Bonus Short Stories

 

ANGGOTA KELOMPOK YANG KEMBALI KE KAPAL SETELAH DIKALAHKAN OLEH PALINCHRON

 

Anggota kelompok yang kalah sedang menyembuhkan luka mereka di dek Living Legend, yang berlabuh di lepas pantai timur Varences. Yang paling terluka parah adalah Reaper dan Sera-san, yang telah mengalami dampak dari World Restoration Array. Lastiara-sama membaringkan mereka dengan kepala bersandar di lututnya sambil terus-menerus menerapkan sihir penyembuhan kepada mereka. Aku tidak bisa melihat ekspresi mereka, namun Lastiara-sama menggumamkan sesuatu kepada dirinya sendiri saat dia merapal mantra. Dia sudah seperti itu sejak dia meninggalkan Kanami. Tidak, lebih tepatnya, dia sudah seperti itu sejak menerima sihir dari Thief of Wood’s Essence. Aku—Snow Walker—sedang melihat ke bawah ke arah mereka bertiga dari platform pengamatan di atas tiang utama kapal.

 

Kami telah kalah.

Pikirku dalam hati.

 

Palinchron Regacy telah menjadi tak tenang karena kunjungan dari Thief of Wood’s Essence dan sang apostle. Tidak diragukan lagi itu adalah perkembangan yang tidak terduga. Kemudian, enam orang lagi melancarkan serangan mendadak. Namun, kini separuh pasukan tempur kami telah dinetralkan dan dipaksa kembali ke kapal—hasil yang sungguh tidak menguntungkan bagi pertempuran itu. Hanya dua orang yang tersisa di medan pertempuran sekarang, yaitu Kanami dan Maria. Dengan luka-luka ini, kami mungkin tidak akan dapat menyelamatkan Dia-sama dari sang apostle. Tidak ada cara lain untuk menggambarkan kekalahan kami selain sebagai kekalahan total. Dan di atas semua itu, dua orang irregular(tidak biasa), Thief of Wood’s Essence dan sang apostle, telah melarikan diri dari benteng. Aku yakin Palinchron akan sepenuhnya siap menghadapi Kanami dan Maria. Apa mereka berdua saja cukup untuk menerobos?

 

Sejujurnya, aku cukup khawatir. Aku menyadari sesuatu saat pertama kali melawan Palinchron : dia mungkin lemah, namun dia adalah tipe orang yang tidak akan pernah kalah dalam pertempuran penting. Dari sikapnya yang biasa, aku merasa bahwa dia adalah tipe orang yang selalu menyebalkan namun akan selalu menang jika dia mau. Kepribadiannya yang diproyeksikan menjadi bagian penting dari persiapannya untuk pertarungan penting seperti ini.

 

"Kita benar-benar lengah...."

Kami bertujuh berkumpul dengan bangga. Dengan kelompok ini, kami bisa mengalahkan siapapun. Dalam benakku, aku bahkan berpikir, dengan naif, bahwa aku mungkin tidak memiliki kesempatan untuk berpartisipasi. Aku penuh penyesalan, namun aku menggelengkan kepalaku untuk menjernihkan pikiranku, mengepalkan tanganku, dan fokus pada apa yang bisa aku lakukan saat ini, yaitu tetap waspada dan berjaga-jaga.

 

Saat kami berpisah, Kanami memintaku untuk melindungi semua orang di kapal. Aku pasti akan melakukannya. Namun, ada satu hal lagi yang mengganjal di benakku yang tidak bisa aku singkirkan. Kanami mengatakan kepadaku bahwa di antara kami semua, akulah yang paling memenuhi syarat untuk memimpin. Dan aku pikir dia berencana untuk mengatakan bahwa jika dirinya tidak kembali, aku yang akan mengambil alih posisi itu. Aku juga mulai mengatupkan rahang. Tidak ada lagi ruang untuk kenaifan atau kecerobohan. Kanami, sang pahlawan, tidak lagi berada di kapal ini. Dan pahlawan lainnya, Lastiara-sama.... aku mendengarkan dengan saksama untuk mencoba menangkap apa yang dia katakan.

 

"Itu bukan aku. Tentu saja aku tidak cukup. Satu-satunya yang bisa mengimbanginya adalah Mar-Mar. Karena aku bukanlah Tiara...."

Hati Lastiara-sama yang biasanya teguh mulai goyah. Bukan hanya kekalahan; ada sesuatu yang lebih penting yang tampaknya menggerogotinya. Aku bisa mengerti mengapa Kanami mengirimku kembali ke kapal. Aku benar-benar satu-satunya yang bisa bergerak dengan benar saat itu.

 

"Aku akan melindungi semuanya...."

Kataku dengan suara pelan sambil mengalihkan pandanganku dari dek ke daratan utama. Benua itu bergetar. Langit terdistorsi dan awan gelap menyebar di atas kepala. Sihir hitam yang menyeramkan menyembur dari benua itu, disertai dengan penyebaran cahaya hitam.

 

Saat itu, pilar api merah terang menembus langit. Pilar itu membakar awan demi awan, menggeliat dan menyebar seolah-olah akan menelan planet ini. Daratan utama itu tampak seperti akhir dunia. Itu terlihat jelas, bahkan dari pantai timur tempat kapal itu berada. Aku bertanya-tanya apa Kanami dan Maria, yang mungkin berada di tengah daratan utama, akan baik-baik saja. Bahuku gemetar karena kecemasan yang tak tertahankan.

