"Maksudku, aku pikir kamu mungkin menyukai Lastiara-san atau semacamnya, master." Dia mengatakannya dengan begitu mudah, seolah itu bukan apa-apa.
"Hah?" Kepalaku menjadi kosong.
Itu seperti ketika Alty memukulku dengan perkataan yang sama tentang perasaan suka itu dua hari sebelumnya; Aku tidak bisa langsung memahami apa yang dikatakan.
Maria melanjutkan, mengabaikan keherananku yang bisu. "Yah, begitulah. Lastiara-san memiliki sifat-sifatnya yang aneh."
Aku bisa mengerti kata-katanya, namun aku tidak mengerti apa yang dia maksud. Tanggapannya, yang tidak pernah aku duga, membuatku bingung. Segudang pertanyaan berkelebat di otakku. Bukankah Maria sendiri yang punya perasaan suka? Mengapa ini tentangku sekarang? Aku benar-benar bingung.
"Kamu telah melihat betapa cantiknya dia....."
Tidak ada pembahasan di sana; tentang cantik. Nyatanya, kata "cantik" di dalam perkataannya. Penampilan Lastiara memang kebenaran. Dia sangat mempesona sehingga bahkan bintang TV tercantik di duniaku pun tidak bisa menyaingi dia.
"Ditambah lagi, dia sangat kuat, dan ceria....."
Aku yakin kalau secara fisik, Lastiara lebih kuat dari orang lain. Dia sangat OP sehingga itu tidak adil, dan itu di atas skillnya dan mata bisa melihat tampilan menu yang hampir sama denganku. Dan kepribadiannya bisa disebut ceria. Jika seseorang mengabaikan bagian dirinya yang tidak stabil dan berubah-ubah, dia akan menikmati watak yang ceria dan menghadap ke depan. Sifatnya itulah yang menarik semua orang di sekitarnya, dan dia memiliki sisi kehidupan Party yang membangkitkan suasana hati yang membuat teman-temannya tersenyum.
"Dan dia suka jahil, tapi intinya, dia selalu memikirkan teman-temannya......"
Itu benar. Ada banyak hal tentang dirinya yang cerdik dan berbahaya. Seperti kecintaannya kepada sensasi dan keinginannya untuk sebuah hal. Tapi itu tidak berarti dia menempatkan orang dalam bahaya yang tidak perlu. Sebaliknya, dia memberiku banyak nasihat. Dan jika ada sesuatu yang perlu dikatakan, dia mengatakannya, tidak peduli betapa sulitnya mengatakannya atau betapa jahatnya dirinya.
"Dan dia seorang pemimpi, tapi ideal sebagai penjejalah Dungeon....."
Lastiara pasti seorang pemimpi karena lingkungannya tumbuh. Untuk menjadi pahlawan, dia secara alami dipersiapkan untuk menyukai cerita tentang pahlawan. Itulah mengapa dia sangat antusias dengan petualangan dan mengapa dia unggul dalam penjelajahan Dungeon lebih dari siapa pun.
"Dia sangat mirip denganmu, jadi karena itulah kalian bisa akrab...."
Aku memang akrab dengan Lastiara. Aku hanya mengambil sikap hati-hati karena ada alasan mengapa aku benar-benar tidak mampu untuk mati. Jika bukan karena itu, aku akan menjadi seperti dia—Pemimpi dan pecinta Game. Meskipun aku mengatakan sebaliknya, jauh di lubuk hatiku lebih dari mengerti dari mana hal tersebut berasal.
"Jadi aku mendapat kesan kakau kamu mungkin menyukainya. Tapi kamu sebenarnya tidak begitu, bukan, master? Kamu tidak menyukainya, benar?"
Apa aku menyukainya? Jika aku menempatkan tentang Dungeon di atas segalanya, masuk akal untuk mengabaikan Lastiara. Hal itu sudah menjadi niatku sejak awal, dan akibatnya, aku baru saja meninggalkannya. Tapi aku tidak melepaskannya tanpa berusaha membuatnya tetap tinggal. Aku enggan membiarkannya pergi. Apa itu karena aku menyukainya?
Memikirkan kembali, aku merasa aneh, sebagai anak laki-laki, aku tidak pernah memikirkan gadis yang sangat sempurna ketika aku pertama kali bertemu dengannya. Apa karena cara kami berpapasan membuatku kesal? Apa situasinya yang harus disalahkan? Apa itu sebabnya aku tidak bisa mengakui kalau aku tertarik kepadanya?
Tapi aku tidak bisa menyangkalnya sekarang, aku panik karena aku akan kehilangannya. Aku mati-matian memeras pikiranku untuk apapun yang bisa aku lakukan. Dan itu artinya.....
Itu artinya, seperti yang dikatakan Maria, aku menyukai Lasti—
Skill berikut telah diaktifkan : ???
Menstabilkan kondisi mental Anda dengan ganti sebagian emosi Anda.
+1.00 ke dalam Confusion.
Apa? Api di sekujur tubuhku padam, seolah-olah aku disiram air sedingin es. Jantungku yang berdegup kencang menjadi tenang, dan potongan-potongan informasi yang berputar-putar di kepalaku diatur dalam barisan yang rapi dan tersusun. Pada saat yang sama, aku menyadari kalau sesuatu yang menyebabkan jantungku yang berdebar kini telah hilang. Sesuatu yang penting. Dan skill "???" telah mengganti sesuatu itu dengan ketenangan yang tidak aku minta. Dengan kepala dingin, aku menganalisa situasi. Aku tahu apa itu "sesuatu". Dilihat dari apa yang kupikirkan sebelum terpicu, kemungkinan besar itu adalah kegilaan atau cinta atau sejenisnya. Dan pada tingkat intelektual, aku memahaminya. Tapi sekarang aku begitu tenang sehingga aku tidak bisa mempercayainya.
"Hah? Ha, ha ha, ha ha. Ha ha ha ha....."
Aku tertawa serak.
Aku tahu dua pemicu untuk skill "???" aktif. Salah satunya adalah ketika emosiku benar-benar keluar dari dalam diriku. Meskipun aku bertanya-tanya apa itu akan aktif kepadaku lebih awal karena itu, hal itu bukan pemicunya dalam hal ini. Aku tidak terlalu bingung. Faktanya, aku telah melakukan yang terbaik untuk memikirkan semuanya secara logis dan meluruskan situasi di pikiranku. Yang hanya menyisakan pemicu lain sebagai kemungkinan. Apa kau sedang berkata kalau hal itu membuatku bisa mati?
"Ha ha ha! Ha ha ha ha ha ha!"
Singkatnya, apakah skill "???" membuat penilaian kalau kegilaan atau cintaku atau apa yang telah di pertaruhkan dalam hidupku? Apa skill itu mencoba memberitahuku kalau jika aku menuruti perasaanku terhadap Lastiara, aku akan mati?
Itu sangat mungkin terjadi. Mungkin hal itu akan membunuhku. Tapi meski begitu! Meski begitu, mau tidak mau kau tidak bisa begitu saja mengambilnya dariku! Itu tidak benar!
Api dengan nama murka menyembur di dalam diriku. Perasaan itu adalah amarah yang meluap dari lubuk hatiku, dan itu cukup panas untuk merusak ketenangan yang skill "???" yang baru saja diberikan kepadaku. Tapi tingkat kemarahan yang belum pernah terjadi sebelumnya tidak memicu skill "???" terlepas dari kurangnya ketenangan yang baru aku temukan itu.
Oh, oke, jadi begitu. Jika aku memikirkan tentang perasaan cinta kekanak-kanakan atau apapun itu, hal itu akan di hilangkan, tapi jika aku merasa cukup marah untuk membunuh seseorang, hal itu dapat diterima. Benar-benar sebuah lelucon!
"A-Ada yang salah, master?" Maria tampak bingung; dia berdiri terpaku, wajahnya kaku.
Tapi hal itu bahkan tidak ada di radarku saat ini.
Kalau dipikir-pikir, waktu pertama kali bertemu Lastiara, skill "???" diaktifkan sekitar saat itu. Dan jika aku tidak salah, skill itu juga aktif saat kami bertemu untuk kedua kalinya. Pantas saja aku begitu lamban dalam mengungkapkan perasaanku kepadanya. Dan wajar saja jika perasaanku yang mulai tumbuh terhambat. Emosiku secara aktif terputus di akarnya. Jadi, menilai dari bagaimana kami bertemu, Lastiara dan aku adalah bencana.
Aku tertawa pahit. Aku tertawa karena amarah yang berlebihan, dan aku tertawa terbahak-bahak sehingga lambat laun aku menjadi lebih tenang.
"Ha ha..... Bukan apa-apa; Itu hanya sedikit lucu..... Kamu benar, Maria. Aku tidak suka Lastiara. Dan kamu mengatakan sesuatu yang benar."
"H-Heeh? Apa..... Apa itu benar?"
