Chapter Seven : Abyss
Di bawah jalanan Ibukota, di jaringan saluran pembuangan labirin, Sophia Black terus berjalan di sepanjang trotoar licin melewati aroma busuk dan kegelapan buram itu. Aliran limbah berjajar di trotoar; tikus dan kecoa beterbangan di sudut pandangannya. Sumber cahaya redup menerangi terowongan selebar satu meter itu, tidak memperlihatkan siluet lain selain siluet Sophia. Tudung jubah abu-abunya yang longgar jatuh ke rambutnya yang berwarna merah; matanya yang berwarna seperti nyala api tetap tanpa emosi. Pada akhirnya, Sophia telah mencurahkan dana, waktu, serta darah dan keringatnya sendiri yang sangat besar untuk penelitiannya, namun penelitian itu kini terhenti, meninggalkan banyak pertanyaan yang belum terjawab. Dia ragu bahwa karya revolusioner gurunya, setelah dokumen-dokumen itu disita oleh Kekaisaran, akan membuahkan hasil dalam waktu dekat. Bahan untuk membuat perangkat yang digunakan untuk mengganggu aliran material mana cukup langka; sekarang tidak ada kemungkinan Noctus bisa memperolehnya di dalam perbatasan Kekaisaran.
Sophia pertama kali berusaha menjadi murid Noctus Cochlear ketika dia menemukan tesis Noctus Cochlear tersimpan di relung perpustakaan terlarang. Teori Noctus itu brilian, namun yang terpenting, Sophia tertarik pada obsesi Noctus itu terhadap kebenaran universal—kehausan yang membara akan pengetahuan yang mendorongnya untuk meneliti topik-topik terlarang di seluruh dunia, meski mempertaruhkan gelar, posisi, dan reputasinya. Dan sebelum Sophia menyadarinya, dia sudah mulai mencari Noctus, tidak pernah ragu bahwa penulis tesis semacam itu akan membiarkan pengasingan menjadi penghalang antara dirinya dan penelitiannya. Sophia membutuhkan kekuatan. Pencariannya akan ilmu pengetahuan telah mencapai puncaknya, membuatnya merindukan seorang mentor dan rekan-rekan ahli yang memiliki ambisi yang sama dengannya. Mencari Noctus merupakan sebuah tantangan, terutama ketika tidak ada catatan yang menunjukkan baik Noctus masih hidup atau tidak. Ketika Sophia akhirnya menemukan Noctus di Zebrudia—tempat Noctus dibuang—dari semua tempat, Sophia gemetar kegirangan.
Sekarang semuanya sudah berakhir, hal itu tidak seperti Sophia tidak menghabiskan cukup waktu bersamanya. Sophia sudah mengira Kekaisaran akan menyelidiki penelitian mereka pada akhirnya, namun tidak secepat ini. Serum transmogrifikasi, Malice Eater, Akasha, dan lain-lain. Semua terobosan dalam desain senjata yang dibuat di bawah arahan Noctus telah disita, namun menurut Sophia, belum semuanya hilang. Pikiran Sophia kini tertuju pada sebuah senjata—yang diciptakan dari rasa haus yang tak terbatas akan pengetahuan—setidaknya sama berbahayanya dengan senjata Noctus. Senjata itu adalah senjata yang telah disegel karena bahayanya yang ekstrim—senjata biologis mengerikan yang mampu menghancurkan Ibukota : Sitri Slime. Sophia sedang berburu slime itu, yang mungkin ada di sistem saluran pembuangan. Slime itu, betapapun mematikannya, bertindak berdasarkan naluri, membuatnya cukup mudah untuk dilacak oleh siapapun yang mengetahui sifatnya. Mempertimbangkan hama dan serangga yang menjadi makanan slime, Sophia mempersempit keberadaan slime itu. Sophia bertekad untuk menyelesaikan ini setelah menggunakan segala cara keji yang dia miliki untuk melanjutkan penelitiannya. Bagi Noctus, bagi rekan-rekan sesama muridnya, dan bagi dirinya sendiri, dia akan melakukan apapun.
Sophia melanjutkan perjalanan melalui selokan sendirian.
***
Beberapa hari setelah penyelidikan Sarang White Wolf selesai, aku duduk di hadapan Gark di ruang pertemuan cabang Asosiasi Penjelajah di Ibukota. Kaina berdiri di belakang Gark, dan salah satu agen Biro Investigasi Reruntuhan duduk dengan marah di sampingnya. Di sebelahku duduk Eva, tampak tegas dan posturnya rapi. Kata-kata tidak dapat mengungkapkan betapa aku menghargai Eva untuk menemaniku ketika dia bahkan kurang bertanggung jawab dibandingkan aku atas apapun yang sedang terjadi. Gark mengerutkan alisnya menjadi kerutan seperti yang sering dia lakukan, dan dia menggeram,
"Kau tidak tahu apa-apa?!" Kata Gark.