 

"Hehh? Mar-Mar?"

Ada seorang gadis yang kukenal berbaring di dekat semak-semak di sebelah tebing tempat kapal berlabuh. Dia belum ada di sana beberapa saat yang lalu ketika aku melihat ke sana.

 

"Lastiara-sama! Maria ada di sini! Dia di sana, lihat!"

Aku langsung berteriak kepada rekan-rekanku. Namun, tidak ada jawaban dari dek. Yang bisa kudengar hanyalah gumaman yang kudengar sebelumnya.

 

"Ya, aku.... aku.... aku seharusnya menyerah saat itu...."

 

Aku melompat turun dari platform observasi dan memegang bahu Lastiara-sama. Dengan pesan dari Kanami di hatiku, aku membuang semua Bahasa formalku saat aku mengguncangnya.

"Tolong sadarlah, Lastiara!"

 

"Hah? Oh... maafkan aku, Snow...."

Kata Lastiara, akhirnya mengangkat kepalanya untuk menatapku. Namun, tidak ada kehidupan di matanya. Semua kecemerlangan yang dia tunjukkan di Brawl telah hilang.

 

"Aku akan pergi menjemput Maria. Tolong tunggu di sini."

Aku tidak menunggu balasannya.

 

"Oke...."

 

Aku melompat dari dek ke tanah dan pergi ke semak-semak tempat Maria berbaring. Aku menyebarkan sedikit sihirku dan memeriksa apa ada jebakan di sana. Aku memeriksa dengan saksama, dan di tengah-tengahnya aku bisa merasakan beberapa kekuatan sihir menghilang. Dengan cepat, aku menoleh untuk mencarinya, namun hanya ada partikel samar yang tersisa. Aku tidak bisa memastikannya, namun sepertinya itu adalah sihir dimensi. Apa Maria dikirim ke sini melalui Connection? Apa Kanami lah yang mengirimnya? Pertanyaanku tidak ada habisnya, namun aku dengan lembut memeluk Maria saat aku berbicara kepadanya.

 

"Maria, apa kamu baik-baik saja? Apa kamu sudah bangun?"

Dari penampilannya, dia tidak memiliki banyak luka luar, meskipun sepertinya dia telah menggunakan sejumlah besar kekuatan sihir yang tidak wajar. Pilar api yang kami lihat sebelumnya kemungkinan besar adalah sihirnya.

 

"Ohhhh, aku.... Snow-san?"

Jawab Maria, namun dia tidak menggerakkan tubuhnya sedikit pun, bahkan tidak bergerak sedikit pun. Sepertinya dia kehabisan kekuatan fisik dan juga kekuatan sihir.

 

"Aku turut prihatin atas apa yang telah kamu alami, Maria. Apa Kanami...."

 

"Dia masih bertarung.... sendirian.... di sana...."

Itulah jawaban yang sudah kuduga namun tidak ingin kudengar. Sekutu-sekutunya telah berkurang, dan sekarang....

 

"Kanami menghadapi Palinchron sendirian?"

Kanami masih berjuang. Aku merasakan kecemasanku meningkat saat aku mengonfirmasi apa yang dikatakan Maria. Aku tahu Kanami kuat. Aku tahu itu lebih baik daripada siapapun. Namun, aku juga tahu bahwa Palinchron tidak dapat diukur dengan konsep "Kuat" dan "Lemah".

 

"Ya, sendirian. Jika aku tidak kembali dan membantu, dia akan...."

 

Aku menyadari bahwa ini bukan saatnya untuk berdiam diri pada kecemasanku sendiri saat aku melihat Maria mencoba merangkak kembali ke medan pertempuran. Aku mulai memahami apa yang dimaksud Kanami saat dia mengatakan bahwa akulah yang paling cocok menjadi pemimpin.

 

"Beristirahatlah, Maria. Berbahaya pergi sendirian. Kita akan pergi bersama segera setelah semuanya sudah pulih."

Aku mungkin pengecut, namun aku tahu bahwa jika salah satu dari kami pergi untuk membantu Kanami, kami akan melakukan persis seperti yang Palinchron inginkan. Aku meraih Maria dan membawanya ke kapal. Kami tidak dapat membantu Kanami sekarang.

 

"Sial!"

Aku tahu bahwa tinggal adalah pilihan yang rasional, namun aku tidak menyukainya. Aku ingin ada seseorang menyelamatkan Kanami. Tidak masalah siapapun itu, bahkan jika itu musuh. Aku hanya menginginkan seseorang datang.

 

Saat aku menginginkan itu, aku merasakan pilar angin yang kuat melesat ke langit di atas benua di luar jangkauan pandanganku.

 

BERKEBUN DENGAN LORDE DAN LINER

 

Setelah pertempuran dengan Palinchron Regacy berakhir, aku, Liner Hellvilleshine, ditelan oleh World Restoration Array dan berakhir di dalam Dungeon di sisi terbalik lantai enam puluh enam. Di sana, ada negara Viaysia berusia seribu tahun dan penguasanya, Lorde, Thief of Wind’s Essence. Saat aku mendarat di sini, aku langsung tahu bahwa ini adalah tempat yang sangat tidak biasa dan penuh khayalan. Sieg, yang jatuh bersamaku, memiliki pendapat yang sama, dan dia memintaku untuk mengawasi Lorde. Begitulah akhirnya aku bekerja bersama Lorde saat perempuan itu melakukan pekerjaannya sebagai tukang kebun. Tugasku adalah membuatnya tetap teralihkan sehingga dia tidak menyadari Sieg membuat rencananya untuk kembali ke atas permukaan.

