Chapter Two : A Nagging Nightmare
Aku mengalami mimpi buruk. Aku bermimpi Ibukota terbakar; Aku bermimpi bahwa ini adalah akhir dunia. Langit berwarna merah tua, dan disertai dengan hiruk-pikuk jeritan. Pemburu, Ksatria, pedagang, dan penduduk lainnya berlari menyelamatkan diri. Orang-orang membanjiri jalan-jalan lebar dalam upaya putus asa untuk melarikan diri dari kota, hanya untuk terjebak oleh tembok yang dibangun untuk melindunginya.
Ibukota, Zebrudia, dikelilingi tembok dengan pintu keluar yang terlalu sedikit dan sempit untuk penduduknya. Evakuasi terhenti karena orang-orang mengalami kemacetan di pintu keluar ini. Aku menyaksikan semuanya terungkap dari sebuah ruangan kosong di suatu tempat jauh di atas kantor master klan. Melalui pemandangan luas, aku dapat melihat dengan jelas keadaan Ibukota dan alasan langit memerah. Ibukota Kekaisaran bersejarah Zebrudia—yang mendekati hari jadinya yang ke tiga ratus—dibanjiri air yang berwarna merah menyala. Cairan kental itu menenggelamkan kota yang dibangun dengan rapi itu seolah-olah terjadi tsunami, meski tidak ada laut di dekat Ibukota.
Selain itu, dari tempat aku berada, aku dapat melihat cairan mengalir di Ibukota dengan pola yang jelas : cairan itu mengejar makhluk hidup. Cairan ini memprioritaskan anak-anak dan orang tua yang melarikan diri, serta para Ksatria yang berjuang untuk menjaga ketertiban kerumunan orang-orang itu. Tanpa kecuali, cairan itu membakar semua orang yang disentuhnya dan melahap mereka dalam hitungan detik. Tidak ada tanda-tanda kehidupan yang tersisa di kastil yang berdiri di kejauhan. Separuh kota sudah menjadi kota hantu. Sebuah kota dengan seluruh strukturnya utuh namun tidak ada tanda-tanda kehidupan (Bahkan tidak ada satupun tubuh) sangatlah tidak menyenangkan. Mungkin masih ada orang yang selamat di dalam gedung, namun melarikan diri dari kota ketika jalanan dipenuhi air yang terbakar adalah hal yang sia-sia. Banjir yang membara itu tidak menunjukkan tanda-tanda akan surut.
Faktanya, hal itu tampak merayap ke atas dalam hitungan detik. Air yang membara itu akan segera meluap ke tembok kota dan menyapu seluruh dunia. Kemudian, aku menyadari apa yang menghancurkan kota itu. Aku mengenalinya. Cairan itu bukan air. Cairan itu adalah makhluk hidup. Cairan itu adalah ciptaan gila yang berdasarkan pada spesies monster terlemah di dunia ini—sesuatu yang sudah diperingatkan agar aku tangani dengan hati-hati namun (mungkin) lepas secara tidak sengaja. Sekarang, seorang gadis berdiri di sampingku, mengamati kota seperti aku. Matanya yang sedikit murung yang memberikan kesan baik, dan wajahnya dibingkai oleh rambut pendek berwarna merah muda. Dia mengenakan jubah abu-abu yang biasa-biasa saja, yang dimaksudkan sebagai baju luar dan bukan salah satu jubah yang sangat dialiri sihir yang dikenakan orang Magi di reruntuhan harta karun. Gadis itu mendongak dengan mata melebar seolah dia baru menyadari aku ada di sana. Meskipun ada kiamat di bawah, ekspresinya tetap santai.
Gadis itu berbicara seolah-olah kami hanya mengobrol ramah, namun suaranya sangat terdistorsi sehingga aku tidak bisa mengerti apa yang dia katakan. Tetap saja, matanya bersinar karena kegembiraan yang mencolok. Aku berusaha mati-matian untuk menghentikannya, namun suaraku gagal keluar. Kegelisahan dan keputusasaan menyiksa seluruh jiwaku. Aku berhasil menggenggam bahunya, namun yang gadis itu lakukan hanyalah tersenyum malu-malu dan memelukku.
Itu bukanlah pujian!
