"Tidak seperti semua panggilanmu yang lain, aku tidak akan bersumpah setia padamu tanpa syarat. Hukum alam itu mutlak, yang kuat menguasai yang lemah. Jika kau ingin aku menjadi pengikutmu, kau harus membuatku mengikutimu."
"Ya ampun, sepertinya aku telah melakukan kesalahan."
Kata Ellie, hampir tidak mampu menahan amarahnya.
"Kupikir aku telah memilih seseorang yang akan menjadi aset yang lebih unggul bagi kita, tapi nampaknya kita telah memanggil orang yang sangat kejam. Ini kesalahanku, jadi aku akan bertanggung jawab untuk memperbaiki kesalahan ini."
Ellie memanifestasikan senjata kelas phantasma-nya, The Vier, yang merupakan nama dari empat buku mantra yang beredar di sekitarnya. Kemunculan senjata Ellie yang tiba-tiba itu berarti Ellie telah kehabisan kesabaran.
"Aku yakin kau mengatakan bahwa hukum alam itu mutlak, bukan?"
Ellie berkata pada Khaos.
"Maka kau tidak akan keberatan sama sekali jika ada yang lebih kuat melenyapkan yang lemah, bukan?!"
Aku mengangkat tanganku agar Ellie mundur.
"Tenanglah, Ellie. Khaos hanya ingin menguji kekuatanku. Tidak ada yang yang namanya pertarungan sama mati di sini."
Aku mengambil tongkat Gungnir-ku dan berdiri di depan Khaos.
"Itulah yang kau inginkan, kan? Kau bebas mengujiku kapan saja, di mana saja."
"Aku senang kau bukan tipe pengecut yang membiarkan orang lain bertarung demimu."
Kata Khaos, ekspresi kakunya tidak berubah.
"Kalau tidak, tidak ada gunanya untuk itu. Aku memujimu atas keberanianmu itu."
Setelah menerima persetujuan implisit untuk menantangku, aku memerintahkan Ellie untuk mempersiapkan medan pertempuran untuk kami.
✰✰✰
Pengaturan telah dibuat agar Khaos dan aku bertarung di salah satu tempat latihan di dasar Abyss, dengan Ellie menyediakan medan kekuatan di sekitar arena sehingga dua petarung level tinggi bisa bertarung dengan bebas tanpa menimbulkan kerusakan apapun pada dungeon. Ellie juga menambahkan satu perlindungan lagi untuk memastikan keamanan kami dua kali lipat.
"Aku telah selesai membuat tautan mana, Light-sama." Kata Ellie.
"Mana milikku akan menyerap semua luka yang diderita selama pertarungan, jadi tak satu pun dari kalian bisa mati, selama kumpulan mana milikku tidak habis."
"Terima kasih, Ellie." Kataku.
"Sekarang aku tidak punya alasan untuk menahan diri."
Ucapan terima kasih dari masternya itu membuat Ellie berseri-seri.
"Setidaknya hanya itu yang bisa kulakukan untukmu, Light-sama yang agung."
Ellie telah menemukan semacam mantra keabadian saat meneliti inti dungeon, dan dengan menggabungkan mana miliknya dengan mantra ini, dia mampu mengubah potensi kerusakan fatal menjadi kehilangan mana. Aku tidak bisa memberitahu kalian secara spesifik mantranya, namun mantra itu sangat penting dalam kami mengalahkan White Knight di Great Tower tanpa ada seorang pun—baik teman atau musuh—yang mati. Karena kami berhasil menangkap para White Knight hidup-hidup, kami dapat memperoleh informasi intelijen yang berharga dengan menyelidiki ingatan mereka. Sejujurnya, aku tidak tahu apa yang akan kulakukan tanpa mantra itu.
Sekarang aku meminta Ellie untuk menggunakan mantra yang sama di arena latihan untuk menghilangkan kemungkinan—betapapun kecilnya—pertarungan ini berubah menjadi pertandingan kematian yang sesungguhnya. Setelah berterima kasih kepada Ellie atas usahanya, dan dengan Gungnir di tangan, aku berjalan ke arah Khaos, yang sedang berdiri di tengah lapangan.
"Terima kasih sudah menunggu." Kataku.