 

Aku tidak benar-benar merasakan pencapaian apapun dari menjadi tukang kebun, namun karena aku juga umpan, aku merasakan energi tertentu memenuhi diriku. Aku menyapa Lorde sambil tersenyum, dan dia segera menunjukku dengan jari telunjuknya.

 

"Oke, Liner, di kantor kamu harus memanggilku 'Bos'! Bos, oke? Ya, aku bosmu! Aku bosmu mulai hari ini!"

Fakta bahwa dia mengulanginya empat kali menunjukkan bahwa memang mimpinya dipanggil seperti itu. Namun, aku sudah pernah mengalami hal menyebalkan ini sebelumnya. Beberapa hari yang lalu, ketika aku memintanya untuk mengajariku sihir angin, dia mengulang kata "Master" sebanyak empat kali.

 

"Tidak, Lorde. Aku sudah memanggilmu 'master' selama pelatihan sihir. Bukankah itu juga berlaku untukku di sini?"

 

"Hmmm.... hmmmm, sulit untuk tidak dipanggil 'master'... tapi hari ini aku bosnya! Aku mungkin juga mencoba keduanya, kan?!"

 

Aku menghela napasku.

"Baiklah. Ketika kau mengajariku sihir, kau adalah 'master,' dan di kantor, kau adalah 'bos'."

 

Aku setuju dengan itu. Aku sudah terbiasa dengan tingkat keegoisan seperti ini dari saudara perempuanku di Keluarga Hellvilleshine. Itulah sebabnya....

 

"Dan dalam kehidupan sehari-hari, aku ini Onee-chanmu!"

 

"Tidak, terima kasih."

 

"Mouuu!"

 

Aku dengan tegas menolak untuk memanggilnya begitu. Aku memang punya keinginan naluriah untuk memenuhi permintaannya, terutama saat pipinya menggembung karena frustrasi. Namun, aku tahu itu salah. Kami sekarang berbicara seperti teman, namun jauh di lubuk hati kami tidak saling percaya. Sebentar lagi aku harus berkonsentrasi pada bagianku dalam pekerjaan pengawasan. Aku akan berusaha sebaik mungkin untuk menjadi tukang kebun dan menjauhkan perhatian Lorde dari Sieg.

 

"Baiklah, Bos, mari kita lakukan pekerjaan kita. Tolong izinkan aku menggunakan peralatanmu."

 

Kami mulai bekerja dengan cepat. Peralatan untuk memangkas dahan telah disiapkan, dan kami telah menyapa pemilik rumah yang kebunnya akan kami garap. Dia mengawasi kami dari kejauhan sambil tersenyum. Dia tampak ingin mengawasi Lorde saat bekerja.

 

"Liner, apa kamu pernah mengerjakan halaman sebelumnya?"

 

"Sedikit, saat di atas permukaan. Aku cukup yakin aku bisa melakukan hal-hal dasar dengan cukup baik. Beritahu aku jika aku melakukan kesalahan."

Aku dengan cekatan memangkas pohon-pohon menggunakan gunting pilihan yang dimilikinya. Dengan pengalamanku sebelumnya, aku mampu menyingkirkan rintangan yang terlihat jelas di taman tanpa merusak fitur aslinya.

 

Lorde melihat apa yang kulakukan dan tampak terkejut.

"Heeh? Heeeh?! Kenapa.... kamu sangat ahli dalam hal ini, Liner."

 

"Aku biasanya menggunakan pedang, jadi aku cukup ahli menggunakan bilah."

Aku terkenal dengan ketangkasanku. Aku bisa menangani apa saja, meskipun semuanya mungkin kelas dua. Aku tidak seperti Sieg, yang memiliki ketangkasan yang sama namun sangat ahli dalam segala hal.

 

"Hei, jangan diam saja. Ayo kita lanjutkan. Aku tipe orang yang mencurahkan seluruh hati dan jiwanya ke dalam pekerjaannya."

 

"Oh, oke. Aku mendapatkan suasana seperti itu darimu. Tapi sekarang kamu...."

Lorde mulai bekerja dengan tergesa-gesa juga. Namun, gerakannya kasar. Bukan karena dia kikuk, namun tingkat skill-nya sangat rendah jika dibandingkan dengan sihirnya. Dia menggerakkan tangannya seperti seorang pemula, meskipun pekerjaannya sendiri sudah memadai, mungkin karena pengalamannya selama bertahun-tahun. Singkatnya, pekerjaannya sebagai tukang kebun tidak konsisten.

 

Saat aku terus mengawasinya, aku bertanya-tanya apa mungkin ada petunjuk tentang strateginya, sang pemilik rumah, yang mengawasi dari jauh, memanggilku.

"Kamu cukup hebat, bukan, pemula?"

 

"Oh.... tidak, tidak juga. Tapi, apapun itu, apa kau punya masalah lain dengan rumahmu? Aku akan mengurusnya saat aku di sini."

