Chapter 12 : Daigo
"Siapa yang mengira akan ada satu kota penuh dengan target level tinggi yang bisa memberiku banyak poin exp."
Kata Daigo keras-keras dalam perjalanannya ke Great Tower.
"Aku benar-benar harus ingat untuk berterima kasih kepada si cabul sadis itu nanti."
Pikiran Daigo melayang kembali ke pertemuan tak sengaja yang telah membuatnya terobsesi secara tidak rasional dengan naik level sejak awal.
"Lama tidak bertemu, Hei."
Daigo memanggil sesama Master.
"Tidak pernah menyangka akan bertemu denganmu di sini."
Hei—seorang Master yang berafiliasi dengan Kekaisaran Dragonute—bahkan tidak repot-repot membalas Daigo ketika keduanya bertemu satu sama lain di dalam dungeon. Saat itu, Hei berpakaian serba hitam dari ujung kepala sampai ujung kaki, dan memiliki bandana gelap yang diikatkan di atas matanya, dengan ujung-ujungnya yang panjang menjuntai di belakang kepalanya. Meskipun Hei secara teknis seharusnya tidak dapat melihat Daigo karena penutup matanya, Hei berbalik untuk menghadap Daigo secara langsung, memegang pedang bergaya jepang—yang juga berwarna hitam—di tangan kirinya.
"Aku ingat terakhir kali kita bertemu, kita berselisih dan kau bergabung dengan para Dragonute, sementara aku bergabung dengan para Demonkin."
Canda Daigo sambil mengangkat bahu, masih memegang pedang kembarnya sendiri.
"Omong-omong, kulihat kau masih bungkam seperti biasanya. Bahkan tidak bisa menyapa teman lama."
Hei tetap diam, mendorong Daigo untuk meludah dengan penuh penghinaan ke tanah dan melambaikan pedangnya ke arah Hei itu, seolah mencoba mengusirnya.
"Apa yang kau lihat di sini adalah tempat berburuku, dan itu hanya milikku."
Kata Daigo dengan tegas.
"Sekarang singkirkan bokongmu itu dari dungeon ini, karena kau hanya membuatku semakin sulit naik level."
Hei mengawali tanggapannya dengan hening sejenak.
"Aku menolak."
"Kau apa?"
Kata Daigo, melotot ke arah Hei.
"Sekarang lihat ke sini, dasar bajingan kecil yang mencurigakan. Aku bersikap baik dan membiarkanmu keluar dari dungeon ini tanpa menyakitimu, jadi aku akan mengabaikan omonganmu itu. Karena kita berasal dari tempat yang sama, aku akan memberimu satu kesempatan terakhir. Keluar dari dungeon ini dan minggirlah dari jalanku."
Hei tidak mengatakan sepatah kata pun atau menggerakkan otot, namun jelas apa yang ada di pikirannya dari sikapnya.
Bagaimana jika aku tidak pergi? Apa kau akan memaksaku?
Tanggapan ini membuat Daigo semakin marah.
"Sepertinya kita harus menyelesaikan ini dengan cara yang sulit, bukan?"
Daigo bergegas menuju Hei, bilah senjata kembarnya berayun lebih cepat daripada yang bisa diikuti oleh petarung biasa, namun Hei adalah Master dan Hei hanya memutar tubuh bagian atasnya ke satu sisi dan menghindarinya.
Daigo mendecak lidahnya.
"Sialan kau!" Teriak Daigo, berputar dan menyerang Hei lagi seolah-olah dia benar-benar ingin membunuhnya.
"Jangan hanya menunduk dan menghindar, brengsek!"
Pedang kembar Daigo berputar-putar dalam rentetan tebasan mematikan, namun Hei menghindari setiap ayunan kuat itu setidaknya seujung rambut, penutup matanya sama sekali tidak menjadi kendala. Namun, Hei akhirnya bosan menuruti Daigo, dan mengangkat pedangnya sendiri, dia melakukan dua tebasan cepat.
Suara tercekik keluar dari tenggorokan Daigo saat Daigo menutup wajahnya dengan tangannya, tempat Hei mengukir dua luka baru berbentuk X—tanda yang akan berfungsi sebagai cap memalukan yang melambangkan status bawahan Daigo.
Dengan punggungnya masih menghadap Daigo, Hei menoleh untuk menatap musuhnya yang sudah babak belur.
"Level dan keterampilanku melebihi milikmu."
Daigo mendidih, giginya bergemeretak terdengar dan tangannya mencengkeram wajahnya dengan kuat, yang masih terbakar oleh rasa sakit fisik dan emosional.
Bajingan sialan itu!
Daigo mengamuk dalam benaknya.
Aku akan membunuh bajingan ini dengan Gift-ku!
