Bonus Short Story
KHAOS LANGSUNG MENGAMBIL KESIMPULAN
"Orka, ikut dan bantu aku."
Dalam sebuah kejadian yang tidak biasa, Khaos menghampiri Orka untuk meminta bantuan, dan kedua Level 8888 itu akhirnya tiba di sebuah lorong di tingkat bawah Abyss. Orka senang melihat temannya itu, namun sikap temannya yang biasanya dingin dan kasar itu, tidak memberikan penjelasan lebih lanjut, membuat Orka tersenyum agak bingung.
"Khaos."
Kata Orka dengan nada suara yang disengaja.
"Aku sangat bersedia membantumu, tapi bisakah aku bertanya apa sebenarnya yang kamu butuhkan dariku?"
"Kau akan tahu setelah kita sampai di sana."
Kata Khaos dengan cuek, seperti seorang suami yang mendominasi.
Penyihir petarung itu berbalik dan melangkah dengan langkah cepat menuju tujuannya. Menyadari bahwa ini kemungkinan besar merupakan masalah yang membutuhkan perhatiannya, Orka hanya mengangkat bahunya dan mengikuti rekan Level 8888-nya itu.
✰✰✰
Setelah mengeluarkan banyak perintah di kantor eksekutifku, aku bersandar di kursi dan menghela napas lega.
Begitu banyak yang terjadi dalam waktu sesingkat ini...
Pikirku sambil memejamkan mata.
Aku harus menikmati waktu luang ini dan menggunakannya untuk beristirahat sejenak.
Saat ini aku sedang berusaha mengatasi kematian kakak laki-lakiku, Els Nii. Mera telah mengetahui dalam salah satu misinya bahwa kakakku bekerja untuk Doc, seorang Master yang bersekutu dengan Negara Demonkin, dan seakan itu belum cukup mengejutkan, Mera juga memberitahu kami bahwa Doc telah mengubah Els Nii menjadi monster.
Aku segera membawa Mei dan Aoyuki untuk menangkap Doc dan menyelamatkan kakakku, tapi di tengah operasi kami, Els Nii mendapatkan kembali sebagian kepribadian lamanya, dan itu terbukti cukup untuk membuat kakakku merobek jantungnya sendiri dan bunuh diri sebelum kakakku sempat menyakitiku, meskipun faktanya dia tidak mungkin meninggalkan goresan sedikit pun padaku seandainya dia mencoba.
Kami berhasil menangkap Doc hidup-hidup, tapi dia tidak tahu cara mengembalikan Els Nii ke keadaan normal. Akhirnya, kami menempatkan tubuh kakakku di sebuah ruangan di dasar Abyss, dan Ellie menggunakan sihirnya untuk menghentikan waktu kakakku selamanya. Kami bisa saja menghidupkan kembali Els Nii saat itu juga jika kami mau, tapi kakakku bisa akan kembali sebagai monster yang tidak terkendali, jadi rasanya sia-sia melakukan itu.
Sementara aku meratapi tubuh kakakku yang tidak bernyawa, percaya bahwa tidak ada cara realistis untuk membuatnya menjadi manusia lagi, Mei dengan lembut mengingatkanku bahwa Unlimited Gacha-ku mungkin suatu hari nanti akan mengeluarkan kartu yang bisa menyembuhkan kakakku.
Nasihat bermanfaat ini mengangkatku dari rasa takut dan memungkinkanku untuk fokus mengambil tindakan melawan Negara Demonkin. Saat itu juga aku baru saja memerintahkan Ellie untuk menghancurkan istana dan menangkap Pangeran Voros, dan Ellie sudah dalam perjalanan ke ibukota dengan pasukan naganya yang berjumlah seratus ekor.
Aku sedang menikmati momen damai yang langka ini untuk bersantai ketika mendengar suara ketukan di pintu. Pelayan peri yang bertugas menjawab, lalu kembali memberitahuku bahwa Khaos dan Orka datang untuk menemuiku.
Apa ada keadaan darurat yang membutuhkan perhatianku?
Pikirku dalam hati.
Tidak ada yang melaporkan apapun.
Aku mengizinkan mereka berdua masuk. Khaos memasuki kantorku lebih dulu, dengan raut wajah setengah kesal yang seakan permanen, diikuti Orka, sikap lembutnya tetap terlihat jelas. Dengan kata lain, hanya dengan mengamati sikap mereka berdua, mungkin aman untuk mengesampingkan kemungkinan keadaan darurat.
Aku mencairkan suasana.
"Jadi, apa yang membawa kalian berdua ke sini?"
"Ikut aku."
Lata Khaos terus terang.
