukan hanyalah menggeliat kesakitan.

"O-Owww."

 

"Kebanyakan orang tidak akan bisa bergerak sama sekali jika kondisimu seperti ini."

Kata Sitri kepada Tino.

 

"Aku menyarankanmu untuk tetap diam, oke, T?" Saran Sitri.

 

"Heeh, apa maksudmu, Sitri Onee-sama?"

Dengan mata berkaca-kaca, Tino menatapku bingung. Tino tidak menunjukkan sedikit pun keberanian yang dimilikinya sebagai Super Tino. Namun itu tidak apa-apa, terlalu banyak waktu dalam keadaan seperti itu akan menghancurkannya.

 

"D-Di mana, er, apa yang terjadi Arnold?"

Tino bertanya sambil sedikit mengejang. Rupanya, Tino sudah lupa apa yang telah terjadi. Aku tidak yakin harus berkata apa, namun Liz menyela sebelum aku bisa memberikan jawaban yang bagus.

 

"T dipukul dengan sangat parah, dan itu menyebalkan. Jika T sudah bisa bergerak, Liz-chan akan melatih T sampai ke tulang." Kata Liz, terlihat jengkel.

 

"Onee-chan, tidak perlu berkata seperti itu." Tegur Sitri.

Tino membeku karena terkejut. Aku membelai kepalanya lagi dan tersenyum.

 

"Arnold adalah Level 7, aku tahu kamu tidak akan menang melawan dia. Tetap saja, kamu terlihat sangat keren di sana, Tino." Kataku.

 

"Master, Master, aku mohon jangan terlalu keras kepadaku." Kata Tino.

 

Aku akan mengambil kesimpulan dan mengatakan bahwa Tino kalah. Sederhananya : Super Tino sangat kuat, namun Arnold sangat kuat. Super Tino menyerang dengan kecepatan super, kecepatan yang sebanding dengan Liz, namun Arnold memblokir setiap serangan. Menurut Liz, kekalahan Super Tino itu karena tekniknya, atau kekurangannya. Topeng itu telah mengeluarkan kekuatan dalam dirinya, namun pengetahuan teknisnya tidak dapat mengimbanginya. Super Tino memang super cepat, namun tidak secepat super kilat Arnold. Meski begitu, kekuatan laten Tino yang super mengesankan sudah cukup untuk mencegah serang petir Arnold itu meninggalkan luka yang berkepanjangan. Hal itu bukanlah pertarungan jarak dekat, meski bisa dibilang Tino sudah bertarung dengan baik, mengingat Tino telah melawan Level 7 asli. Bahkan jika Tino kalah, dia masih mengulur waktu, yang berarti kemenangan bagi Liz dan Sitri.

 

Liz menghancurkan Ogre pengembara itu dan Sitri melumpuhkan rekan-rekan Arnold dengan ramuan mencurigakan. Liz kemudian melemparkan bagian Ogre yang terpotong-potong itu ke Arnold, kami meraih Tino yang tidak sadarkan diri, naik kereta kuda, dan keluar dari sana. Tidak ada yang mengejar kami. Hal terakhir yang aku lihat adalah Arnold melawan Ogre pengembara itu setelah makhluk itu beregenerasi dan menyerang para pemburu yang tidak sadarkan diri. Aku merasa agak kasihan pada mereka, namun karena mereka yang menyerang lebih dulu dan aku pikir mereka akan mengatasinya. Chloe meneriakkan sesuatu kepadaku yang aku pura-pura tidak mendengarnya. Aku sedang berlibur, aku tidak ingin mendengar tentang misi bernama dan hal apapun. Kami kemudian menuju tujuan awalku, Night Palace.

 

Tino tetap diam setelah mendengar penjelasanku.

"Aku minta maaf, Master. Aku gagal." Kata Tino.

 

"Jangan khawatir, Tino. Kegagalan adalah bagian dari menjadi lebih kuat."

Kataku kepada Tino.

 

"Bahkan anggota Grieving Soul lain juga mengalami kekalahan. Bahkan Liz menjadi lebih kuat melalui kegagalan." Lanjutku.

 

"Onee-sama juga?!"

Liz yang terlihat malu menyikutku seolah menyuruhku untuk menghentikannya.

Teman-teman masa kecilku sangat berbakat, namun mereka bukan bearti mereka itu sempurna. Aku tidak membagikan bakat itu, jadi aku tidak ambil pusing, namun aku mengawasi setiap usaha, setiap kekalahan, dan setiap kemenangan yang diraih teman-temanku. Usaha pantang menyerah dan kemauan keras adalah kunci untuk menjadi lebih kuat. Jalan yang pernah dilalui teman-temanku tidak diragukan lagi adalah jalan yang sama yang dilalui Tino.

 

"Kamu menjadi sangat kuat, Tino. Ini bukan soal menang dan kalah. Aku yakin suatu hari nanti kamu akan menjadi pemburu yang hebat." Kataku.

 

Aku terkejut melihat betapa kuatnya Tino ketika dia memakai Evolve Greed. Aku hanya dapat mengingat beberapa Relik lain dalam koleksiku yang mampu menghasilkan sesuatu yang sangat mengesankan. Namun aku tidak bisa membayangkan topeng itu mengeluarkan begitu banyak kekuatan dari siapapun. Kompatibilitas Relic dapat bervariasi dari orang ke orang, dan Evolve Greed sepertinya sangat cocok dengan Tino. Aku berharap Tino memakai topeng itu lagi sehingga aku bisa mengujinya sedikit.

Kemudian aku mendapati renungkanku diganggu oleh Tino.

 

"Apa aku bisa bergabung dengan Grieving Soul suatu hari nanti?"

Tino bertanya sambil berbaring diam.

 

Aku langsung menjawab sambil membelai rambutnya.

"Tentu saja."

 

Liz dan Sitri sama-sama tersenyum. Aku yakin selama Tino terus berharap, mimpinya pasti akan menjadi kenyataan. Harapan merupakan bagian integral untuk menjadi pemburu yang hebat.