Aku menggenggam bahu gadis itu dan melepaskannya dariku. Dengan sekuat tenaga, aku mengguncangnya saat dia melihat slimenya dengan sangat puas—
Lalu, aku terbangun. Aku langsung kembali ke tempat tidurku di ruangan tanpa cahaya dan merasakan diriku menggigil. Punggungku basah oleh keringat dingin, dan jantungku tak henti-hentinya menghantam dadaku. Mimpi buruk adalah kejadian biasa bagi orang yang gugup sepertiku. Namun mimpi yang ini mengambil dalam ingatanku yang baru-baru ini.
Mimpi yang sangat buruk. Anehnya, mimpi itu juga realistis, terutama bagian saat gadis itu memelukku.
Menarik napas dalam-dalam dan hati-hati, aku mengingatkan diri sendiri bahwa Ibukota tidak akan hancur semudah itu. Zebrudia adalah Kekaisaran yang kuat, dengan Ordo Ksatria yang tak terkalahkan, unit sihir yang terdiri dari beberapa ratus orang Magi, dan daftar pemburu kuat yang berbasis di Ibukota, baik yang aktif maupun yang sudah pensiun. Selain kekuatan militernya, Kekaisaran ini juga memimpin dunia dalam bidang penelitian dan teknologi, menjadikannya negara adidaya yang tak terbantahkan di wilayah tersebut. Dengan adanya jaringan reruntuhan harta karun yang berbahaya di dekatnya, Ibukota ini bisa dibilang merupakan kota dengan pertahanan terbaik di dunia. Tidak ada negara terdekat yang mampu menghadapi bencana yang akan menghancurkan Ibukota Kekaisaran.
Bukankah itu berarti kami semua sudah tamat?
Aku mencoba sekuat tenaga menghilangkan kenangan mimpi buruk itu dari kepalaku, namun entah kenapa ingatan itu sangat jelas.
"Tidak mungkin hal itu akan terjadi. Aku belum pernah melihat mimpiku menjadi kenyataan sebelumnya." Kataku berbicara sendiri.
"Ada apa, Krai-chan?"
Panggil suara mengantuk dari kiriku. Aku pikir aku sendirian. Aku menoleh ke arah suara itu dan menemukan Liz duduk di sana seolah ini adalah tempat tidurnya. Mau tak mau aku meringis saat melihat seseorang yang sangat mirip dengan Sitri dalam mimpi burukku. Bagaimanapun juga, mereka berdua adalah saudara. Dan meskipun mereka mempunyai banyak ciri yang membedakan seperti panjang rambut, bentuk mata, tinggi badan, ukuran cup, dan warna kulit, mereka cukup mirip sehingga aku tidak akan bisa membedakan mereka jika mereka benar-benar berusaha untuk mencocokkan penampilan mereka— berbicara dari pengalaman.
Liz tersenyum padaku tanpa malu-malu dan berkata,
"Pagi, Krai-chan. Apa mimpi Krai-chan indah?"
Liz mengenakan gaun tidurnya yang tipis dan longgar dan menempel di lenganku sementara jantungku masih berdebar kencang. Suhu tubuhnya jauh lebih tinggi daripada suhu tubuhku, sehingga pelukannya membuatku semakin berkeringat. Aku telah mengidentifikasi sumber mimpi burukku : dia pasti tidak ada di sana ketika aku pergi tidur. Liz selalu punya kebiasaan buruk, yaitu menyelinap ke tempat tidurku. Aku sempat berpikir untuk menyuarakan keluh kesahku, namun kuputuskan bahwa menyebutkan mimpi burukku itu tidak akan terlalu produktif. Saat aku tetap diam, kakinya melingkari kakiku, dan aku merasakan sensasi dingin saat gelang kakinya menyentuh kakiku. Sensasi dingin itu berasal dari Apex Roots, Relik milik Liz, dalam mode siaga. Relik sepatu botnya berubah menjadi cincin logam saat tidak digunakan.
Liz pernah memberitahuku bahwa motto adalah "Tidak pernah berhenti bertarung", jadi dia memakai Reliknya ke mana pun—saat dia mandi, saat dia tidur, dll. Liz hanya melepas Reliknya beberapa saat dalam sehari. Aroma manis dari Liz yang ditekan erat menggelitik hidungku. Pelukan lengan, payudara, dan kaki rampingnya terasa sangat hangat dan lembut. Saat dia menggosokkan dirinya ke kulitku, kenikmatan sensual muncul di benakku. Sepertinya dia adalah gadis yang bisa dipahami atau semacamnya. Sayang sekali hobinya menghancurkan laki-laki yang melakukan hal seperti ini kepadanya. Saat aku hanya duduk di sana mencoba mengatur pernapasanku, Liz mendengkur di telingaku.
