Bonus Short Stories
GODAAN KERIPIK RUMPUT LAUT ASIN
Suatu hari, ketika Felmenia kebetulan berjalan di dapur, dia melihat sekilas pemandangan Suimei yang tidak biasa bekerja di wastafel.
"Suimei-dono? Apa yang sedang kamu lakukan?"
"Ada sesuatu yang sangat aku inginkan. Ketika aku berada di pasar hari ini, aku menemukan sesuatu yang mirip dengan sesuatu yang kami miliki di dunia asalku. Jadi, yah.... setelah menemukan itu, aku ingin mencoba membuatnya, dan akhirnya membeli semua bahan untuk itu."
Apa yang Suimei temukan adalah selada laut—dengan kata lain, pendahulu rumput laut kering. Setelah melihatnya, Suimei berpikir kalau dirinya mungkin bisa mencoba membuat sesuatu sendiri, dan membeli bahan-bahannya untuk mencobanya. Dan dengan sedikit bereksperimen di dapur, Suimei berhasil sukses besar. Dia sekarang memiliki rumput laut kering buatan sendiri.
"Oh? Jika aku tidak salah ingat, kamu pernah bilang kalau kamu hanya bisa memasak sesuatu yang sederhana, Suimei-dono....."
"Ya. Beruntungnya saya, masakan ini cukup sederhana. Pada dasarnya hanya perlu menggorengnya."
Suimei memandangi bahan-bahan lain yang tersebar di hadapannya—kentang yang kulitnya sudah dikupas.
"Hehehe, pedangku dibuat tanpa terlihat.... pedangku mengupas kentang dan memotongnya menjadi irisan tipis yang bagus!"
Sambil mengeluarkan tawa menyeramkan dan merangkai rapalan aneh, Suimei menggunakan magicka-nya untuk keperluan memasak. Dalam waktu singkat, kentang di wastafel semuanya menjadi irisan tipis. Menonton dengan ngeri, Felmenia memanggilnya.
"Apa yang kamu lakukan itu, Suimei-dono?!"
"Hmm? Aku baru saja mengiris kentangnya."
"M-Mengirisnya?! Kenapa kamu begitu boros, mengirisnya menjadi kertas seperti itu?!"
"Uh, untuk memakannya?"
Dengan itu, Suimei melemparkan irisan kentang ke dalam minyak panas yang telah dirinya siapkan.
"Kamu akan menggorengnya seperti itu?"
"Yup."
"Bukankah lebih enak jika digoreng utuh agar lembut dan berisi?"
"Itu pilihan yang bagus juga. Tapi dengan menggorengnya seperti ini juga cukup enak."
"Begitu ya...."
Dengan seringai di wajahnya, kekhawatiran Felmenia terlihat jelas. Dia mungkin belum pernah makan keripik kentang sebelumnya, jadi mencobanya untuk pertama kali akan menjadi kejutan. Setelah menghilangkan kelebihan minyak dari keripik yang baru digoreng dari wajan, Suimei menaburkan garam dan rumput laut kering di atasnya.
"Sekarang sudah selesai. Ini adalah keripik rumput laut asin. Silakan mencobanya."
Bahkan setelah menerima sentuhan akhir, keripik kentang segar masih sedikit mengepul. Felmenia dengan takut-takut mengulurkan tangannya, mengambil satu, dan memasukkannya ke dalam mulutnya. Terdengar suara renyah yang menggugah selera, dan ekspresi Felmenia dengan cepat berubah dari skeptis menjadi kagum.
"I-Ini enak! Ini adalah revolusi kentang!"
"Benar, kan?"
"Ya!"
Dengan persetujuan antusias Felmenia, Suimei mulai menggoreng sisa kentangnya. Sementara itu, Suimei bisa mendengar suara puas dari seorang gadis yang memakan dari satu keping demi keping lainnya.
"Teksturnya sangat renyah, dan wanginya yang harum ini...... berasal dari bubuk hijau ini?"
"Yup. Bubuk itu adalah rumput laut kering. Ramput laut itu dibuat dengan mengeringkan laut— Tunggu, ke mana setengah dari keripiknya pergi?!"
Saat berikutnya Suimei berbalik, setengah dari tumpukan keripik rumput laut asin yang baru saja Suimei goreng sudah habis.
"Ah, m-maaf aku, Suimei-dono! Keripiknya sangat enak sampai aku....."
"Y-Yah, masih ada kentang lagi, jadi tidak masalah. Jika kamu sangat menyukainya, kamu bisa membawanya ke ruang tamu."
"Terima kasih atas cemilannya!"
Felmenia dengan gembira melarikan diri bersama sisa keripik rumput laut asin itu. Begitu gadis itu pergi, Suimei memulai pekerjaannya lagi. Dan setelah Suimei selesai mengiris kentang dengan magicka dan menggorengnya dalam minyak panas....
"Suimei-kun."
"Huwaa! Sejak kapan kamu ada di sana, Lefi?!"