"Kita sudah menyelesaikan semua pekerjaan dasarnya sekarang, jadi kita bisa mulai."
"Jika kau siap untuk kalah karena kau melihat kontes ini sebagai pertarungan simulasi, sebaiknya kau berhenti saja sekarang juga." Kata Khaos.
"Aku bermaksud membunuhmu di tempat kau berdiri, tapi aku tidak akan menginginkan kemenangan yang cepat dan mudah karena kurangnya komitmen dipihakmu."
"Yah, kau bisa santai saja, karena aku juga akan melakukan hal yang sama."
Kataku, membalasnya.
"Aku juga berharap kau tidak mengecewakanku dengan kalah lebih awal. Tidak setelah caramu berbicara seperti itu."
"Setidaknya kau bisa berbicara dengan baik." Khaos mengakui.
"Tapi omongan itu tidak ada artinya tanpa keterampilan yang mendukungnya."
Khaos mengangkat sabitnya, dan aku membawa tongkatku ke depan.
"Light-sama!"
Ellie berteriak dari pinggir lapangan.
"Semoga berhasil dalam pertarunganmu!"
"Khaos, sebagai rekan yang dipanggil bersamaan denganmu, aku akan mendukungmu." Kata Orka dengan suara meninggi.
"Aku juga berdoa agar Master dan majikan kita bertarung dengan gagah berani."
Apa aku satu-satunya yang berpikir bahwa memiliki bagian sorak-sorai yang terpisah akan mengurangi keseriusan pertarungan? Bagaimanapun, Khaos memutuskan dirinya akan mengambil langkah pertama.
"Mari kita mulai dengan sedikit pemanasan!"
Kata Khaos sambil melemparkan sabitnya ke arahku seperti bumerang. Dia tidak melemparkan senjatanya hanya dengan menjentikkannya tanpa banyak usaha, namun meski begitu, sabitnya berputar ke arahku dengan kecepatan kilat. Hal itu hanya menunjukkan bahwa lemparan dari Level 8888 bukanlah hal yang patut diremehkan.
"Serangan langsung itu tidak akan mengenaiku!" Balasku.
"SSSR Storm Wall—release!"
Kartu rare triple-S menciptakan penghalang yang terbuat dari angin topan yang dirancang untuk melindungiku dari semua senjata yang masuk. Jika aku menghadapi lawan biasa, Storm Wall akan meledakkan senjata itu ke belakang, merusaknya, dan jika aku beruntung, angin kencang mungkin akan membuat Khaos kehilangan keseimbangan juga.
"Apa?!"
Teriakku tidak percaya.
"Sabitnya tidak kehilangan kecepatannya?"
Sabit itu menembus penghalang berangin seolah-olah penghalang angin itu tidak lebih dari kabut tipis, dan terus meluncur lurus ke arahku tanpa melambat sama sekali. Aku terpaksa melompat ke samping pada saat terakhir untuk menghindarinya.
Aku seharusnya menebak bahwa petarung Level 8888 tidak akan menggunakan sabit biasa. Sabit itu mungkin merupakan senjata sihir yang cukup kuat untuk kebal dari efek Storm Wall.
Pikirku. Namun, aku tidak boleh membiarkan diriku terganggu oleh sabit sihir itu selamanya, karena Khaos tiba-tiba muncul tepat di sampingku dan mengayunkannya ke kepalaku. Saat sabitnya masih mengudara, Khaos menyembunyikan kehadirannya dan menutup jarak di antara kami. Aku bereaksi tepat pada waktunya dan menepis tinjunya dengan tongkatku.
"Kupikir aku telah membuat diriku tidak terlihat oleh indramu." Kata Khaos.
"Ya, kau benar-benar menghilang." Jawabku.
"Tapi menghilangnya kau yang tiba-tiba itu adalah pertanda pasti bahwa kau sedang mencoba melakukan serangan diam-diam."
"Kau lebih berpengalaman dalam pertarungan daripada yang terlihat." Kata Khaos.
"Dan seranganmu terlalu mudah dibaca." Balasku.
"SSSR Earth Lancers—release!"
