Bonus Short Stories

 

PIJAT DUNIA LAIN HEROINE DUNIA LAIN, BAGIAN 1

Sebentar lagi dan tugas Guild akan selesai. Aku sudah membereskan dokumen-dokumen yang diserahkan pada hari pertamaku, namun kami masih menerima pekerjaan berkala dari pemerintah. Jika itu pekerjaan seperti berpatroli di kota, itu cukup mudah, namun kadang-kadang komisi menyuruh kami mengejar penjahat di pinggiran kota, dan itu sulit dilakukan. Hal itu pasti karena saat aku menyelesaikan misi yang tak terhitung jumlahnya, kabar beredar tentang mantra Dimension-ku, meskipun tentunya, sebagian dari itu hanyalah karena Epic Seeker juga mendapatkan pengaruh yang jauh lebih besar. Hari ini, Lorwen dan aku menangkap seorang penculik yang kami kejar. Setelah mendengarkan berbagai laporan dari anggota di kantorku, aku memperluas Dimension untuk memeriksa Lorwen, yang tersanjung karena perhatian dari anak-anak yang diselamatkan. Lorwen mulai memudar, dan hatiku terasa sedikit lebih hangat dan kabur. Semua dalam satu hari kerja. Aku kembali ke kamarku dan disambut oleh suara yang familiar.

 

"Halo, Onii-chan."

 

"Yo, Maria."

Jawabku sambil duduk di salah satu kursi yang telah dilengkapi perabotan sambil melepaskan perasaan yang menumpuk di dalam diriku sambil menghela napas panjang.

 

"Kamu kelihatannya kelelahan." Kata Maria, cemas.

 

"Heh? Oh, tidak, itu hanya karena pekerjaan Guild. Pekerjaan itu cukup melelahkan."

Selagi aku mempertahankan wajah tabah di depan dunia, saat hanya ada aku dan dia, aku akhirnya lengah. Aku cukup menyesal telah membuat adik perempuanku tercinta merasa khawatir.

 

"Maaf, Onii-chan. Aku sangat tidak berguna...."

Seperti prediksiku, Maria mulai menyalahkan dirinya.

 

"Kamu bukannya tidak berguna. Itu tidak benar sama sekali. Karana kamu ada di sini yang selalu menungguku sehingga aku bisa terus melakukannya."

Hal ini bukanlah kebohongan. Maria menggelengkan kepalanya.

 

"Jika ada yang bisa aku lakukan.... sebenarnya, bisakah kamu ke sini sebentar?"

Maria menepuk-nepuk tempat tidur. Meski agak bingung, aku duduk di sampingnya tanpa ragu-ragu. Kami sudah tidur di ranjang yang sama selama sekitar satu minggu sekarang, jadi hanya duduk di ranjang yang sama tidak menimbulkan keraguan apapun.

 

"Bagus, sekarang tolong berbaring...."

 

"Heeh? Apa?"

Maria berusaha mendorongku ke bawah dengan sekuat tenaga, dan betapapun dekatnya kami, aku tetap menolaknya.

 

"Aku ingin mencoba memijatmu. Hanya itu yang bisa aku lakukan sebagai seorang adik perempuan untuk kakak laki-lakiku yang sudah bekerja keras."

 

Tunggu sebentar, memijat? Seperti, dia akan melenturkan otot-ototku untukku? Apa itu.... benar-benar sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh dua saudara seperti kita di usia kita ini dan di tempat tidur yang sama?

Sedikit keraguan dan rasa malu muncul dari lubuk hatiku, namun saat aku hendak menolak, Maria memotongku.

 

"Silakan berbaring. Biarkan aku melakukannya untukmu."

Pinta Maria sambil menatap lurus ke mataku. Saat aku melihat raut wajahnya, tubuhku menjadi rileks dan aku menelan kata "Tidak"-ku. Setelah dipikir-pikir lagi, pijat antar anggota keluarga adalah pemandangan yang cukup umum di rumah tangga di jepang modern. Hal itu tidak aneh. Dan yang terpenting, mungkin permintaan ini hanyalah upaya Maria untuk mencari tahu di mana dirinya seharusnya berada, dan untuk apa aku menolaknya kebaikannya itu? Aku tidak bisa melakukannya.

 

"O-Oke. Jadi, uh, baiklan, tolong bantuannya, kurasa."

 

Maria terus mendorongku ke bawah.

Sial, apa dia memang selalu sekuat ini?

 

"Oke. Aku akan melakukan yang terbaik."

Dan begitulah pijatannya dimulai. Maria naik ke atas punggung bawahku (aku berbaring telungkup) dan menekan ibu jarinya ke tubuhku. Mula-mula ringan, lalu perlahan-lahan semakin kuat dan semakin kuat, perlahan-lahan dia naik dari punggung bawah hingga ke bahuku. Anehnya, tubuh Maria menempel di dekatku; Aku bisa merasakan napasnya di belakang telingaku. Aku merasa pilihan postur tubuhnya itu aneh, namun aku juga merasa seperti ini ketika adikku memijatku dulu sekali, jadi aku tidak mengatakan apapun. Meski begitu, menurutku otot-ototku tidak benar-benar mengendur. Sensasi sentuhan tubuh Maria di tubuhku saat Maria memijit punggungku membuatku merasa canggung. Setiap kali Maria bergerak, pantatnya yang lembut menggesek punggungku, dan pahanya yang kenyal menekan sisi tubuhku dengan kuat. Saat aku mulai bertanya-tanya apa memijat itu selalu seperti ini, suaranya terdengar di telingaku.

 

"Ah, kalau dipikir-pikir.... aku juga punya sesuatu yang lain untuk digunakan. Tayly-san berbaik hati memberiku ini. Dia memberiku banyak dupa demi diriku yang buta, dan juga...."

Meskipun Maria buta, dia dengan gesit meraih meja di dekatnya dan mengambil sesuatu di tangannya. Aku menjulurkan leherku untuk melihat.