"Sayangnya, tidak." Kataku.
"Krai, apa kau benar-benar berpikir aku akan menerimanya begitu saja?"
Kata Gark, sekarang lebih jengkel daripada marah.
Segala sesuatu yang terjadi di dalam dan sekitar Sarang White Wolf telah menjadi masalah yang jauh lebih besar dari yang kukira. Meskipun ada perintah pembungkaman dari Kekaisaran, Eva dengan baik hati membisikkan informasi menarik ke telingaku. Semakin banyak Ksatria Third Order yang terlihat di jalanan selama beberapa hari terakhir, nampaknya bersiaga tinggi untuk memburu sisa-sisa orang Akashic Tower (aku belum pernah mendengarnya sebelumnya, namun aku diberitahu bahwa itu adalah sindikat sihir yang terkenal). Entah kenapa, aku sering dipanggil ke Asosiasi di saat seperti ini. Mereka berharap pemburu Level 8 yang luar biasa itu melepaskan kekuatan luar biasanya atau semacamnya—ini hanyalah upaya menyedihkan untuk memeras lautan darah dari lobak Level 8 sepertiku. Tadinya aku takut dengan panggilan ini, namun sekarang aku tetap tegar—tidak ada kesalahan yang bisa ditimpakan pada diriku. Saat aku duduk di sana dengan tenang, Gark menggaruk kepalanya dan berkata dengan nada yang tampak agak sedih.
"Aku tidak tahu apa yang kau rencanakan, Krai, tapi tidak ada salahnya mengandalkan kami juga. Kami akan melakukan apapun yang kami bisa." Kata Gark.
Tidak ada salahnya aku meminta bantuan mereka?! Kenapa kau bertingkah seolah aku yang mengambil alih di sini?! Kau harusnya melakukan segalanya, bukan hanya apa yang kau bisa! Kapan kau akan percaya bahwa aku tidak melakukan apapun? Bahwa aku tidak tahu apapun?!
Aku berpikir tanpa menunjukkan sedikit pun kemarahan di wajahku.
"Pos pemeriksaan telah didirikan di seluruh Ibukota, begitu pula bounty untuk kepala mereka. Aku telah mengirimkan pemburu sebanyak yang aku bisa, tapi sejauh ini tidak mendapatkan apa-apa. Kemungkinan mereka masih terjebak di kota. Kalau orang yang pernah ditaklukkan Liz benar-benar sadar, kita bisa mulai menginterogasi mereka.... tapi saat ini tidak ada kesempatan untuk itu." Kata Gark.
"Mari kita berhenti bertele-tele, Manajer Cabang."
Kata agen Biro Investigasi Reruntuhan yang memelototiku. Biro Investigasi Reruntuhan, sebuah lembaga nasional yang bertugas meneliti Relik, reruntuhan, dan phantom, memegang banyak kekuasaan di Kekaisaran dan bekerja lebih dekat dengan para pemburu daripada lembaga lainnya. Yang paling penting, kebodohanku yang luar biasa telah menempatkanku dalam keburukan mereka.
"Thousand Trick, kami sangat menyadari praktik rahasiamu. Aku juga akui bahwa apapun sumbermu itu, pengintaianmu itu melebihi pengintaian kami. Wajar jika pemburu harta karun menyembunyikan strateginya, tapi..... kekacauan ini telah melampaui Thousand Trial-mu." Lanjutnya.
U wa~a.
Aku tahu para anggota klan telah menyebut keputusan bodohku sebagai "Thousand Trial", yang sangat membuatku malu, namun aku tidak mengira istilah itu akan menyebar ke luar klan. Aku ingin meringkuk di sofa, namun aku memaksakan wajahku untuk tetap tenang.
Seolah-olah agen itu akan menjatuhkan hukuman mati padaku, dia itu melanjutkan,
"Bereksperimen dengan material mana merupakan salah satu dari sepuluh kejahatan besar. Dalam keadaan darurat nasional seperti ini, setiap warga negara Kekaisaran memiliki kewajiban sipil untuk bekerja sama dengan penegak hukum. Percayalah, Biro memilih untuk tidak melawan Level 8, tapi berhati-hatilah : menyembunyikan informasi apapun dari kami dapat mengakibatkan tuntutan pidana, Krai Andrey. Kami siap menggunakan Tears of Truth jika diperlukan." Nada suaranya menunjukkan bahwa dia bersungguh-sungguh, dan itu diperkuat oleh Gark yang cemberut di sampingnya.