"Aku akan membawamu ke arena latihan. Arena yang sama tempat kita bertarung."
Ekspresi wajahku berubah menjadi tanda tanya.
"Tentu."
Khaos melangkah keluar kantor, meninggalkan aku dan Orka. Aku melirik pemain biola itu sekilas, diam-diam bertanya apa yang terjadi, tapi dia hanya tersenyum malu dan mengangkat bahunya.
Aku juga tidak tahu.
Jawab Orka dengan tatapan mata.
✰✰✰
Kami bertiga akhirnya berdiri di arena latihan yang sama tempat aku mengalahkan Khaos dalam pertempuran dan memaksanya untuk tunduk padaku. Jika Ellie ada di sini, kami akan memiliki daftar lengkap orang-orang yang hadir di pertarungan sebelumnya, tapi saat ini Ellie sedang memimpin seratus naga dalam misi menangkap pemimpin dari Negara Demonkin.
Khaos menoleh ke Orka.
"Hubungkan kita ke medan gaya."
"Aha."
Kata Orka saat menyadari sesuatu di benaknya.
"Sekarang aku mengerti kenapa kamu menginginkan bantuanku. Sepertinya aku di sini untuk mengambil peran yang biasanya diisi oleh Ellie-san, benar?"
Orka mengangkat biolanya dan mulai memainkan lagu yang menghubungkannya dengan medan gaya yang ada di sekitar arena. Lagu ini mengubahnya menjadi medan gaya khusus yang akan menyerap kerusakan dan menyembuhkan semua luka yang diderita siapapun di dalam area efeknya, dengan mengorbankan mana Orka. Dengan kata lain, tidak seorang pun di dalam medan gaya ini bisa mati selama cadangan mana Orka tidak terkuras. Dengan semua petunjuk yang sangat jelas di hadapanku, akhirnya aku tahu apa yang Khaos inginkan dari kami.
"Kau membawaku ke sini agar kita bisa bertanding lagi, kan?"
Tanyaku padanya.
"Tapi yang ingin kutahu itu : Kenapa?"
"Apa perlu alasan?"
Jawab Khaos.
"Uh, kurasa biasanya perlu alasan, kan?"
Kataku, lalu ragu-ragu.
"Atau mungkin menurutku saja."
Khaos begitu berwibawa dan percaya diri sampai-sampai membuatku linglung. Aku melirik Orka untuk meminta bantuan, tapi dia hanya mengangkat bahunya dan tersenyum ringan.
Khaos mengarahkan Chaos Scythe-nya ke arahku.
"Ini waktunya."
"Uh, oke."
Aku tidak tahu apa maksud semua ini, tapi aku tetap mengangkat Gungnir-ku dengan waspada.
Khaos menerjangku sebelum melancarkan serangkaian serangan dengan sabitnya, dan aku tahu dari kecepatan dan intensitas serangannya bahwa dia haus darah. Serangan itu begitu tiba-tiba, fokusku tertinggal satu langkah, dan aku mendapati diriku dalam posisi bertahan.
Aku berhasil menangkis ayunan sabit Khaos dengan tongkatku, tapi dia jelas lebih unggul, dan akhirnya dia menepis Gungnir-ku sebelum menendang perutku yang terbuka. Aku mengerang kesakitan saat terdorong mundur di udara, yang memberi Khaos kesempatan untuk melancarkan jurus pamungkasnya.
"Chaos Scythe! Full Power!"
Khaos melemparkan sabitnya ke arahku, dan sabit itu terbagi menjadi ratusan klon dirinya sendiri, semuanya diarahkan langsung ke tengkorakku. Tapi bukan itu saja.
"Highborn Flame Fairies! Highborn Ice Fairies! Highborn Thunder Fairies!"
Selanjutnya, Khaos melepaskan badai peri dengan tiga atribut itu, dan mereka juga mengincarku bersama sabit-sabitnya. Jika aku petarung biasa, aku pasti sudah tamat, tapi kenyataannya, aku kurang terkesan dengan penampilannya ini.
Ini serangan yang sama persis dengan yang dia gunakan di pertarungan terakhir kami, apa sebenarnya yang ingin dia lakukan di sini?
Pikirku, masih melayang di udara.
Terakhir kali Khaos melakukan trik ini, aku mengeluarkan kartu UR Dimensional Blast, menciptakan ledakan yang menangkis semua sabit dan peri itu. Tapi Khaos kemudian menangkalnya dengan menyerap energi ledakan itu dengan Tangan Kiri Chaos-nya, dan melepaskan kekuatannya langsung ke arahku dengan Tangan Kanan Genesis-nya. Jurus kombo itu—yang disebut "Genesis of Chaos"—telah membentuk sinar laser raksasa yang benar-benar meninggalkan bekas.