 

"Hmm? Apa itu semacam ramuan untuk moksibusi?"

{ TLN : Moksibusi itu jenis terapi panas di mana ramuan dibakar pada atau di atas kulit untuk menghangatkan dan menstimulasi titik akupunktur atau area yang tertentu. }

 

"Itu benar. Selain dupa, aku menerima herbal yang disebut Flamestasis."

Dari intuisiku, berdasarkan bentuk dan baunya, ternyata itu benar. Rupanya, di dunia ini, mereka mempraktikkan suatu bentuk moksibusi dengan mencampurkan dan menggiling ramuan yang disebut Flamestasis.

 

"Baiklah, ayo kita mencobanya."

 

"Tunggu, apa kamu akan melepas bajuku?"

 

"Ya."

 

"Hrnn?"

Maria melepaskan pakaian bagian atas tubuhku seolah itu wajar-wajar saja, lalu meletakkan satu demi satu gumpalan yang menyerupai moksibusi itu di punggungku. Aku merasakan panas di punggungku, dan.... energi sihir. Aku berbaring telungkup jadi aku tidak bisa melihatnya, namun Maria memberikan sihir padaku. Hal itu tidak salah lagi.

 

"Tunggu, Maria.... apa kamu baru saja membaca mantra?"

 

Maria menjawab dengan sedikit gembira, "Aku selama ini merahasiakannya, tapi Tayly-san lah yang mengajariku, dan sekarang aku bisa menggunakan sihir api super dasar. Dia bahkan memberitahuku bahwa aku natural dalam hal itu."

Entah mengapa, pemandangan Maria saat tersenyum di atas punggungku membuatku merinding. Meskipun punggungku terasa panas akibat moksibusi itu, rasa dinginnya jauh melebihi panas itu.

 

"Oh, itu hebat sekali. Tapi mari kita praktikkan keselamatan dari penggunaan api yang baik, oke?! Api itu berbahaya! Jadi berhati-hatilah, ya, Maria?!"

Kenapa aku bereaksi seperti ini? Aku menggigil yang tak kunjung hilang dan rasa tidak enak menempel di perutku, belum lagi keringat dinginku. Secara keseluruhan, aku merasa ingin muntah.

 

"Tentu, aku akan berhati-hati." Kata Maria, berhenti di sana.

 

"Sekarang, izinkan aku menunjukkan mantra api yang telah aku latih."

Api yang Maria banggakan menyalakan ramuan moskibusi itu di punggungku satu per satu, suhu kulitku perlahan meningkat.

 

Jadi ini moksibusi.... benar? Agak hangat.... atau lebih tepatnya, sebenarnya panas. Atau mungkin tidak terlalu panas, melainkan.... menyakitkan! Ow!

Panas seperti dendam seribu tahun, membakar punggungku!

 

"Eh, Maria? Apa kamu yakin itu yang dimaksudkan untuk digunakan?"

 

"Hmm? Apa ada yang salah? Aku pikir itu bekerja dengan baik....."

 

"Jika itu bekerja dengan baik, maka tidak masalah."

 

Jadi apa moksibusi itu selalu sepanas ini? Aku meremehkan rasa sakitnya.

Berkat Grinding Level-ku, tubuhku menjadi cukup kuat dan kokoh di sini, namun aku masih merasa pingsan karena panas. Moksibusi adalah sesuatu yang lain. Rasanya seperti ada peri api nakal yang mencintai Maria dan membenciku, memanfaatkan kesempatan ini untuk melakukan kejahatan yang tidak ada batasnya dengan mengorbankanku, namun aku berbaring di sana dan menahannya dalam diam. Maria ikut bersenandung sambil melakukannya, dia begitu gembira; demi dia, aku akan menahan apapun. Namun meskipun aku memutuskan untuk bertahan—ini tetap terasa panas. Dan itu sangat panas. Benar-benar panas sekali. Itu lebih dari panas; rasa sakitnya mulai menjadi brutal.

Sulit dipercaya ini bagus untukku. Meskipun mungkin itu seperti pijatan di titik tekanan kaki yang bagus karena rasanya menyakitkan.

 

Maria masih terus bersenandung.

"Aku akan memijatmu selagi ramuan itu bekerja. Bagaimana rasanya? Apa rasanya enak, Onii-chan?"

 

"Uh.... ya. Rasanya nyaman dan hangat, kurasa?"

 

"Senang mendengarnya! Kalau begitu, aku akan berusaha lebih keras lagi!"

Maria bersenandung saat panas yang terasa seperti akan mengelupas kulit punggungku—dan aku terus menahannya, mengatakan pada diriku sendiri bahwa ini bagus untukku, dan mengulangi mantra itu dalam pikiranku bahwa karena Maria bekerja keras untukku, aku tidak bisa mengeluh karenanya. Hari ini, pijatan yang Maria lakukan itu dilanjutkan hingga larut malam.

 

◆◆◆◆◆

 

Keesokan paginya, aku meninggalkan kamar tidur kami, berhati-hati agar tidak membangunkan Maria yang tertidur di sebelahku, dan melangkah ke kantorku, wajahku pucat. Snow ada di sana, tersenyum di wajahnya.

"Ah, Kanami! Hehe. Um, sebenarnya Vohlzark memberitahuku kalau ada teknik pijat gelombang suara yang hanya bisa dilakukan oleh seseorang yang bisa menggunakan sihir tanpa elemen, dan aku berpikir—"

 

"P-Pijat?" Kataku ketakutan.

Dan malam itu, aku mengetahui bahwa ketakutanku memang benar adanya.

 

Bersambung.