Tears of Truth adalah salah satu Relik paling terkenal yang dimiliki Kekaisaran. Relik itu mempunyai kekuatan untuk melihat kebohongan, namun karena Relik itu hanya ada satu-satunya, dan menggunakannya juga melanggar hak asasi manusia, ada kalanya birokrasi yang terlibat dalam menggunakannya. Bahkan terhadap penjahat, Biro jarang mengizinkan penggunaannya. Fakta bahwa agen tersebut sudah menyiapkan berarti Kekaisaran serius dalam penyelidikan mereka. Anehnya, meskipun laporanku bersih sekali, aku pernah dikenakan Relik ini lebih dari sekali di masa lalu. Meskipun mata agen itu menatapku seolah-olah aku adalah dalang kriminal dan membuatku merinding, aku dengan lantang menyatakan, "Wuhuu, ayo saja!"
Dan aku berteriak lebih keras dan lebih lama lagi,
"Wuhuu! Ayooo sajaa!"
Agen itu yang tadinya dengan dingin menghakimiku kini menggaruk kepalanya karena frustrasi.
Apa yang kau harapkan dariku?
Aku hampir mengatakan itu. Selain itu, sebagai orang yang menyukai Relik, aku tidak akan pernah melewatkan kesempatan untuk melihat Tears of Truth—benda itu adalah sebuah karya seni, harta nasional. Aku ini memang jujur. Aku tidak berbohong; Aku benar-benar tidak tahu apa-apa.
"Cukup!" Teriak agen itu.
"Bagaimana bisa kau selalu menghindari deteksi Tears of Truth?! Setiap kali kami menggunakannya padamu, keandalan Relik itu dipertanyakan! Selain itu, tidak ada orang lain dalam sejarah Kekaisaran yang pernah senang jika Tears of Truth itu digunakan kepada mereka!" Terusnya.
Apa yang bisa aku katakan? Aku adalah orang yang jujur. Hal yang sama membingungkannya bagiku adalah mereka selalu begitu yakin bahwa aku menyembunyikan informasi yang berharga. Aku sudah berkali-kali mengatakan kepada mereka betapa tidak bergunanya aku—namun tetap sia-sia saja. Salahkan Asosiasi karena memberiku Level 8. Rasa penghinaan muncul di mata Eva, yang ditujukan padaku sebelum berbalik ke arah agen itu.
"Agen Adrian." Kata Eva.
"Seperti yang kau ketahui, hukum Kekaisaran secara ketat mengatur penggunaan Tears of Truth secara tepat. Krai tidak didakwa melakukan kejahatan atau mengaku menyembunyikan informasi apapun. Jika kau bermaksud melakukan tindakan ini terhadap warga negara yang taat hukum hanya berdasarkan firasat yang tidak berdasar, kami siap memprotesnya melalui jalur resmi." Ancam Eva.
Dan begitulah caraku mengetahui nama agen tersebut. Kerutan di dahi Adrian tidak berpengaruh pada Eva yang duduk tegak dan tegas seperti biasanya.
Eva akan menjadi master klan yang hebat.
Suasana di ruang rapat tegang, padahal aku tipe orang yang suka merayu petugas. Maka sambil menepuk tanganku, aku menyela,
"Sudah cukup. Aku benar-benar tidak tahu apapun tentang mereka, tapi Sitri bilang dia punya riwayat dengan mereka, jadi kau mungkin harus bertanya padanya. Sitri bilang dia akan menyelesaikan ini juga."
Bayangan muncul di wajah Adrian, dan dia berkata,
"Sitri Smart...."
Gark tampak seperti sedang memikul banyak beban tak kasat mata di bahunya, dan Kaina menatapku dengan tatapan meminta maaf. Tidak setiap hari nama Sitri muncul dalam perbincangan kami karena Sitri dan Asosiasi juga punya sejarah. Sitri sudah lama melupakan semuanya, namun rupanya kejadian itu masih membebani hati Gark.
"Izinkan aku secara pribadi meminta maaf atas masalah ini sebagai agen Kekaisaran, meskipun dari lembaga yang tidak terlibat dalam insiden tersebut. Aku juga ingin berterima kasih padanya—bagaimanapun juga, dia adalah pemburu harta karun yang gagah berani." Kata Adrian.
"Maksudku.... Sitri tidak terlalu memikirkannya." Kataku, sambil menyadari bahwa persepsinya tentang peradilan pidana telah berubah pada hari itu.
"Kasusnya sudah ditutup, sehingga pencabutan hukuman menjadi sangat sulit. Upaya telah dilakukan untuk membukanya kembali beberapa kali di masa lalu, tapi bukti tidak langsungnya terlalu meyakinkan.... julukannya dapat diubah setelah tidak ada yang memanggilnya dengan itu, tapi menjadi anggota Grieving Soul menyakitinya dalam hal itu....." Katanya.