Segera setelah kaki Khaos menyentuh tanah, paku besar seperti stalagmit muncul dari lantai dungeon, memaksa lawanku untuk melompat ke udara lagi. Sambil menghindari tertusuk di udara oleh Earth Lancer yang terus-menerus terbentuk, Khaos menangkap sabitnya—yang telah menjadi bumerang kembali ke arahnya—dan mulai menggunakan senjata itu untuk menebas paku-paku mirip batu di bawahnya untuk membuka jalan bagi sihir serangannya.
"Highborn Flame Fairies!"
Mantra ini menghasilkan sepuluh makhluk api yang terlihat seperti peri, namun tubuh kecilnya terlihat cukup panas untuk menguapkan baja. Namun aku tidak akan membiarkan peri-peri ini menyentuhku.
"SSSR High Magic Counter—release!"
Kartu ini membentuk dinding bercahaya yang memblokir semua serangan sihir di bawah kelas tertentu, dan para Flame Fairies itu tidak hanya tidak mampu melewatinya, namun mereka juga ditolak kembali ke Khaos, memandikan dia dan sekelilingnya dengan api yang sangat panas. Nyala api melelehkan Earth Lancer dan mengubahnya menjadi batuan cair, yang kemudian menelan seluruh Khaos.
"Bagus sekali, Light-sama!" Ellie berteriak.
"Kamu benar-benar mengalahkannya! Sekarang akhiri hidupnya untuk selamanya karena terlalu tidak sopan padamu!"
"Um, Ellie-san?" Kata Orka.
"Apa kamu lupa bahwa pertarungan ini adalah untuk membandingkan kekuatan mereka berdua?" Lanjut Orka.
Ellie benar-benar asyik dengan pertarungan itu, matanya berkilauan karena kekaguman, namun juga iri karena bukan dirinya yang memberikan pukulan telak kepada Khaos. Sementara itu, Orka hanya bisa tertawa kecil dengan campuran kesopanan dan kecanggungan melihat haus darah Ellie.
Sebelum aku bisa menjawab, hembusan angin tiba-tiba membersihkan batuan cair dan panas yang tersisa dan memperlihatkan Khaos yang berdiri di hadapanku dengan banyak jelaga di pakaiannya, namun tidak ada luka yang berarti. Khaos menggunakan punggung tangannya untuk menyeka jelaga di pipinya.
"Kau adalah pemanggil kami yang lebih baik daripada yang kukira." Kata Khaos.
"Jika itu yang kau pikirkan, bisakah kita mengakhiri pertandingan ini sekarang?"
Kataku, menyarankan.
"Jelas tidak." Jawab Khaos.
"Aku tidak bisa membiarkanmu mengklaim kemenangan. Tidak sekarang, karena aku tahu aku bebas melawanmu dengan sungguh-sungguh!"
Aku kira Khaos sudah selesai dengan bagian "Pemanasan" pertarungan dan memutuskan sudah waktunya untuk mulai serius. Dia melemparkan sabitnya ke arahku lagi, namun kali ini, dia mengucapkan mantra singkat sebagai tambahan.
"Chaos Scythe! Full power!"
Kata-kata Khaos itu membuat serpihan sabit itu menjadi beberapa ratus salinan, masing-masing mengarah langsung ke leherku. Pemandangan itu mengejutkanku, namun aku berhasil tetap tenang untuk mengaktifkan kartu lain.
"SSSR High Magic Counter—Release!"
Dinding cahaya lain terbentuk antara aku dan Chaos Scythes—sebuah langkah awal yang akan berfungsi sebagai ujian untuk melihat apa penghalang sihir dapat memblokir sabit di mana Storm Wall telah gagal, karena dinding itu dirancang untuk bekerja melawan serangan fisik.
"Oh, jadi sabitnya bisa menembus itu."
Kataku, tidak terlalu terkejut dengan hasil ini. Karena Chaos Scythes adalah senjata fisik, High Magic Counter tidak akan memblokirnya, namun aku memutuskan untuk menguji kartunya, hanya untuk memastikan.
Jadi penghalang fisik dan sihir tidak berguna melawan Chaos Scythe. Tapi sekarang aku rasa aku tahu apa yang membuat senjata itu unggul.
Aku menghindari beberapa Chaos Scythe pertama agar senjata-senjata itu tidak menyentuhku, lalu mengayunkan tongkatku ke salah satu Scythe yang datang, memukulnya tanpa masalah. Dengan kata lain, Storm Wall tidak mampu mengusir sabitnya, namun Gungnir-ku bisa.