 

WAKTU MANDI UNTUK GADIS KSATRIA

 

Brawl adalah festival terbesar di Aliansi, dan para petarung yang berpartisipasi dijanjikan layanan yang sebanding dengan skala tersebut. Kapal-kapal mewah dari seluruh dunia berlabuh di Valhuura, dan di dalam kabin tamu yang merupakan pilihan utama bahkan di antara semua kapal kelas atas di sana, sekelompok Ksatria tertentu sedang membuat keributan. Ragne, salah satu dari tiga perempuan cantik yang disebut "Maiden of War" sepanjang turnamen, berlarian sambil menyentuh perabotan mahal dengan tangannya. Hal itu adalah perilaku yang tidak pantas bagi seorang Ksatria, namun dua orang lainnya—Pelsiona dan Franrühle—mengetahui masa lalu Ragne itu yang miskin, dan mereka melihatnya pergi dengan tatapan mata yang penuh rasa enggan dan toleran. Sebaliknya, mereka memandang reaksi yang jujur dan terbuka seperti itu sebagai sebuah angin segar.

 

"Wowee, apa aku salah atau ini memang luar biasa? Maksudku, lihat kemilau konyol pada furniturnya—bersinar. Oh, huwahh, mereka bahkan punya shower dengan Ley Lines yang terpasang di sana! Itu sangat besar, dan cantik juga! Tunggu, eh, bagaimana sebenarnya cara kerjanya? Uhh, ini untuk air panasnya? Ah! Bukan!"

Ragne memasuki ruangan dengan pemandian dan menerapkan energi sihir ringan ke mesin sihir itu, namun tidak mengetahui kunci aktivasi mana yang benar, dia akhirnya menumpahkan air dingin ke kepalanya. Mata Franrühle berbinar dan Franrühle menerobos masuk ke dalam ruangan.

 

"Ragne-san! Aku tahu semua tentang hal ini! Jangan sia-siakan kesempatan ini! Bagaimana kalau kita menikmati pemandian umum ini?!

Franrühle segera melepaskan pakaiannya, memperlihatkan kulit putih indahnya itu.

 

"Tunggu, apa?"

 

"Cepatlah ke sini! Aku akan menjelaskan semuanya secara menyeluruh dan hati-hati!"

 

Ragne tidak menyangka hal itu akan terjadi.

"Astaga, kamu cepat sekali melepas pakaianmu! Apa rasa malu sudah tidak ada pada dirimu, ya?!"

 

Tentunya, setelah beberapa hari terakhir, Ragne berpikir dirinya bisa menyebut Franrühle sebagai teman, namun bukan sebagai teman yang tidak tahu malu yang melepaskan semua pakaiannya begitu saja.

 

"Oh, aku bukan tipe orang yang memikirkannya karena kita sesama perempuan!"

 

"Memang sih, tapi, bukankah bangsawan itu seharusnya lebih sedikit bijaksana dan sop—"

 

"Aku juga bukan tipe orang yang mengkhawatirkan hal semacam itu! Kamu mungkin seniorku dalam hal pekerjaan, tapi aku lebih berpengalaman dalam hal semacam ini, jadi aku akan membantumu dan mengajarimu banyak hal!"

Ragne tahu ke mana arahnya ini. Dia tahu kepribadian gadis itu di dalam dan di luar. Sulit untuk tidak melakukannya ketika gadis itu tidak meninggalkan apapun dalam imajinasinya, baik secara psikologis maupun fisik. Dengan kata lain, gadis itu adalah orang yang sangat aktif dan selalu menyerang dengan cepat dalam berbagai situasi. Dan gadis itu kehilangan mainan yang biasanya dirinya miliki di sisinya (adik laki-lakinya). Dengan kata lain....

 

"Apa ini bagian di mana dia akan membuatku merasakan kelelahan mental sebagai pengganti Liner?"

 

Aku yang mainannya berikutnya?

Ragne merasa jika dirinya tidak segera meminta bantuan, dia akan mengalami perjalanan yang melelahkan.

 

"Ketua Ksatria! Pelsiona-san!"

 

"Hrn. Aku juga masuk. Ini adalah kesempatan langka untuk bergaul dengan bawahanku sebagai sesame perempuan, jadi aku tidak akan menahan diri."

Untuk beberapa alasan, Ketua Ksatria itu mengikuti arahan Franrühle dan melepaskan pakaiannya juga. Setelah melepas jepit rambutnya, feminitas yang selalu dibungkamnya kini menjadi yang utama. Karena perawakannya yang tinggi dan suaranya yang dalam, Pelsiona sering disangka laki-laki oleh orang-orang di sekitarnya, namun kenyataannya, dia memiliki fisik menggairahkan yang mampu memikat banyak laki-laki. Sama seperti Franrühle, Pelsiona sama sekali tidak kekurangan pesona perempuannya. Kini terjebak di antara keduanya, rasa percaya diri Ragne pada dirinya sebagai gadis cantik mulai berkurang.

 

"Heh, apa?"

Bayangan bangsawan di kepalanya mulai runtuh. Ragne mengira para gadis keturunan bangsawan akan lebih rendah sopan dan ebih bijaksana.

 

"Bagus sekali, Ketua Ksatria! Ayo mandi bersama!" Kata Franrühle.

 

"Tentu. Ragne, masuklah juga Ragne. Aku memerintahkanmu untuk itu."

Ragne semakin bingung. Apa yang bisa Ragne simpulkan kecuali bahwa tata krama para bangsawan secara berlawanan berarti mereka tidak berpikir apapun untuk memperlihatkan kulit mereka di hadapan orang biasa?

 

"Eh, tentu?"

Merasa bahwa mengatakan tidak bukanlah hal yang normal, Ragne bertujuan untuk menjadi normal dan menuruti mereka. Franrühle dan Pelsiona memasuki kamar mandi yang luas dengan telanjang, mengobrol santai seolah itu adalah hal yang biasa. Ragne masih bingung dengan kejadian ini, namun Ragne melepaskan pakaiannya dan memperlihatkan tubuh mungil dan pendeknya sebelum mengikuti mereka.

