Chapter One

 

Part One

 

Aku terbangun karena merasakan angin membelai kulitku.

Ahh, aku terbangun... aku bisa mencium aroma tanaman dan tanah yang tertiup angin. Aku bertanya-tanya apa aku berada di hutan?

 

Setiap kali angin bertiup, aku mendengar dedaunan berdesir dan beterbangan, diikuti oleh suara burung berkicau dan mengepakkan sayapnya. Semua itu begitu menenangkan hingga aku hampir tertidur lagi.... ketika aku merasakan sesuatu yang aneh di dekatku.

Baunya busuk! Bau apa ini? Baunya tidak seperti bau binatang. Lebih seperti bau seseorang yang tidak mandi selama bertahun-tahun...

 

Memaksa mataku untuk terbuka, aku melihat makhluk seperti manusia berpakaian kotor, menatapku dan tersenyum.

Dia tersenyum, tapi itu lebih seperti wajah seorang pemburu yang baru saja menemukan mangsanya!

 

Makhluk itu berjarak sekitar tiga puluh meter. Dia perlahan mendekatiku, melangkahkan kakinya satu per satu. Sekarang jaraknya sekitar dua puluh lima meter. Aku mencoba lari, namun tubuhku terlalu lemah. Aku bahkan tidak bisa berdiri.

 

Dua puluh meter. Aku mencoba berteriak meminta tolong, namun tenggorokanku menolak untuk bekerja dan aku tidak bisa mengeluarkan kata-kata. Lima belas meter. Aku melihat sekeliling untuk melihat apa ada seseorang yang bisa membantu. Ketika makhluk itu melihatku melakukannya, dia tertawa terbahak-bahak.

 

Sepuluh meter sekarang. Makhluk itu jauh lebih besar dan lebih menyeramkan daripada yang kukira sebelumnya. Aku takut, namun daripada menangis, aku merasakan sesuatu yang lebih mirip dengan kepasrahan. Hanya lima meter lagi. Makhluk itu memegang tongkat sebesar kayu gelondongan, dan dengan mudah mengangkatnya sambil tertawa. Mudah bagiku untuk membayangkan apa yang akan terjadi padaku, jadi aku memejamkan kedua mataku.

 

Mengapa mereka meninggalkanku di tempat dengan monster seperti ini?! Kalian hanya punya satu pekerjaan, para dewa dan dewi! Betapa kejamnya jika aku mati beberapa menit setelah aku bereinkarnasi?!

Saat aku mengutuk para dewa dan dewi itu di kepalaku, monster itu masih perlahan berjalan ke arahku. Saat dia mengacungkan tongkatnya, aku mendengar suara desisan, lalu bunyi dentuman, lalu suara berguling. Monster itu tidak menghantamku dengan tongkat, jadi aku membuka mataku dengan ragu-ragu. Monster itu berbaring tepat di hadapanku, dengan anak panah tebal menancap di dadanya.

 

"Wah, hampir saja! Aku sama sekali tidak menyangka akan menemukan bayi di sini. Untung saja aku memutuskan untuk memeriksa suara itu!"

Aku mendengar suara yang tidak kukenal di belakangku. Aku masih tidak bisa bergerak, namun pemilik suara itu mengangkatku dan menatap wajahku.

 

Orang yang mengangkatku.... adalah raksasa.

 

"Apa yang kau lakukan di sini? Di mana ibu dan ayahmu?"

Raksasa itu berbicara kepadaku dengan suara yang lembut, namun aku tidak mengerti apa yang dikatakannya.

 

"Aku bertanya-tanya apa mereka menelantarkanmu. Sungguh malang sekali. Baiklah, aku tidak bisa meninggalkanmu di sini, jadi aku akan membawamu kembali ke desaku."

Raksasa itu mengatakan sesuatu, lalu meletakkan kembali busurnya ke dalam gendongannya. Dia dengan lembut menggeser berat badanku untuk menggendongku lagi. Aku mulai panik, dan berusaha sekuat tenaga untuk melarikan diri, namun raksasa itu tampaknya tidak terganggu oleh perlawananku. Dia hanya tersenyum kecut padaku.

 

Akhirnya aku menyadari bahwa raksasa itu tidak akan menyakitiku, jadi aku memutuskan untuk tenang. Apa lagi yang bisa kulakukan, karena aku tidak bisa banyak bergerak?