Maria terkejut. Rupanya, dia tidak benar-benar mengharapkan tanggapan itu. Dia segera memeriksa ekspresiku untuk menentukan kebenarannya. Tapi mencobanya sekuat tenaga pun, hal itu tetap sia-sia. Sesuatu yang terdeteksi seperti itu telah menghilang beberapa saat yang lalu.
"Lupakan tentang itu. Kamu baru saja mengatakan sesuatu yang menarik. Tentang bagaimana Lastiara dan aku itu mirip."
Skill Perception Maria benar-benar berguna. Skill itu memungkinkanku untuk mempelajari hal-hal tentang diriku yang bahkan tidak aku sadari.
"Ya, benar, aku–uhh, aku tidak tahu bagaimana mengatakannya dengan tepat, tapi inti kalian mirip. Dari apa yang aku rasakan, kalian berdua sempurna, seperti kalian telah diciptakan untuk seperti itu."
"Ha ha!"
Kesesuaian pernyataan itu! Tawa serakku meningkat. Dia sangat tepat sasaran, itu lucu. Karena jika Lastiara adalah manusia buatan yang dibuat oleh lingkungannya, maka aku juga manusia buatan yang menari mengikuti irama skill "???" dan Maria benar. Kami memang mirip satu sama lain.
"Begitu ya. Jadi kami mirip, ya?"
"Ya."
Tawaku membuat Maria takut. Bahkan skill Perception-nya pun tidak dapat memperoleh wawasan apapun tentang perubahan haluanku yang tiba-tiba atau apa yang aku pikirkan. Hal itu betapa anomalinya skill "???". Dengan kata lain, baik Lastiara dan aku berada pada tingkat ketidakstabilan yang sama. Dan sekarang aku punya perasaan kalau aku bisa mengerti bagaimana perasaannya sedikit. Yaitu, aku curiga kalau meskipun dia tahu kalau seluruh urusan ritual ini aneh, dia tidak memiliki perasaan apapun tentang itu. Itulah mengapa dia memprioritaskan tugas yang dibebankan padanya sejak lahir. Menjalani ritual itu telah menjadi satu-satunya landasan emosionalnya.
Lalu aku? Aku juga sama. Bahkan sekarang aku tahu kalau aku memiliki perasaan kepadanya, aku tidak bisa merasakan perasaan itu. Dan satu-satunya batu emosional yang tersisa untuk berdiri adalah pergi ke level terdalam dari Dungeon. Bukankah aku melakukan hal yang persis sama seperti dia dengan memprioritaskan "Tugas"-ku?
Tidak ada jalan kembali. Itulah yang dengan sangat penting kukatakan kepadanya. Yah, aku tidak bisa memberitahunya dengan baik dan kemudian menjadi begitu buta terhadap kekuranganku sendiri. Dan lebih dari segalanya, aku tidak melupakan kemarahanku terhadap skill "???"
"Maria, aku akan keluar sebentar. Aku akan kembali saat siang hari."
"Tunggu, heeh? Master, ke mana kamu akan—"
Meninggalkan Maria yang bingung, aku keluar melalui jendela. Tidak ada waktu untuk disia-siakan.
Aku tidak akan pergi ke Dungeon. Jadi ke mana aku harus pergi? Aku merenung dengan tenang, memasukkan amarahku ke dalam diriku sehingga skill "???" tidak akan aktif.
Aku bermaksud bertindak dengan asumsi kalau aku memiliki perasaan terhadap Lastiara. Namun, karena perasaan itu telah dirampok dariku, aku tidak bisa percaya diri dalam tindakanku. Aku tahu apa yang perlu aku lakukan, tapi aku benar-benar ingin seseorang memastikannya. Maria keluar, karena perasaan pribadinya menghalanginya untuk bersikap cukup objektif.
Itu sebabnya aku akan pergi menemuinya. Seseorang yang, tidak seperti kami, yang tidak stabil. Seorang teman dengan perasaan yang kuat.
◆◆◆◆◆
Aku melewati meja resepsionis rumah sakit dan berjalan ke ruang perawatan Dia tinggal. Lorong berventilasi baik telah diperbaiki, dan mempertahankan penampilannya sebagai lorong, meski hanya sedikit. Menyeberangi koridor yang tidak terlalu estetis, aku melangkah masuk ke kamar Dia.
Di sana aku tidak hanya melihat dia, namun juga tiga wajah lain yang kurang dikenal.
"Dia, kamu punya pengunjung?" Aku bertanya kepadanya. Dia sedang duduk di tempat tidurnya.
Aku menatap ketiga orang asing itu. Para orang asing mengenakan pakaian pendeta, dan Menu Sight-ku memastikan kalau class mereka terdaftar sebagai Priest, jadi tidak diragukan lagi. Di atas pakaian mereka yang bersih dan pucat, mereka mengenakan selendang bercorak stola yang menggantung di depan mereka.
"S-Sieg?! Tunggu, tolong tunggu sebentar!"
"Oke." Kataku dengan sangat tenang sebelum melangkah kembali ke koridor.
Kemarahanku masih ada, tapi karena skill "???" aktif sebelumnya, aku menenangkan diri. Aku senang aku tidak bertindak terburu-buru.
Aku menghabiskan beberapa waktu di lorong, dan setelah beberapa saat berlalu, ketiga pendeta itu keluar dan membungkuk kepadaku sebelum meninggalkan tempat itu, setelah itu aku memasuki kamar Dia lagi.
"Yo, Dia?"
Dia tampak tidak nyaman.
"Sieg, kamu hampir tidak pernah datang sepagi ini...."
Sepertinya dia tidak ingin aku melihat hal itu sekarang. Itu jelas, Dia memiliki keadaannya sendiri untuk dihadapi. Aku samar-samar menyadari fakta itu sejak dia dan Lastiara memberitahuku kalau mereka adalah kenalan.
"Apa orang-orang itu adalah pendeta Whoseyards?"
"Urgh..... Mereka bukan dari Whoseyards, tapi kurasa bisa dibilang kalau itu mirip."
"Jika kamu tidak ingin mengatakannya, kamu tidak perlu melakukannya."
"Err, tidak, tidak tidak, bukan begitu..... Orang-orang itu adalah pendeta dari negaraku, dan mereka datang ke sini untukku." Dia terus terang. Dia pasti mengira dia tidak bisa menyembunyikannya lagi.
"Mereka datang ke sini untukmu?"
"Maaf aku tidak pernah memberitahumu. Aku adalah tokoh penting di negaraku, dan aku sedang dalam pelarian."
Dia, sosok penting di negara lain. Hal itu bisa diperkira. Dia pasti terlahir istimewa dalam beberapa hal. Tidak ada penjelasan lain tentang bagaimana bakatnya bahkan melampaui Lastiara, karena dia sendiri adalah homunculus yang dibuat sesempurna mungkin. Dia mungkin mengira dia memukulku dengan fakta yang mengejutkan, namun bagiku, itu adalah fakta yang masuk akal.
Aku tidak tahan melihat ekspresi bersalah di wajahnya, jadi aku menjawab dengan ramah.
"Begitu ya. Tapi jangan khawatir, itu bukan masalah besar bagiku. Apapun yang terjadi, kamu akan selalu menjadi Dia bagiku."
"Sieg!" Dia menatapku, tampak terharu. Dia mungkin mengharapkanku untuk memarahinya.
Sementara itu, aku tidak punya waktu untuk mengkhawatirkan hal itu. Aku mempercepat pembicaraan.
"Jadi, apa kamu perlu kembali ke negaramu sekarang atau semacamnya?"
"Yah, itu benar, tapi tidak dalam waktu dekat. Mereka benar-benar membuatku muncul di ritual pada Hari Blessed Birth besok. Aku menerima permintaan untuk mewakili sekte tertentu, jadi....."
Aku cukup terkejut kalau Dia berada di posisi yang lebih tinggi daripada yang bisa aku duga, mengingat ketika aku bertemu dengannya, dia menderita dan kelaparan. Kesan pertama benar-benar penting.
Aku menahan keinginan untuk bertanya lebih banyak tentang permintaan itu dan tetap bersikap seperti biasanya untuk saat ini.
"Apa kamu akan kembali ke negaramu setelah melakukan hal itu? Apa ada yang bisa aku lakukan untuk membantumu?"
"Aku tidak akan kembali. Aku memutuskan untuk mencoba menjadi kaya di sini. Dan aku juga tidak akan memintamu untuk membantuku membujuk orang-orang itu. Aku tidak ingin merepotkanmu. Aku ingin mencoba mengurusnya hal-hal ini sendiri untuk saat ini."
Kami sangat jauh dari anak-anak kecil konyol di masa lalu. Kalau saja kami begitu jujur dengan diri kami sendiri sebelumnya. Kalau saja kami sudah menentukan ini sebelumnya.
"Aku mengerti. Bisa dibilang, aku mau membantu di mana aku bisa, jadi jika ada sesuatu yang datang, jangan ragu untuk bertanya kepadaku dan aku akan membantu."
"Tentu. Makasih, Sieg."