 

"Ragne, tubuhmu yang lembut dan lemah selalu menggangguku. Contolah aku dan latih otot-ototmu itu."

 

"Seperti yang diharapkan dari tubuhmu, Ketua Ksatria!" Kata Franrühle.

 

"Sangat indah sekali! Bentuk tubuhmu yang langsing tapi tetap memiliki otot yang terlihat adalah kesempurnaan!"

 

"Hrm. Sepertinya kau bisa mengerti itu, Fran. Aku bangga karena telah membangun fisik sempurna yang memadukan kecepatan dan kekuatan."

 

"Tapi aku harus lewat untuk punya otot-otot seperti itu. Tubuh macho adalah diinginkan perempuan dari laki-laki; itu bukanlah hal yang seharusnya dimiliki oleh para gadis cantik. Hehehe, sekarang aku mengerti kenapa kau menjadi seorang Ksatria perempuan yang populer."

 

"Tunggu sebentar. Aku sedang berbicara tentang kekuatan yang perlu diperoleh seorang ksatria, bukan tentang itu...."

Hari itu, Ragne mengalami apa yang bisa disebut sebagai penghinaan terbesar dalam hidupnya dengan dalih menjalin ikatan dengan para rekan kerja telanjangnya itu. Setelah mereka berdua menunjukkan betapa tidak dewasanya tubuhnya itu dibandingkan usianya, Ragne akhirnya menangis. Ragne sekarang tahu bahwa Pelsiona mempunyai kebiasaan mengukur otot orang lain, dan Franrühle itu telah kehilangan beberapa sekrup di kepalanya, dan Ragne bersumpah pada dirinya sendiri bahwa lain kali, dia akan mengambil satu contoh dari Liner dan membuat dirinya sendiri berada di ruangan yang terpisah untuk hal semacam ini.

 

BERTUJUAN UNTUK KE PUNCAK AKADEMI, BAGIAN 6

 

Aku benar-benar tidak punya apa-apa. Apa yang aku bawa ke dunia ini, kalian tanya? Tidak ada apa-apanya, selain pakaian di punggungku dan barang-barang di sakuku. Aku tidak punya uang, tidak punya makanan, tidak punya tempat tinggal, tidak ada dokumentasi kelahiran atau keberadaanku, dan tidak ada barang lain yang dibutuhkan seseorang untuk hidup normal. Namun hal itu tidak lagi terjadi. Aku punya pekerjaan sekarang, meskipun pekerjaan itu lebih seperti pekerjaan sampingan. Dan dengan adanya pekerjaan datanglah penghasilan. Akhirnya, aku hidup seperti manusia, tidak mengkhawatirkan untuk makananku nanti. Dan hari ini akan menjadi hari lain untuk mengerahkan upaya terbaikku untuk pelindungku, Karamia Arrace-san yang baik.

"Kanami, bisakah kamu mengambilkanku minuman?"

 

"Baik, dengan segera."

Di salah satu halaman Akademi Eltraliew—ruangan yang hanya boleh dimasuki oleh bangsawan berpangkat tinggi—aku menggunakan teko permata sihir untuk membuat teh panas untuk pelindungku, yang sedang duduk di depan meja dan belajar dengan giat, dan menuangkannya ke dalam sebuah cangkir untuknya.

 

"Karamia-sama, ini dia, teh yang diimpor dari daratan utama."

Dari belakang, aku dengan pelan meletakkannya dalam jangkauannya, agar tidak mengganggu belajarnya.

 

"Kamu bekerja secepat biasanya. Kamu benar-benar orang yang cekatan, Kanami. Aku sedikit terkejut dengan saart kamu bisa menjadi seperti Butler selama sebulan terakhir ini."

 

Setiap gerakan yang Karamia lakukan didasarkan pada ketenangan dan anggun, namun dia menunjukkan ekspresi yang jarang kulihat di wajahnya saat dia meminum the itu dari cangkir yang telah disediakan untuknya. Jika kalian bertanya kepadaku, aku tidak cekatan seperti yang dia katakan. Yang aku lakukan hanyalah menyelesaikan apa yang bisa aku selesaikan secepat mungkin tanpa membuat kesalahan apapun. Kecuali, kalau dipikir-pikir, aku merasa setelah datang ke dunia ini, cara tubuhku bergerak terasa lebih halus.....

"Di masa lalu, aku pernah melakukan hal semacam ini untuk pekerjaan, jadi itulah alasannya. Kurasa aku hanya sudah terbiasa."

 

"Di masa lalu? Wah, benarkah? Aku tidak bisa mengatakan kalau aku mengharapkan hal itu."

Sekali lagi, Karamia tampak terkejut. Hal itu pasti berkat pengalamanku melayani pelanggan dalam pekerjaan paruh waktu di dunia asalku. Bagaimanapun, Karamia ingat untuk melaporkan informasi terpenting kepadaku.

 

"Ah, soal biaya penelitian dan pengembangan yang kita bahas. Aku akan meningkatkan pendanaanmu. Pastikan untuk menggunakan tangan cekatanmu itu untuk membuat banyak sekali produk baru. Aku menantikan hasil dari kerja sama kita itu."

Karamia saat ini adalah bosku sekaligus sponsor yang mendanai alat sihir yang aku buat. Sumber dayanya tmemberikan apapun yang diinginkan, dan aku tidak mengalami kesulitan terkait uang yang aku dapat setelah bekerja dengannya. Makan tiga kali sehari, aku tidur di kasur, dan tidak lagi pergi tanpa buku pelajaran atau pakaian yang tidak layak. Itu sungguh luar biasa. Kehidupan biasa begitu mewah. Apa mengherankan kalau aku mulai memanggil gadis yang mencoba membunuhku dengan sebutan, Karamia-sama, setelah aku mengalami semua itu? Aku tidak peduli jika aku harus memanggilnya seperti itu selama sisa hari-hariku.