"Ini dia!" Kataku.
"Aku hanya perlu melawan Chaos Scythe dengan senjata yang lebih kuat!"
"Oh? Aku tidak mengira kau cukup pintar untuk mengetahui itu dengan cepat."
Kata Khaos, mempertahankan penampilan luarnya yang keren.
Sebaliknya, kecerdasanku tidak ada hubungannya dengan hal itu. Dulu ketika aku naik level, aku menyadari bahwa aku telah mengembangkan resistensi yang hampir tidak dapat diatasi terhadap serangan yang berada di bawah levelku. Aku pikir senjata yang digunakan oleh Khaos Level 8888 akan bekerja dengan prinsip yang sama, terutama karena sabitnya cukup kuat untuk menyerang target secara independen dari segala arah tanpa Khaos perlu menyentuhnya.
Sabit itu akan mengalahkan lawan normal mana pun.
Pikirku, dan secara mental menempatkan kemampuan fisik Khao lebih tinggi dari level kekuatannya yang disarankan.
Saat Khaos melihatku mengatasi salinan Chaos Scythe miliknya, dia memanggilku dengan tangan terulur.
"Kau mungkin telah membuktikan dirimu cukup pintar untuk mengungkap kemampuan Chaos Scythes, tapi tampilan ini menunjukkan bahwa kau hanya mampu mempertahankan diri dari mereka. Jika hanya itu, maka aku sudah memenangkan pertarungan ini! Highborn Flame Fairies! Highborn Ice Fairies! Highborn Thunder Fairies!"
Khaos memanggil sekitar sepuluh peri dari masing-masing kelas hingga total tiga puluh peri melayang di sekelilingnya. Peri elemental itu kemudian mulai menukik ke arahku, bergabung dengan salinan Chaos Scythe yang sudah menukik ke arahku.
Jadi High Magic Counter bisa menghentikan para peri itu, tapi tidak bisa menghentikan sabitnya. Dan jika aku berkonsentrasi untuk menghalau sabit-sabit ini, para peri itu mungkin akan mendekatiku. Dan itu adalah pendekatan yang cukup standar untuk membingungkan lawan. Tapi ini tidak bearti aku tidak menyukainya.
Khaos melepaskan seluruh persenjataannya ke arahku, dan aku sendiri yang menyeringai. Setiap kali aku terlibat dalam pertarungan simulasi dengan sekutuku, aku selalu harus melancarkan pukulanku dengan satu atau lain cara, namun sekarang setelah aku tahu Khaos akan melakukan apapun untuk memenangkan kontes ini, suasana hatiku terhibur karenanya.
"Ini masih belum cukup untuk mengalahkanku!" Aku berteriak.
"UR Dimensional Blast—release!"
Sebuah dimensi menyusut dalam sekejap bersamaku di pusat gempa, lalu meluas lagi dengan cepat, melepaskan ledakan energi yang merobek seluruh arena latihan, menerbangkan klon sabit dan para Highborn Fairies, serta menelan Ellie dan Orka. Dimensional Blast cukup kuat untuk mengalahkan Chaos Scythe, namun satu kelemahan dari kartu ini adalah ledakan energinya mempengaruhi teman dan musuh. Jika sekutu level rendah menyaksikan pertarungan ini, ledakan itu akan melukai mereka dengan parah, namun aku tahu Ellie dan Orka akan memiliki statistik resistensi yang diperlukan untuk menahan dampak dari kartu tersebut. Karena itu, aku juga berharap Khaos bisa bertahan dari Dimensional Blast, dan aku bersiap untuk melancarkan serangan lanjutan, saat aku mengetahui bahwa Khaos sudah selangkah lebih maju.
"Chaos Left, serap semuanya!"
Khaos berdiri tegak, mengulurkan lengan kirinya ke depannya, dan menyedot semua energi dari Dimensional Blast dalam sekejap.
Pada saat yang sama, Khaos berlari ke arahku dan mengayunkan tangan kanannya ke arahku, sambil berteriak, "Genesis Right, lepaskan semuanya!"