"Apa Krai-chan mau jalan-jalan hari ini?" Tanyanya.
"Bagaimana dengan pelatihan Tino?" Tanyaku.
"Hmm, Liz-chan mungkin akan menghancurkannya jika Liz-chan mendorongnya terlalu keras. Jadi ini hari libur untuknya hari ini." Kata Liz.
"Dan pelatihanmu?" Tanyaku.
Liz sudah menguasai semua ajaran mentornya dan mewarisi gelar Stifled Shadow, namun dia adalah seorang pekerja keras. Dia biasanya sibuk di Ibukota dengan pelatihan Tino dan pelatihannya sendiri.
Liz tersenyum dengan gembira.
"Ini hari libur untuk Liz-chan juga!" Katanya.
Apa dia yakin? Aku kira bukan tempatku untuk menolak. Aku tidak tahu apa yang dia rencanakan, namun aku merasa aman meninggalkan gedung bersamanya sebagai pengawalku. Bagaimanapun, aku tidak punya rencana apapun. Ini juga bukan pertama kalinya dia menyeretku berkeliling kota. Aku lebih sering berjalan-jalan dengannya di kota sejak aku berhenti pergi ke reruntuhan bersama anggota party lainnya. Menjadi pemimpin party yang baik berarti menghabiskan waktu bersama teman-teman party kalian di luar jam kerja juga. Yah, aku hanya bisa menghabiskan waktu bersama mereka di luar jam kerja, jadi aku tidak ingin mengecewakan Liz saat Liz memintanya.
Hal itu adalah bonus bahwa tidak ada kemungkinan Liz akan mengamuk setidaknya saat kami jalan-jalan. Aku memutuskan untuk menyingkirkan mimpi buruk tak berdasar itu dari pikiranku. Semua itu : hanya mimpi buruk. Salah satunya disebabkan oleh peringatan samar Sitri yang tidak perlu ditambah Liz yang membuatku tercekik. Memang, apa yang bisa aku lakukan terhadap mereka?
"Tentu, aku akan jalan-jalan denganmu." Jawabku.
Liz berseru dengan gembira dan membenamkan wajahnya ke dadaku.
"Terima kasih, Krai-chan!"
Sambil mengusap kepala temanku yang terlalu penyayang itu, aku menghela napas pelan. Aku berpakaian dan meninggalkan ke lantai dasar rumah klan bersama Liz, tepat ketika wajah yang kukenal masuk melalui pintu depan. Berdiri di sana adalah laki-laki bertubuh besar dengan kepala botak yang bisa dikenali oleh setiap pemburu di Ibukota dari kerumunan—Gark. Dia mengenakan seragam Asosiasi, dan seragam itu sangat cocok untuknya. Segera, dia melihatku. Aku harus melakukan upaya sadar untuk menyembunyikan kekhawatiranku tentang apa yang akan terjadi. Aku tahu dari pengalaman bahwa ketika Gark mengetuk pintuku, itu berarti satu dari tiga hal : ada masalah serius yang terjadi di suatu tempat, aku membuat kesalahan besar, atau hal itu saat yang buruk bagiku untuk menolak panggilannya. Terlepas dari itu, tidak ada satupun yang memberikan kabar baik bagiku. Karena Gark membawa Kaina dan dua petugas Asosiasi lainnya bersamanya, dia pastinya tidak ada di sini hanya untuk mengajakku bicara.
"Krai-chan sedang sibuk sekali hari ini."
Bentak Liz sebelum aku sempat bicara.
"Bisakah kau tidak menyia-nyiakan waktu kami dengan sampah apapun yang kau bawa? Kami tidak akan membereskan beberapa pemburu lemah brengsek yang seharusnya sudah mati sejak lama. Lakukan saja sendiri sialan." Lanjutnya.
Di wajah Liz itu ada ekspresi menyala-nyala yang akan membuat sebagian besar monster berlarian. Liz sudah sangat marah saat itu, namun sekarang dia siap untuk menghajar orang itu bahkan sebelum Gark mengucapkan sepatah kata pun. Tidak peduli apa Gark itu adalah manajer dari asosiasi tempat dia bergabung, atau apa orang itu seorang bangsawan, Ksatria, petarung berpengalaman, atau seseorang yang Liz kenal dengan baik—sikap Liz itu akan tetap sama.
