Chapter 7 : And Then It Fell to Pieces

 

Beberapa hari berlalu tanpa insiden. Pada akhirnya, aku tidak pernah bisa menyentuh gelang itu. Aku masih punya waktu untuk saat ini, dan masih terlalu dini untuk mengambil keputusan. Jika teka-teki silang kebenaran masih memiliki kotak-kotak kosong, aku hanya perlu mengisi kotak-kotak itu satu per satu. Dan setelah selesai, aku bisa memutuskan mana yang benar dan mana yang salah. Jadi aku mendapati diriku mulai berpikir kalau aku sebaiknya mempertahankan keadaan saat ini sambil meluangkan waktu untuk mengambil sedikit informasi yang aku lewatkan seiring berjalannya waktu.

Namun, sejak aku berjanji untuk melawan Lastiara di Brawl, gadis itu belum menjalin kontak denganku. Diablo Sith juga tidak. Snow, sementara itu, tidak tertarik dengan ingatanku, dan Rayle-san berpegang teguh pada ketentuan kesepakatan. Artinya, aku tidak akan mendapat informasi baru tentang ingatanku dalam waktu dekat.

 

Karena itu, aku tidak punya pilihan selain terus berlatih pedang bersama Lorwen hingga Brawl, sampai aku bisa melihat Lastiara dan Diablo Sith lagi. Selain itu, naik level juga akan membantu. Menjadi lebih kuat pasti akan menguntungkan ketika harus menarik informasi dari keduanya, dan peningkatan MP-ku akan membuat Reaper tetap hidup menjadi tugas yang lebih mudah.

Bagaimanapun itu bukan berarti aku mengabaikan tugas Guild-ku. Malah, merekalah yang paling banyak menyita waktuku. Kami dengan cakap menyelesaikan tugas-tugas dari negara sambil juga mengambil pekerjaan yang bermanfaat bagi Laoravia. Lorwen dan Reaper juga ikut serta ketika mereka punya waktu luang, yang tentu saja tidak merugikan.

 

Aku kira itu berpengaruh, karena Epic Seeker berkembang pesat, reputasinya berkembang di seluruh negeri. Pastinya, aku mulai menjadi terkenal juga, dan setiap kali aku berjalan melewati kota, aku disambut oleh banyak orang—anak-anak berlarian, pedagang di pasar, penjaga patroli, penduduk Laoravia, semuanya mengirimkan senyuman ke arahku.

Karena Epic Seeker melakukan banyak pekerjaan menjaga keamanan publik di kota akhir-akhir ini, Guild ini populer di kalangan penduduk setempat. Meskipun aku hanya memilih pekerjaan itu dengan mempertimbangkan sihir pendeteksiku, sepertinya hal itu berhasil mendapatkan pengakuan dari orang-orang.

 

Lorwen sering memandangnya dengan penuh kasih sayang. Dia menatap mereka dengan penuh kerinduan, seolah menyaksikan pemandangan yang diberkati. Dari situ, aku tahu kalau kebahagiaan sehari-hari masyarakat yang tinggal di kota ini adalah salah satu hal yang dia kejar. Aku sedikit terkejut dengan betapa kecilnya keinginannya. Dia begitu mudah untuk dipuaskan sehingga jika dia dikelilingi oleh beberapa lusin orang yang memberinya tepuk tangan, aku tidak akan terkejut jika dia menghilang begitu saja. Aku kadang-kadang mendengar anak-anak di lingkungan sekitar memanggilnya "Master", dan aku ingin berpikir kalau itu hanya imajinasiku, namun aku bersumpah hanya itu yang diperlukan agar energi sihirnya sedikit melemah. Apa Lorwen sendiri menyadari hal itu?

Maka hari-hari berlalu tanpa terjadi sesuatu yang baik atau buruk, dan Brawl itu kini sudah dekat. Tinggal tiga hari lagi pemberitahuan dari pemerintah Laoravian masuk yang berbeda dari biasanya. Kali ini ditujukan bukan kepada Epic Seeker melainkan untukku secara pribadi. Itu adalah undangan ke pesta yang diadakan oleh negara. Dan tampaknya undangan itu berbeda dari Firstmoon Allies General Knights Ball. Itu adalah undangan sebenarnya yang dimaksudkan sebagai pesta sosial. Dari apa yang kudengar, pesta itu telah diatur setelah Firstmoon Allies General Knights Ball menjadi tempat kompetisi.