Pembicaraan tentang masalah yang dihadapi Dia berakhir dalam beberapa detik. Tentu saja, aku tidak membayangkan kalau sejauh itulah yang membebani pundaknya. Terlepas dari itu, aku mungkin telah menyelesaikan hal-hal yang aku bisa pada saat itu. Sekarang saatnya berbicara tentang Lastiara.
"Jadi, aku minta maaf telah mengungkapkan hal ini kepadamu ketika kamu berada di posisi yang sulit."
Kataku kepada Dia.
"Tapi ada sesuatu yang ingin aku tanyakan kepadamu."
"Sesuatu yang ingin kamu tanyakan kepadaku?"
Dia tetap tidak terpengaruh oleh pengaruh faktor luar, tidak seperti aku atau Lastiara, dan dia tidak terkurung oleh perasaan pribadinya seperti Maria. Yang terpenting, dia adalah teman yang paling bisa kupercayai di dunia ini.
"Ini tentang Lastiara."
Tujuanku mengunjungi Dia kali ini adalah untuk meminta nasihatnya. Aku dengan cepat menceritakan semua poin utama tentang Lastiara dan Hari Blessed Birth, dan Dia mendengarkan dengan tenang.
Dia mengangguk dengan mudah.
"Begitu ya...."
Bukannya seperti dia tidak tahu tentang Hari Blessed Birth. Dia tidak mempertanyakan kalau apa yang aku katakan itu benar.
"Aku berpikir kalau sumber dari perilaku tidak biasa Lastiara bukan hanya karena asuhannya. Dia juga harus memiliki semacam sihir mental. Mantra yang diucapkan berulang kali sejak dia masih kecil."
Katanya, tidak peduli seberapa buruk situasi Lastiara.
"Jika tidak, dia tidak akan sekeras itu.”
Dia berpengalaman dalam sihir suci, dan sepertinya sihir tertentu muncul di benaknya. Tapi aku telah melihat menu Lastiara, dan paling tidak, sepertinya tidak ada sihir yang dilemparkan kepadanya yang akan menyebabkan Condition muncul. Satu-satunya hal yang menonjol adalah skillnya "Doll Body" dan "Pseudo-Divine Eyes".
"Jika sihir mental dilemparkan ke Lastiara, bisakah kamu menghilangkannya?"
"Nah, jangan berpikir begitu. Jika itu mantra sederhana, aku akan menyadarinya saat kami bertemu dan menghilangkannya untuknya. Aku pikir itu adalah formula sihir yang merasuki tubuhnya pada level daging dan darah. Para atasan di Whoseyards dapat menangani hal semacam itu tanpa mengedipkan mata."
Dia menyatakan seolah-olah dia telah melihatnya sendiri.
"Kalau begitu, karena hal itu, aku harus menyerah pada gagasan untuk menghilangkan mantra itu, ya?"
"Mereka memang harus menghilangkannya sendiri sebelum ritual untuk memanggil Saint Tiara ke dalam tubuhnya. Aku tidak melihat mereka memanggil Saint yang dibanggakan itu ke dalam tubuh yang menderita sihir mental yang menyebabkan dia menganggap enteng kelangsungan hidupnya sendiri."
"Sebelum ritual, katamu....."
Jadi idealnya, aku akan membawanya keluar dari sana tepat sebelum ritual. Jika itu terbukti di luar kemampuanku, aku tidak punya pilihan selain meminta bantuan seseorang yang tahu cara menghilangkan sihir itu atau sejenisnya.
"Jadi apa yang akan kamu lakukan, Sieg? Aku akan membantu. Secara fisik aku sudah kembali normal."
Dia tidak ragu untuk memberikan bantuannya kepada seorang teman bahkan ketika dia sendiri berada dalam posisi yang sulit, yang memberikan gambaran betapa baiknya Dia sebagai manusia.
Sayangnya, aku tidak benar-benar memiliki jawaban untuk pertanyaan itu. Tepatnya, skill "???" itu, telah mengambil jawabannya dariku.
"Dia, bisakah aku mengajukan pertanyaan aneh kepadamu?"
"Eh, tentu."
"Apa yang akan kamu — tidak, apa yang akan dilakukan orang normal? Apa hal ini adalah tempatku untuk bertindak dan menyelamatkannya?"
Aku harus bertanya kepadanya; Tidak memikirkan apapun tentang pemikiranku. Aku tidak bisa lagi mempercayai kesimpulanku sendiri, karena di mataku, kesimpulan itu bukan milikku. Kesimpulan itu hanya milik skill "???" yang memanipulasiku.
"Tunggu, Heeh? Apa yang akan dilakukan?"
"Ya. Aku memiliki tugas yang harus aku prioritaskan di atas segalanya. Haruskah aku pergi menyelamatkan Lastiara meskipun begitu?"
Dia terkejut; dia menatapku seperti aku telah menumbuhkan kepala ekstra. Tapi setelah jeda singkat, dia menjawabku dengan ekspresi tulus dan semangat di matanya.
"Hmm, umm...... Jika aku berada di posisimu, bahkan jika aku memiliki sesuatu yang harus kuprioritaskan, jika ada seseorang yang tak tergantikan bagiku, aku akan menyelamatkannya. Jadi, aku cukup yakin akan melakukannya. Tapi itu aku. Aku tidak tahu apa itu yang akan dilakukan oleh orang normal."
Dia, seperti biasa, adalah anak yang penyayang. Sekarang aku tahu kalau dia akan menyelamatkannya — namun dia juga memberitahuku kalau dia tidak tahu apakah itu "normal". Dia memberiku lebih banyak hal untuk di serap, tapi itu masih tidak cukup, yang membuatku tidak punya pilihan lain. Aku harus lebih menanyakannya lagi.
"Kalau begitu, jika, secara hipotetis, aku menyukai Lastiara, haruskah aku menyelamatkannya?"
"Heeh?"
"Seperti yang aku katakan, jika aku menyukai Lastiara, haruskah aku menyelamatkannya?"
"Tunggu, tunggu sebentar." Katanya, bingung.
"Apa..... Apa kamu menyukai Lastiara?"
Aku tidak bisa menyalahkannya karena terkejut, karena tiba-tiba ditanyai hal itu.
"Tidak, aku tidak menyukainya. Itu hanya hipotetis. Apa yang harus aku lakukan jika begitu?"
"Oh, ok. Ini adalah jika—Hipotetis. Kalau begitu, bukankah kamu harus pergi menyelamatkannya? Maksudku, jika kamu menyukainya, maka betapa pun mendesaknya hal lain, wajar saja jika kamu berpikir kalau kamu harus menyelamatkannya. Tapi itu, jika kamu menyukainya. Ini untuk skenario hipotetis itu!"
Dia menjawab tanpa ragu-ragu.
Aku tahu itu. Hal itu sangat normal untuk pergi menyelamatkan seseorang yang disukai. Itu sebabnya skill "???" milikku telah menghapus perasaan itu. Hal itu pasti karena pergi ke Katedral untuk menyelamatkannya akan mempertaruhkan nyawaku.
"Aku mengerti. Baiklah, aku sudah mengambil keputusan. Aku akan pergi menyelamatkannya."
Pemikiranku sejalan dengan pendapat Dia sendiri, yang menguatkan tekadku.
"Heeh?"
"Terima kasih, Dia. Aku akan pergi ke katedral di Whoseyards."
Aku berdiri tanpa ragu-ragu. Sebenarnya, mungkin aku tidak pernah berpikiran dua kali sejak awal. Mungkin aku sudah tahu apa keputusan yang benar selama ini. Meninggalkan seseorang yang disukai untuk mati bukanlah hal yang biasanya dilakukan siapa pun. Tentu saja tanggapan yang tepat adalah menyelamatkan seseorang yang kusukai, menjejalah ke seluruh Dungeon, dan kembali ke keluargaku dengan rasa bangga di hatiku.
"Tunggu, Sieg! Ini.... Ini.... Ini terlalu mendadak! Tidak ada gunanya bahkan jika kamu pergi sekarang! Aku baru saja memberitahumu, mereka akan menghilangkan sihir mentalnya tepat sebelum ritual! Jika kamu mencoba menyelamatkannya secara paksa, ada kemungkinan dia akan melawanmu! Itu pasti sebabnya orang bernama Hine itu sangat khawatir! Bagaimana jika, setelah kamu menyelamatkannya, dia bilang dia akan menghadiri ritual apapun yang terjadi? Apa kamu punya rencana untuk itu?!"
"Ah." Dia benar.
Itulah alasan Hine-san rela memotong kakiku jika itu berarti dia bisa menyeret Lastiara ke luar negeri. Jika aku mencoba menyelamatkannya saat itu juga, hal itu datang dengan kemungkinan dia menolaknya.
Setelah melihat ekspresi bodoh "Ah" di wajahku, Dia menghela napasnya.
"Mau bagaimana lagi." Kata Dia sebelum menambahkan.