Liz, meskipun dia mengoordinasikan pakaiannya dengan warna hitam seperti biasa, mengenakan pakaian yang jauh lebih kasual dari biasanya : dia mengenakan rok sebagai pengganti celana pendek ketatnya, membiarkan rambutnya tergerai, dan tidak membawa senjata. Namun, sepatu bot perak setinggi lututnya, Relic, tetap ada di sana, dan dia dengan kesal mengetuk-ngetuk lantai dengan sepatu itu. Gark mengerutkan kening pada pengamuk kecil itu dan berkata,
"Liz? Bukankah kau seharusnya berada di Night Palace? Aku sudah bilang padamu untuk melapor kepadaku setelah kembali dari reruntuhan Level 7 atau lebih tinggi."
Setelah bertahun-tahun bekerja dengan kami, mereka tahu betul betapa menyebalkannya berurusan dengan Liz yang tidak puas, dan hal itu terlihat dari bagaimana semua warna memudar dari wajah Kaina dan dua petugas lainnya yang mengawasi pertukaran itu. Bukan saat yang tepat untuk bertengkar. Asosiasi Penjelajah adalah organisasi yang luas. Jadi, untuk mengendalikan para pemburu, banyak petugasnya adalah mantan pemburu—tidak terkecuali Gark Welter. Faktanya, dia pernah menjadi pemburu Level 7 yang menyelesaikan reruntuhan demi reruntuhan dengan tombak terpercayanya; julukannya—War Demon—masih dibisikkan dengan ketakutan di antara orang-orang yang mengenalnya sejak dulu. Meskipun bertahun-tahun telah berlalu sejak hari-hari puncaknya di garis depan, dia masih bisa bersaing dengan sebagian besar pemburu saat ini. Lebih spesifiknya, saat party kami pertama kali datang ke Ibukota, Gark, yang saat itu sudah menjadi manajer cabang, mengalahkan kami berenam sekaligus. Itulah inisiasi kami dalam berburu reruntuhan karun di Ibukota. Luke dan Liz relatif kooperatif dengan Gark karena pengalaman itu. Orang-orang bodoh itu selama sama. Sayangnya, hal itu terjadi hampir lima tahun yang lalu.
"Kalian para orang brengsek selalu membutuhkan Krai-chan untuk membereskan sampah yang kalian itu punya, hah?! Kami selalu membereskan sampah yang kalian para brengsek itu lemparkan setiap saat. Bereskan saja itu sendiri sialan!"
Liz terus membentak Gark. Seorang gadis kecil (dengan pakaian biasa) yang mencoba mengintimidasi raksasa seperti Gark mungkin terlihat seperti anak kecil yang mengamuk jika dilihat oleh mata yang tidak terlatih, namun ekspresi Gark tetap sangat tegang. Karena Gark telah jauh dari reruntuhan dan masuknya material mana yang tersimpan sediakan selama lima tahun terakhir, kemampuannya jelas menurun sejak "Inisiasi" kami itu. Gark bahkan tidak sekuat saat dirinya berada di masa jayanya jika aku harus menebaknya. Liz, di sisi lain, telah tumbuh jauh lebih kuat sejak pertempuran kecil itu, dan Liz tidak pernah memiliki pandangan jauh ke depan seperti itu ketika memulai pertarungan. Gark tidak membalas Liz, dan hanya memelototinya seolah dia monster yang sulit dihadapi. Gigiku pasti akan gemeretak jika aku berada di posisinya—Gark pastinya punya nyali.
"Tunggu. Jika kau di sini, apa Sitri juga sudah kembali?" Tanya Gark.
"Tidak! Kau telah membuang waktu kencan kami brengsek. Enyahlah!"
Satu tendangan dari Liz, dan Gark terbang melintasi ruangan. Sambil meluncur melintasi lantai marmer yang mahal, dia menabrak beberapa tanaman pot.