 

"Terima kasih banyak. Aku akan bekerja lebih keras lagi untukmu, Karamia-sama."

 

Karamia mengalihkan pandangannya sedikit.

"Bagus. Tolong bekerja dengan rajin demi aku, sama seperti biasanya."

 

Dan berakhirlah istirahat makan siang kami sehari-hari. Ini adalah kehidupan dan bekerja di sekolahku selama sebulan terakhir ini. Setelah duelku dengannya, aku menandatangani kontrak, dan keberadaan seperti inilah yang diberikannya kepadaku. Di belakang kami, teman-temanku memperhatikanku bekerja dari sudut halaman—mereka adalah orang-orang yang sama seperti biasanya.

"Ayolah, jangan lagi. Kenapa kita haru ada di sini, Annius-san?"

 

"Perhatikan baik-baik, Liner. Itulah yang mereka sebut gigolo. Aku tidak percaya dia benar-benar mengantongi seorang gadis dari kelompok tertinggi. Ini yang terbaik. Nasihat itu layak diberikan kepadanya."

 

"Dia itu gigolo? Memang benar dia punya sifat suka main-main dengan perempuan. Aku benci orang seperti dia."

 

Aku itu bukan "Gigolo". Aku sedang bekerja. Ini adalah pekerjaan paruh waktuku. Pekerjaan baruku.

Karena alasan yang tidak aku ketahui, aku menjadi sasaran fitnah yang tidak berdasar setiap hari. Namun aku harus tersenyum dan menanggungnya untuk saat ini. Jika aku mengambil umpannya, aku akan berada tepat di tempat yang diinginkan mereka itu. Pertama, Annius jelas sedang menunggu di sana kalau-kalau dia menyaksikan kecelakaan menyenangkan, namun aku tidak lagi punya kewajiban untuk menghiburnya. Aku bisa menyerang sendiri tanpa harus bergantung pada kebaikan Annius.

 

"Apa yang sedang kamu lihat, Kanami?" Tanya majikanku, menyadari kalau aku memusatkan perhatianku pada sesuatu di belakangnya.

 

"M-Maaf, Karamia-sama."

 

"Berkonsentrasilah saat kamu sedang bekerja. Kamu telah menandatangani kontrak untuk menjadi Butler-ku. Kamu harus memperhatikanku dan kamu akan bekerja demiku."

 

"Tentu saja. Aku akan membuatmu tetap aman, aku janji. Lagipula itu adalah pekerjaanku."

 

"Itu benar. Itu adalah tugasmu."

 

Dengan itu, Karamia tiba-tiba bangkit dan keluar dari halaman. Aku mengikuti dari belakang. Kelas sore dimulai. Setelah kelas usai, tibalah waktunya kegiatan administrasi sekolah yang dipercayakan sepenuhnya kepada Karamia, sebagai ketua OSIS. Setelah dia selesai melakukannya, tiba waktunya untuk belajar mandiri dan berlatih sukarela. Sejujurnya, jadwalnya terlalu padat untuk gadis seumurannya, berisi duel dengan penantang yang menggunakan sistem Elt-Order untuk melawannya.

Karena posisinya, ada kalanya Karamia tidak bisa menolak permintaan tersebut. Terus terang, tidak masuk akal mengharapkannya meluangkan waktu untuk berduel ketika dia sudah sesibuk ini. Hal itu membuatku sedikit lebih mengerti mengapa dia ingin merobekkanku yang sebulan yang lalu. Untuk sedikit meringankan bebannya, aku mengambil satu langkah ke depan dan melakukan itu untuknya.

 

"Percayakan ini padaku, jika kamu berkenan. Kamu tidak perlu membuang-buang waktumu."

Kataku—sebuah kalimat yang mirip di suatu Manga. Aku bersedia bertindak atas namanya sehubungan dengan sepuluh atau lebih duel dalam agendanya.

 

"Terima kasih, Kanami. Aku serahkan padamu."

Karamia tahu lebih banyak tentang situasi keuanganku dibandingkan orang lain, dan dia menyerahkan duel itu kepadaku sambil tersenyum, mengawasiku dari belakang. Meskipun aku bertindak sebagai pemain pengganti, jika aku menang, aku akan menerima pembayaran dari sistem Elt-Order. Aku bisa mendapatkan penghasilan tambahan dari duel selain pekerjaan utamaku. Menjadi Butler adalah yang terbaik. Karamia adalah yang terbaik. Hal itu membuatku ingin mengikutinya selama sisa hidupku. Aku menggunakan dompet gemukku untuk membuat alat sihir yang kubutuhkan untuk memukul mundur murid tingkat menengah yang meminta duel itu, meskipun faktanya aku adalah Level 1. Dan setelah setiap kemenangan, pelindungku memuji Butler-nya. Karamia adalah majikan yang kompeten dan selalu menunjukkan apresiasinya kepada bawahannya.

 

"Mengesankan, seperti biasanya. Aku selalu percaya padamu, Kanami."

 

"Aku tidak layak menerima kata-kata itu."

Aku berkata seperti seorang Butler, dan Karamia tertawa kecil kerena itu. Hal ini terjadi setiap saat. Hilang sudah jejak hari-hari di mana kami sering bertengkar satu sama lain, dan satu hari terlewati lagi saat aku menjadi seorang pelayan akan segera berakhir. Namun, Karamia menghentikanku sebelum aku dapat mengucapkan selamat malam padanya, dan hal ini tidak biasa.

 

"Oh, ngomong-ngomong, Kanami, aku sedang berpikir untuk menggunakan liburan ini untuk kembali ke rumahku sebentar. Maukah kamu ikut sebagai Butler-ku? Aku tahu kamu mungkin ingin fokus pada pengembangan alat sihir, tapi kakekku menyatakan ketertarikannya padamu, jadi....."

 

"Liburan?"

 

"Apa itu bisa dianggap sebagai tidak?"