"Pesan diterima. Kamu serius ingin menyelamatkan Lastiara. Aku mengerti, jadi..... Tunggu aku sebentar. Tetaplah di sana—Aku yang akan menyelamatkannya."
Dia membuat pernyataannya, bertekad untuk membuktikan kalau dia sama sekali tidak kalah denganku.
"Hah? Tapi mengapa?"
"Aku bisa hadir di ritual sampai selesai. Mereka akan lengah saat ritual akan selesai, yaitu saat aku akan menghancurkan katedral. Dan kemudian aku akan mendekati Lastiara dan menanyakan apa yang sebenarnya dia inginkan. Jika dia ingin lari, kami akan langsung lari ke tempatmu, kami berdua."
Itu adalah rencana yang sangat berani dan sembrono, namun tidak dapat disangkal kalau itulah satu-satunya saat sihir mental yang menguasai dirinya akan dibatalkan.
"Jika kita berhasil." Dia melanjutkan.
"Maka Lastiara dan aku akan menjadi buronan dari Whoseyards...... Jadi mari kita lari ke negara lautan Greeard di selatan. Kita bisa pergi ke Dungeon sebagai tim dari sana."
Aku tidak mengerti mengapa Dia rela bertindak sejauh itu. Apa Dia dan Lastiara lebih dekat dari yang aku duga? Itu tampak aneh bagiku.
"Kurasa kamu bisa mengatakan aku mungkin juga, karena aku sedang dalam pelarian."
Kata Dia tampak malu-malu.
"Maksudku, jika aku berteman dengan orang yang melakukan hal yang sama seperti Lastiara, hal itu akan terbayar."
"Tapi jika kamu menyelamatkan Lastiara, kamu akan mendapat lebih banyak musuh juga. Dan musuh yang kuat untuk itu juga. Apa kamu benar-benar memiliki tekad untuk menyelamatkannya bahkan jika kamu akhirnya memusuhi seluruh negara?"
"Tekad? Oh, aku sudah punya itu. Kita sedang berbicara tentang seseorang yang membuatmu bertindak sejauh itu, jadi tentu saja dia adalah seseorang yang perlu diselamatkan di mataku juga. Ini bukan apa-apa. Penjelajahan Dungeon kita baru saja dimulai, Sieg!" Kata Dia sambil tersenyum lebar.
Salah satu impian Dia adalah menjadi kaya dengan Dungeon, namun dia bersedia menyelamatkan Lastiara bahkan jika hal itu menimbulkan lebih banyak rintangan di jalan mimpi itu. Hatinya yang besar membuatku terpesona, dan itu mengingatkanku betapa lemahnya hatiku. Aku merasa malu dengan kecenderunganku untuk memprioritaskan diri sendiri daripada orang lain. Dia adalah bintang yang terang dan mempesona, dan aku ingin menjadi sepertinya. Aku menirunua dengan memasang senyuman yang lebar di wajahku.
"Terima kasih, Dia. Tapi kamu tidak harus melakukan itu. Aku yang akan melakukannya."
"Kamu yang akan melakukannya?"
"Ya. Karena menculik Lastiara adalah tugasku. Aku akan melompat tepat sebelum ritual selesai dan membawanya pergi. Aku akan menjadi pembuat onar di penghujung hari. Aku tidak akan membuatmu melakukan pekerjaan kotorku."
Jawabanku mengandung keyakinan yang aku lihat pada Dia, betapapun palsunya keyakinan itu.
"Aku tahu kalau kamu memang seperti itu, Sieg."
Jawabnya. Seperti biasa, dia memiliki kepercayaan yang berlebihan kepadaku.
Banyak yang telah terpotong, namun akhirnya, rencana tindakanku telah dibuat. Aku punya waktu luang, jadi aku memutuskan untuk meminta informasi sebanyak mungkin tentang Katedral. Namun, Dia sendiri tidak tahu banyak tentang itu. Menjadi tamu kehormatan, dia tahu sedikit tentang pengaturan ritual dan tata letak bangunan dan tidak ada yang lain. Namun memiliki intel sebanyak itu membuat semua perbedaan. Aku sekarang tahu tempat dan waktu bagiku untuk masuk.
Namun, melihat ekspresi Dia, sepertinya dia tidak ingin membebaniku dengan segalanya. Aku berulang kali mengingatkannya kalau dia tidak perlu memaksakan diri untuk membantuku, namun aku tidak tahu seberapa jauh Dia akan mendorong dirinya sendiri keesokan harinya.
Pada perilaku khas Dia itu, aku tidak bisa menahan senyum masamku. Mungkin jika aku jujur dan setangguh dia, aku mungkin bisa menghasilkan hasil yang berbeda. Namun sampai sekarang, aku hanya bisa melakukan apa yang harus aku lakukan. Setelah Dia dan aku selesai memberitahu satu sama lain, aku segera meninggalkan ruang perawatan rumah sakit itu dan menuju perbatasan. Saatnya melihat "Katedral" tempat Lastiara menjalani ritual dengan mata kepalaku sendiri.
◆◆◆◆◆
Katedral Whoseyards. Struktur yang sangat besar dan menakjubkan adalah salah satu simbol bangsa. Katedral itu juga penting karena mengawasi institusi publik Whoseyards.
Kata "Katedral" membuatku membayangkan sebuah gereja bergaya barat namun lebih besar. Pada kenyataannya, hal itu sama sekali berbeda. Jika aku harus menggambarkannya, tempat itu lebih merupakan benteng daripada apapun. Luasnya sekitar tiga kali Tokyo Domes, dan dikelilingi oleh sungai buatan. Lebih jauh ke dalam, terdapat lebih banyak penghalang berupa tumbuhan runjung tinggi dan pagar besi. Dinding air, pepohonan, dan besi menyembunyikan interiornya.
Terletak di dalam tempat yang tinggi itu menjulang sebuah bangunan yang baik dan benar-benar sebuah benteng tersendiri. Untuk memasuki benteng pusat, seseorang harus menyeberangi jembatan gantung besar yang membentang di atas parit buatan manusia.
Tempat itu benar-benar benteng kastil. Untuk memasuki kastil pusat, seseorang harus melewati jembatan tarik besar di atas sungai buatan. Dan karena hanya ada satu jembatan angkat, maka hanya ada satu pintu masuk.
Jembatan angkat raksasa, yang menurutku lebarnya sekitar lima puluh meter, digantung di atas parit untuk beberapa waktu. Aku pernah mendengar kalau mereka tidak pernah menaikkan jembatan tarik itu, jadi sepertinya tidak perlu khawatir dipaksa menyeberangi sungai tanpa bantuan jembatan.
Di sisi lain, alasan itu tidak dinaikkan adalah karena dijaga ketat. Lusinan Ksatria penjaga selalu siap, melindungi jembatan. Selain itu, sebuah gerbang besar telah dipasang di tengah, dan kedua ujung gerbang memiliki platform yang ditinggikan. Ada sebuah pondok di dekat jembatan yang berfungsi sebagai garnisun para Ksatria. Jelas, mereka bersemangat untuk tidak membiarkan orang yang mencurigakan masuk.
Haruskah aku menyerbunya melalui gerbang utama, atau haruskah aku menyeberangi sungai dan pagar itu? Aku meletakkan tanganku di dagu, menjalankan skenario untuk hari berikutnya di kepalaku. Saat itulah Dimension menangkap tulisan yang aneh. Mudah untuk mengetahui siapa sosok yang bersuhu tinggi ini.
"Sedang melakukan yang terbaik, bukan begitu, Sieg?"
Suara Alty menghampiriku dari belakang.
"Apa itu kamu, Alty? Apa kamu punya urusan denganku?"
"Aku tahu keadaanmu. Aku datang ke sini untuk menanyakan sesuatu kepadamu."
Katanya, tatapannya tajam.
Mungkin dia sudah mendengar semua tentang Lastiara dari Dia atau Maria. Mungkin dia mengetahuinya melalui kemampuan mengupingnya yang hebat itu.
"Menanyakan apa?"
"Mengapa kamu mencoba menyelamatkan Lastiara? Karena jika itu cinta, aku siap membantu."
Dia, seperti biasa, adalah penggila romansa. Dia ingin membuat segalanya tentang urusan romansa dengan cara apapun. Memang, kali ini, dia benar. Atau hampir.
Aku memikirkannya sejenak sebelum menggelengkan kepala.
"Hal ini bukan sesuatu yang seindah cinta yang mendorongku sekarang. Motifku lebih sederhana dari itu."
Cinta? Perasaan itu benar-benar hilang sekarang, dan aku tidak dapat mengatakan kalau apa yang sudah tidak ada lagi itu mendorongku untuk bertindak. Jika aku melakukannya, aku akan tidak menghormati Lastiara, dan aku sendiri tidak akan bisa menerimanya. Dorongan pada saat itu adalah sesuatu yang tidak terlalu rumit daripada perasaan semacam itu.
"Sungguh? Apa kamu ingin memberitahuku apa motif sederhanamu itu?"