Hmm, haruskah aku menggunakan kartu itu lagi?
Pikirku dalam hati.
Aku tetap menarik kartu itu, karena aku menghadapi kombo serangan yang sama persis, tapi dari sudut mataku, aku melihat sekilas Orka saat aku melewatinya di tengah penerbangan. Dia masih tersenyum, tentunya, tapi dia telah kehilangan sebagian warnanya, yang kuanggap sebagai petunjuk bahwa medan gayanya tidak akan mampu menahan Dimensional Blast seperti cadangan mana milik Ellie.
"Kau terlalu lembek!"
Khaos memanfaatkan keraguan sesaatku untuk bermanuver di belakangku dan melancarkan serangan diam-diam. Aku menyadari apa yang terjadi tepat waktu, dan mengayunkan tongkatku ke arahnya saat masih di udara, tapi dia merunduk dan membalas dengan tendangan lain.
Aku nyaris tidak bisa bertahan, tapi karena aku masih di udara berkat tendangan dahsyat pertama Khaos, tendangan keduanya membuatku terlempar ke tanah seperti komet. Tentunya, semua sabit dan peri itu berbelok ke arah posisi baruku dan menghantamku, memenuhi kawah tempatku berbaring dengan asap.
Aku melompat keluar dari kawah dan menghindari asap, mendarat di tempat yang lebih tinggi. Chaos Scythe yang asli telah kembali ke tangan Khaos saat itu, dan saat aku mendarat, dia langsung berbicara kepadaku.
"Kau punya kelemahan, Light. Kelemahan yang fatal."
Kata Khaos.
"Setiap kali kau menggunakan mantra, kau butuh waktu untuk mengeluarkan kartu yang kau inginkan dan berkata 'release'."
Aku tidak tahu bagaimana harus menanggapinya. Khaos benar bahwa sebagai penyihir Unlimited Gacha, aku perlu mengaktifkan kartu setiap saat untuk melakukan "sihir"-ku. Butuh setidaknya satu detik untuk mengaktifkan kartu, dan meskipun penundaan itu biasanya tidak dianggap sebagai hambatan karena aku sudah Level 9999, petarung selevel Khaos sangat mampu memanfaatkan jeda satu detik itu untuk keuntungannya. Aku menyeka darah yang berhasil ditarik oleh serangan Khaos dan mencibir.
"Memang, kau benar untuk itu, Khaos."
Kataku.
"Tapi apa kau benar-benar berpikir itu cukup untuk mengalahkanku?"
Khaos mendengus mengejek.
"Masih bisa bicara, rupanya."
Dia melemparkan Chaos Scythe replikanya ke arahku lagi dan meneriakkan lebih banyak mantra pemanggilan.
"Highborn Flame Fairies! Highborn Ice Fairies! Highborn Thunder Fairies!"
Kali ini, aku menghindar dan menangkis sabit dan peri itu sebelum mengeluarkan kartu lain.
"SSSR High Magic Counter—"
"Kau mencoba memblokir serangan sihirku?"
Khaos menyela, sekali lagi muncul tiba-tiba di sampingku, siap untuk melumpuhkanku.
"Seperti yang kubilang, melakukan itu memperlihatkan kelema—Guh!"
Aku tahu Khaos akan mencoba melakukan serangan diam-diam lagi, dan aku siap untuk itu. Aku membalas dengan tendangan, yang mengenainya dengan tepat, karena dia tidak berpikir aku akan menipunya dengan mengeluarkan kartu gacha dan tidak langsung mengaktifkannya. Giliran Khaos yang terbanting ke tanah, dan dia menghantam tanah dengan kekuatan yang cukup untuk membentuk kawah kedua. Tapi aku belum selesai.
"SSSR High Magic Counter—release!"
Kartu gacha triple super rare milikku menciptakan medan gaya di depanku yang membuat semua Highborn Fairies itu terpental, meskipun aku memastikan untuk mengarahkan mereka ke kawah Khaos. Kombinasi kekuatan para peri itu menyebabkan ledakan dahsyat dan kepulan asap tebal.
Guncangan ini rupanya cukup mengguncang Khaos hingga dia kehilangan fokus, karena semua klon Chaos Scythe itu tiba-tiba lenyap. Ketika asap menghilang, Khaos berlutut di dalam kawah, menggenggam Chaos Scythe aslinya.
Aku melompat ke dalam kawah dan menghadapi Khaos.
"Kau memang benar tentang kartu-kartuku yang menciptakan celah. Tapi celah itu juga bisa digunakan sebagai umpan, jadi aku secara pribadi tidak akan menyebut fakta bahwa aku harus menggunakan kartu sebagai kelemahan yang sebenarnya."