Lebih dari tiga tahun yang lalu, Sitri terlibat dalam suatu insiden dan telah ditetapkan sebagai tersangka utama dalam kasus tersebut. Meskipun dakwaannya telah dibatalkan secara pidana karena kurangnya bukti nyata, Asosiasi telah menyerah di bawah tekanan tinggi dan menjatuhkan hukuman terburuk dalam sejarah mereka : mencabut levelnya dan mencapnya dengan julukan yang tidak terhormat. Hasil ini kemungkinan besar merupakan kompromi antara Asosiasi, yang telah berupaya melindungi para pemburunya, dan Third Order, yang gagal menemukan tersangka lain yang sesuai dengan tuntutan tersebut setelah penyelidikan menyeluruh. Hal itu merupakan skandal besar karena perintah para ksatria telah mengerahkan seluruh sumber daya yang mereka miliki untuk menyelesaikannya. Sitri bisa saja dijebak jika ada yang memalsukan bukti yang memberatkannya; mengingat keadaan ini, menurutku Gark telah melakukan tugasnya dengan cukup baik dalam menahan bayang-bayang keraguan dalam kasus Sitri.
Namun aku tidak akan pernah melupakan Sitri yang—meskipun senyum terpampang di wajahnya dengan semua keberanian yang bisa dia kumpulkan—telah tertindas di balik topengnya itu. Aku juga tidak akan melupakan ketidakberdayaan yang melandaku ketika aku tidak bisa melindunginya dari keputusan fitnah itu. Sitri sudah lama kembali ke dirinya yang biasa sejak saat itu. Tetap saja, kejadian itu membuatku menyadari betapa sensitifnya Sitri di balik topengnya saat aku melontarkan kata-kata dan tindakan yang menghibur ke dinding antilengket yang dulunya adalah Sitri.
"Menyelesaikan kasus ini tentunya berkatnya juga. Kontribusinya pada negara ini sebagai seorang Alkemis sangat dihargai. Tidak lama lagi nama terhormatnya akan ditebus." Kata Adrian. Rupanya dia berada di pihak Sitri, kemungkinan besar karena Sitri tampaknya berhasil dalam penyelidikan Sarang White Wolf.
Dengan semangat yang lebih tinggi, Gark berkata, "Ada banyak korban luka, tapi kami beruntung bisa lolos tanpa ada korban jiwa. Ini merupakan sebuah keajaiban mengingat besarnya kekuatan yang diberikan kepada kita. Kita akan menjadi sangat sibuk di kota ini—lagipula, apa yang sedang dilakukan Sitri?"
Menutupi kesalahan yang aku buat, untuk mencari Sitri Slime itu.
Namun aku tidak akan mengatakannya meski mulutku robek sekali pun.
"Aku tidak tahu." Jadi aku menjawabnya.
"Yah, aku akan berbicara dengannya jika aku melihatnya." Lanjutku.
Setelah aku berhasil keluar dari pertemuan intens di Asosiasi, aku berjalan ke ruang tunggu rumah klan untuk mencari Sitri. Meski tiga hari telah berlalu, ruang tunggu itu masih dipenuhi para pemburu yang kelelahan. Misi yang pasti sangat melelahkan telah membuat mereka memiliki ekspresi damai namun tidak ada kehidupan di mata mereka..... seolah-olah satu kaki mereka sudah berada di surga. Pegawai klan yang bertugas di ruang tunggu berlarian dengan letih, mengambil botol-botol dan tong-tong berisi minuman beralkohol yang berserakan di mana-mana. Meskipun aku tidak ingat pernah melihat minuman itu disajikan di rumah klan. Meskipun bara masalah masih berkobar di kota, setidaknya First Step mulai kembali normal.
Mabuklah di bar saja sana. Gunakan bonus kalian itu dengan baik.
Aku ingin mengatakan itu.
"Ujian gila lainnya.... kupikir aku tidak akan pernah melihat matahari lagi."
"Sama...... ada begitu banyak orang dari kita, dengan Sven, dan Gark, dan kemudian Liz.... jadi kupikir ujian itu akan mudah."
"Jika hanya separuh dari kita yang pergi, tidak ada satupun dari kita yang bisa kembali."
"Slime.... mereka ada di bawah tempat tidurku.... chimera.... di luar jendelaku.... golem.... dalam mimpi burukku...."
"Aku akan berhenti.... aku akan meninggalkan klan beracun ini...."
"Itu benar. Setelah masalah ini selesai, aku akan menikah. Kalian dengar aku?! Aku akan menikah setelah semua ini selesai!"
"Master itu dewa.... master itu dewa...."
Kehidupan para pemburu yang sangat keras..... kecuali seorang gadis yang pastinya tidak terkena pukulan sekeras yang lain. Bahkan ketika mereka melihatku masuk, tak seorang pun peduli untuk berdiri atau duduk. Karena aku telah menjanjikan dukungan penuh kepada Gark, aku merasa tidak enak dengan kondisi mereka saat ini.
