Chapter 6 : Brother

 

Els Nii mengerang dan berbicara terbata-bata.

 

"L..."

Dia berusaha keras untuk berbicara.

 

"Light..."

 

"Els Nii? Els Nii?!"

Teriakku.

 

"Apa kau benar-benar kembali seperti dulu?!"

 

Kakakku telah diubah menjadi monster oleh Doc, tapi di sini dia menyebut namaku. Setelah dua puluh tujuh jam bertarung, kami akhirnya mengalahkan Doc menggunakan kombinasi senjata biasa kami yang dicampur dengan sejumlah kartu Hellfire. Namun karena Els telah tertanam di golem Doc, Hellfire juga membakarnya cukup parah, dan aku menggunakan kartu SSSR Overheal untuk memulihkannya sehingga dia seperti baru lagi.

 

Pada titik inilah kakakku mulai bertindak lebih seperti manusia daripada monster, meskipun aku tidak tahu apa ini disebabkan oleh kartu Overheal, rasa sakit yang ditimbulkan oleh kartu Hellfire, atau semacam keajaiban lainnya. Bahkan Doc tampak tidak percaya dengan penglihatannya, meskipun sulit untuk memastikannya dengan topeng yang dipakainya itu. Sedangkan aku, aku berlari menghampiri kakakku dan memeluknya untuk pertama kalinya setelah lebih dari tiga tahun, air mata panas mengalir di pipiku.

 

"Nii-san!"

 

"Li..."

Ulang Els Nii sambil memegangi kepalanya.

 

"L-Light..."

Tiba-tiba, kakakku meraung dengan amarah seperti binatang buas dan mengangkat tinjunya untuk memukulku, mengisyaratkan monster itu kembali menguasai jiwanya.

 

"Light-sama!"

Teriak Mei.

 

"Rroww!"

Teriak Aoyuki.

 

"Mei! Aoyuki! Tetap di tempat kalian!"

Teriakku.

 

"Ini perintah langsung!"

 

Aku tahu kedua deputiku akan segera berlari dan memposisikan diri di antara aku dan kakakku untuk melindungiku darinya, tapi aku tidak akan membiarkan itu. Aku rela membiarkan diriku diserang oleh kakakku tanpa menyentuhnya. Apapun yang terjadi, aku akan fokus sepenuhnya pada pertahanan.

 

Els Nii terus meraung dan menerjangku dengan lengan seukuran batang pohon dan mengerahkan seluruh kekuatannya. Satu pukulan seperti ini saja bisa langsung meremukkan manusia biasa, tapi karena aku sudah Level 9999, tidak satu pun pukulan itu menimbulkan kerusakan.

 

"Nii-san membawa Yume menjauh dari bahaya, ingat?"

Kataku, mengabaikan pukulan-pukulan itu.

 

"Yume baik-baik saja sekarang. Dia di tempat yang aman. Otou-san, Oka-san, dan semua orang di desa meninggal, tapi..."

 

Aku terdiam memikirkan kenangan mengerikan ini.

"Tapi kali ini, segalanya akan berbeda! Aku tidak akan membiarkan hal buruk terjadi lagi pada siapapun! Aku akan melindungimu, Yume, dan semua orang! Jadi kumohon, tinggallah bersama kami!"

 

Els Nii berhenti memukulku, memegang kepalanya lagi, dan mengerang.

"L-Light..." bisiknya.

 

"Light..."

 

Aku mengulurkan tangan dan menyentuh tangannya. Itu bukan tangan yang kukenal sebelumnya, karena kulitnya sekeras dan sedingin baja, tapi aku tahu darah yang mengalir di bawah kulit itu juga mengalir melalui diriku. Ini tangan kakakku. Saat aku menyentuhnya, kilatan gila di pupil matanya memudar, dan berdiri berhadapan, kami bertatapan. Momen ini membangkitkan kenangan saat kami berdua masih di pertanian keluarga kami.

 

Matahari mulai terbenam karena aku terlalu lama bermain di luar dan benar-benar lupa bahwa aku seharusnya pulang. Aku masih sangat kecil saat itu—saking kecilnya, bahkan Yume belum lahir—dan ketika kakakku datang menjemputku, dia menggenggam tanganku dan menuntunku menyusuri jalan menuju rumah kami, kami berdua bermandikan cahaya jingga yang memudar.

 

Aku ingat takut orang tua kami akan marah dan tidak lagi menyukaiku karena aku mengingkari janjiku untuk tidak keluar terlalu malam. Aku siap untuk meminta maaf sebesar-besarnya kepada orang tuaku dan memohon agar mereka tidak membenciku. Els Nii—yang saat itu lebih tinggi satu kepala dariku—mencengkeram tanganku erat-erat untuk menenangkanku.

 

"Otou-san dan Oka-san hanya marah karena mereka mengkhawatirkanmu."

Kata Els dengan lembut.

 

"Orang tua kita tidak akan pernah membencimu, begitu pula aku, Light."

 

"Sungguh?"

Jawabku.

 

"Kau, Otou-san, dan Oka-san tidak akan pernah membenciku? Tidak akan pernah?"

 

Pada titik ini, Els Nii menoleh padaku dengan matahari terbenam di belakangnya.

 

"Tentu saja tidak. Aku tidak akan pernah berhenti menyayangimu. Apapun yang terjadi, aku akan selalu bersamamu."

 

Mendengar kata-kata itu saat itu benar-benar menghiburku. Mengetahui bahwa kakakku akan selalu bersamaku membuatku meneteskan air mata kebahagiaan.

 

"Kita akan selalu bersama."

Ulang Els Nii.

 

Aku hampir melupakan kenangan itu karena sudah lama sekali.

 

"Light..."

Meskipun kakakku telah berubah menjadi monster, dia masih memiliki senyum yang sama di wajahnya seperti malam itu, dan pemandangan yang familiar itu masih menggelitik ingatanku. Senyumnya masih hangat dan lembut seperti yang kuingat.

 

"Light, kau..."

Kata Els Nii dengan pelan, bersusah payah mengucapkan setiap kata.

 

"Kau telah tumbuh. Begitu besar..."

 

Senyum kakakku semakin lebar saat kami melepaskan genggaman tangan, dan kali ini, Els Nii mengusap telapak tangannya yang besar dengan penuh kasih di pipiku.