Dari pengalamanku di atas permukaan, aku percaya diri sebagai orang yang serba bisa. Aku bisa merestorasi furnitur dan memeriksa leyline sihir.... sebagian besar.

 

"Tidak, kamu bisa fokus saja pada taman. Sebenarnya, ada satu hal yang aku ingin kamu lakukan. Kalau kamu bisa, pangkas semua pohon tinggi di sana. Aku berpikir untuk memangkasnya bulan depan, tapi kalau kamu bisa, aku akan sangat berterima kasih."

 

"Tentu, aku bisa melakukannya."

Itu di luar lingkup pekerjaan hari ini, namun aku langsung melakukannya. Aku berdiri di tangga kayu dan mengulurkan guntingku untuk mengambil cabang-cabang yang tidak bisa dijangkau orang biasa. Aku memangkas cabang-cabang itu dan sepertinya pemilik rumah akan memujiku.

 

"Wynd!"

Sihir Lorde mengeluarkan hembusan angin. Itu adalah sihir dasar namun kuat dan tajam—angin yang memperjelas bahwa dia layak menjadi seorang Thief of Wind’s Essence. Angin itu menyapu taman, mencabik-cabik segala macam tanaman hijau. Itu adalah pemangkasan sihir dengan kecepatan dan kesempurnaan yang tidak akan pernah bisa ditiru oleh gunting manusia. Lorde berdiri di kaki tangga, berseri-seri karena kegembiraan, dadanya naik turun.

 

"Fiuh! Itulah yang bisa kulakukan!"

 

"Ya, itu luar biasa.... tapi kenapa kau punya alat-alat ini?"

Aku menatap gunting di tanganku, muak dengan sihir kekanak-kanakannya. Pemilik rumah itu memperhatikan kami dan tersenyum, seolah-olah dia sudah menunggu hal ini terjadi.

 

"Itu tidak ada gunanya, pemula. Jika kamu melakukannya lebih baik dari Yang Mulia, dia akan berakhir merajuk."

Kata pemilik rumah itu padaku sambil tertawa.

 

"Aku tidak merajuk! Aku hanya mencoba menunjukkan padanya betapa hebatnya aku! Dan aku! Tidak! Merajuk!"

Lorde membuat alasan seperti anak kecil. Pemilik rumah itu menatapku dengan hangat, dan aku mulai membersihkan. Setelah Lorde memangkas dengan sihir, tidak ada lagi yang bisa dilakukan di sini.

 

"Oke, Liner, kita sudah selesai! Ayo kita lanjutkan ke yang berikutnya! Larangan sihir juga dicabut hari ini! Mari kita lihat sihir yang bisa digunakan untuk pekerjaan ini!"

 

"Jika sihir angin bisa membantu, maka aku setuju."

Aku bertanya-tanya apa itu bermanfaat untuk pekerjaan ini. Aku dibayar untuk melakukan satu hal, dan di tengah-tengahnya aku melakukan hal lain.

 

"Jangan khawatir, pemula. Tidak ada seorang pun di kota ini yang akan menolak sesuatu yang diusulkan Yang Mulia."

Kata pemilik rumah itu, meyakinkan.

 

"Hahh. Tapi seseorang harus menghentikannya, kan? Kalau tidak, dia akan terus saja mengoceh, bukan?"

 

"Maaf, tapi Lorde adalah ratu kami...."

Tanggapan perempuan pemilik rumah itu begitu singkat hingga terasa terdistorsi.

 

"Tolong jaga dia. Jika ada yang bisa menghentikannya, itu kamu, satu-satunya yang bukan dari Utara."

Pemilik itu menatapku dengan tatapan memohon.

 

Menghentikan dia.

Rasanya kata-kata itu bisa berarti banyak hal.

 

"Ya, jika dia melakukan sesuatu yang bodoh, aku akan menghentikannya. Itu tugasku."

Begitulah pekerjaan pertamaku sebagai tukang kebun berakhir.

 

Dalam perjalanan ke pekerjaan berikutnya, Lorde marah padaku.

"Lagipula, kamu asistenku hari ini, Liner! Kalau dipikir-pikir, sungguh kurang ajar bagi seorang pemula untuk menggunakan gunting pada hari pertamanya! Kamu harus menonton dan belajar dariku sekarang juga! Lalu pujilah aku!”

 

"Baiklah, baiklah. Aku tidak akan mengganggu lagi. Aku akan menjadi asistenmu saja."

 

Aku menoleh ke belakang sambil berbicara. Di sana berdiri pemilik rumah, memperhatikan Lorde yang sedang rewel. Entah mengapa, mata perempuan pemilik rumah itu tampak sangat sedih. Butuh beberapa saat sebelum aku memahami arti tatapan itu dan kebenaran kegelapan di baliknya.

 

PIJAT DUNIA LAIN HEROINE DUNIA LAIN, BAGIAN 5

 

"Hehehe! Sekarang giliranku untuk memijatmu!"

Kata Reaper sambil naik ke atasku sementara aku berbaring tengkurap di tempat tidur.