"Ada sesuatu yang menempel kepadaku. Aku tidak tahan dipermainkan lagi, jadi aku akan memutuskan belenggu yang mengikatnya. Hanya hal itu yang ada untuk ini."
Pada dasarnya, aku kehilangan kesabaran ketika harus diremehkan oleh dunia ini—oleh skill, sihir, budaya, dan semua sampah itu. Aku sangat muak. Aku marah. Itulah alasanku melawan skill "???" yang diberikan untukku. Aku akan menyelamatkan Lastiara, dan kami akan menjelajah ke Dungeon bersama Maria dan Dia.
"Hrm. Aku tidak bisa bilang kalau aku mengerti, tapi.... Jika kamu memberitahuku itu pasti bukan cinta, aku akan kesulitan membantumu, mengingat aku hidup dan bernapas untuk cinta."
"Aku tidak membutuhkanmu untuk melakukan sesuatu secara khusus. Jika seseorang mengetahui tentangmu membantu kami, itu akan menempatkan kami di posisi yang berbahaya. Jika kamu ingin membantu, bantu saja aku di Dungeon dan bukan di kota, oke?"
"Hrm, baiklah, baiklah. Aku tidak ingin melakukan apa pun yang merugikan hewan peliharaanku, Mar-Mar. Aku akan tetap menjadi pengamat saja kali ini."
Alty menangkap dengan cepat, itu bagus. Dia masih memiliki ekspresi ramah di wajahnya ketika dia menambahkan.
"Karena itu, aku tidak bisa membiarkanmu mati karenaku. Setiap kali kamu merasa dalam bahaya, cukup nyalakan api. Selama ada api di sekitar, setidaknya aku bisa menyelamatkanmu. Aku akan siaga besok, jadi kamu bisa memanggilku kapan saja." Dengan itu, dia berbalik.
"Terima kasih, Alty."
"Kamu tidak harus berterima kasih kepadaku. Kita adalah partner dalam kejahatan."
Tapi suaranya—Gemetar. Bukan dari perasaan negatif seperti kesedihan juga. Aku tahu suara itu gemetar dari sukacita. Dia tertawa, meskipun samar.
"Heh heh heh. Ini tidak akan lama lagi. Sedikit lagi....."
Alty menghilang, senyum aneh itu tidak pernah lepas dari wajahnya. Aku merasa agak mencurigakan, namun aku tidak punya waktu untuk menyelidikinya. Aku harus beralih ke urutan urusanku berikutnya.
Hal pertama yang harus dilakukan, aku harus pergi ke kota untuk membeli alat dan senjata yang akan aku gunakan keesokan harinya. Setelah mengisi Inventory-ku, aku menuju ke perpustakaan, di mana aku membaca sejumlah buku tentang Whoseyards dan Festival Blessed Birth. Sayangnya, aku tidak menemukan informasi baru yang sangat penting. Menyerah karena hal itu, selanjutnya aku mencari buku-buku tentang sihir.
Ada peluang bagus kalau aku harus bertarung. Tidak hanya itu, pertarungannya akan melawan kerumunan besar sesama manusia. Karena itu, aku mencari contoh mantra yang aku perlukan. Tentu saja, membaca sebanyak apapun tidak akan memungkinkanku untuk mendapatkan sihir itu, namun aku terjun ke dalam buku tebal untuk mencari informasi terlepas dari itu, membakar detail mantra yang aku lihat ke dalam kepalaku.
Untuk tujuan apa, kalian mungkin bertanya? Aku akan menciptakan sihir.
Maria dan Franrühle pernah berkata di masa lalu kalau sihir bukanlah sesuatu yang bisa dibuat dari ketiadaan. Saat itu, aku tidak memperdebatkan hal itu. Namun, sebenarnya, aku telah mendapatkan banyak mantra. Dimension : Calculash. Layered Dimension. Ice Arrow. Snowmension. Ice Flamberge. Tentu, itu hanya penerapan berbeda dari mantra yang masih ada, namun aku telah membuat tidak kurang dari lima mantra.
Maria mengatakan kalau membuat mantra baru adalah sebuah cerita dongeng. Sepertinya, satu-satunya orang yang bisa menciptakan sihir adalah individu tunggal seperti para pahlawan yang muncul dalam cerita semacam itu. Namun jika kalian bertanya kepadaku, dubia ini seperti dongeng.
Setelah membaca buku tentang sihir, aku keluar dari perpustakaan. Saat aku berjalan melewati kota, aku membuat konsep mantra baru di kepalaku.
"Aku salah satu dari individu-individu tunggal itu. Aku tahu itu. Spellcast : Dimension. Spellcast : Frezee."
Kataku pelan, menggabungkan kedua mantra itu menjadi satu.
Yang tersisa hanyalah memvisualisasikan. Itulah alasanku mempelajari begitu banyak mantra yang berbeda. Membuat mantra baru dari awal sangatlah sulit. Memvisualisasikan mantra yang sudah ada sebelumnya, di sisi lain, adalah cerita yang berbeda. Hal itu sudah dibuktikan. Aku dengan hati-hati dan sengaja menyempurnakan mantra itu, mencampurnya saat aku semakin dekat dengan gambaran di mata pikiranku. Idealnya, aku ingin berlatih dalam kenyamanan rumahku sendiri, namun semakin banyak waktu yang aku miliki untuk berlatih, semakin baik.
Akibatnya, jalan yang aku lalui sedikit membeku. Pada awalnya, pembekuannya sangat ringan sehingga seseorang tidak dapat melihatnya tanpa menatap, namun saat aku sampai di rumah, es kecil tumbuh dari langkah kakiku. Penciptaan mantra es brutal ini ada dalam genggamanku.
Perhatian nomor satuku setelah kembali ke rumah adalah Maria. Aku terbawa oleh impulsif dan persiapan untuk rencanaku menculik Lastiara, meninggalkan Maria yang malang sendirian dan terabaikan. Tapi bertentangan dengan ekspektasiku, dia terlihat sama seperti biasanya.
"Selamat datang di rumah, master."
Seperti biasa, dia menyiapkan makan malam, jadi kami makan bersama sambil mengobrol tentang hal yang tidak istimewa. Aku mencoba memilah-milah kondisi mental Maria namun akhirnya menghentikan diriku sendiri. Jika memungkinkan, aku ingin menunda masalah Maria sampai Lastiara kembali. Aku dengan tenang sampai pada kesimpulan kalau lebih baik membiarkan masalah itu berbaring untuk saat ini. Berbeda dengan Lastiara, tidak ada yang akan mati jika aku tidak segera menyelesaikan situasi Maria. Ada kesenjangan prioritas yang besar di sana. Aku bermaksud memfokuskan seluruh perhatianku kepada rencana penculikan Lastiara.
Malam tiba. Aku bersembunyi di kamar tidurku dan kembali berlatih mantra dari sebelumnya, berlatih dan berlatih dan berlatih melalui trial and error sampai MP-ku terkuras. Aku terus melakukannya sampai kelopak mataku bertambah berat.
Aku akan menyelamatkanmu, Lastiara.
Dengan sumpah itu, aku tertidur.
◆◆◆◆◆
Hari Blessed Birth telah tiba.
Aku bangun sebelum fajar dan memeriksa bagaimana keadaan fisikku. Hal itu sebagian karena ritme tidurku sudah terbiasa, namun juga karena kegugupanku.
Rencanaku adalah berangkat saat fajar. Menurut apa yang Dia katakan kepadaku, ritual itu akan berakhir sebelum tengah hari, karena mereka akan membuka tabir Saint Tiara yang baru turun pada siang hari. Karena itu, rencanaku harus dimulai pagi-pagi sekali.
Aku menggunakan waktu luang terakhirku untuk pergi ke ruang tamu untuk sarapan ringan, hanya untuk terkejut melihat Maria berdiri di sana. Aku telah mengatakan kepadanya kalau aku tidak akan melakukan apapun. Pada waktu makan malam sebelumnya, kami menghabiskan makanan kami tanpa membicarakan sesuatu yang penting. Akibatnya, aku tidak menyangka akan bertemu dengannya saat itu juga. Rencananya adalah membawa kembali Lastiara sebelum Maria bangun. Aku telah memukul halangan dari lompatan.
Maria menatapku, sama tanpa ekspresi seperti sebelumnya.
"Kamu akan pergi setelah semua itu.... bukan.... Master......"
Maria menyadari itu semua. Aku meremehkan ketajaman intuisinya. Dia pasti begadang menungguku setelah meramal niatku. Sekarang setelah sampai pada hal ini, aku tidak bisa tetap bungkam.
"Ya. Aku akan segera kembali dengan Lastiara, jadi bisakah kamu menungguku di sini?"
Maria tetap tanpa ekspresi; Dia tidak mengatakan apa-apa. Sementara aku pikir itu aneh, aku terus berjalan.
"Setelah kami kembali, kami berencana untuk melarikan diri ke negara lain. Bagaimana denganmu—"
Apa yang akan kamu lakukan?