 

"Kau tampak seperti bayi yang sehat dan pemberani. Kau bahkan tidak menangis ketika goblin itu datang menghampirimu. Kau akan tumbuh menjadi seseorang yang hebat."

Kata raksasa itu dengan lembut. Dia terdengar sedikit senang, namun seperti sebelumnya, aku tidak bisa memahaminya.

 

Setelah raksasa itu menggendongku selama sekitar satu jam, sebuah desa terlihat. Kurasa, desa itu adalah tempat tinggalnya.

 

"Aku kembali. Hei, apa ada orang di rumah?"

Teriak raksasa itu. Beberapa raksasa lain datang.

 

"Oh, cepat sekali. Kupikir kau tidak akan pulang sampai malam. Um....apa itu?"

Kata seorang raksasa jantan, berjalan ke arah kami. Kemudian raksasa betina berlari dari belakangnya, dan melihatku.

 

"Dari mana kamu mendapatkan bayi itu? Dia sangat imut... jangan bilang kamu menculiknya!"

Sambil tersenyum, raksasa betina itu mengambilku dari lengan raksasa yang menggendongku.

 

"Jangan konyol! Aku menemukannya di hutan tepat saat goblin akan menangkapnya, jadi aku menyelamatkannya. Aku melihat sekeliling sebentar, tapi tidak ada orang lain di luar sana. Kurasa dia mungkin telah ditelantarkan. Jadi aku berhenti berburu dan membawanya kembali ke sini."

 

Raksasa yang menggendongku itu tampaknya sedang berbicara dengan raksasa betina itu. Sementara itu, raksasa lain mulai berkumpul di sekitar kami. Saat aku melihat mereka, sesuatu muncul di benakku untuk pertama kalinya sejak aku bangun.

 

Para dewa dan dewi mengatakan padaku bahwa aku akan terlahir kembali sebagai bayi. Mereka bukan raksasa.... mereka hanya manusia berukuran normal!

Tepat saat itu, aku melihat sesuatu yang familiar di sudut penglihatanku. Itu adalah telinga. Namun, bukan telinga manusia, melainkan telinga hewan. Salah satu orang itu memiliki telinga yang tampak seperti telinga anjing di atas kepalanya. Dan bukan hanya dia—beberapa orang yang berkumpul di sekitar kami juga memiliki telinga hewan. Beberapa memiliki telinga anjing yang terkulai, dan beberapa memiliki telinga kucing yang runcing.

 

Hmm.... jadi, demi-human itu benar-benar ada. Aku ingin tahu apa mereka akan membiarkanku menyentuh telinga mereka?

Saat aku terpesona oleh telinga hewan itu, percakapan itu berakhir. Orang yang menyelamatkanku membawaku kembali ke rumahnya bersama perempuan yang tampaknya adalah istrinya.

 

"Ini akan menjadi rumahmu mulai sekarang."

Katanya kepadaku.

 

"Kamu dapat menganggapku sebagai ibumu."

 

"Kalau begitu, aku akan menjadi ayahnya."

 

"Benar juga, dan dia akan.... tunggu, aku ingin tahu siapa namanya?"

 

"Apa ada sesuatu yang dijahit ke dalam selimut yang membungkusnya?"

 

"Tunggu sebentar.... Hmm, ya—ada! Di sana tertulis, 'Tenma Otori'."

 

"Jadi dia juga punya nama belakang? Aku penasaran apa orang tuanya bangsawan atau semacamnya. Aku tidak tahu mengapa mereka menelantarkannya, tapi mari kita besarkan dia dengan nama ini. Senang bertemu denganmu, Tenma!"

 

"Senang bertemu denganmu, Tenma!"

 

Sama seperti sebelumnya, aku tidak tahu apa yang mereka katakan kepadaku. Namun mereka tampak ramah dan sepertinya akan memberiku rumah yang bagus.

Apa mereka akan menjadi orang tuaku? Aku harap begitu.

 

Di kehidupanku sebelumnya, kedua orang tuaku telah meninggal dan aku tidak begitu mengingat banyak tentang mereka. Karena alasan itu, aku merasa sedikit bersyukur kepada para dewa dan dewi karena telah membawaku ke sini.