Aku hanya bisa menahan tawaku melihat betapa cepatnya Liz bertarung. Dia memulai perkelahian lebih cepat daripada pemburu atau bahkan bandit lain yang pernah aku temui. Gark melepaskan tangannya dari menahan tendangan dan perlahan bangkit. Pujian untuknya karena cukup mengabaikan tendangan dari salah satu dari sedikit pemburu aneh yang pernah memasuki reruntuhan Level 8. Berbeda dengan gerakannya yang tenang, wajah Gark berubah menjadi seperti iblis—mengingatkan pada julukannya. Terlebih lagi, Gark sekarang mengeluarkan rasa haus darah; dia tidak akan bertahan sebagai manajer cabang Asosiasi jika dia adalah tipe orang yang menghindari pukulan. Kemudian, dari ikat pinggangnya, Gark menghunus belati yang lebih mirip pedang pendek di tangan Liz.
"Kau akan menyesalinya, Liz. Kau akhirnya membuat kesabaranku yang tipis habis."
Seolah-olah. Awalnya kesabarannya itu hanya setipis kertas.
Liz mengerutkan bibirnya. Matanya menyala-nyala saat kulitnya yang kecokelatan menjadi semakin merah. Aku baru saja memadamkan api menjadi bara api, dan sekarang nyala api itu kembali berkobar.
Kenapa kalian begitu kejam? Tidak bisakah kita semua akur?
Mereka akan menghancurkan rumah klan lagi. Dan akulah yang harus menerima omelan dari Eva. Kaina dan petugas lainnya sepertinya sedang berusaha mencari waktu yang tepat untuk turun tangan—namun itu sudah terlambat. Kami bisa saja punya ribuan orang normal seperti kami di pihak kami, dan kami masih belum punya peluang untuk menghentikan sepasang orang aneh yang saling bertukar serangan. Melihat sekeliling lobi, aku melihat semua anggota klan yang ada di sana sudah dievakuasi.
Aku berpaling dari orang-orang aneh itu dan bertanya kepada petugas Asosiasi,
"Apa kalian ingin duduk di atas? Aku akan membuatkan teh."
Setelah berpakaian untuk berjalan-jalan, Liz tidak bersenjata, dan sepertinya dia sebenarnya tidak ingin membunuh Gark. Gark mungkin akan baik-baik saja.
***
Suara-suara dari bawah terus berdatangan, terdengar mengguncang kaca jendelaku.
Aneh. Banyak sekali gempa hari ini.
Kataku dalam hati. Aku memutuskan untuk menikmati percakapan normal dengan Kaina dan petugas lainnya. Sejujurnya, aku merasa Kaina dan aku memiliki jiwa yang sama : dia harus berurusan dengan manajer cabang yang menakutkan dan kejam. Jadi, aku selalu merasa nyaman berbicara dengannya.
"Resepsionismu itu manis sekali." Kataku dengan bercanda.
"Bagaimana kamu menemukannya? Aku ingin memiliki gadis sepertinya di meja depan mark kami." Lanjutku.
Aku mengambil banyak inspirasi dari Asosiasi dalam hal penataan klanku. Eva datang bekerja denganku hanya karena aku menjelajahi kota untuk mencari seseorang seperti Kaina, dan aku memohon pada Eva sampai Eva menyetujuinya. Yang dibutuhkan First Step selanjutnya adalah resepsionis yang menarik. Asosiasi cabang Zebrudia terkenal dengan resepsionisnya yang selalu energik dan sopan bahkan dengan pemburu yang menakutkan atau kotor, atau ketika aku muncul untuk kesekian kalinya untuk menjawab salah satu panggilan Gark. Aku sudah menduga bahwa gadis ini (yang namanya aku bahkan tidak tahu) memainkan peran penting dalam menjalankan cabang dengan lancar. Semua orang punya kelemahan yang sama : melihat gadis yang imut. Pemburu tidak terkecuali.
Kaina tertawa kecil.
"Apa maksudmu itu Chloe? Dia keponakan Gark." Katanya.
"Ah." Kataku.
"Genetika hanyalah mitos belaka." Kataku.
Gambaran gadis baik di pohon keluarga War Demon itu meresahkan. Namun setelah dipikir-pikir, mungkin gadis itu begitu pandai menghadapi para pemburu karena dia pernah berlatih dengan Gark.
Hahh. Jadi aku rasa mereka telah menilai resepsionis itu melalui nepotisme.