"Aku minta maaf. Aku tidak berpikir segalanya akan menjadi begitu berantakan.... kalian tahu, klan kita cukup tinggi dalam hal level, jadi....."
"Tentu saja hal itu sangat mudah bagimu, master!" Kata Lyle sambil terisak dan membenturkan kepalan tangannya ke meja tempat dia bersandar.
"Kau menghabisi golem itu dalam satu serangan! Tapi kami tidak bisa seperti itu! Tolong bersikap lebih lembutlah kepada kami!"
Mau tak mau aku tertawa kecil pada Lyle, laki-laki berotot yang tergeletak di mejanya, wajahnya yang mengintimidasi kini berlinang air mata.
Apa sesulit itu?
"Ajari aku! Ajari aku teknik itu, Krai!" Katanya sambil menangis.
"Kekuatan kemauan—hanya itu yang dibutuhkan."
Kataku dengan bercanda, ekspresiku datar.
"Kekuatan kemauan?!" Teriak Lyle.
"Apa kau pikir kami akan percaya?!"
Untung semuanya berhasil kembali.
Pikirku. Kematian adalah bahaya pekerjaan yang bisa terjadi kapan saja dalam industri ini, namun bukan berarti kehilangan rekan menjadi lebih mudah. Aku memutuskan untuk membiarkan keadaan runggu tunggu yang menyedihkan ini sekali saja. Aku berada di ruang tunggu ketika para pemburu yang masih memiliki keinginan untuk berbicara kembali ke percakapan mereka.
"Apa ada yang melihat Talia? Kami seharusnya bertemu di sini...."
"Tidak. Dia mungkin ada di rumah atau di labnya. Dia mengatakan bahwa misinya ternyata cukup sulit."
Menebak bahwa pemburuku yang terluka tidak bisa sepenuhnya sedang beristirahat bersamaku di ruangan ini, aku memutuskan untuk kembali ke atas setelah menyadari bahwa Sitri juga tidak ada di ruang tunggu. Dan untuk terakhir kalinya melihat kedamaian setelah pekerjaan selesai dengan baik, aku meninggalkan ruang tunggu.
***
Kalau dipikir-pikir, Noctus dapat mengingat banyak indikasi Sophia beroperasi secara rahasia. Pertama, Sophia mengetahui rahasia cara kerja First Step. Meskipun Sophia salah menilai keterlibatan Thousand Trick, Sophia adalah orang pertama di timnya yang mengetahui kembalinya Sitri dan mengetahui ketidakhadiran orang-orang Grieving Soul lain di Ibukota; tidak muncul di tempat persembunyian sekali pun sejak kedatangan para pemburu juga merupakan hal yang aneh di pihaknya. Sophia juga hanya memberikan arahan minimal melalui panggilan Sounding Stone, dan dia sering tetap diam bahkan ketika Sounding Stone itu telah terhubung. Sophia selalu menganggap hal itu karena dia sibuk dengan persiapan, namun sekarang Noctus mengerti bahwa Sophia tidak bisa menjawab Sounding Stone itu di hadapan para pemburu. Hal ini juga menjelaskan mengapa Sophia terdengar sangat kacau setelah kekalahan Flick.
Bahkan Sophia yang sedingin es tidak dapat disalahkan karena bereaksi seperti itu setelah sekutunya menjadi merepotkan dan menyerangnya dengan mantra yang berpotensi mematikan, meskipun tanpa disadari. Noctus juga ingat bagaimana Sophia sering menghilang saat bekerja dengan para murid lainnya dan bagaimana Sophia terlalu berpengetahuan tentang Grieving Soul sehingga Sophia menetapkan Grieving Soul sebagai target teoretis saat merancang Akasha. Semuanya masuk akal jika selama ini Sophia menyamar sebagai anggota First Step. Menyamar merupakan metode pengintaian yang paling efektif—dan paling berisiko. Kerugian yang ditanggungnya, karena harus merangkap sebagai pemburu sekaligus melanjutkan penelitiannya, sangatlah signifikan. Konsekuensi potensial dari terbongkarnya penyamarannya akan sangat mengerikan baginya, dan risikonya sangat besar sehingga jika Sophia memberi pilihan, Noctus akan melarangnya melakukan hal tersebut. Namun Noctus dapat dengan mudah percaya bahwa gadis itu bisa melakukannya dengan sempurna tanpa mengatakan itu kepadanya. Noctus mengaitkan keheningan radio yang baru-baru ini terjadi karena kehati-hatiannya saat berada di pihak pemburu lainnya. Karena Sounding Stone sangat dicari dan hanya memiliki fungsi tertentu, Sophia tentunya akan ditanyai dengan siapa dia berkomunikasi jika dia tertangkap basah.
Apa dia merencanakan skema lain?