Namun, terlepas dari kemarahan dan penghinaan yang dirasakannya, Daigo berhasil tersadar, meski nyaris tersadar.
Tidak, tidak ada jaminan aku bisa membunuh bajingan ini sekarang, dan bahkan jika aku bisa menghabisinya, aku mungkin akan menghancurkan pedangku dan seluruh dungeon ini dalam prosesnya. Itu sama saja dengan bunuh diri, dan itu tidak sepadan.
Pertarungan singkat ini telah membuktikan kepada Daigo bahwa Hei adalah Master terkuat yang bersekutu dengan Kekaisaran Dragonute. Keahlian Hei dalam menggunakan pedang begitu cepat, Daigo bahkan tidak melihat tebasan yang telah membelah wajahnya, baru menyadarinya karena rasa sakit yang membakar dan darah yang menetes. Hal itu adalah pengingat yang menyakitkan bagi Daigo bahwa kemampuannya tidak sebanding dengan Hei.
"Sialan!"
Teriak Daigo, menendang segumpal tanah dengan marah, lalu menatap Hei dengan pandangan hina terakhir sebelum menuju pintu keluar dungeon.
"Ini belum berakhir, dasar brengsek!" Teriak Daigo.
"Rasa sakit dan penghinaan ini hanya akan memotivasiku untuk mencapai batas kekuatanku sehingga aku dapat menggunakan pedang-pedang ini dengan kekuatan penuh. Dan ketika hari itu tiba, kau tidak akan dapat menghentikanku dan pedang-pedangku! Aku tidak peduli jika kita berasal dari tempat yang sama—kau akan mati! Bedebada, apa kau dengar itu?!"
Hei terus memperhatikan Daigo tanpa berkata apa-apa, meskipun tanggapannya yang diam dapat dengan mudah dipahami :
Coba saja dan ambil kepalaku ini. Itu pun jika kau cukup baik.
Daigo menggertakkan giginya lagi, namun dia memilih untuk menelan harga dirinya dan meninggalkan dungeon itu.
Daigo tidak repot-repot menyembuhkan luka berbentuk X-nya, malah membiarkannya membekas sehingga dia akan mengingat penghinaan hari itu setiap kali dia melihat bayangannya. Sejak hari itu dan seterusnya, Daigo hampir terobsesi secara patologis dengan naik level.
{ TLN : Patologis itu dengan cara yang tidak wajar atau normal, atau tidak dapat dikendalikan. }
✰✰✰
Daigo tertawa terbahak-bahak.
"Benar-benar ada monster yang kuat di sini! Ini adalah surga bagi para grinding level!"
Di bawah pedangnya yang berlumuran darah terdapat mayat Snake Hellhound yang baru saja dia bunuh, kepala monster itu terpisah dari tubuhnya. Snake Hellhound telah memperhatikan serangan Daigo ke hutan liar yang mengelilingi Great Tower dan segera bergerak untuk melawan penyusup itu, namun monster Level 1000 itu bukanlah tandingan seorang Master. Sebelum Daigo sempat berpikir untuk beralih ke mangsa berikutnya, dia mendengar geraman dalam dan gemuruh dari makhluk raksasa yang bercampur dengan gemerisik dedaunan, dan hal berikutnya yang dia tahu, seekor anjing sepanjang lima belas meter dengan bulu seputih salju menjulang tinggi di atasnya. UR Level 9000, God Wolf Fenrir memamerkan taring sepanjang kepala tombak ke arah Daigo.
Light awalnya melepaskan Fenrir dari kartu gacha-nya selama pertarungannya dengan Beastfolk serigala, Garou, namun sejak itu, Aoyuki telah menjinakkan Fenrir sepenuhnya sehingga Fenrir dapat berbagi penglihatan dan indra lainnya dengan Aoyuki, dan Aoyuki adalah orang yang telah mengerahkan makhluk itu ke sini untuk menyelidiki serangan oleh seorang penyusup. Sekarang setelah Fenrir menemukan penyebab gangguan tersebut, Aoyuki memerintahkannya untuk melawan penyusup itu. Serigala raksasa itu menggonggong dan melambaikan kaki depannya di udara, melepaskan serangan tebasan dan serangan pembekuan yang meluncur ke arah Daigo pada saat yang bersamaan. Niatnya bukan untuk membunuh target, melainkan untuk menetralisir dan menangkapnya, sehingga targetnya dapat ditangkap untuk diinterogasi.
"Hei, anjing kampung. Apa kau baru saja mencoba melakukan sesuatu padaku?"