Setelah kami mencairkan suasana dengan obrolan ringan, aku bertanya pada Kaina alasan kunjungan mereka. Rupanya, yang membuatku kecewa, Gark memiliki kesalahpahaman yang parah bahwa aku memiliki informasi tentang perubahan di Sarang White Wolf itu. Namun sayangnya baginya, aku tidak tahu apa-apa. Aku tidak menebak-nebak dan tidak berencana melakukannya, karena ini bukan salahku—untuk kali ini! Aku telah merasakan sedikit pengalaman dari reruntuhan baru karena suatu keberuntungan. Namun karena aku telah menyelesaikan misi yang terpaksa aku ambil, penelitian lebih lanjut berada dalam tanggung jawab Asosiasi dan Kekaisaran.
{ TLN : Nepotisme itu tindakan pemberian keuntungan, hak istimewa, atau posisi kepada kerabat atau teman dalam suatu pekerjaan atau bidang. }
Gark tidak sendirian, namun dia cenderung melebih-lebihkan kemampuanku. Aku hanya mencapai Level 8 karena keberuntungan yang bodoh. Jika mereka memikirkannya sejenak, mereka akan menyadari bahwa, tanpa pengetahuan atau keterampilan yang berguna, tidak ada kemungkinan aku akan mengetahui lebih dari apa yang telah ditemukan oleh para ahli Kekaisaran atau Asosiasi melalui upaya penelitian mereka.
Itu bukan urusanku.
"Kedengarannya sulit. Jadi itu tidak ada hubungannya dengan ley lines?"
Aku mendengarnya dengan malas, namun Kaina tampak terkejut. Aku tahu bahwa ley lines itu seperti arteri di dalam tanah dan kelainan apapun dalam aktivitasnya tidak dapat salah lagi akan ketahui oleh ahli mana pun, namun sejauh itulah pengetahuanku—hal ini lebih merupakan keahlian Alkemis kami, Sitri. Alkemis dianggap sebagai campuran antara orang Magi dan cendekiawan : mereka menguasai hukum alam semesta dan mengolahnya untuk menghasilkan efek yang diinginkan.
Alkemis adalah jenis yang agak langka bagi para petualang karena mereka tidak memiliki kerusakan yang dihasilkan tidak seperti Magi, yang dapat memanfaatkan cadangan mana internal mereka yang sangat besar, dan karena mereka membutuhkan pengetahuan dan pengalaman yang kaya serta barang langka untuk mencapai potensi penuh mereka. Di sisi lain, Alkemis sangat bisa diandalkan di saat krisis seperti ini. Sitri berbeda dari sebagian besar Alkemis lain karena dia memiliki banyak pengalaman langsung dari seringnya menjelajah ke reruntuhan harta karun. Dan meskipun dia memiliki beberapa keunikan, Sitri juga memegang posisi di institut akademik Kekaisaran. Sitri, seorang Alkemis hebat yang mendapat julukan "The Prodigy", benar-benar otak dari Grieving Soul. Meski begitu, Sitri juga sangat pendiam dan penuh hormat sehingga aku tidak akan pernah menganggapnya sebagai adik perempuan Liz jika aku tidak begitu mengenal mereka. Sebagai tambahan, perlu dicatat bahwa menghasilkan makhluk sihir seperti slime adalah salah satu keahlian khas seorang Alkemis.
Andai saja dia pandai menjaga ciptaannya tetap aman.
Namun sayangnya bagi kami, Sitri belum kembali ke kota.
"Apa ada sesuatu yang kamu ketahui?" Desak Kaina.
Namun, nasibku sangat buruk. Rasa takut menghadapi reruntuhan harta karun untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun dan kepanikanku yang disebabkan oleh kedatangan Liz yang tiba-tiba membuatku nyaris tidak ingat sedikit pun tentang bagaimana tempat itu terlihat, apalagi petunjuk apapun. Aku duduk kembali ke kursiku dan mencoba mengingat kejadian di reruntuhan itu, namun aku tidak tahu apa-apa—jika ada sesuatu yang tidak biasa, aku pasti akan mengingatnya.
"Yah, sebenarnya tidak ada apa-apa." Kataku.
"Aku mengkhawatirkan masalah lain sepanjang hari—" Lanjutku sebelum disela.
Sial.
"Masalah lain?"
Mata coklat Kaina memperhatikanku dengan rasa ingin tahu. Aku sangat khawatir dengan ke mana perginya Sitri Slime itu sehingga aku tidak peduli lagi dengan perubahan di reruntuhan; bahkan sekarang, mimpi burukku tadi malam masih terus terulang di pikiranku. Bukannya aku punya kesempatan untuk mencari tahu apapun tentang keadaan abnormal reruntuhan itu jika aku mencobanya, namun aku akan memilih untuk mencari slime sialan itu jika aku punya waktu untuk melakukan hal semacam itu.