Dengan mata menyipit yang merenung, Noctus duduk di kursinya. Dia mengenal Sophia terlalu baik untuk membayangkan bahwa Sophia akan menyerah dalam pertarungan, bahkan setelah menyaksikan kekuatan Thousand Trick yang tak dapat dijelaskan.
Cukup. Tidak ada lagi yang bisa kami lakukan.
Pikirnya. Sekarang hanya Noctus sendiri yang tersisa di gudang senjatanya, dan dia tidak cukup bodoh untuk menghadapi Kekaisaran sendirian. Mundur, terkadang, merupakan strategi yang valid; mungkin kebutaan Sophia terhadap hal itu adalah satu-satunya kesalahannya.
"Noctus Sensei, kami berhasil membawa Sophia. Kami tidak diikuti."
Sang Thief itu mengumumkan ketika dia masuk melalui pintu persembunyian dengan seorang gadis di belakangnya. Gadis itu memiliki rambut dan mata khas berwarna api yang menderu; sosoknya lemah namun bukannya tanpa lekuk tubuh feminin, dan wajah polosnya tidak menunjukkan sejarahnya sebagai seorang Alkemis yang dikucilkan—walaupun, di wajahnya ada ketakutan, sesuatu yang belum pernah dilihat oleh Noctus maupun Thief itu di wajah Sophia. Selain itu, Sophia mengenakan kacamata berbingkai tebal, sedangkan Sophia tidak. Dikombinasikan dengan rambut yang dikepang dan pakaian yang berbeda dari gaya berpakaian Sophia biasanya, gadis itu terlihat berbeda dari Alkemis Sophia dari sindikat tersebut.
Flick mungkin mencemooh penampilannya dalam situasi yang berbeda, namun sekarang Noctus dan timnya tidak menunjukkan apapun kepada Sophia selain diam dan hormat. Tak satu pun dari mereka dapat menyangkal betapa besarnya pengorbanan Sophia demi tujuan mereka meskipun pekerjaan penyamarannya tidak cukup untuk memberi mereka kemenangan melawan Thousand Trick. Berdiri di sana, gadis itu tampak bingung.
"Ketekunanmu tidak akan sia-sia." Kata Noctus.
Sophia melihat ke sana kemari, dan dia mundur selangkah.
"Apa? Di-Di mana.... aku? Siapa kalian.....?"
Suara gadis itu bergetar karena ketidakpastian yang belum pernah ditemukan oleh siapapun di tim Noctus dalam suara Sophia. Teror muncul di mata gadis itu hingga hampir membuat murid lain percaya bahwa gadis itu sama sekali bukan Sophia. Mereka memperhatikannya, terheran-heran melihat sikapnya yang sangat bertolak belakang dengan semua yang mereka ketahui tentang Sophia Black.
"Cukup dengan aktingnya." Kata Noctus.
"Kita akan meninggalkan Ibukota—mundur untuk sementara, Sophia. Hasil eksperimenku tetap hidup di dalam tengkorakku. Untungnya, kita masih memiliki satu Malice Eater yang tersisa. Seharusnya cukup untuk pelindung kita jika kita menghadapi masalah dalam perjalanan."
"Apa....?!" Keheranan memenuhi wajah Sophia ketika dia melihat Flick dan terhuyung mundur beberapa langkah lagi.
"Apa yang kau khawatirkan?" Tanya Noctus.
"Aku tidak menyalahkanmu atas hasil ini. Jika aku ingin menghukummu dengan cara apapun, pertama-tama aku harus meminta pertanggungjawaban muridku yang lain atas kegagalan mereka."
"N-Namaku.... Talia...."
"Kau terlalu berlebihan dalam bercanda, Sophia." Potong Flick.
"Mengepang rambut dan memakai kacamata tidak akan menjadikanmu ahli dalam penyamaran. Atau apa? Apa kau menderita amnesia?"
Ejeknya, membuat mata Sophia melebar. Noctus harus setuju dengan Flick bahwa penyamaran Sophia tampak terlalu tidak meyakinkan. Siapapun yang pernah berinteraksi dengan Sophia lebih dari beberapa kata akan dengan mudah mengenalinya. Tentunya gadis itu tidak yakin bahwa dirinya sedang membodohi Noctus dan rekan-rekan sesama muridnya itu sekarang. Sambil gemetar, Sophia mengamati ruangan itu dan meraih sesuatu di pinggangnya. Warna wajahnya terkuras.
Atau apa ini masih menjadi bagian dari rencananya?
Tanya Noctus dalam dirinya.
"Kita tidak akan kembali ke Ibukota paling lambat beberapa tahun. Kecuali jika kau bermaksud memberi tahuku bahwa kau lebih suka menjalani hidup sebagai pemburu."
"Ke-Kenapa aku di sini....? Sophia? Sophia yang Sitri bicarakan tentangnya itu....?"