 

Paha Reaper yang lembut menyentuhku, dan suhu tubuh kami bercampur. Namun denyut nadiku normal. Aku tidak merasa pusing atau mual, dan kondisi mentalku tidak menunjukkan tanda-tanda akan kacau. Aku memegang kendali. Aku sudah cukup dewasa untuk dapat menggambarkan diriku seperti itu. Setelah pijatan Maria, Snow, dan Lastiara, semangatku benar-benar hancur. Hanya mendengar kata "Pijat" saja membuatku menjerit seperti gadis kecil. Namun, untuk mengatasi trauma itu, aku harus melalui rasa sakit untuk mengulanginya. Di akhir pijatan itu ada pencerahan.

 

"Ayo, Reaper. Tidak ada yang bisa mengejutkanku lagi."

 

"Heehh?! Onii-sanku, yang baru saja gemetar seperti anak anjing kecil, tiba-tiba— Tapi aku tidak akan kalah! Aku memberikan pijatan yang paling menarik!"

 

"Tidak, aku tidak menginginkan pijatan yang 'menarik'. Tapi, kurasa kamu bisa melakukan apapun yang kamu mau. Kamu terlihat jauh lebih lembut dibandingkan dengan yang lain."

 

"Kamu.... Kamu meremehkanku! Aku! Dulunya dewi kematian yang ditakuti! Kamu mencoreng nama baikku?! Dark!"

 

Sebuah mantra berbunyi di belakangku, dan kepalaku diselimuti kegelapan.

 

"Aku ingin berkata 'jangan gunakan sihirmu hanya karena kamu bisa', tapi mantra remeh itu tidak membuatku gentar. Detak jantungku masih normal, dan aku dalam kondisi mental yang sama seperti saat minum teh sore ini."

 

"Oke, aku akan mulai! Aku tidak tahu kamu telah menaklukkan kegelapan purbakala yang ditakuti semua orang. Maksudku, sungguh, apa sebenarnya yang kamu alami? Aku benar-benar tidak membuat jantungmu berdetak lebih cepat sama sekali? Aku mulai khawatir....."

 

"Jangan tiba-tiba membahas semua itu! Memikirkannya membuatku sedih."

 

"Hmmm, oke! Baiklah, aku sudah mempersiapkan banyak hal sejak pertama kali mendengar tentang pijat ini, jadi kamu akan mendapatkan semuanya! Pertama, aku akan melawan Dimension, karena penting bagiku untuk tidak terlihat!"

 

"Oke, oke. Aku bisa berhenti menggunakan Dimension sendiri."

 

"Sekarang, yang pertama! Berteriaklah, Onii-san!"

Aku merasakan sedikit nyeri di punggungku. Kemudian, nyeri berdenyut menyebar ke tulang belakangku. Benda tajam dan tipis yang menusuk pakaianku diselimuti kegelapan, jadi aku tidak bisa melihat benda apa itu, namun aku punya gambaran umum.

 

"Ah, akupunktur. Kamu membawa sesuatu yang cukup bagus, ya?"

 

"Kenapa kamu bersikap biasa saja tentang itu?! Itu jarum! Jarum, loh! Ini memang pijat, tapi itu jarum! Ada banyak hal yang lebih dari itu! Bukankah seharusnya kamu berteriak? Atau setidaknya berkata 'Ow!'?!"

 

"Tidak, akupunktur tidak terlalu langka di duniaku...."

 

"Serius?! Kupikir pijat akupunktur adalah sesuatu yang hanya aku yang tahu, bukan sesuatu yang benar-benar mungkin, tapi kurasa aku salah...."

Reaper telah mendapatkan koneksi dengan semua orang di negara Laoravia dan menyerap pengalaman mereka. Teknik jarum akupunktur ini sepertinya adalah informasi yang telah dia peroleh saat itu.

 

"Baiklah, nomor dua, kalau begitu! Selanjutnya aku akan menyalakan api! Jadi, aku akan memintamu untuk melepas bajumu sebentar, Onii-san."

 

"Oh, tentu, itu tidak masalah. Aku tidak akan malu jika itu kamu, Reaper."

 

"Baiklah! Lakukan! Lalu aku akan menyalakan api."

 

Aku dengan cekatan melepas bajuku sambil berbaring, memperlihatkan kulitku pada gadis itu. Mungkin akan sedikit lebih mudah bagiku dibandingkan dengan saat-saat bersama Maria karena aku sudah terbiasa pada saat ini. Panas menyebar di sepanjang punggungku.

 

"Pertama akupunktur, sekarang moksibusi? Maria sudah melakukannya."

 

"Heehh? Tch, dia mengalahkanku. Kalau begitu, aku akan membakarnya dengan sekuat tenagaku!"

Tanpa gentar, Reaper mulai berimprovisasi, mempercepat panasnya. Namun, aku bukan tipe orang yang mempermasalahkan tingkat kehangatan itu. Sebenarnya, itu suhunya yang pas.

 

"Aaah, rasanya nyaman."

 

"Mustahil! Ini, sangat, sangat panas, loh!"

 

"Sungguh, kamu cukup hebat. Aku serius...."

Dibandingkan dengan daya tembak Maria, apa yang dilakukan Reaper benar-benar terasa seperti surgawi. Mungkin karena Reaper telah terhubung dengan begitu banyak orang, dia memiliki kepekaan dan akal sehat seperti orang kebanyakan. Mungkin itulah yang menyebabkan pijatan sederhana ini.