Sejujurnya, aku tidak berpikir aku punya banyak waktu luang. Perkembangan alat sihirku telah mencapai tingkatan baru, dan segera aku akan menyelesaikan peralatan yang memungkinkanku melakukan penjelajahan di Dungeon. Di sisi lain, kakek Karamia adalah satu-satunya Blademaster. Fakta bahwa kakeknya itu tertarik padaku terlalu sayang untuk dilewatkan. Lebih baik lagi, bagaimana jika aku bisa memintanya mengajariku sedikit ilmu berpedang? Itu akan sangat bagus. Aku pikir masalah terbesarku mengenai Dungeon adalah pertarungan jarak dekat. Jika aku memecahkan masalah itu, aku bisa melakukan leveling dengan aman di Dungeon. Mengingat hal itu, mungkin mengunjungi kediaman Karamia bukanlah ide yang buruk.

 

"Tidak, aku akan dengan senang hati datang, jika kamu mau menerimaku."

 

"Oke, bagus. Nantikan liburannya, Kanami. Sampai jumpa."

Karamian berlari dengan tergesa-gesa.

 

Hari lain untuk menjadi Butler-nya dengan baik.

Pikirku di dalam hati. Lalu aku mendengar bisikan dari belakang lagi.

 

"Bagaimana menurutmu, Liner? Si idiot itu belum menyadarinya juga, kan?"

 

"Sepertinya begitu. Jujur saja, menahan tawa itu cukup sulit."

Sekarang setelah pelindungku hilang, aku bisa mengeluh kepada teman-temanku yang merupakan ninja level tinggi yang tidak ada gunanya dan menyembunyikan keberadaan mereka itu.

 

"Kalian berdua sangat berisik hari ini."

 

"Kamu menyalahkan kami untuk itu? Sungguh, kamu sangat menghibur, Kanami."

 

"Seperti yang dia katakan. Jujur saja—kau adalah pereda stres dalam kehidupan sekolah yang menyebalkan ini. Dengan melihatmu bisa memperbaiki perasaanku yang hancur."

 

Fakta bahwa mereka berdua memandangku seperti badut membuatku mengerutkan alisku.

"Apanya yang menghibur? Yang kulakukan hanyalah menjadi Butler-nya."

 

"Mouu, ayolah." Kata Annius.

 

"Jika kamu terus seperti ini, kamu akan berada di Keluarga Arrace selamanya, jika kamu mengerti maksudku. Hal ini membuatnya cukup lucu!"

 

"Apa?"

Selamanya, di.....

 

"Kau benar-benar meremehkan betapa posesifnya gadis bangsawan." Kata Liner.

 

"Mereka itu selalu berusaha mendapatkan apa yang mereka inginkan dengan cara apapun yang diperlukan. Nee-sanku juga sama, jadi aku mengetahuinya saat aku melihatnya."

 

"Kau ingat Karamia punya banyak pelayan di sekitarnya sebelumnya, bukan? Tapi sekarang dia hanya berduaan bersamamu sepanjang waktu. Apa kau tidak pernah memikirkan hal itu?"

Sekarang setelah Liner menyebutkannya, hari ini hanya ada kami berdua saja. Pada awalnya, Karamia memiliki banyak sekali pelayan, namun sekarang.... rasanya itu jadi aneh.

 

Tunggu, tunggu, apa itu sesuai dengan apa yang aku pikirkan? Selama sebulan terakhir, dia mulai menyukaiku? Seriusan? Tidak, tidak, itu tidak mungkin. Tidak mungkin sesuatu yang bodoh itu menjadi kenyataan. Status sosial kami terlalu berbeda. Ketika dia mempekerjakanku, dia mengingatkanku kalau aku hanyalah temannya.

Ditambah lagi, Karamia tidak melakukan apapun selama sebulan terakhir yang membuatku berpikir kalau dirinya menyukaiku. Yah, jika aku harus memilih satu momen, momen itulah yang aku ingat. Saat dia mengatakan "Aku ingin menjadi penguasa" dengan mata polos seperti anak kecil dan aku menyaksikannya terus bercerita tentang rencananya untuk memerintah sekolah sampai keesokan paginya. "Kanami, kamu adalah orang pertama yang benar-benar mendengarkanku sepenuhnya." Kata Karamia dengan puas sebelumnya. Ketika aku memberi tahu Annius tentang hal itu, Annius mundur selangkah karena terkejut.

 

"B-Berapa banyak rute yang sudah kamu selesaikan itu dalam satu bulan?! Pantas saja wajahnya selalu memerah dan memalingkan wajahnya.... dan tidak heran dia mengundangmu ke rumahnya! Jadi, beginilah cara seorang profesional merayu perempuan? Sungguh menakutkan."

 

Tampaknya sejumlah informasi hanya memperkuat kecurigaannya.

"Jadi begitu." Kata Liner.

 

"Kupikir tujuannya adalah menjadikanmu sebagai Butler-nya selama sisa hidupmu seperti hewan peliharaan, tapi sekarang sudah menjadi seperti ini, kau berada di lereng yang licin. Dia bahkan akan memperkenalkanmu pada Blademaster, jadi kau punya tiket ke puncak sekarang."

Hanya setelah mendengar reaksi mereka berdua itu barulah aku sadar bahwa aku telah mencapai titik di mana aku tidak bisa kembali lagi. Dan apa yang terjadi selama liburan menegaskan hal itu, karena Karamia akan memperkenalkanku kepada kakeknya yang sangat terkenal sebagai "Kekasih"-nya.