Aku menginterupsi diriku sendiri. Dengan cara seperti itu membuatnya terdengar seolah-olah tidak masalah bagiku apa yang dia lakukan. Mempertimbangkan perasaannya, menanyakan hal itu terlalu tidak berperasaan.
"Bagaimana kalau kamu ikut dengan kami? Kita akan kabur, kita bertiga."
Ekspresi kosong di wajahnya tetap tidak berubah.
"Melarikan diri? Bagaimana dengan rumahnya?"
Rumah? Aku tidak mengharapkan pembicaraan tentang rumah itu. Di mataku, rumah ini tidak lebih dari tindakan sementara, tapi mungkin bagi Maria rumah itu lebih dari itu.
"Sayangnya, kupikir kita tidak punya pilihan selain mengabaikannya. Memang sia-sia, aku tahu itu....."
Akhirnya, ekspresinya berubah.
"Tidak..... Tidak, aku tidak mau."
Itu adalah ekspresi yang belum pernah aku lihat sebelumnya. Bahkan ketika dia menjadi budak. Dia gemetar, dan dari raut wajahnya, hal itu seperti adalah akhir dunia baginya.
"Heeh?" Aku pikir kami sedang melakukan percakapan yang tenang, namun tanggapanku sia-sia. Hal itu hanya memperburuknya.
"Tolong jangan pergi, master. Aku mohon padamu, tolong jangan pergi!"
Maria memohon, meringis. Itu adalah pertama kalinya dia menghalangi apapun yang aku lakukan.
"Maria..... Apa yang sedang merasukimu?"
"Jika kamu pergi, aku tidak pernah bisa bersamamu. Kamu akan membiarkanku mati membusuk."
Ekspresi Maria terus menggelap hingga akhirnya mencapai titik kegilaan tak terduga yang tak berbeda seperti Lastiara di masa lalu.
"Ayolah, Maria, tenanglah. Aku bilang kita akan kabur bersama, bukan? Aku berjanji tidak akan meninggalkanmu. Bagaimana bisa aku meninggalkanmu seperti itu?"
"Pembohong. Bahkan jika kita melarikan diri, kita bertiga, aku tahu pada akhirnya aku tidak benar-benar ada di sana. Tidak masalah apa aku ada di sana atau tidak. Dan aku tidak bisa menerimanya."
Pembicaraan berputar-putar ini mirip dengan percakapanku dengan Lastiara yang membuatku pusing, karena aku tidak bisa mengikutinya yang melompat pada kesimpulan. Maria sedang tidak waras, dan aku mencari penyebabnya sambil terus berbicara.
"Kenapa kamu pergi menyelamatkan Lastiara-san? Aku pikir kamu tidak menyukainya atau semacamnya?"
Apa ini hasil dari kecemburuan? Tapi kepribadian Maria lebih berkepala dingin dan gigih dari itu. Melihatnya meletus seperti ini terasa tidak seperti dirinya. Mungkin perasaan romantisnya sudah meluap karena ada masalah dengan perilakuku. Tapi semua orang menganggap perasaan sukanya itu sebagai sesuatu yang kecil. Apa yang membuatnya merasa begitu terpojok?
"Apa maksudmu, dengan kenapa? Dia salah satu dari kita, bukan? Kita membutuhkannya untuk menjelajah di Dungeon ke depannya. Aku tidak mampu untuk meninggalkannya."
"Menjelajah Dungeon ke depannya? Berapa lama kamu berencana untuk menjelajah?!"
Akhirnya, Maria mulai meninggikan suaranya.
"T-Tenanglah, Maria, aku mohon!"
"Jika kamu pergi, maka aku yakin Lastiara-san akan terselamatkan! Dan jika itu terjadi, itu akan sama seperti sebelumnya! Aku tidak ingin mencapai kedalaman bodoh dari Dungeon bodoh itu! Tidak pergi ke Dungeon tidak akan membunuhmu, kan?! Jika kamu menjalani kehidupan yang tenang dan menyenangkan di sini, di rumah ini, hal itulah yang kamu butuhkan!"
Maria berteriak, memuntahkan semua keluhannya yang terpendam.
Aku tidak bisa mengakui itu. Keinginan itu bertentangan dengan tujuanku di dunia ini dan alasanku tinggal di sini. Untuk mengomunikasikan niatku kepadanya, aku sekali lagi mencoba menenangkannya.
"Aku tidak bisa melakukan itu, Maria. Aku tidak bisa menyimpang dari mengincar ke level terdalam Dungeon. Aku berada di Aliansi Dungeon hanya untuk alasan mencapai level terdalam, jadi—"
"Ya, Ya, itu hanya keserakahan! Kamu tidak perlu mencapai kedalaman! Kamu bisa mendapatkan uang dengan mudah dan aman di sekitar level 10 dan menjalani kehidupan yang normal dan bahagia! Itu yang aku mau! Dan Lastiara-san tidak diperlukan seperti itu, kan?!" Maria mengamuk.
Dia jelas bukan Maria yang kukenal. Dengan tekad yang muram, aku mendekat dan mencengkeram bahunya. Lalu aku menatap lurus ke matanya.
"Dengar, Maria, ini bukan tentang itu! Kalau begini terus, Lastiara akan mati! Itu sebabnya aku harus menyelamatkannya! Apa kamu baik-baik saja kalau Lastiara mati, Maria?!"
Mata buram Maria terbuka lebar. Mungkin api dalam kata-kataku telah membujuknya; Aku bisa merasakan ketegangan di tubuhnya berangsur-angsur mereda melalui tanganku. Dia dengan lemah menurunkan matanya.
"Lastiara-san orangnya baik. Aku tidak ingin dia mati."
"Lihat? Jadi kita harus pergi menyelamatkannya. Bagaimanapun juga, dia adalah rekan kita."
Aku tahu tubuh Maria santai. Bagus. Maria sudah tenang sekarang—
"Rekan kita? Itu sebabnya? Kamu mempertaruhkan nyawamu untuk menyelamatkannya hanya karena dia 'rekan' kita?"
"Uh, ya."
Tubuh Maria memancarkan tekanan yang aneh. Mendeteksi kalau kekuatan ini tidak lain adalah energi sihir, aku mundur setengah langkah.
"Ya, itu benar. Karena dia 'Rekan kita.' Itu bohong. Siapa yang akan mempertaruhkan hidup mereka hanya untuk itu? Tidak akan ada yang mau. Dengar, aku tahu. Aku mengerti. Kamu hanya ingun menunjukkan sisi baikmu kepadanya, kan?!" Maria berteriak, api menyembur dari tubuhnya.
"Kamu ingin pamer, tapi hanya kepadanya, tidak pernah kepadaku, kan?! Meskipun saat dia tidak ada dalam masalah, kamu akan berusaha terlihat baik untukku!!!"
Aku segera mundur, menyilangkan tangan untuk melindungi wajahku dari kobaran api. Dan kemudian, melalui celah di antara lenganku yang bersilang, aku melihat Maria membuat pedang api, yang dia pegang saat dia mendekat dengan perlahan dan tenang.
Ini adalah pertempuran. Itulah yang dikatakan oleh intuisiku, namun aku tidak dapat menarik pedang dari Inventory-ku karena satu alasan sederhana. Aku sama sekali tidak ingin memilih opsi untuk menyerang Maria dengan senjata.
Aku mengerahkan sihirku dan menahannya dengan tangan kosong.
"Spellcast : Dimension : Calculash, Spellcast : Freeze!"
Pertama, aku melemahkan intensitas api di dalam ruangan menggunakan Freeze saat aku menutup jarak di antara kami. Maria bereaksi dengan mengayunkan pedang api itu dari atas. Aku membungkuk untuk menghindarinya dan bertujuan untuk mencengkeram pergelangan tangannya, namun mata Maria yang luar biasa lebih dari sekadar melihatnya datang. Tangan bebasnya yang diselimuti api mencengkeram pergelangan tanganku. Apinya membakar kulitku, dan tubuhku membeku di tempat.
"Yoww!"
Maria mencoba menekan keuntungannya dengan mengiris ke atas, tapi pedang api itu hanya bertemu dengan udara kosong. Berkat Calculash, aku bisa melihat lintasan tebasan itu. Pada akhirnya, tidak mungkin Maria bisa memenangkan pertarungan jarak dekat melawanku. Nilai stats-ku hanya jauh lebih tinggi dari miliknya. Mengumpulkan semua stat STR-ku yang cukup besar, aku melepaskan diri dari cengkeramannya, meraih pergelangan tangannya, dan berputar ke punggungnya. Dia tidak bisa mengimbangi AGI-ku, jadi kedua lengannya ditempelkan ke punggungnya. Aku jatuh ke tanah dengan dia dalam genggamanku dan menahannya saat aku menggunakan Analyze untuk memeriksa Condition-nya.
【CONDITION】
Confusion 4.23
Itu dia. Tidak salah lagi; Maria bukanlah dirinya sendiri. Tidak mungkin Confusion-nya menjadi setinggi itu hanya dari kehidupan normal sehari-hari. Hal ini hanya masuk akal jika dia berada di bawah pengaruh mantra atau skill.