 

"Baiklah! Nomor tiga! Yang ini pasti akan mendapat reaksi!"

Sesuatu yang lengket, dingin, dan berlendir menyebar di punggungku. Awalnya aku mengangkat alisku sedikit namun dengan cepat memutuskan bahwa tidak ada masalah dengan itu. Bagaimanapun, itu tidak menyebabkan kerusakan apapun padaku, dan itu sudah cukup baik. Setelah dibakar di tiang pancang, terkena aliran listrik, dan mengalami kerusakan internal melalui getaran dan manipulasi cairan, aku hanya bisa menyebut ini sebagai pengalaman penyembuhan.

 

"Heeehhh?! Kamu tidak terkejut?!"

 

"Apa itu minyak? Tidak, semacam lendir tanaman?"

 

"Hehh? Oh, ya.... itu disebut minyak pijat. Aku mencampurnya dengan ramuan penyembuh dan semacamnya."

 

"Hmm. Hmm. Begitu ya...."

Itu sangat masuk akal sehingga aku setuju dengannya dua kali. Meskipun mataku telah dimurnikan oleh pijatan Dia, aku bisa merasakan lebih banyak air mata yang siap keluar. Pijatan bahu Dia menyenangkan, namun pijatan Reaper bahkan lebih baik. Maksudku, kelegaan mentalnya luar biasa. Pertama-tama, karena itu Reaper, pijatannya—yang paling bebas risiko di kapal—tentu saja yang terbaik.

 

"Ugh! Kenapa kamu begitu tenang?! Kupikir aku akan mengejutkanmu!"

 

"Ha! Tidak sedikit pun, Reaper. Kamu tidak cukup baik untuk mengejutkanku."

 

"Sial! Kalau begitu aku harus menggunakan.... kekerasan!"

Jelas tidak puas dengan ketenanganku, Reaper mengangkat tangannya yang berminyak ke sampingku dan mulai menggelitikku.

 

"Hei! Reaper! Itu bukan pijatan!"

 

"Hehe, reaksimu tidak seperti yang kuinginkan, Onii-san! Terima saja! Tertawalah! Terkejutlah!"

 

"Hahaha! Aku serius, hentikan itu! Hahahaha!"

Aku menggeliat-geliat di atas perutku menghadapi amukannya yang menggemaskan. Aku mencoba melepaskannya dari punggungku, namun dia tertawa, menghindar, dan terus menggelitikku.

 

"Hahaha!"

 

"Hehehe!"

 

Suara tawa kami bergema di seluruh ruangan. Itu adalah saat relaksasi, penyembuhan, dan kenikmatan yang mendalam, meskipun itu adalah pijatan, yang biasanya merupakan sebuah ketakutan. Ini adalah bukti dan hadiah karena aku berhasil melewati cobaan dari pijat. Aku dipijat oleh Reaper cukup lama hari itu hingga merasa segar dalam pikiran dan tubuh—namun sedikit yang kuketahui, di tengah-tengah penyembuhan, bahwa pijatan lanjutan oleh anggota kelompok lainnya, yang telah menyaksikan semuanya, akan datang keesokan harinya!

 

BERTUJUAN UNTUK KE PUNCAK AKADEMI, BAGIAN 9

 

Baru-baru ini, aku telah menyatakan tekadku untuk menjadi lebih kuat di depan gadis impianku, Snow-sama. Elt-Order adalah sistem yang paling cocok untuk membuktikan perkembanganku. Duel mengumpulkan pengalaman dari pertempuran yang sebenarnya, dan jika menang, kalian bisa mendapatkan prestise beserta uang. Yang terpenting, itu tidak bertentangan dengan tujuanku untuk kembali ke dunia asalku. Aku mulai berduel lebih agresif dari sebelumnya. Sebagai gantinya, aku merasa bahwa aku menghabiskan lebih sedikit waktu sebagai butler Karamia-sama.

 

Hari ini, aku menyelesaikan satu duel lagi dan memulai rapat strategi seperti biasa di salah satu ujung kafetaria akademi.

 

"Liner, terima kasih sekali lagi untuk hadir hari ini. Kau selalu sangat membantu."

 

"Hanya itu yang bisa kulakukan untukmu."

 

"Ayo rencanakan duel berikutnya sambil makan. Bahkan jika aku tidak menang, aku ingin setidaknya mendapatkan satu pukulan pada El lain kali."

 

"Kedengarannya bagus. Aku tidak keberatan, tapi aku punya pertanyaan...."

 

"Apa itu?"

 

"Kenapa Siddark-sama ada di sini bersama kita padahal kau baru saja berduel dengannya?"

Temanku, Liner, sambil meminum supnya, menatap Elmirahd Siddark, yang duduk bersama kami, dan mengangkat alisnya.

 

El mengangkat bahu dengan anggun dan menjawab mewakiliku.

"Jawabannya sederhana, Hellvilleshine-san. Aku di sini karena kami baru-baru ini menjadi teman dan rival dalam cinta."

 

El dan aku bertukar pandang, mengangguk satu sama lain, saling mengetukkan gelas, dan memuji kerja keras masing-masing untuk membuktikan kepada Liner bahwa kami benar-benar berteman. Namun Liner tidak gentar dengan ini dan terus berbicara sebagai orang yang berakal sehat.