 

DI PUB, BAGIAN 3 : BRAWL

 

Festival terbesar di Aliansi diadakan di armada perahu yang berjejer di Huura River. Dek dipenuhi pengunjung, semuanya menikmati hiburan yang ditawarkan di tengah armada yang saling terhubung. Sorakan dan kegembiraan sangat terasa di arena yang didirikan di atas satu kapal. Tak perlu dikatakan lagi, Brawl adalah bagian utama dari festival ini dan tempat berkumpulnya sebagian besar orang. Para penonton yang sudah selesai menyaksikan babak semifinal di area selatan pun baru saja berangkat. Saat penonton berpindah ke kapal yang bersebelahan, mereka berbagi kesan mereka tentang pertandingan tersebut. Di antara mereka ada dua lelaki berotot—manajer sebuah PUB dan Krowe, seorang pengguna pedang yang kalah di babak penyisihan—dengan singkat menyinggung kesan mereka sendiri tentang pertarungan tersebut sebelum mendiskusikan apa yang harus dilakukan.

"Sekarang sudah berakhir. Jadi, bos, apa yang akan kau lakukan selanjutnya?"

 

"Hrm. Sebenarnya, tidak ada hal yang ingin kulakukan. Maksudku, pada akhirnya, anak yang kau bilang mengalahkanmu itu tidak pernah muncul."

Mereka telah menonton pertandingan tim Lorwen dan Reaper untuk melihat gadis berkulit coklat dan rambut hitam yang mengikuti babak penyisihan, namun gadis itu tidak pernah benar-benar muncul dalam pertarungan itu.

 

"Sebagai gantinya, kita melihat monster absolut itu. Siapa dia?"

Laki-laki muda yang mendampingi gadis itu selama penyisihan adalah orang yang muncul. Lorwen sang pengguna pedang. Hanya mengingat bagaimana pertandingannya dimainkan membuat wajah Krowe pucat pasi.

 

"Dialah yang akan menguasai turnamen ini."

Kata Sang Manajer, sambil memberikan pujiannya tanpa syarat.

 

"Setelah melihat pertarungannya itu? Bagaimana bisa aku tidak bisa membayangkannya bisa kalah."

Namun pujiannya lebih lahir dari kekaguman yang menakutkan daripada kekaguman. Betapa epik dan luar biasanya pertarungan itu.

 

"Kau datang di Valhuura setiap tahun, jadi aku yakin kau akan mengatakan itu. Jika kau bertanya kepadaku, sesuatu yang aneh sedang terjadi di sana."

Tentunya, Lorwen baru mulai bertarung setelah cukup memastikan kekuatan lawannya, namun tetap saja, pertandingannya itu selalu merupakan pukulan total. Mengira Lorwen tidak mungkin kalah di final, keduanya mulai kehilangan minat pada Brawl. Pemikiran mereka mengenai turnamen ini dapat disimpulkan sebagai "Ada sesuatu yang tidak benar dengan pengguna pedang itu" dan "Lorwen itu kuat".

 

"Hei, aku tidak hanya 'Datang' di sini setiap tahun. Jangan membuatnya terdengar seperti aku menutup PUB-ku untuk bersenang-senang. Lyeen selalu datang setiap tahun, jadi aku terpaksa ikut, hanya itu saja."

 

"Tapi kau menikmatinya, bukan? Membuatmu bersemangat, kan, mengingat saat kau masih menjadi seorang petarung."

 

"Itu berlaku bagi siapa saja yang menonton pertandingan. Itu hanya menstimulasi."

Setiap tahun, bukan hanya Lyeen, gadis poster PUB tersebut, namun juga Manajernya yang menonton pertarungan tersebut. Sang Manajer memberitahu semua orang bahwa itu hanya karena ada wajah familiar dari PUB yang berpartisipasi, namun semua orang tahu Sang Manajer ada di sana hanya karena dia suka menonton pertandingan. Krowe tersenyum kecut sambil mengikuti Manajer itu. Mereka berpikir untuk bermalam dengan beristirahat di penginapan mereka karena tidak ada lagi pertandingan pada hari itu ketika hal itu terjadi. Lyeen berlari ke arah mereka dari jauh, kuncir kudanya berayun.

 

"Bos! Krowe-san!"

Jarang sekali Lyeen berteriak sekeras ini tanpa mempedulikan tampilannya.

 

"Hmm? Ada apa?" Tanya Krowe.

 

"Bukankah kamu sudah memberitahu kami kalau kamu akan berkeliling area utara bersama temanmu?"

 

"Tentang itu! Jadi, jangan terkejut, oke? Aku melihat sesuatu yang kalian tidak akan percaya!" Kata Lyeen, berbicara sambil masih mengatur napasnya.

 

"Kami tidak akan terkejut. Tarik napasmu lalu beri tahu kami apa itu."

 

Lyeen melakukannya, menarik dan membuang napas dalam-dalam, masuk dan keluar sebelum melanjutkan.

"Jadi, dengarkan ini. Kalian ingat anak laki-laki berambut hitam yang bersama kita sekitar sebulan yang lalu? Si Sieg itu. Kalian berdua ingat dia?"

 

"Ya." Kata Manajer itu.

 

"Aku ingat dia. Pemula yang sangat sopan itu, kan?"

 

Krowe selanjutnya menjawab. "Maksudmu anak yang, begitu kita mengetahui bahwa dia sedang dicari itu, dan menghilang, bukan? Anak yang sangat berbakat sehingga aku menginginkannya berada di Party-ku itu."

Pendapat mereka tentang anak itu sangat tinggi. Sedemikian rupa sehingga mereka mendiskusikan bakat anak itu hingga larut malam sebelumnya.

 

"Sepertinya dia ikut turnamen ini." Kata Lyeen.

 

"Faktanya, dia baru saja memenangkan semifinal area utara."

 

"Apa?!"

Mereka berdua menjawab dengan terkejut. Reaksi itu wajar saja. Anak laki-laki yang mereka kenal sebagai Sieg itu adalah seorang penjelajah yang sekitar sebulan yang lalu, baru saja melarikan diri dari lantai pertama Dungeon, dengan luka bakar parah yang terlihat. Bayangan dirinya di kepala mereka adalah salah satu anak yang berbakat namun kurang beruntung. Bukan jenis sesuatu yang ingin kalian lihat di Brawl, di mana bahkan penjelajah Dungeon paling berpengalaman pun merasa kesulitan untuk mendapatkan hak untuk berpartisipasi. Mereka berdua pernah mencoba Brawl sebelumnya, jadi mereka mendapati apa yang dikatakan Lyeen sulit dipercaya.