Seluruh energi yang Khaos serap dengan lengan kirinya keluar dalam bentuk pancaran sinar besar yang terkonsentrasi dari tangan kanannya. Tidak ada waktu untuk menghindarinya, jadi aku berjongkok dan menerima kekuatan penuh dari ledakan itu. Semburan energinya cukup kuat hingga membuatku terlempar ke belakang, dan aku benar-benar mendengus kesakitan.
"L-L-Light-sama?!" Ellie memekik.
Aku akhirnya menerima beberapa kerusakan, namun tidak sampai pada titik di mana aku tidak bisa menggerakkan tubuhku, berkat manuver perisaiku. Namun, tidak dapat disangkal bahwa gerakan kekuatan Khaos telah berhasil menembus statistik pertahanan Level 9999 milikku.
Sekarang aku mengerti. Dia melepaskan Chaos Scythes dan Highborn Fairies untuk membuatku membalas dengan serangan sihir besar-besaran, yang kemudian bisa dia serap dan ledakkan langsung ke arahku.
Pikirku. Aku tidak akan pernah tahu apa seranganku akan berdampak buruk padaku, jadi Khaos dengan sengaja menarikku ke dalam jebakan di mana salah satu seranganku yang paling kuat akan menjadi bumerang. Trik kecil itu telah menimbulkan banyak kerusakan padaku, dan jika aku berada di posisinya, aku akan mengambil kesempatan ini untuk datang dan menghabisiku. Dan benar, Khaos dengan cepat menutup jarak dan mengangkat kepalan tangan, ekspresi kemenangan terlihat di wajahnya. Dia jelas-jelas mencoba membuatku koma.
Aku bisa mengaktifkan sihir penyembuhan sambil berkonsentrasi menghindari serangannya.
Pikirku. Namun aku tahu aku tidak bisa melakukan itu. Berfokus pada pemulihan mungkin merupakan rencana yang baik pada tingkat taktis, namun pada tingkat strategis, hal ini tidak akan pernah memenangkan perang.
Khaos menantangku untuk menguji kualifikasiku untuk menjadi masternya. Jika aku lari darinya saat ini, dia mungkin tidak akan pernah menerimaku sebagai pemimpinnya, bahkan jika aku akhirnya mengalahkannya.
Pikirku. Hanya ada satu cara yang bisa aku jawab. Aku melemparkan tongkatku ke samping, mengepalkan tinjuku, dan menyerang ke arah Khaos. Wajahnya tersentak kaget, seolah-olah dia tidak pernah membayangkan aku akan mencoba membalasnya dengan pukulan demi pukulan. Keheranan sesaat ini menyebabkan tangan kanannya menjadi ragu-ragu sehingga aku bisa merunduk di bawahnya, sementara pukulan balasanku sendiri mengenai wajahnya. Meski begitu, agar adil baginya, pukulan Khaos akan mendarat dengan sempurna dan membuatku hancur jika level kekuatanku lebih rendah.
Pukulanku membuat Khaos meluncur ke belakang dengan kekuatan yang cukup hingga tumit Khaos memotong lekukan di tanah, dan butuh waktu beberapa saat sebelum gerakan punggungnya terhenti total dan dia terjatuh dengan satu lutut.
"Aku tidak pernah membayangkan kau akan bangkit dan membalasku setelah menerima ledakan energi itu." Kata Khaos.
"Aku kira hanya pemanggil kami yang mampu melakukan itu."
"Apa ini berarti kau menerimaku sebagai mastermu?" Tanyaku.
"Yang kau lakukan hanyalah mengejutkanku hingga memukulku dengan serangan balik yang sukses." Jawab Khaos.
"Duel kita baru saja dimulai."
Khaos berdiri dan menggunakan lengan bajunya untuk menyeka darah yang menetes dari salah satu sudut mulutnya.
"Genesis of Chaos-ku dapat menyerap dan membalasmu hampir semua serangan sihir yang bisa kau tembakkan padaku. Sejauh ini, aku tahu bahwa kau adalah seorang penyihir dengan segudang kartu sihir. Kekuatanku hampir mahakuasa melawan petarung tipemu, baik kau menggunakan serangan jarak jauh atau bertarung dalam jarak dekat. Bahkan jika kau berada pada level kekuatan yang lebih tinggi dariku, Genesis of Chaos-ku menempatkanku di posisi paling atas."