"Rival dalam cinta? Apa benar begitu?"

 

"Tidak seperti gerombolan bangsawan lain, Kanami dan aku adalah rival murni. Kami bersaing satu sama lain untuk memenangkan cinta Snow-san." Jawab El.

 

"Hahaha, kedengarannya sangat mencurigakan. Bahkan jika aku mempercayainya, tetap saja aneh kau ada di sini. Kami berusaha sekuat tenaga untuk mengalahkanmu, tapi kau mendengarkan rencana kami. Apa kalian berdua sadar bahwa kalian gila?"

 

"Kau lebih sarkastik dari yang kuduga, Hellvilleshine-san. Aku tidak membencinya."

Entah mengapa El tampaknya menyukai Liner. Itu membenarkan pilihanku untuk mengakui sejak awal bahwa akulah penyebab semua ini sehingga tidak ada pertengkaran yang tidak perlu di antara calon teman itu.

 

"Liner, aku meminta El untuk berada di sini. Aku ingin nasihatnya untuk ke depannya."

 

"Oh, kau mengundangnya? Kau meminta nasihat dari lawan duelmu sendiri tentang cara mengalahkannya? Apa kau sadar betapa menyedihkannya itu?"

 

"Aku tahu itu. Tapi aku akan melakukan apa saja untuk menjadi lebih kuat, tidak peduli betapa memalukannya itu. Kurasa yang harus kulakukan sekarang adalah mencari kekuatan dengan cara apapun yang diperlukan."

Balasanku membuat Liner terdiam. Sebagai seorang bangsawan, sulit baginya untuk menerimanya, namun sebagai seorang individu, dia mengerti.

 

"Aku tidak mengharapkan yang kurang darimu, teman. Itu tidak mudah dilakukan di Akademi Eltraliew ini, kau tahu. Pada dasarnya, ada banyak orang yang sangat sombong di sini." Jawab El.

 

"Tidak, Siddark-sama. kau sendiri datang ke sini dengan sangat berani setelah diminta. Apa kau tahu seluk-beluk halus dari faksi-faksi di sini?"

Liner melihat sekeliling kami dengan mata tertunduk. Aku punya banyak musuh sekarang karena statusku sebagai murid beasiswa dan insiden yang melibatkan sebagai kekasih Karamia-sama. Bahkan sekarang, murid yang tidak menyukaiku menatap kami dari kejauhan.

 

"Aku mengerti itu, dan itulah sebabnya aku di sini. Aku harap nama Keluarga Siddark akan membantumu."

Di tengah semua perhatian itu, El meminum tehnya dengan bangga. Rupanya, dia membuat pernyataan bahwa Keluarga Siddark bersahabat dengan kami. Berkat dia, standar telah dinaikkan bagi mereka yang akan mencoba menyentuhku.

 

"Ini mengejutkan, Siddark-sama. Aku tidak mengira kau adalah tipe orang yang akan melakukan hal-hal seperti itu."

 

"Memang benar, aku tidak seperti itu. Tapi, aku telah memutuskan bahwa interaksiku dengan kalian berdua berguna. Aku ingin menambahkanmu ke jaringanku untuk masa depan."

El mengungkapkan niat baiknya yang penuh perhitungan dengan jelas.

 

Liner tampak yakin dan hanya menjawab dengan tenang,

"Kalau begitu, aku tidak akan mengatakan apapun lagi."

 

 

El mengangguk puas dan melanjutkan.

"Baiklah, sekarang setelah kau, adik bungsu dari Keluarga Hellvilleshine yang sangat sombong, yakin, mari kita mulai rapat strategi. Ya, mari kita rencanakan untuk menjadikan Kanami seorang pahlawan!"

 

El suka menggunakan kata "Pahlawan". Kalau dipikir-pikir lagi, dia mungkin menyukaiku karena aku dengan berani menyatakan "Aku akan menjadi pahlawan" saat aku menyatakan perasaanku kepada Snow-sama. El sedang mencari teman yang ingin menjadi pahlawan bersamanya.

 

"Pertama-tama, biar kuperjelas : pada tahap ini, kemungkinan kemenangan Kanami atasku adalah nol. Bahkan jika kau menggunakan alat sihir, itu tidak akan membuat perbedaan. Aku yakin kau sekarang berada dalam tahap mengembangkan kemampuan dasarmu dan mengumpulkan pengalaman dalam pertempuran yang sebenarnya. Untuk tujuan itu, kau harus terus berduel denganku. Akan baik juga bagimu untuk mengetahui kebiasaanku, karena aku adalah target langsungmu."

El melirikku saat mengatakan ini. Matanya dipenuhi dengan harapan bahwa suatu hari nanti aku akan bisa berdiri di sampingnya sebagai lawan yang setara.

 

Liner mengikuti dan mulai menyampaikan pikirannya.

"Aku tidak keberatan. Tidak peduli seberapa besar kekuatan yang dimiliki seseorang, pengalaman orang yang miliki itu penting. Khusus untukmu, yang baru saja masuk akademi dalam waktu singkat. Sepertinya kau masih terbiasa dengan sensasi sihir.”

 

"Itu mungkin benar, tapi...."

 

Kemudian El menoleh padaku.

"Kenapa kau bertarung terutama dengan sihir dan peralatan sihir, Kanami?"