Geram Daigo, yang membuat Fenrir terkejut. Kedua serangan jarak jauh itu entah bagaimana berhasil ditepis sepenuhnya dari Daigo, meskipun baik God Wolf Fenrir maupun Aoyuki bermaksud agar serangan itu mengenai sasaran secara langsung. Sementara Fenrir berdiri di sana dengan bingung, Daigo mengaktifkan skill Appraisal-nya.
"Wah, Level 9000?" Daigo berseru.
"Astaga! Bagus sekali! Aku benar-benar harus mengalahkanmu dan meningkatkan statistikku!"
Fenrir berteriak keras saat luka besar tiba-tiba muncul di kaki depannya, dengan darah menyembur ke mana-mana. God Wolf Fenrir itu tidak merasakan tanda-tanda Daigo melepaskan serangan tebasannya sendiri, mengaktifkan mantra, atau bahkan bergerak sedikit pun dari tempatnya berdiri. Yang dilakukan Daigo hanyalah mengarahkan salah satu pedangnya ke Fenrir, dan entah bagaimana tampaknya luka itu telah mengiris kaki Fenrir. Fenrir segera membekukan lukanya untuk menghentikan pendarahan dan mengikuti perintah Aoyuki untuk mundur dari posisinya saat ini dalam upaya untuk memancing Daigo sejauh mungkin dari Great Tower. Untungnya, baik luka di kakinya maupun pepohonan di sekitarnya tidak menghalangi pergerakan makhluk raksasa itu.
"Hei, kembali ke sini!" Teriak Daigo.
"Kau tidak akan bisa lepas dariku! Tidak sebelum kau menaikkan levelku!"
Daigo melompat dari tanah dan terbang di udara untuk mengejar Fenrir menggunakan sesuatu yang pasti merupakan semacam sihir, dan meskipun binatang raksasa itu secepat apapun di darat, Fenrir itu tetap tidak mampu menggoyahkan seorang Master yang berada di udara, yang terus mendekatinya. Mengetahui bahwa Daigo pada akhirnya akan menyusulnya, karena tidak ada halangan di langit yang memperlambatnya, Fenrir mendapat izin dari Aoyuki untuk berhenti di jalurnya dan melepaskan ledakan sihir es terkonsentrasi yang seharusnya cukup untuk membunuh Daigo di tempat. Fenrir memfokuskan seluruh kekuatannya ke dalam bola energi besar berwarna putih salju, lalu melepaskan tembakan ke pengejarnya yang mematikan. Daigo tidak dapat menghindari serangan ini dan menerima kekuatan penuhnya secara langsung. Bahkan Light dan para deputi Level 9999-nya akan sangat terluka oleh serangan langsung seperti itu jika mereka gagal mendapatkan pertahanan tepat waktu. Namun Daigo muncul sama sekali tanpa cedera.
"Sayang sekali, anjing kampung." Kata Daigo.
"Kebetulan sekali aku mahir dalam memblokir serangan dengan atributmu!"
Daigo mulai menebas punggung Fenrir hanya dengan mengayunkan pedang ke arahnya, membuat God Wolf Fenrir itu melolong kesakitan lagi.
"Level kekuatanmu mungkin lebih tinggi dariku, tapi berkat kekuatanku—atau lebih tepatnya, pedang-pedang ini—atributmu tidak dapat menyentuhku! Tapi aku harus terus naik level agar aku dapat menggunakan pedangku secara maksimal. Sekarang matilah, dasar anjing kampung! Jadilah exp untuk menaikkan levelku!"
Fenrir mencoba menggeram mengancam pada pengejarnya, namun suaranya tidak lagi terdengar intens karena God Wolf Fenrir itu tidak tahu bagaimana cara melawan lawannya. Aoyuki tahu bahwa dia dan Fenrir tidak dapat melawan ancaman ini sendirian, jadi dia memanggil bantuan. Dan tentunya, orang yang menerima panggilan itu adalah Light.
✰✰✰
Jadi itu sumber getaran yang kurasakan?
Kataku melalui panggilan kartu Telepathy.
Benar.
Jawab Aoyuki.
Mohon maaf yang sebesar-besarnya. Fenrir dan aku tidak dapat mengalahkan musuh ini. Sungguh memalukan bahwa sekarang aku harus merekomendasikan untuk meminta bantuan Nazuna.
Aoyuki biasanya menganggap Nazuna menyebalkan karena Nazuna bersikeras berbicara dengannya tanpa diminta, serta bagaimana Nazuna selalu menawarkan diri untuk membantu rekan deputinya yang lain, karena Nazuna menganggap rekannya "Lebih Lemah" daripada dirinya sendiri.