 

"Aku bersumpah itu benar! Aku melihatnya!"

 

"Tapi kau ingat, bukan? Ini adalah anak yang melarikan diri ke PUB setelah nyaris selamat dari Dungeon hidup-hidup sebulan yang lalu?"

 

"Tapi dia memenangkan pertandingan! Dan dia juga sangat kuat! Dia sangat cepat sehingga aku sulit melihatnya!"

Lyeen menjelaskan apa yang terjadi selama pertandingan dengan ucapan terbata-bata, masih tetap tegang. Krowe dan Sang Manajer itu tidak punya pilihan selain memeriksa materi Brawl yang mereka miliki—mereka sudah mengenal Lyeen sejak lama dan Lyeen bukan pembohong atau pencerita dongeng. Namun nama Sieg tidak tercantum di sana.

 

"Uh.... aku tidak melihat namanya di sini."

 

"Tentang itu! Sepertinya dia menderita amnesia atau semacamnya! Atau itulah situasinya! Dia menggunakan nama 'Aikawa Kanami' sekarang! Jadi Sieg hanyalah nama samarannya!"

Lyeen curiga "Sieg" menggunakan nama samaran, begitu pula dua orang lainnya, jadi mereka tidak bisa mengatakan Lyeen salah karena namanya. Terkadang orang-orang sangat dekat satu sama lain, jadi Krowe harus melihat anak itu dengan matanya sendiri.

 

"Oke, oke." Kata Krowe.

 

"Ayo kita tonton pertandingannya besok dan melihatnya sendiri."

 

"Sudah kubilang, itu benar! Dia benar-benar ada di sana! Sungguh!"

Sementara itu, Sang Manajer hanya menatap ke langit, dengan senyuman langka di wajahnya.

 

"Anak nakal itu melakukannya...."

Firasat yang Sang Manajer itu simpan ketika anak itu menggunakan nama "Sieg" dari sekarang telah terkonfirmasi.

 

"Bos, kamu juga harus melihatnya sendiri! Itu benar-benar Sieg!"

 

"Aku akan melihatnya, aku akan memastikannya sendiri. Aku akan menontonnya."

Maka diputuskan bahwa mereka bertiga akan pergi menonton final Brawl.

 

◆◆◆◆◆

 

"Dia melihat kita! Baru saja! Dia benar-benar menatap kita!"

Final. Tidak ada awan di langit, dan "Sieg" melangkah ke arena diiringi sorak-sorai yang memekakkan telinga.

 

"Lihat dia."

Sang Manajer itu kaget. Pakaian yang dikenakan anak laki-laki itu jauh lebih mewah dibandingkan saat pertama kali mereka bertemu. Menurut komentar pembawa acara, sepertinya anak itu adalah ketua Guild di negara tetangga, dan juga seorang pemegang gelar Dragon Slayer—berita yang membuat mereka bertiga tercengang. Apa yang anak itu lakukan dalam waktu sebulan?

 

Lyeen berdiri, berteriak dengan semangat tinggi.

"Dia membungkuk kepada kita! Dia menatap mata kita! Itu tidak salah lagi, itu memang dia!"

 

Dua lainnya harus mengakuinya. Mereka tidak pernah melupakan wajah anak laki-laki itu.

"Bos." Kata Krowe sambil gemetar.

 

"Kau masih ingat?"

 

"Ya. Setelah kau menyebutkannya, aku ingat kau pernah mengatakan kalau kau akan bekerja sama dengan pemula itu dan mengikuti Brawl."

 

"Tidak, bukan yang itu! Maksudku, apa kau ingat kemampuan anak itu?! Ingat bagaimana kita membahasnya saat di PUB tentang anak itu bisa saja memenangkan Brawl ini?!"

 

"Hahaha, aku ingat itu. Tapi siapa yang bisa menduga dalam sejuta tahun hal itulah yang akan terjadi?"

Mereka tidak pernah membayangkan bahwa hal itu akan memakan waktu satu bulan. Itu sebabnya Krowe menggigil. Sang Manajer, yang tidak terlalu peduli dengan hal ini, memperhatikan anak itu dengan tenang.

 

"Yah, lagipula kita datang ke sini untuk melihatnya dan itu membuahkan hasil."

 

Krowe mengenang betapa sengitnya tontonan pertandingan kemarin.

"Bos, menurutmu anak itu mampu mengalahkan orang gila bernama Lorwen Arrace itu?"

 

"Ini bukan tentang apa anak itu bisa menang atau tidak. Hanya ada satu hal yang harus kita lakukan."

 

"Kau benar. Hahaha, tidak perlu terlalu memikirkan banyak hal!"

Tempat ini adalah Brawl. Sebuah pertandingan dimulai. Dan di depan mata mereka berdirilah anak laki-laki itu. Dia pernah menjadi bagian dari PUB mereka. Mereka pernah ngobrol dengannya sebelumnya, tersenyum dan tertawa bersamanya sebelumnya. Memangnya apa lagi yang harus dilakukan?

 

"Dengar, nak!" Teriak Krowe.

 

"Kami mendukungmu!"

 

"Mari kita lihat seberapa jauh kau bisa melangkah, pemula!" Kata Manajer itu.

 

"Kamu bisa melakukannya, Sieg!"

Pembawa acara itu mengumumkan dimulainya pertandingan, dan dimulailah final untuk Sieg muda—tidak, untuk Aikawa Kanami muda, ditonton dengan penuh perhatian oleh begitu banyak orang yang dirinya temui di dunia ini.....