 

"Karena itu kekuatan terbesarnya, dan dia salah satu yang terbaik dalam hal itu di Akademi." Jawab Liner.

 

"Menurutku bakat itu menyembunyikan sifat asli Kanami. Orang-orang di sekitarku, termasuk dirimu, memperlakukannya seperti seorang alkemis atau insinyur sihir, tapi bagiku, itu lebih...."

 

Begitulah cara El membahas cara terbaik untuk mengalahkan dirinya sendiri, namun percakapan kami terputus.

 

"Kanami! Benarkah kamu ingin berduel dengan Elmirahd Siddark?!"

Sebuah suara keras menggema di kafetaria. Teriakan yang tidak biasa ini terdengar oleh semua orang, dan mata semua orang tertuju pada pendatang baru itu.

 

El menjawab dengan tenang,

"Itu benar, Karamia-sama."

 

Karamia-sama menggertakkan giginya mendengar tanggapan El dan mengerutu sedikit, namun dengan cepat dia kembali tenang, berjalan ke arah kami, dan mulai menanyaiku.

"Itu bukan yang kamu janjikan, Kanami. Aku tidak bisa memaafkanmu karena bertarung dalam duel tanpa izinku, aku juga tidak bisa memaafkanmu karena mengundangnya ke sini sekarang. Apa kamu berencana untuk bergabung dengan faksinya?"

 

Aku bekerja sebagai butler Karamia-san, jadi aku tidak yakin apa itu ide yang bagus bagiku untuk makan malam dengan El.

"Sama sekali tidak, Karamia-sama. El jelas musuhku. Tapi pada saat yang sama, dia adalah temanku, dan itulah sebabnya aku meminta nasihatnya." Jelasku.

 

El tampak senang dengan pilihan kata-kataku.

 

"Fiuh, jadi dia benar-benar musuhmu."

Mata Karamia masih tajam saat dirinya menatap kami. Konflik itu belum berakhir.

 

"Meskipun begitu, itu adalah penyimpangan besar dari kesepakatan awal kalian. Kalian seharusnya mendukungku, sebagai salah satu peringkat ketiga di Elt-Order, dan membantuku menang melawan Heroine peringkat teratas dan Overlord peringkat kedua."

 

"Ya, aku tetap ingin kamu mencapai puncak akademi. Aku akan melakukan yang terbaik untuk membantumu dalam persainganmu dengan Philtia-san. Tapi tolong serahkan El, yang berada di peringkat kedua, padaku. Aku akan mengalahkannya dan menurunkannya ke peringkat tiga atau lebih rendah."

Aku bersumpah dengan bangga di bawah tatapan waspada banyak murid.

 

El sangat senang, Liner mengangkat kepalanya, dan Karamia-sama....

 

"Hanya itu?"

Tanya Karamia dengan cemas.

 

"Hehh? Hanya itu yang kuinginkan. Selain itu—"

 

"Bukan hanya Siddark, kan?"

Karamia menyela perkataanku.

 

Aku tahu apa yang Karamia-sama maksud, jadi aku memutuskan untuk jujur ​​padanya.

"Jika memungkinkan, aku juga ingin menantang Azure Fury Aku ingin mengalahkan mereka berdua sendirian. Aku tahu aku egois, tapi aku mohon...."

 

"Kenapa begitu?"

 

"Kenapa?"

​Pikiranku dipenuhi dengan gambaran Snow Walker, yang kutemui di atap gedung akademi. Rambut, wajah, mulut, mata yang indah itu....

 

Namun, Karamia-sama memalingkan wajahnya tanpa mendengarkan alasanku.

"Tidak, itu tidak masalah." Karamia menyela lagi.

 

"Aku akan menang dengan kekuatan dan mendominasi. Itulah satu-satunya mimpiku."

 

Pada saat itu, aku merasakan kekuatan sihir Karamia-sama yang tenang membengkak dan bertambah cepat. Dia menahan gelombang sihir itu, berbalik untuk menyembunyikan wajahnya, dan hanya mengucapkan beberapa kata terakhir.

"Aku telah menyelamu. Sekarang aku akan meninggalkanmu. Aku sedang sibuk mewujudkan mimpiku."

 

Setelah itu, Karamia menghilang secepat dirinya muncul. Saat aku melihatnya pergi, aku benar-benar memahami arti kata-kata yang ditinggalkannya. Aku yakin bahwa Karamia-sama ingin mendominasi seluruh keberadaanku. Karena cintanya padaku, dia sangat berharap agar aku tidak melihat perempuan lain selain dirinya. Namun, meskipun aku memahami perasaannya sampai batas tertentu, aku tidak bisa berhenti. Jika aku berhenti, semua yang ada di hatiku akan menjadi kebohongan.

 

"Kanami, kau tidak akan mengejarnya?"

Tanya El kepadaku.

 

"Yah, tapi aku belum punya kekuatan untuk melakukannya...."

Aku mengepalkan kedua tanganku, menyadari bahwa aku punya satu alasan lagi untuk menjadi lebih kuat. Dan aku mempersiapkan diri untuk kenyataan bahwa Elle dan Snow-sama bukan satu-satunya yang harus kukalahkan dalam duel. Secara intuitif aku mengerti bahwa Karamia-sama lah yang akan menungguku di akhir pertempuran di Elt-Order akademi ini.