Bagiku, aku tidak ragu sedikit pun bahwa Nazuna tidak tulus setiap kali dia mengatakan hal-hal ini dan bahwa dia sama sekali tidak mencoba untuk menghina Aoyuki, namun komentar semacam ini tetap saja berhasil membuat sesama petarung SUR lainnya kesal. Namun, Aoyuki bersedia melupakan sejarah mereka yang agak buruk dan memintaku mengirim Nazuna untuk melawan musuh misterius ini menggantikan monsternya sendiri, yang menunjukkan kalau Aoyuki itu memprioritaskanku, Abyss, dan Great Tower daripada harga dirinya sendiri. Jika Aoyuki ada di sini saat ini, aku akan mengusap kepalanya dan memujinya karena begitu tidak mementingkan diri sendiri. Namun, saat ini aku berada di dalam menara, dan Miki memilih momen itu untuk mengatakan sesuatu yang tidak bisa kuabaikan.
"Tanah berguncang. Horee! Aku selamat!" Miki bersorak.
"Si maniak penggila naik level itu pasti ada di sini! Biasanya, aku ingin meninjunya karena menyerbu tempat ini begitu cepat setelah laporan intel pertamaku, tapi kali ini aku akan memaafkannya!"
Ekspresi gembira telah menggantikan ekspresi putus asa yang baru saja muncul di wajah Miki beberapa saat yang lalu.
"Orang itu terlalu payah untuk bisa mengalahkan kalian sendirian, tapi aku tahu pedang kembarnya akan bisa! Dia bersenjatakan senjata kelas mythical terkuat di dunia, kalau-kalau kalian tidak tahu! Sekarang tinggal menunggu waktu sebelum aku meledakkan tempat es loli ini! Serahkan saja pada Miki ini, gadis paling beruntung yang pernah ada!"
"Senjata kelas mythical terkuat di dunia?" Ulangku.
"Ups!"
Miki mencicit, menutup mulutnya setelah menyadari bahwa dia telah berbicara terlalu banyak, namun menyadari bahwa dia tidak punya apa-apa lagi untuk disembunyikan, dia segera tertawa kecil dan berpose penuh kemenangan.
"Benar sekali! Maniak leveling itu punya dua pedang kelas mythical yang tak terkalahkan." Miki membanggakan diri.
"Kau harus menyerah sekarang selagi masih punya kesempatan, dan kita mungkin akan, kau tahu...." Miki berhenti sejenak.
"Bersikap lunak padamu, oke?"
Miki sengaja melemparkan kata-kata yang sama persis yang kukatakan padanya ke wajahku hanya untuk menyindirku, namun setidaknya itu membuktikan bahwa dia tidak menggertak.
Dia pasti benar-benar percaya bahwa yang disebut "Maniak Leveling" ini dipersenjatai dengan senjata kelas mythical terkuat di dunia. Apa yang bisa dilakukan Nazuna dengan Prometheus-nya begitu kuat, hampir seperti curang. Apa benar-benar ada kemungkinan pedang-pedang lain ini bisa melampaui apa yang bisa dilakukan pedang milik Nazuna itu?
Renungku. Pedang Prometheus milik Nazuna juga merupakan senjata kelas mythical, yang mampu membengkokkan aturan dunia itu sendiri. Pedang miliknya itu bisa membuat banyak salinan Nazuna, semuanya mempertahankan persenjataan dan level kekuatan yang sama persis dengan aslinya. Namun, betapapun hebatnya prestasi itu, aku tidak yakin bisa mengatakan dengan pasti bahwa Prometheus adalah senjata terkuat di kelasnya. Dan sekarang Miki muncul, mengklaim bahwa penyusup yang baru saja muncul di dekat menara kami memiliki pedang kembar yang mungkin sesuai dengan deskripsi itu, dan sejujurnya, aku bahkan tidak bisa membayangkan seberapa kuat pedang-pedang ini agar itu menjadi kenyataan.
"Ketika orang itu mengamuk, dia menghancurkan segalanya, jadi tidak masalah seberapa kuat kalian ini." Kata Miki, menyatakan.
"Dia bahkan mungkin membantai semua orang di kota jika kalian tidak berhati-hati. Tapi jika kalian membiarkanku pergi, dan mengizinkanku membawa Silica dan mungkin dua atau tiga pelayan peri bersamaku, aku akan menggunakan pesona Miki-ku untuk berbicara dengan maniak itu. Dengan begitu, kami berdua akan pergi tanpa membuat kerusakan lebih lanjut pada apa yang telah kalian bangun sendiri di sini."
Miki berseri-seri penuh kemenangan setelah memberikan tawaran ini. Dan tentunya, aku tidak dapat menyangkal bahwa Miki mungkin bisa menegosiasikan semacam gencatan senjata, namun terlepas dari itu, aku berpura-pura tidak mendengar tawarannya dan beralih ke Nazuna sebagai gantinya.
"Nazuna ikut denganku." Kataku padanya.
