Chapter 6 : End of a Dream
Mimpi ini. Mimpi yang diimpikan pemuda itu saat dirinya menyeberang, dihadiri oleh kedua sahabatnya. Setelah pertempuran, saat pemuda itu berubah menjadi partikel dan menghilang, di tengah cahaya putih cemerlang, pemuda berambut kastanye itu, Lorwen Arrace itu, melihat penglihatan ini. Kelanjutan dari mimpi sebelumnya.
◆◆◆◆◆
Anak laki-laki berambut kastanye itu mengundang teman-temannya ke sebuah Mansion yang sepi dan bobrok itu, dan banyak anak datang berkunjung, berlarian di sekitar kediaman itu. Mereka bukanlah anak-anak bangsawan, namun anak-anak rakyat jelata yang bisa kalain temukan di mana saja. Pada akhirnya, anak laki-laki itu tidak pernah bisa memasuki lingkaran anak-anak kaya, namun sepertinya dia mendapatkan teman-teman yang lebih hebat dari sebelumnya. Anak-anak sekarang sedang bermain di sana. Meniru para Ksatria, mereka melakukan simulasi pertarungan pedang menggunakan ranting, tertawa dan tersenyum sambil mengayunkan "Bilah" mereka dan bersaing untuk mendapatkan posisi teratas. Anak laki-laki berambut kastanye adalah yang paling terampil di antara mereka, dan itu tidak mengejutkan, mengingat anak laki-laki itu telah mengayunkan pedangnya tanpa henti, hari demi hari. Jika dia tidak bisa menjadi nomor satu di sini, usahanya akan sia-sia. Ketika anak-anak itu melihat kehebatan anak laki-laki itu, mereka memujinya dengan takjub. Ucapan mereka selalu sangat sederhana. Seperti "Itu luar biasa! " atau "Kau telah bekerja sangat keras."
Anak laki-laki itu bangga akan hal itu, gembira karena latihan kerasnya setiap hari tidak membuang-buang waktu. Dan di antara mereka yang memujinya adalah dua orang berambut berwarna hitam, dua orang yang dengan bangga anak laki-laki itu sebut sebagai sahabatnya. Di sanalah mereka, di sana untuk menemui anak laki-laki itu.
Dan itu membuat anak laki-laki itu lebih bahagia dari apapun. Anak laki-laki itu sangat bahagia sehingga dia hampir tidak sanggup menanggungnya. Dia hidup untuk ini. Karena memang itulah alasan dia mengayunkan pedangnya selama ini. Semua itu untuk mereka. Anak laki-laki itu bermain berjam-jam. Dia begitu asyik bermain sampai lupa waktu. Namun semua hal harus berakhir, dan semakin menyenangkan, semakin singkat waktunya. Malam tiba di dunia, dan satu per satu teman-temannya mulai pulang ke rumah, hingga akhirnya dia harus berpisah dengan kedua sahabatnya yang berambut berwarna hitam itu juga. Namun anak laki-laki itu tidak punya pekerjaan lagi. Keinginannya terpenuhi, usahanya membuahkan hasil, dan dia benar-benar puas. Itu sebabnya dia bisa mengucapkan selamat tinggal dengan senyuman terbesar dalam hidupnya. Dia cukup beruntung atas apa yang menurutnya merupakan perpisahan terbaik yang pernah ada.
Setelah berpisah dengan kedua sahabatnya itu, anak laki-laki itu ditinggalkan sendirian di rumah bobrok itu sekali lagi. Sendirian di dunia yang akan segera berakhir ini. Hitam mewarnai semua yang dia tahu. Hutan dan langit menghilang. Rumah kumuh itu lenyap, lorong-lorongnya yang berderit dan ruangan-ruangan yang tertutup sarang laba-laba menghilang. Perabotan, lambang keluarga, pedang, semuanya sudah tidak ada lagi. Semuanya. Itu adalah akhirnya, dan itulah sekarang. Namun setelah semuanya dikatakan dan dilakukan, anak laki-laki itu tampak puas. Bahkan sendirian, dia tetap tersenyum bahagia. Dia tidak lagi mengayunkan pedangnya hingga larut malam seperti sebelumnya lagi, tidak lagi iri pada para bangsawan di rumah megah mereka. Anak laki-laki itu telah menyadari keinginannya yang sebenarnya dan mengatasi keterikatannya yang masih ada. Anak laki-laki itu tidak takut pada akhirnya.
Ketika dunia di sekelilingnya runtuh, dia merangkak ke dalam apa yang tersisa : tempat tidur tua itu. Kemudian, karena kelelahan setelah bermain, dia memejamkan mata, tersenyum saat dia tertidur. Senyuman itu menjadi bukti bahwa kehidupan yang dijalaninya tidak sia-sia. Setelah seribu tahun, anak laki-laki berambut kastanye itu, Lorwen Arrace itu, telah menemukan apa yang selama ini dia inginkan.
Akhirnya, Lorwen bisa tidur nyenyak.
Setelah pertarungan yang sangat panjang itu, akhirnya....
Dia bisa beristirahat dengan tenang.