Kata Sophia dengan bingung. Noctus merengut.
Ada sesuatu yang salah di sini. Apa yang terjadi pada Sophia?
Noctus tidak melihat alasan mengapa Sophia harus terus memainkan perannya yang menyamar itu. Meninggalkan Ibukota adalah tugas yang terlalu mendesak untuk dijejali dengan semacam lelucon, dan Sophia tahu itu. Bahkan jika Sophia terpaksa melanjutkan tindakannya karena alasan apapun, Noctus mengharapkan gadis itu untuk mencoba setidaknya menyampaikan niatnya melalui isyarat halus dalam percakapan.
Apa menyaksikan serangan Thousand Trick yang tidak bisa dijelaskan membingungkan ingatannya? Atau apa dia memanipulasi sebagian ingatannya sendiri kalau-kalau tertangkap?
Pemikiran bahwa Sophia akan mencampuri ingatannya memang mengerikan, namun cukup bisa dipercaya sehingga murid pertamanya yang tekun itu akan menindaklanjutinya.
"Bawa kemari Malice Eater itu." Perintah Noctus.
"Baik, Noctus Sensei...." Jawab seorang murid.
Malice Eater adalah spesies chimera yang berbeda dari spesies lainnya. Bukan saja mereka adalah chimera paling mematikan yang pernah ditemui Noctus, namun kemampuan mereka untuk bereproduksi juga sungguh luar biasa. Meskipun mereka membutuhkan waktu lebih lama untuk mencapai kematangan penuh dibandingkan dengan chimera lainnya, keuntungan dari kemampuan memproduksi chimera yang kuat secara massal lebih besar daripada kerugiannya. Kebetulan, satu Malice Eater telah tumbuh di dalam kota, dan Malice Eater itu tidak terlibat dalam pertempuran sebelumnya di tempat terbuka. Murid tersebut membawa Malice Eater yang jauh lebih kecil daripada yang dikerahkan dalam pertempuran. Dan begitu Sophia melihatnya, dia berteriak dan berjongkok di lantai ketakutan meskipun dia adalah kepala penjaga chimera. Dipandu oleh murid itu, Malice Eater mendekati Sophia sambil menggeram dan mengendusnya. Malice Eater mengenali sekutu mereka melalui aroma, oleh karena itu, tidak peduli seberapa berdedikasinya Sophia dalam menjaga penyamarannya, tidak ada yang bisa menipu monster ini, yang dapat mengidentifikasi aroma target dari jarak beberapa kilometer. Chimera itu terus mengendus Sophia, yang tetap meringkuk di lantai, hampir menangis. Tak lama kemudian, chimera itu menjerit.
"Mustahil!" Seru Noktus.
"Periksa lagi." Perintahnya.
"Y-Ya, Sensei." Kata murid itu.
Murid membimbing Malice Eater untuk mencium aroma Sophia lagi, menyebabkan gadis itu menjerit saat chimera itu mengendus dan mendengus.
"B-Bagaimana ini mungkin?!" Kata Noctus sambil memperhatikan.
Malice Eater yang lebih mempercayai Sophia dibandingkan murid lainnya kini menatap gadis itu dengan permusuhan—siapa pun gadis itu, dia bukanlah Sophia. Para murid itu menyaksikan percakapan ini dengan mulut ternganga, dan Thief itu mendatangi gadis itu dengan tidak percaya untuk mengintip wajahnya. Sekarang bahkan Thief itu terpaksa mengakui bahwa gadis itu bukanlah Sophia meskipun gadis itu terlihat identik dengan murid pertama.
"Kembar....?" Kata Noktus.
"Tapi meski begitu...."
Tidak pernah sekalipun Sophia menyebut dirinya mempunyai saudara perempuan, apalagi saudara kembar. Meskipun gadis yang berjongkok di lantai adalah saudara kembar Sophia, mengapa dia bergabung dengan First Step? Apa dia berkontribusi pada antusiasme Sophia untuk melawan klan? Sejuta pertanyaan muncul di benak Noctus, namun yang paling utama adalah—di mana Sophia Black yang asli?
"Kenapa kau meniru Sophia?!" Tuntut Flick, di ambang kemarahan.
Namun Talia hanya gemetar ketakutan dan menggelengkan kepalanya.
"A-Aku tidak mengerti maksudmu....!"
Ketakutan dan kebingungan gadis itu tampak nyata. Tiba-tiba, Noctus menggigil. Dia merasa seperti baru saja melihat sekilas kengerian yang tidak pernah dia ketahui keberadaannya. Dorongan yang kuat untuk meninggalkan tempat persembunyian hampir mendorongnya untuk bertindak ketika Thief itu mengangkat alisnya.
"Seseorang telah menyusup ke dalam gedung, Noctus Sensei." Katanya.