Aku memeras otakku untuk mencari siapa saja yang mungkin melakukan perbuatan seperti itu, membuatnya bertindak seperti itu saat aku berteriak.
"Maria, dengarkan aku! Pernahkah kamu bertemu laki-laki bernama Palinchron itu baru-baru ini?!"
"P-Palinchron?"
"Ksatria yang memenangkan penawaran untukmu di pelelangan budak! Laki-laki dengan mata awas yang sedikit lebih tinggi dariku dan mengenakan pakaian pedagang! Laki-laki bertampang cerdik itu!"
"Lupakan..... Lupakan tentang semua itu!"
Dengan menyemburkan lebih banyak api, dia mencoba membakarku dari bawah, tapi aku menahannya dengan memperkuat Freeze.
"Maria, apa seseorang telah merapalkan mantra kepadamu?! Confusion-mu sangat tinggi!"
"Sebuah mantra? Confusion?!"
Aku menghabiskan semua energi sihirku untuk Freeze. Untungnya, aku telah melatih sihir esku sejak hari sebelumnya, dan pengendalian suhu dinginku sempurna. Suhu itu tidak hanya melemahkan api Maria, namun juga menghilangkan panas dari tubuhnya. Aku benar-benar mendinginkan kepalanya. Metode ini sangat efektif. Ketegangan meninggalkan tubuhnya, dan dia mulai tenang.
"Tolong lakukan; ini mudah..... Tarik napas, lalu hembuskan....."
Maria melakukan apa yang aku instruksikan dan bernapas. Dengan kasar pada awalnya. Dan ketika tubuhnya menjadi sangat dingin, dia sepertinya kembali sadar.
"Hah? Tunggu, apa?"
"Kamu baik-baik saja, Maria? Bagus dan sudah tenang sekarang?"
Status Confusion-nya mereda bersamaan dengan kegilaannya.
【CONDITION】
Confusion 0.44
Aku menduga kalau api Maria terkait dengan status Confusion-nya. Dan hal itu membuat Alty, seseorang yang mengajarinya sihir api, menjadi tersangka utama. Tapi tidak mungkin tindakan paksa seperti itu dilakukan demi Maria. Jika Alty melakukan ini untuk membuat cinta Maria berbalas, hal itu terlalu melenceng. Dan jika tujuannya adalah untuk mengambil nyawaku, Maria terlalu lemah untuk melakukannya; Alty pasti sudah memperkirakan kemampuanku untuk menahannya seperti ini. Tidak dapat menentukan tindakan Alty, aku mengertakkan gigiku.
"Aku..... Aku minta maaf! Apa yang telah aku lakukan?!"
Maria meminta maaf, wajahnya memerah.
"Tidak apa-apa. Aku tahu kamu mengatakan hal-hal yang tidak kamu maksudkan karena status Confusion-mu itu."
Saat aku melepaskan diri darinya, aku merasakan matahari pagi bersinar melalui jendela. Rencana untuk merebut kembali Lastiara berpacu dengan waktu, namun aku tidak bisa pergi. Mungkin pelakunya bertujuan mengganggu penyelamatan Lastiara. Lagipula, aku baru memutuskan untuk menyelamatkannya sehari sebelumnya, dan hanya Maria, Dia, dan Alty yang tahu. Apa itu menjadikan Alty satu-satunya kemungkinan?
Tapi dia tidak punya motif. Alty tidak menyimpan dendam apapun terhadap Lastiara, setidaknya sejauh yang aku tahu. Aku pernah melihat ekspresinya sehari sebelumnya. Jika dia membenci Lastiara, dia menyembunyikannya dengan baik.
"Maaf, master. Aku minta maaf. Aku minta maaf."
Untuk saat ini, aku harus fokus menenangkan Maria.
Aku mengelus kepalanya. "Tidak apa-apa, sungguh. Kamu tidak perlu meminta maaf. Lupakan itu; apa kamu terluka? Dari apa yang aku lihat, status Confusion-mu telah turun, tapi....."
"Ya. Aku kembali normal sekarang. Aku benar-benar minta maaf......"
Dari penampilannya, dia tidak tahu apa yang baru saja terjadi, namun dia juga tidak melupakannya. Dia mendapatkan kembali kesadarannya, jadi dia setidaknya bisa menjaga benteng untukku. Tapi—Meski ini hanya firasat—Aku punya firasat buruk tentang itu.
Sayangnya, aku tidak punya waktu untuk berbicara dengannya. Hari sudah fajar. Jika aku terlalu lama, aku akan membahayakan Lastiara. Dan meskipun jantungku tidak berhenti berdebar, aku harus membuat pilihan. Pilihan yang, kemungkinan besar, akan aku sesali selamanya.
"Maria, aku akan membawa Lastiara kembali. Aku pikir semuanya akan berakhir sebelum kamu menyadarinya."
"Y-Ya, aku mengerti. Jika itu keputusanmu, aku tentu akan mematuhinya."
Kata Maria dengan patuh. Karena serangan Confusion itu, dia menyusut, benar-benar malu.
"Sampai kami pulang, tunggulah kami di sini, jika kamu mau. Kami akan segera kembali, aku janji."
Aku lebih suka meninggalkannya dengan seseorang yang bisa aku percayai, namun aku tidak bisa memikirkan orang yang cocok. Aku mempertimbangkan untuk membuatnya menunggu di PUB, tapi sekarang Maria lebih kuat dari manajernya. Jadi aku tidak punya pilihan selain membuatnya menunggu kami di rumah. Penculikan kembali Lastiara mungkin akan menjadi serangan kilat, dan karena hanya membutuhkan waktu singkat, seharusnya tidak masalah.
"Ya. Aku akan menunggumu di sini. Menunggu kalian berdua....."
Cahaya rasional ada di matanya. Kegilaan dari sebelumnya tidak ada lagi. Aku bisa tenang — Sampai batas tertentu. Lastiara, sebaliknya, bisa mati kapan saja. Prioritas masalah ini memaksaku untuk menjemputnya sekarang.
"Sampai jumpa lagi, Maria."
Ada jeda. "Ya, master. Sampai jumpa lagi."
Dengan enggan, aku memunggunginya dan berlari, bergegas keluar dari rumah kami dan berlari menuju Whoseyards. Aku harus cepat. Aku harus mengabaikan ekspresi yang muncul di wajahnya tepat sebelum kami berpisah dan lari.
Segera, aku mengambil Largish Stole dari Inventory-ku, melilitkannya di leherku, dan menariknya ke hidung untuk menyembunyikan wajahku. Aku tahu itu tidak ada gunanya, namun aku ingin menyembunyikan identitasku sebanyak mungkin. Orang yang mengenalku akan tahu kalau itu aku, namun orang yang tidak tahu tidak akan mengenalku. Itulah tujuanku.
Aku melewati pemandangan kota Vart yang diterangi fajar, melangkah melewati perbatasan, dan memasuki Whoseyards. Meskipun sudah ini hampir di pagi hari, ada banyak orang berjalan-jalan. Mereka seharusnya menjadi peserta dalam acara Hari Blessed Birth. Mereka semua menuju Katedral dengan penuh semangat di langkah mereka. Jelang selama seminggu yang merupakan Festival Blessed Birth telah membuat orang-orang bersemangat. Semua orang mulai dari orang tua yang membawa anak kecil mereka hingga pasangan tua yang sudah menikah sedang mengobrol untuk mengantisipasi perayaan yang diadakan di Katedral. Aku meminta maaf kepada mereka di dalam hatiku atas apa yang akan aku lakukan saat aku berlari di sepanjang jalan.
Saat itulah Katedral terlihat di kejauhan. Aku mulai merasakan massa energi sihir yang sangat padat naik dari arah itu. Massa itu tidak muncul dari Katedral itu sendiri, namun dari luarnya. Seorang laki-laki berdiri di tengah jalan, di tengah kerumunan. Namanya Hine Hellvilleshine. Ksatria berelemen angin dengan rambut pirang pendek.
Aku hampir tidak bisa mengabaikannya. Dia adalah satu-satunya Ksatria di antara sejumlah besar Ksatria yang ada di sana yang tidak bisa aku abaikan. Aku perlahan mengurangi kecepatan, berhenti di depannya. Di beberapa titik, kerumunan di jalan itu terbelah menjadi dua; getaran yang membuat Hine-san dan aku memenuhi udara telah menyebabkan orang-orang di sekitar kami menjauh.
Hine-san mengenakan pakaian yang kurang lebih sama dengan yang dikenakannya pada pertemuan terakhir kami. Satu-satunya perbedaan adalah betapa kotornya pakaian itu. Pakaiannya itu banyak yang rusak; pakaiannya robek di sana-sini. Dia berlumuran lumpur, dan jahitan pakaiannya tampak usang dan compang-camping. Hanya tersisa dua cincin di jarinya, dan dia juga kehilangan salah satu pedangnya. Aku tidak perlu memeriksa menunya untuk melihat dia memiliki luka di mana-mana.