"Ada orang jahat yang mengacak-acak tempat di luar dan kita harus menangkapnya. Kita akan membiarkan tim Iceheat mengurusnya."
"Oke, Master!"
Nazuna menjawab dengan semangatnya yang biasa.
"H-Hei! Kau tidak boleh mengabaikanku seperti itu!"
Kata Miki, mendengus.
"Mungkinkah aku meminta terlalu banyak? Baik. Miki ini akan membawa Silica bersamanya dan kita impas. Setuju?"
"Ellie, aku akan keluar untuk memberi mereka bantuan."
Aku mengumumkan melalui panggilan kartu Telepathy yang baru saja kusiapkan.
"Teleportasi Mera, Jack, dan Suzu ke sini untuk membantu Iceheat menghadapi Miki."
Ellie menggunakan kekuatannya untuk membuat pintu di dinding tepat di belakang Nazuna dan aku, dan aku segera memasukinya sehingga kami bisa keluar ke lorong.
"Baik!" Teriak Miki.
"Aku tidak akan membawa siapapun! Biarkan saja Miki keluar dari menara ini—"
Aku menutup pintu di belakangku sebelum kata lain sempat terucap, dan Ellie mengubah pintu itu kembali menjadi dinding.
"Nazuna, kita akan mengambil jalan keluar terdekat ke luar dan memberikan bantuan untuk Fenrir, yang sedang melawan orang jahat itu di hutan." Kataku.
"Apapun yang kamu perintahkan, Master!" Jawab Nazuna.
"Tapi kamu tidak harus ikut. Aku bisa mengalahkan orang jahat ini sendirian! Aku akan melindungi kota, teman-teman kita, dan kamu juga, Master!"
"Terima kasih, Nazuna." Kataku.
"Tapi aku benar-benar ingin bertarung bersamamu."
Aku mencengkeram God Requiem Gungnir-ku lebih erat.
"Kamu tahu bagaimana seekor Snake Hellhound hampir membunuhku di Abyss? Yah, bahkan sekarang, aku masih menegang sesaat setiap kali salah satu Snake Hellhound itu muncul tanpa peringatan. Tapi aku telah melupakan masa lalu, dan sekarang Snake Hellhound adalah sekutuku yang berharga, sama seperti semua orang di Abyss. Dan aku baru saja diberi tahu bahwa penyusup itu telah membunuh salah satu Snake Hellhound-ku itu." Lanjutku.
Nazuna terkejut, namun aku melanjutkan, nyaris tidak menyadari reaksinya.
"Jadi aku tidak bisa hanya duduk diam dan tidak melakukan apapun setelah salah satu temanku terbunuh. Setelah kita menangkap orang ini dan mengekstrak semua informasi yang kita butuhkan darinya, aku akan menyiksa bajingan itu tanpa henti di jurang terdalam Abyss. Dia akan lebih menderita daripada Garou, Sasha, Sionne, dan Naano! Aku akan membuat penyusup ini merasakan jauh, jauh di dalam jiwanya betapa salahnya dia membunuh salah satu dari kita!"
"M-M-Master...."
Nazuna tergagap saat air mata ketakutan menggenang di matanya setelah mendengarkan perkataanku. Kurasa aku tanpa sengaja memancarkan cukup banyak energi gelap untuk menakuti Nazuna yang biasanya riang gembira.
Aku menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan diri.
"Maaf, Nazuna. Tidak apa-apa. Aku tidak marah padamu."
"Master, kamu benar-benar membuatku takut...." Nazuna gemetar.
"Maaf, ya?"
Aku memberinya senyum paling ceria yang bisa kuberikan dan membelai rambutnya untuk menghilangkan rasa takutnya, yang berlanjut dengan mengusap kepalanya sendiri ke telapak tanganku, seperti kucing—atau Aoyuki—yang biasa aku lakukan padanya. Nazuna akhirnya menyadari bahwa dia bertingkah seperti Aoyuki dan tersenyum di antara air matanya, sebelum mengarahkan "Mrrow" lembut padaku.
Aku merasa keimutan Nazuna itu begitu menggemaskan sehingga aku tidak bisa menahan senyum padanya dengan sedikit lebih tulus. Aku terus membelai rambutnya sampai aku yakin dia merasa dirinya sendiri lagi, lalu aku menuntunnya melewati pintu yang membawa kami ke atap Great Tower. Dari sana, kami akan menuju ke hutan di belakang menara.
✰✰✰
"Oke, baik! Aku tidak akan membawa siapapun! Biarkan saja Miki keluar dari menara ini—"
Miki berteriak, memohon agar dia dibebaskan, namun Light sama sekali mengabaikannya saat Light dan deputinya, Nazuna, keluar dari aula resepsi melalui pintu yang muncul di dinding, lalu menghilang hampir secepat itu.
