Chapter 4 : Demon Queen

 

Gelap sekali. Rasanya seperti berjalan di dasar lautan, sangat gelap. Alam yang begitu dalam sehingga tidak ada cahaya yang bisa menembusnya. Dunia yang bahkan menggerakkan jari saja sudah sulit, dan butuh beberapa detik untuk melangkah maju. Aku langsung merelaksasikan tubuhku dan memutuskan untuk hanyut di air. Tidaklah bijaksana untuk bergerak atas kemauan sendiri di dunia yang gelap dan berat ini. Sedikit demi sedikit, tubuhku terangkat berkat daya apung. Aku terus naik, dan sedikit demi sedikit, cahaya mulai bersinar melalui air.

 

Cahaya itu menyingkapkan berbagai hal. Seorang gadis berambut hitam berdiri di danau yang dingin; seorang anak laki-laki berambut hitam yang tinggal di basement yang remang-remang dengan cahaya lilin; seorang lelaki tua duduk di kursi goyang yang dikelilingi lebih dari sepuluh ribu buku; seorang wanita tua berdiri di puncak menara, tampak seperti sedang kesakitan; seorang perempuan pirang di puncak menara membacakan puisi dengan sedih; dan seorang putri dari negara kecil, rambutnya yang indah berkilauan...

 

Saat itulah aku menyadari bahwa aku sedang bermimpi dan juga ketika aku mengerti bahwa aku melihat kenangan dari masa laluku. Menurut Apostle Regacy, aku sedang menarik keluar kenangan Kanami Sang Pendiri, yang gagal bereinkarnasi dengan sukses. Tidak diragukan lagi bahwa kenangan sedang dipulihkan sebagai hasil dari meningkatnya kutukan sihir di tubuhku. Seperti gelembung yang mengambang di air, satu per satu, mereka kembali.

 

Aku memilih satu kenangan dari kumpulan kenangan itu. Secara naluriah, aku memilih salah satu orang yang paling dekat denganku. Itu adalah kenangan pertemuan pertamaku dengan Lorde. Dalam mimpiku, aku melihat seorang gadis berambut hijau pulang dengan kemenangan, disambut oleh banyak orang. Dia bukan hanya seorang gadis biasa. Dia adalah seorang ratu muda yang menunggangi punggung binatang buas yang ganas, ditemani oleh ribuan prajurit, menerobos badai pengagumnya. Kerumunan itu semuanya adalah semifer, dan pada saat itu aku menyadari bahwa kota itu menyerupai Viaysia. Barisan prajurit, yang sama-sama menang, berbaris di jalan utama, yang kukenal, dengan gadis berambut hijau di tengahnya.

 

Apa ini caraku bertemu dengan Lorde?

Aku bertanya-tanya itu.

 

Empat pengembara berbaur dengan kerumunan yang bersorak-sorai. Mereka disamarkan oleh sihir, namun aku tahu semua nama mereka. Perempuan pirang itu adalah Apostle Sith, gadis berambut hitam itu adalah Hitaki, gadis termuda di sana adalah Tiara, dan anak laki-laki bertopeng itu adalah Kanami Sang Pendiri. Entah mengapa, mereka semua punya telinga dan ekor kucing. Mungkin hanya semifer yang diizinkan di Utara saat itu, namun aku merasakan hobiku yang agak sewenang-wenang dalam pilihan itu.

 

Aku terus menonton mimpi itu, merasa sangat muak dengan diriku di masa lalu dan bertanya-tanya hal bodoh macam apa yang akan kulakukan kali ini. Mataku serius saat aku berdiri di tengah pawai itu. Aku menatap Lorde dengan sungguh-sungguh dari kejauhan. Tidak seperti Lorde yang kukenal hari ini, Lorde yang ini penuh dengan martabat dan semangat. Daripada pakaiannya yang biasa, dia mengenakan sutra halus dan mengenakan armor tebal di atasnya. Di atas kepalanya ada mahkota yang dihiasi banyak permata, memamerkan kepada semua orang bahwa dia adalah seorang penguasa. Tentu saja, kuncir kudanya berkibar terurai seperti gadis kota, dan rambut hijaunya yang panjang dan anggun berkibar anggun di udara. Sayap di punggungnya terbentang lebar. Melihatnya, siapapun dapat mengenali bahwa dia layak diabadikan dalam lukisan.

 

Ya, dia memang lah seorang ratu.

Pikirku dalam hati.

 

Tidak ada sedikit pun kekurangan di wajah Lorde. Dia telah membawa pulang kemenangan seolah-olah itu memang haknya dan dengan tenang menerima sorak-sorai rakyatnya. Dia benar-benar seorang ratu di antara para ratu. Wajahnya begitu berwibawa, mulia, angkuh, dan gagah sehingga hampir tampak tidak cocok untuk jenis kelaminnya.