"Akhirnya kau ada di sini, nak."
Kata Ksatria yang babak belur dan memar itu.
Hine-san telah menungguku. Dia pasti yakin aku akan menyeberang saat itu juga. Dan itu hanya bisa berarti satu dari dua hal : apa dia ada di sini untuk menghalangi jalanku atau sebaliknya. Tentu saja, aku tahu yang mana dari dua kemungkinan itu. Sejauh yang aku ketahui, satu-satunya yang mencoba mengejar Lastiara ke luar negeri sampai hari itu adalah dia. Itulah mengapa aku mendekatinya tanpa ragu, dan dia menyapaku dengan senyum lembut. Seperti di masa lalu, senyumnya begitu indah hingga membuat tulang belakangku tergelitik. Dan untuk beberapa alasan, aku merasa bayangan kematian menggantung di wajahnya. Orang itu siap memberikan nyawanya. Atau itulah suasana yang dia pancarkan membuatku percaya. Samar-samar, energi sihirnya—
"Haruskah kita berbicara sambil berjalan?" Hine-san bertanya.
Setelah aku setuju, dia memunggungiku dan mulai berjalan menuju Katedral. Aku mengikutinya, bahkan tidak mempertimbangkan untuk menyerangnya dari belakang. Ekspresinya, penampilannya, tingkah lakunya—mereka semua berteriak kalau aku yakin dia benar-benar bermaksud untuk bekerja sama denganku.
Dia menanyakan pertanyaan lain saat kami berjalan.
"Sekarang setelah semuanya menjadi seperti ini, kita memiliki pilihan terbatas. Apa kau mengerti apa yang aku maksud, nak?"
"Err..... Kudengar selama ritual, belenggu yang mengikat Lastiara akan menghilang semua. Aku pikir akan mengincar momen itu."
Aku berjalan di sampingnya, memberitahunya dengan jujur tentang rencanaku.
"Bagus. Yang tersisa hanyalah menentukan apakah kita mengincar momen itu untuk menculiknya, atau apakah kita mengincar momen itu untuk berbicara dengan penyelenggaranya."
"Berbicara tentang penyelenggaranya?"
"Aku berbicara tentang Kanselir Pheydelt serta salah satu perwakilan Senat. Jika keduanya menyimpulkan kalau ritual itu tidak dapat terwujud, maka kematian nona akan dapat dihindari. Tamu kehormatan dan bangsawan dari berbagai bangsa akan hadir; Jika sesuatu menimpa mereka, mereka mungkin tidak punya pilihan selain membatalkan atau mengubah acara tersebut."
"Jadi itu juga termasuk dalam pilihan."
Kami sudah berada di ambang pintu; memiliki lebih banyak pilihan daripada sebelumnya membuatku kehilangan arah. Aku bukannya tidak berterima kasih, namun aku tidak dapat menyangkalnya juga menimbulkan beberapa keraguan.
Hine-san pasti memperhatikan itu, karena dia tidak memaksaku. "Tolong ingat hal itu sebagai alternatif yang memungkinkan."
"Oke."
Kami mencapai jembatan tarik katedral. Massa berdengung, menunggu waktu yang akan datang. Segera setelah ritual Lastiara selesai, upacara penuh akan dimulai di dalam Katedral. Warga sangat menantikan dibukanya pintu benteng agar mereka bisa menjadi bagian darinya.
Aku mengalihkan pandanganku ke arah bangunan itu. Di tengah jembatan tarik, banyak Ksatria telah membentuk tembok manusia, pedang mereka terhunus. Selain itu, Ksatria yang tak terhitung jumlahnya terlihat menunggu di platform yang ditinggikan dan tempat istirahat di belakang tembok itu. Ekspresi Hine-san tidak berubah saat dia menunjuk ke gerbang utama dan mulai menjelaskan.
"Kita akan melewati pintu masuk utama dan menyeberang ke Katedral. Aku telah melihat rute lain kemarin dan hari ini, dan semuanya dijaga ketat. Karena itu, mari menerobos dari depan, di mana kita tahu ke mana kita akan pergi."
Aku tidak bisa membantah apa yang dia katakan. Karena aku tidak tahu banyak tentang interiornya, aku kesulitan menggunakan rute apapun selain pintu masuk depan. Hal itu tidak mengubah rencanaku.
"Oke. Mari kita selamatkan Lastiara bersama-sama, Hine-san."
Dia tersenyum tipis dan menggelengkan kepalanya.
"Kamu salah paham, nak." Katanya, ekspresinya sedih tapi suaranya senang.
"Kau yang akan menjadi orang yang menyelamatkannya. Satu satunya."
"Hanya aku?"
"Apa kau ingat apa yang aku katakan di Dungeon? Aku sudah memberitahumu, bukan? Aku terlibat. Dan itulah kebenarannya. Akulah yang mengindoktrinasinya. Aku tahu aku salah untuk melakukannya juga. Aku hanya terus berpura-pura tidak melihatnya. Aku tidak pernah bisa mengenali apapun yang dia rasakan di dalam. Aku tidak bisa memahami keduanya—Lastiara yang membulatkan tekad untuk melakukan ini atau gadis kecil yang mencari keselamatan. Karena itu, aku tidak memenuhi syarat untuk menyelamatkannya."
Aku tidak bisa memahami apa yang dia maksud dengan "Tidak Memenuhi Syarat". Bagiku, sepertinya dia hanya merasa menyesal telah mengabaikan masalah Lastiara selama ini.
"Aku tidak berpikir 'memenuhi syarat' ada hubungannya dengan itu. Jika kamu akan mengungkitnya, aku juga tidak....."
Aku juga tidak memenuhi syarat. Aku tidak menjawab ketika dia memintaku untuk menyelamatkannya, dan perasaanku padanya telah diambil dariku. Nyatanya, aku tidak yakin Lastiara sangat berarti bagiku seperti yang dia lakukan pada Hine-san.
"Itu tidak benar." Katanya.
"Kau datang untuk berdiri di mana kau berada setelah hanya beberapa hari. Sedangkan, aku membutuhkan waktu tiga tahun. Begitulah bedanya aku dan kau. Itulah betapa benar-benar kecilnya aku dibandingkan denganmu."
Hine-san mempercepat langkahnya saat dia mencemooh dirinya sendiri. Karena kecepatan berjalan kami tidak sama lagi, aku akhirnya tertinggal. Aku mulai berjalan lebih cepat untuk mengejar, namun saat itulah aku mendeteksi energi sihir yang aneh di belakangnya. Dimension bersentuhan dengan energi itu—dan aku tercengang oleh bobotnya yang luar biasa. Sihir itu sangat berat sehingga aku berani bersumpah dia telah memberikan jiwanya. Aku tidak tahu kenapa, tapi aku tahu dia telah membuat dirinya menggunakan sihir terlarang demi Lastiara.
Pada tingkat intuitif, aku mengerti kalau dia memanfaatkan sesuatu yang mirip dengan kutukan, dan kutukan itu memeras energi sihir darinya sebagai bayarannya. Aku tidak tahu mengapa aku berpikir begitu. Anehnya, melihat punggungnya membuatku merasa nostalgia. Seperti aku pernah melihat kutukan itu di suatu tempat sebelumnya. Seperti seseorang di suatu tempat telah membayar harga yang sama.....
Tergulung oleh nostalgia aneh itu, aku menjangkau energi itu. Dan ketika energi sihirku menyentuhnya—ketika energi sihir elemen dimensi menyentuh energi sihir yang bocor dari jiwanya—pemandangan di depan mataku berubah dan berkerut. Untuk sesaat, pemandangan kota berubah menjadi pemandangan lain, seolah-olah bidang keberadaan dunia telah miring.
Hine-san sekarang sedang berjalan di jalanan Whoseyards. Di bawah langit yang cerah dan terang, jembatan katedral dapat dilihat dari kejauhan. Kami sedang berjalan di luar sekarang; Aku tidak perlu memverifikasi itu. Namun, untuk sesaat, di mataku sepertinya Hine-san sedang berjalan di lorong bawah tanah yang redup dan suram.
Tidak, itu masih terlihat seperti itu. Aku bisa melihat Hine-san berjalan melalui koridor bawah tanah bahkan sekarang. Seolah-olah dua dimensi berbeda saling tumpang tindih. Itu seperti mimpi yang terjaga — namun juga seperti kilas balik.
Kilas balik? Hine-san?
Aku tahu kalau fenomena ini tidak berasal dari skill "???" melainkan dari Dimension, yang menganalisis energi sihir yang diambil dari jiwanya. Energi itu padat, dan pemandangan yang hampir tak terbatas mengalir ke kepalaku dalam bentuk informasi. Ini adalah kenangan yang dia habiskan dengan gadis yang sekarang dia coba selamatkan dan kenangan mengapa dia begitu menyesal sehingga dia akan mengutuk dunia ini.
Aku melihat ceritanya melalui mata pikiranku.