"Hei! Apa kau sadar apa yang akan kau hadapi?"
Miki berteriak ke dinding.
"Daigo terlalu tak terkalahkan dengan pedangnya itu! Jika kau akhirnya terjerumus terlalu jauh, jangan menangis pada Miki!"
"Jangan remehkan Light-sama."
Kata Iceheat, memperingatkan.
"Tidak ada seorang pun di dunia ini yang dapat menyamai Light-sama dan Nazuna-sama, tidak peduli seberapa kuat mereka mengaku. Kami masih memiliki keunggulan yang luar biasa, dan aku sendiri menyarankan agar kau lebih mengkhawatirkan dirimu sendiri dan rekan penyusupmu itu."
Miki perlahan mundur dari Iceheat hingga punggungnya menyentuh dinding, Miki benar-benar ketakutan sampai kehilangan kata-katanya.
Jika semua itu benar, kami tamat! Dia masih bisa menyerang mereka dengan satu serangan itu, tapi itu adalah kartu terakhir yang dimilikinya! Dia menghabiskan jutaan jam untuk naik level hanya agar kekuatannya bisa terbentuk! Aku bahkan tidak ingin membayangkan semua usaha itu sia-sia!
Pikir Miki. Saat alur pikirannya berakhir, Mera, Jack, dan Suzu muncul di aula resepsi.
Mera tertawa panjang dan keras.
"Yah, kita sudah sampai, seperti yang diperintahkan Master. Jadi ini si pirang bodoh ini yang memutuskan akan menyelinap di sekitar menara kita, ya?"
"Wah, Mera! Bukan begitu cara kita berbicara dengan seseorang yang baru kita temui!"
Kata Jack kepada Mera.
"Tapi dari apa yang kudengar, anak ini jelas-jelas tidak pantas disebut saudara."
"Kurasa menyebut penyusup 'Bodoh' ini bukanlah masalah terbesar di sini, Jack-san."
Kata senapan Suzu, Lock. Suzu sendiri mengangguk dua kali untuk menyetujui hal ini. Menghadapi ketiga musuh baru yang tampak kuat ini, wajah Miki semakin memucat. Dia mengaktifkan skill Appraisal-nya untuk melihat apa ada sesuatu dalam statistik mereka yang bisa dia gunakan untuk keuntungannya, namun sayangnya baginya, keempat petarung Level 7777 itu mampu menyembunyikan sebagian besar statistik mereka dari kemampuan deteksinya. Namun, satu informasi yang tidak disamarkan memang mengangkat semangat Miki. Malah, wajahnya memerah seperti gadis yang baru saja jatuh cinta untuk pertama kalinya dalam hidupnya, matanya yang penuh nafsu menatap tajam ke arah seorang gadis (?). Faktanya, Miki begitu tergila-gila dengan cinta barunya, sejauh yang dia tahu, dunianya hanya berisi mereka berdua.
"Aku berterima kasih kepada kalian bertiga karena sudah datang, tapi aku sendiri akan cukup untuk mengurusnya."
Kata Iceheat, tidak menyadari kegilaan Miki yang tiba-tiba.
"Apa kamu benar-benar akan memonopoli pusat perhatian, sayang?"
Kata Mera, tertawa.
Suzu mengangguk untuk menunjukkan bahwa dia setuju dengan Mera.
"Jika itu caramu memandangnya, maka ya."
Jawab Iceheat tanpa sedikit pun rasa malu.
"Light-sama memerintahkanku untuk memancingnya ke ruangan ini dan memerintahkanku untuk melawannya. Itulah yang terjadi, jadi aku sendiri yang akan menyelesaikan pekerjaan itu."
"Yah, tentunya, kau ada benarnya." Jack mengakui.
"Tapi, saudara macam apa yang tidak ingin bekerja sama dengan semua saudara lainnya? Selain itu, kalian harus berpikir akan ada keamanan dalam jumlah."
"Jack-san benar." Lock setuju.
"Dan sekadar informasi, Light-sama juga memanggil kita ke sini untuk melawannya. Apa benar untuk mengabaikan perintah langsung darinya?"
"Itu bukan niatku, Lock." Bantah Iceheat.
"Tapi aku...." Iceheat kemudian terdiam.
"Tapi apa?" Tanya Lock.
"Aku sendiri tidak punya kesempatan untuk membuktikan diri dalam pertempuran sejak misi kita di Kerajaan Elf." Lanjut Iceheat.
"Kalian semua dipilih untuk menemani Light-sama ketika dia pergi ke Kerajaan Dwarf, dan sebagian besar dari kalian juga berpartisipasi dalam perang dengan para Beastfolk. Aku tidak melihat bagaimana membiarkanku membuktikan kesetiaanku kepada Light-sama dengan menangkap tersangka ini terlalu berlebihan."