Aku harus mengakui bahwa Khaos benar : kemampuan untuk menyerap dan menggunakan kembali serangan memberinya keuntungan nyata melawan penyihir level tinggi. Atau lebih tepatnya, melawan penyihir normal dengan level kekuatan lebih tinggi.
"Menurutmu keterampilan itu cukup untuk mengalahkanku, mastermu?"
Aku mengejeknya, seringai tak kenal takut di wajahku.
"Maaf karena harus mengatakan ini, tapi kau harus berusaha lebih banyak hal dalam pertarungan ini daripada saat ini jika kau ingin mengalahkanku, karena jika kau tidak menyadarinya, aku adalah penyihir kartu tak terbatas, dan tidak seperti seorang penyihir biasa, kekuatanku tidak ada habisnya!"
Khaos mungkin memiliki apa yang disebut Genesis of Chaos yang mampu menyerap sihir, namun dia hanya bisa melakukannya dengan tangan kirinya. Jika aku melepaskan beberapa mantra sihir serangan yang berpotensi mematikan, lengan itu tidak akan mampu menyerap semuanya. Namun aku sengaja membuang pilihan itu dan memilih untuk menghadapi Khaos dengan tinjuku, supaya dia tidak punya alasan untuk menolakku sebagai masternya.
"SSR Thought Accelerator!" Aku berteriak.
"SSR Sixth Sense Boost! SSSR Accelerated Speed Boost! SSSR Defense Build Enhancement! SSSR Ability Boost!—"
Aku terus melepaskan kartu satu demi satu yang akan melengkapi keterampilan pertarungan jarak dekatku. Tidak seperti penyihir lainnya, aku memiliki seluruh perpustakaan kartu gacha yang dapat dipilih selain serangan sihir, dan yang lebih penting lagi, aku memiliki banyak kartu yang dapat memberi buff padaku secara fisik. Ekspresi dingin Khaos sekali lagi berubah menjadi kejutan saat aku terus mengaktifkan kartu demi kartu. Setelah aku selesai, aku mengambil posisi bertarung.
"Aku akan bermain dalam permainanmu sendiri, Khaos." Kataku.
"Dengan cara ini, aku akan membuatmu menerimaku sebagai mastermu."
"Kau berani menempatkan dirimu pada posisi yang dirugikan seperti ini?"
Kata Khaos dengan terkejut.
"Yah, setidaknya aku mengagumi semangatmu!"
Khaos berlari ke arahku untuk memulai kontes tinju kami, sementara aku tetap berdiri dan membalas pukulannya. Tak satu pun dari kami menggunakan senjata masing-masing; kami hanya saling menyerang seperti dua anak yang berkelahi di halaman sekolah. Hal itu bukanlah duel kematian menurut imajinasi apapun, namun yang lebih penting, aku mendapati diriku bersenang-senang memberikan tinjuku dalam perkelahian habis-habisan ini, dan aku tidak dapat menahan diri untuk tidak menyeringai. Khaos memulai dengan memuji "Semangat"-ku secara tidak ironis, dan aku merasakan bahwa dia juga terlihat menikmati duel kami ini dari kami yang hanya saling mengalahkan memberikan tinju satu sama lain. Di tengah-tengah itu semua, aku teringat percakapan yang kudengar di bar saat aku masih menjadi petualang pemula.
Jadi ini maksudnya kalau laki-laki ingin saling berteman itu dengan tinjunya, hah?
Aku berpikir dalam hati sambil terus bertukar serangan dengan Khaos.
✰✰✰
"Sepertinya aku sudah mengalahkanmu." Kataku.
"Sekarang maukah kau memperlakukanku sebagai mastermu?"
Khaos telah melakukan pertarungan yang bagus, namun ketika semuanya sudah dikatakan dan dilakukan, dia belum mampu mengatasi kesenjangan dalam level kekuatan kami masing-masing, maupun buffku. Dia berbaring dengan tangan dan kaki terentang di lantai, babak belur dan seluruh tubuhnya memar.
"Ya, aku mengaku kalah."
Kata Khaos dengan nada tenang dan datar meski kehabisan napas.
"Aku akan tunduk padamu."
Khaos dengan sigap meraih tanganku yang terulur dan mengizinkanku menariknya.