 

Sebagai ketua Guild, aku tidak dalam posisi untuk menolak undangan tersebut. Partisipasiku sudah pasti, mau aku suka atau tidak suka.

 

◆◆◆◆◆

 

Mengenakan pakaian yang lebih ketat dari biasanya, aku berbicara dengan anggota Guild yang biasanya di kantor Epic Seeker tentang undangan itu.

 

"Hah. Sebuah pesta, ya?"

 

"Aku sangat iri."

Kata Lorwen, yang duduk di bingkai jendela.

 

"Diundang ke tempat seperti itu adalah bukti kau punya nama sekarang."

 

"Yah, aku cukup depresi karena itu. Sepertinya, aku diundang karena bangsawan Laoravia menaruh minat padaku."

 

"Menarik perhatian para bangsawan sudah cukup membuat iri. Oh. Aku mungkin tidak bisa ikut denganmu, tapi kau punya Snow bersamamu, yang sudah terbiasa dengan hal seperti itu. Jika terjadi sesuatu, kau bisa bertanya padanya."

Fakta kalau Snow akan menemaniku sedikit meredakan keteganganku. Dia sering dipanggil ke acara seperti itu karena berasal dari keluarga bangsawan terkemuka.

 

"Jadi hanya aku dan Lorwen hari ini!"

Kata Reaper, yang melayang di dekat langit-langit.

 

"Keinginanku untuk membunuh meningkat!"

Ucapannya yang agak mengganggu membuatku tidak nyaman.

 

Lorwen mengerutkan keningnya. "Oh ayolah, jangan lagi. Aku hanya satu tim denganmu karena kau terus mengatakan kalau kau tidak dapat melakukan hal sebaliknya. Cobalah sesuatu yang lucu dan aku akan mengusirmu dari Party-ku."

 

"Er, kau dan Reaper dijadwalkan untuk kualifikasi terakhir Brawl, benar?" Aku bertanya.

Selama beberapa hari terakhir, Lorwen telah menyelesaikan babak kualifikasi. Tentunya, dia juga tidak terancam tersingkir di babak final. Yang membuatku khawatir adalah masuknya Reaper ke dalam Party-nya. Reaper akan berpartisipasi dalam Brawl bersamanya. Menurutnya, Reaper akan berada di sisinya kalau-kalau Lorwen meninggal dalam suatu kecelakaan dan bukan karenanya, namun aku tidak tahu apa itu yang benar-benar memotivasinya.

 

"Ya, kami akan memberikannya sedikit sentuhan. Aku akan menjaga Reaper, jadi lakukan apa yang harus kau lakukan dan jangan pikirkan kami."

 

"Aku diberitahu kalau kau berencana membawanya ke kualifikasi akhir; apa itu akan baik-baik saja?"

 

"Karena itu dia, dia bisa menghadapi orang tangguh yang biasa-biasa saja, jadi tidak masalah. Aku bahkan tidak berpikir dia akan tergores. Selain itu, jika sepertinya dia akan menerima serangan, aku akan turun tangan."

 

"Tidak, maksudku apa peserta lainnya akan baik-baik saja?"

 

"Oh, kau mengkhawatirkan mereka..... kau juga tidak perlu mengkhawatirkan hal itu. Aku juga akan turun tangan jika sepertinya dia akan terbawa suasana."

Aku merasa selama beberapa hari terakhir, Lorwen semakin memanjakannya. Dia mungkin tidak lagi melihat Reaper sebagai kutukan atau wujud dari kematian. Baik atau buruk, kehidupan damai di permukaan mengubah persepsinya.

 

"Sudah hampir waktunya. Ayo pergi, Kanami."

Sebelum aku menyadarinya, Snow sudah ada di sana, berdiri di depan pintu kantor.

Pakaian pilihannya mirip dengan yang dia kenakan saat dia dipanggil ke Keluarga Siddark. Kali ini, gaun garis loncengnya berwarna krem. Dia terlihat sangat cantik, dan rambutnya diikat, mengingatkanku kalau dia sebenarnya adalah keturunan dari klan kaya. Kulit pucat yang terlihat di lehernya memberikan kesan jujur, sedangkan sarung tangan panjang menunjukkan keanggunan dan martabat.

 

"Ya, maaf membuatmu menunggu. Aku sudah siap."

 

"Tidak, kamu belum. Kencangkan dulu kerahmu."

Snow meletakkan tangannya di leherku dan melakukannya untukku. Kupikir aku sudah cukup mengencangkannya, namun tidak begitu di matanya.

 

"Terima kasih."