"Oh."
Lock benar-benar terkejut dengan jawaban ini, dan Suzu merasa canggung.
"Oh, ya. Kau belum banyak beraksi di dunia permukaan, ya?"
Kata Jack, menggaruk pipinya, tidak yakin harus berbuat apa.
"Lagipula, aku tidak akan melanggar perintah. Kau tahu maksudku, kan?"
"Memang benar-benar tidak bisa dimaafkan untuk mengabaikan tugasmu."
Kata Iceheat, setuju dengan itu.
"Tapi yang aku sendiri minta adalah agar kau, ehm, 'Lakukan sesuatu yang baik untuk saudaramu' ini seperti yang kau suka katakan. Dan jika aku menemukan diriku dalam masalah, aku tahu aku bisa mengandalkanmu untuk mendukungku, Aniki."
Saat kata "Aniki" keluar dari bibir Iceheat, Jack langsung berubah seketika.
"Oh, tentu! Tidak ada yang salah dengan melakukan sesuatu yang baik untuk salah satu saudara kecilku! Dan tenanglah, karena Aniki-mu ada di sini untuk menyelamatkanmu jika kau membutuhkannya!"
Jack menganggap dirinya sebagai tipe kakak laki-laki yang memperhatikan semua "Saudaranya", tanpa memandang usia atau pangkat. Jack akan terus-menerus mengganggu Iceheat agar membiarkannya memanggilnya "Aniki", namun biasanya Iceheat tidak mau melakukannya, karena si pendisiplin yang ketat itu merasa tidak pantas menempatkan dirinya dalam posisi bawahan seperti itu mengingat mereka berdua tidak hanya memiliki level kekuatan yang sama, namun Iceheat juga telah dipanggil sebelum Jack. Akan tetapi, Iceheat sangat ingin menangkap Miki sendirian, sampai-sampai dia rela mengesampingkan harga dirinya untuk mewujudkannya.
Pergantian peristiwa ini mengejutkan Mera.
Apa ini? Iceheat benar-benar bertindak sejauh itu untuk memastikan dia memiliki pertempuran ini untuk dirinya sendiri? Aku tidak menyadari dia cukup frustrasi karena terus-menerus dikesampingkan.
Iceheat menoleh ke Suzu selanjutnya.
"Kamu telah belajar memasak agar suatu hari nanti kamu dapat menyajikan makanan untuk Light-sama, benar? Baiklah, aku sendiri akan meminta Light-sama untuk menyisihkan waktunya agar dia dapat menyantap makanan yang kamu buat. Jadi, tolong, izinkan aku untuk mengurus yang satu ini."
Suzu mengangguk dengan gembira, yang membuat Lock menanggapi dengan jengkel.
"Apa kamu serius, partner? Kamu bahkan tidak akan berhenti dan memikirkannya? Tapi kurasa tidak ada alasan untuk menolaknya jika kamu setuju."
Lock kemudian berbicara kepada Iceheat.
"Tapi kami akan turun tangan jika kamu terlihat dalam bahaya, atau jika target kita terlihat akan melarikan diri. Setuju?"
"Tentu saja." Kata Iceheat.
"Aku berterima kasih padamu dan Suzu karena telah mengalah. Dan Mera...."
Pandangan Iceheat beralih ke temannya, salah satu dari sedikit orang yang telah dia ceritakan tentang perasaannya yang sebenarnya tentang diabaikan dalam misi di dunia permukaan.
Mera terkekeh dengan ramah kepada Iceheat.
"Ya, ya, aku tahu kamu merasa tertekan karena tidak pernah mendapat kesempatan untuk menunjukkan betapa setianya kamu kepada Master." Katanya.
"Tapi begitu kita kembali ke Abyss, kamu berutang minuman dingin padaku, oke?"
"Mera, aku akan mentraktirmu setumpuk alkohol setelah ini." Janji Iceheat.
Jack, Suzu, dan Mera melangkah mundur tanpa sepatah kata pun dan membiarkan Iceheat menghadapi Miki sendirian. Grappler Maid itu berbalik menghadap lawannya saat lingkaran api terbentuk di sekitar sarung tangan kanannya, menandakan semangatnya, sementara awan kabut beku terbentuk di sekitar tangan kirinya. Dalam hal memanipulasi api dan es, bahkan Ellie sang Forbidden Witch tidak mampu menandingi kemampuan Iceheat. Jika Iceheat mau, dia tidak perlu mengeluarkan serangannya atau bahkan bergerak untuk melepaskan kekuatan penuhnya, jadi ketika dia berteriak "Firestorm" saat mencegat lebah-lebah Miki sebelumnya, itu hanya untuk memberitahu Light jenis serangan apa yang dia gunakan.