Langkah kaki yang tenang mendekat. Flick menjauh dari Talia dan mengarahkan tongkatnya ke pintu. Dia dan murid-murid lainnya bertanya-tanya siapa sebenarnya penyusup itu. Seorang pemburu tidak akan membuat langkah kaki apapun, dan perintah para Ksatria akan menyerang dengan senjata mereka yang sudah siap. Yang paling menonjol, penyusup berhasil melewati beberapa kunci yang mengamankan pintu masuk tempat persembunyian. Langkah kaki itu berhenti tepat di luar pintu sebelum seseorang perlahan membuka pintu.
"Aku minta maaf atas keterlambatanku, Sensei."
Ruangan itu menjadi sunyi saat murid pertama itu muncul. Noctus dan murid-muridnya yang lain telah menunggu kepulangan Sophia itu dengan napas tertahan, namun sekarang mereka menatap ke arahnya dengan takjub. Rambut merah Sophia bersinar dari dalam tudungnya, dan matanya yang cemerlang seperti batu rubi gelap berkilauan dengan kecerdasan. Jubah abu-abunya dipasang longgar untuk menyembunyikan lekuk tubuh apa pun pada siluetnya. Di punggungnya, Sophia mengenakan ransel besar. Terkejut luar biasa, Talia menatapnya. Jika bukan karena perbedaan dalam dandanan mereka, Talia akan percaya bahwa dirinya sedang melihat ke cermin—bahkan saudara kembar identik pun tidak akan terlihat seidentik ini. Sophia melirik Talia—yang kini meringkuk di lantai dengan punggung menempel ke dinding—dan tidak ada sedikit pun keterkejutan yang mengganggu senyum tenang Sophia itu.
"Aku benar-benar minta maaf." Kata Sophia.
"Ada sesuatu yang harus aku urus. Meskipun aku berharap untuk menyelesaikannya lebih cepat...." Terusnya.
Flick mundur selangkah darinya dan berkata,
"Sophia..... kau tidak punya apa-apa untuk dikatakan tentang.... dia?!"
"Oh, halo, Flick..... aku senang melihatmu—dan dua tawanan lainnya—tidak terluka. Aku sangat khawatir karena tidak semua orang tidak ada di sini.... ada apa? Mengapa kalian semua mengarahkan tongkat kalian ke arahku?"
Tanya Sophia, suaranya penuh belas kasih. Para murid itu tetap di posisi mereka; Thief itu memandangnya dengan ketakutan yang sama seperti yang lainnya. Bahkan Noctus, yang mengira dia paham betul betapa tidak lazimnya Sophia, tidak pernah merasakan perbedaan seperti itu pada murid pertamanya.
"Aku akan bertanya lagi : kau tidak punya apa-apa untuk dikatakan di hadapan perempuan yang mirip denganmu itu?" Tanya Noctus.
Ada pertanyaan lain yang ingin ditanyakan, namun tidak ada yang terlintas di benak Noctus saat ini. Murid pertamanya tidak melakukan apapun untuk mengurangi rasa takut yang dia rasakan sejak Sophia berjalan melewati pintu.
Dia merenungkan pertanyaan itu beberapa saat sebelum tersenyum cerah.
"Itu tidak sepenuhnya benar, Sensei. Dia bukanlah mirip denganku—tapi akulah yang mirip dengannya." Kata-katanya jatuh di ruangan sunyi.
"Lagipula, kau terlalu baik untuk mengatakannya. Memang, kami memiliki kerangka dan struktur wajah yang serupa, tapi ada banyak perbedaan yang membedakan kami. Aku sedikit lebih tinggi, dan dadaku sedikit lebih besar, membuat Talia sedikit lebih ringan—dan itulah sebabnya aku berpakaian seperti ini. Sensei, teknik penyamaran bermuara pada seberapa baik seseorang dapat mengidentifikasi fitur utama target mereka dan menyalinnya. Biasanya kita tidak jeli seperti yang kita kira."
Kata Sophia, menjelaskan dengan agak gembira.
Sambil menarik napas dalam-dalam, Noctus bertanya,
"Apa maksudmu?"
"Ini."
Kata Sophia sambil membuka tudung kepalanya,
"Inilah yang aku maksud."
Di bawah tudungnya, rambut merah terang terlihat. Noctus dan murid-murid lainnya menyaksikan dengan kebingungan saat Sophia mencengkeram rambut panjangnya dan menariknya—dengan jentikan, dan wig merah tua itu terlepas dari kepalanya. Noctus berpikir sejenak bahwa dia telah mencabut rambutnya sebelum dia menyadari bahwa itu adalah wig. Di bawah wig terlihat sehelai rambut pendek berwarna merah muda cerah; mata merah tua yang tadinya tampak serasi dengan rambut Sophia kini memancarkan aura yang sangat berbeda.