Meskipun serangan balikku membuatnya hampir tidak bisa berdiri, Khaos mengembuskan napas lega dengan pasrah.
"Kurasa ini hanya menunjukkan bahwa kau memang pemanggil kami."
Sekarang setelah pikiranku sama dengan Khaos, aku menyeringai dan mengarahkan tongkatku padanya.
"Jadi, kurasa ini berarti kita belum selesai bertarung, ya?"
"Tentu saja tidak."
Khaos mengangkat sabitnya dan menyerbu ke arahku lagi, jelas-jelas sangat menikmatinya.
✰✰✰
"Sepertinya aku menang lagi."
Kataku.
Khaos terkapar di tanah setelah kujatuhkan hingga rata. Dia mengejek ucapanku, yang kutahu itu caranya untuk mengatakan bahwa dia menyerah. Meskipun aku menang, napasku terengah-engah, kedua bahuku naik turun setiap kali kuhela napas, sementara keringat bercucuran di dahiku. Tubuhku penuh memar dan luka, yang menunjukkan bahwa pertempuran itu bukanlah kemenangan mudah bagiku.
Khaos duduk dengan hati-hati, lalu memunggungiku yang masih duduk.
"Aku akan mengakui kemenanganmu."
Khaos ragu sejenak sebelum melanjutkan dengan nada canggung.
"Kalau kau biarkan dirimu tertekan, suasana di dungeon ini akan memburuk. Kurasa kesempatan untuk berolahraga ini sedikit memperbaiki suasana hatimu."
"Maaf, heh?"
Kataku.
"Aku sudah dengar apa yang terjadi pada kakakmu."
Lanjut Khaos.
"Jika kau sudah kehilangan keinginan untuk membalas dendam pada musuhmu, kau bisa tetap di sini, di Abyss, bersama kakak dan adikmu, dan aku akan melaksanakan balas dendammu sebagai penggantimu."
"Khaos..."
Sepertinya dia mencoba menghiburku dengan memaksaku bertarung dengannya. Aku terharu sekaligus gelisah dengan semua usaha yang telah dia lakukan.
Ini pertama kalinya dia melakukan sesuatu yang berarti untukku.
Pikirku dalam hati.
Tapi berkat Mei, aku sekarang punya harapan bisa menyembuhkan Els Nii, jadi aku tidak lagi terpuruk seperti sebelumnya. Tapi bagaimana aku bisa menyampaikan hal itu pada Khaos?
Aku memegang kepalaku dan bertanya-tanya apa yang harus kulakukan selanjutnya ketika Orka turun tangan.
"Aku heran kenapa kamu berkata begitu."
Kata Orka, memulai.
"Master dan majikan kita telah menemukan harapan baru untuk menyelamatkan kakaknya setelah menerima nasihat dari Mei-san. Apa kamu belum dengar?"
Suasana di arena langsung membeku. Karena Orka berdiri di sampingku, yang bisa kami lihat hanyalah punggung Khaos, tapi bahkan dari sudut pandang kami, kami melihat telinganya—atau apa yang bisa kami lihat menyembul di antara rambutnya—sedikit memerah. Aku tertawa canggung, dan senyum Orka menegang, seolah-olah dia baru saja menyadari seharusnya dia tidak mengatakan apa yang telah dikatakannya. Beberapa detik kemudian, Khaos berdiri dan membersihkan diri, tanpa menoleh ke arah kami.
"Kalau masalahnya sudah selesai, kita selesai di sini."
Kata Khaos, suaranya sedikit gemetar.
"Baiklah, kalau begitu, aku permisi dulu."
Khaos berlari kecil keluar dari arena latihan, meninggalkanku bersama Orka. Kami saling bertatapan.
"Master dan majikanku."
Kata pemain biola itu.
"Mungkinkah aku berbicara seenaknya?"
"Tidak, itu bukan salahmu."
Jawabku.
"Khaos menghabiskan banyak waktunya sendirian, jadi tidak heran jika kabar kecil itu belum sampai padanya. Tapi aku sudah belajar dari kesalahanku di sini. Lain kali, aku akan memberitahu semua orang tentang situasiku."
Kami berdua menghabiskan beberapa menit lagi di arena latihan, membahas cara-cara meningkatkan komunikasi agar tidak ada seorang pun di Abyss yang dibiarkan dalam kegelapan lagi ketika menyangkut hal-hal penting. Sedangkan Khaos, dia tidak menunjukkan wajahnya kepadaku maupun Orka selama beberapa hari setelah itu, yang menunjukkan betapa malunya dia karena telah mengambil kesimpulan terburu-buru.