Iceheat memukulkan sarung tangannya bersama-sama dan melotot ke arah Miki.
"Ketahuilah ini : kau akan menghadapi UR Level 7777, Frozen Firestorm Grappler, Iceheat!" Katanya.
"Hoo hoo."
Kata Jack sambil mengelus dagunya, terkesan dengan intensitas Iceheat. Suzu mundur selangkah karena takut, sementara Mera tertawa seperti biasa. Keinginan Iceheat untuk menangkap Miki begitu kuat sehingga bahkan seorang petarung super Level 9999 akan berpikir dua kali sebelum melawannya. Namun, daripada merasa takut dengan energi luar biasa yang ditunjukkan oleh Iceheat, Miki terus mengabaikan maid itu dan tetap fokus pada satu-satunya hal yang menarik perhatiannya : Suzu.
Akhirnya, Miki membuka mulutnya.
"Sayang, apa namamu benar-benar Suzu?"
Respons sang penembak itu tanpa kata-kata, kehati-hatian yang tak bergerak, namun Miki tidak benar-benar membutuhkan Suzu untuk menjawab pertanyaannya.
"Ya tuhan, aku benar-benar jatuh cinta padamu!" Miki berseru.
"Bisakah kau, menjadi suami, istri, dan ibuku?"
Pernyataan Miki seolah menghentikan waktu. Semua orang di ruangan itu benar-benar terkejut, namun Miki terus berbicara tanpa mempedulikannya, wajahnya memerah karena nafsu dan matanya menyala karena gairah.
"Rambut gelap yang misterius itu, mata yang seperti permata itu.... dan meskipun memiliki wajah seperti bayi, kau memiliki dada besar yang tersembunyi di balik pakaian ketatmu itu!" Lanjut Miki.
"Ketidakcocokan total antara kesucianmu yang mengagumkan dan tubuhmu yang penuh dosa itu lebih menggoda dari apapun! Bibirmu yang cantik berwarna merah muda seperti kelopak mawar, dan bahkan dari sini, aku dapat melihat kulitmu sehalus dan seputih porselen! Dan jika itu belum cukup, kau juga mengenakan rok pendek di atas celana ketat hitam, yang merupakan kontras mengagumkan lainnya dari keseluruhan paket itu. Berbicara tentang paket, Appraisal-ku memberitahuku bahwa kau adalah Double Gunner yang dilengkapi dengan bagian tubuh laki-laki dan perempuan di sana! Ya tuhan, kau lebih dari sempurna! Kau sangat menarik! Kita harus menikah agar kau bisa menjadi suami, istri, dan ibu Miki sekaligus!"
Lamaran pernikahan yang berulang di akhir permohonan yang panjang dan menggebu-gebu membuat kulit Suzu merinding, karena Suzu segera menyadari bahwa Miki tidak bercanda. Suaranya, sikapnya, dan perilakunya secara umum menegaskan bahwa Miki benar-benar serius ingin menikahi Suzu. Dengan jiwa Suzu yang hampir meninggalkan wujud jasmaninya sepenuhnya dan tubuhnya gemetar karena jijik, Suzu bersembunyi di belakang Mera, membiarkan Lock menanggapi atas namanya.
"Uh, baiklah, seperti yang bisa kau lihat, dia jelas tidak ingin menikahimu, jadi menurutku kau harus menyerah pada ide itu." Kata Lock.
"Baiklah, kau harus membuat Miki menyerah untuk itu." Balas Miki.
"Aku telah menemukan pasangan hidup idealku! Tidak mungkin aku akan pergi begitu saja!" Lanjut Miki.
"Ya, kau sudah menyampaikan maksudmu. Tapi kau musuh kami dan kami seharusnya menangkapmu." Balas Lock.
"Ini bukan waktu atau tempat untuk membicarakan pernikahan."
Masih bersembunyi di balik Mera, Suzu mengangguk mengikuti pernyataan Lock secepat yang dimungkinkan oleh kekuatan Level 7777 miliknya.
"Jadi yang harus kulakukan adalah membiarkan kalian menangkapku dan aku bisa bersama Suzu selamanya?" Kata Miki.
"Ada ada dengan anak ini?"
Tanya Jack, tampak benar-benar bingung dengan percakapan itu.
"Astaga. Dan kupikir aku membuat orang ketakutan."
Mera tertawa dengan gugup. Chimera itu tampak berkeringat di hadapan aura predator Miki, yang bahkan lebih meresahkan daripada semua aura pembunuh dan menakutkan yang pernah dialami Mera sebelumnya.