"Tidak bisakah kamu memberi tahu kami?"
Tanya Kaina dengan sungguh-sungguh. Aku lebih baik mati daripada memberitahunya bahwa aku salah menaruhkan ciptaan Sitri, terutama ketika Sitri telah memperingatkanku untuk menanganinya dengan hati-hati.
Apa yang kamu tahu? Aku tidak salah menaruhkan Sitri Slime. Itu semua hanyalah kesalahpahaman besar. Aku sedang berusaha keras untuk tidak memikirkan apapun.
Aku memutuskannya. Aku mengatupkan jari-jariku dan menatapnya dengan cara yang terlihat seperti aku sedang merenung dengan serius. Seorang pemburu Level 8 membawa banyak rahasia bersamanya.
"Aku tidak bisa. Tidak, masih belum. Ada telinga di mana-mana."
Kataku dengan samar-samar. Aku merasa tidak enak karenanya.
"Maksudmu itu....." Para petugas di belakang Kaina menjadi tegang. Aku tidak tahan melihatnya, jadi aku bangkit dan berbalik.
Lihatlah sisi baiknya.
Pikirku. Mungkin membiarkan kesalahan itu akan menguntungkanku : itu bisa menjadi alasan bagiku untuk menolak permintaan Gark. Karena aktivitas apapun yang tidak teratur di reruntuhan harta karun berdampak pada komunitas pemburu harta karun secara luas, aku sepenuhnya bersedia agar First Step bekerja sama dalam upaya itu. Namun sekarang aku bisa berhenti melakukan pekerjaan itu sendiri, yang berarti aku tidak perlu mempertaruhkan nyawa atau kewarasanku dalam prosesnya. Asosiasi tidak akan menyia-nyiakan waktu mereka untuk salah menafsirkan komentar-komentarku yang tidak mengerti apa-apa, dan jalan-jalanku dengan Liz akan menghabiskan waktu untuk masalah ini akan membuat Liz terdiam untuk sementara waktu—ini merupakan kesepakatan yang saling menguntungkan.
"Aku agak terikat saat ini." Kataku, menambahkan.
"Tapi kalian mendapat dukungan penuh dari klanku. Aku tahu. Ark akan menjadi yang paling cocok untuk pekerjaan itu; Aku akan meminta dia membantu segera setelah dia kembali." Lanjutku.
"Terima kasih.... atas kerja samanya." Kata Kaina sambil tetap menunduk.
Maafkan aku, Kaina. Tidak ada yang bisa aku lakukan. Pengetahuan paling khusus yang aku miliki adalah daftar toko es krim terbaik di Ibukota.
Aku hampir merasa tidak enak menjadi Level 8, namun merekalah yang memberiku peringkat itu sejak awal. Selain itu, aku menawarkan Ark sebagai tanda permintaan maaf atas ketidakmampuanku. Aku yakin laki-laki brilian dan multitalenta itu bisa menyelesaikan sebagian besar masalah. Aku meminjamkan mereka Ark, hanya sebagai catatan—aku masih membutuhkannya kembali.
Melihat para petugas masih putus asa itu, aku mencoba menghibur mereka.
"Kalian tidak boleh terlalu memikirkan hal itu. Jika tidak ada perubahan pada ley lines, tidak akan butuh waktu lama untuk semuanya kembali normal."
Aliran material mana dan semua aspek yang terkait dengannya (seperti evolusi phantom) adalah kekuatan alam. Hanya sedikit yang bisa kami lakukan sebagai manusia biasa terhadap mereka.
***
Gark hampir tidak percaya bahwa gerakan gadis itu bukanlah suatu sihir. Konsentrasi ekstrim Gark membuat setiap detik terasa seperti beberapa detik; meski begitu, dia tidak bisa bereaksi cukup cepat, apalagi menghindari serangan apapun. Dengan seluruh kekuatannya, Gark hanya bisa menahan serangan Liz, meskipun Liz tidak bisa merapal mantra dan tidak punya senjata. Satu-satunya cara menyerang Liz hanyalah tusukan dan tendangan—itu terlalu cepat. Kebanyakan Thief bergerak cepat, namun bahkan Gark, selama bertahun-tahun sebagai pemburu dan manajer cabang Asosiasi, jarang melihat pemburu secepat ini.