"Apa maksudnya itu?"
Suimei dikejutkan oleh Lefille yang muncul di belakangnya entah dari mana, namun Lefille terdengar kesal. Apa yang terjadi dengannya? Dari kelihatannya, Suimei mengira gadis itu tampak gelisah.
"Suimei-kun."
"A-Apa yang terjadi? Kamu agak menakutkan, tahu?"
"Itu hanya imajinasimu. Kamu tidak perlu terlalu gelisah. Jadi? Apa sudah selesai?"
Saat Lefille berbicara, dia sedang mengamati sepiring keripik yang baru digoreng.
"Hmm? Y-Yah, begitulah....."
"Baiklah!"
Lefille mengepalkan tinjunya ke udara dengan sikap penuh kemenangan.
"Maksudku, aku masih harus menggoreng sisanya...." Kata Suimei.
"Maka tidak perlu khawatir. Aku akan membantumu di sini dan membawanya ke ruang tamu."
"Hah?"
"Jangan khawatir. Kamu bisa terus memasak."
Setelah percakapan sepihak mereka, Suimei sedikit banyak mengetahui apa yang sedang terjadi. Lefille pasti sudah makan beberapa keripik itu sebelumnya dan, karena tidak tahan lagi, dia datang ke dapur untuk melihat apa ada lagi yang siap.
"Kalau begitu ambil handuk itu untuk menyeka tanganmu. Agak menjijikkan jika semuanya lengket dan berminyak dari piring, bukan?"
"Ah, tentu, terima kasih. Itu memang benar..... Hah?!"
"Ada apa?"
"B-Bukan apa-apa..... Mm, keripik rumput laut ini atau apapun namanya itu pasti enak. Mm....."
Setelah menatap sebentar, Lefille berjalan membawa piring itu dengan agak canggung. Beberapa saat kemudian, Suimei bisa mendengar penuh kegembiraan dari ruang tamu.
Berpikir pada dirinya sendiri kalau Suimei sekarang harus menggunakan semua bahan yang dirinya punya untuk mendapatkan keripik untuk dirinya sendiri, Suimei sekali lagi kembali mengiris dan menggoreng kentang. Setelah beberapa saat, Suimei tiba-tiba menyadari ada seseorang yang berdiri di belakangnya lagi.
"Suimei....."
"Hah, kali ini kamu, Liliana? Ada apa?"
"Apa kamu sudah selesai.... dengan 'Ke-rpik rumput laut' itu?"
"Namanya itu keripik rumput laut.... tapi kamu juga tahu tentang itu juga, ya?"
"Tidak, um.... aku hanya berpikir..... aku akan membantu membawanya."
"Ada bekas bumbu rumput laut itu di wajahmu."
"A-Aku..... sudah membersihkan!”"
Liliana mengeluarkan saputangan dan segera mulai menyeka wajahnya dengan saputangan itu. Namun ketika Liliana melihatnya, tidak ada setitik pun bekas bubuk rumput laut yang terlihat.
"........?"
"Aku berbohong untuk itu."
"Suimei..... itu jahat. Kamu yang terburuk.... Aku harus mengajukan tuduhan fitnah..... padamu."
Liliana mengarahkan pandangan mencela pada Suimei, dan dengan itu, Suimei menyerahkan sepiring keripik kentang segar padanya.
"Kalau begitu anggap ini sebagai permintaan maaf―"
"Terima kasih. Aku akan mengambilnya.... segera."
Liliana bahkan tidak menunggu Suimei menyelesaikan kalimatnya sebelum membawa piring dan sebotol jus anggur kembali ke ruang tamu. Liliana sepertinya tahu persis apa yang dirinya lakukan. Dan beberapa saat kemudian, suara ceria kembali terdengar dari ruang tamu. Senang rasanya mereka semua senang, namun....
"Aku tidak keberatan jika kalian memakannya juga, tapi sisakan juga untukku, sial...."
Pada akhirnya, Suimei tidak akan seberuntung itu.
PERKEMBANGAN SELANJUTNYA SETELAH PENYELESAIAN INSIDEN TERSEBUT
Beberapa hari setelah insiden koma di Ibukota Kekaisaran teratasi, Graziella Filas Rieseld menuju ke plaza utara kota. Di sana dia akan menemukan dalang di balik insiden tersebut—seorang Elf bernama Romeon. Atau, setidaknya, sebagian dari dirinya. Karena kekacauan yang Romeon lakukan di Ibukota selama hampir sebulan, sebagai peringatan yang belum pernah terjadi sebelumnya kepada masyarakat, kepalanya dipajang di depan umum.
Meskipun begitu, karena warnanya hitam pekat, sekilas tidak jelas apa itu kepala atau bukan. Sudah beberapa hari berlalu, namun hampir tidak ada tanda-tanda pembusukan di kepala yang terpenggal itu. Bahkan tidak ada seekor lalat pun yang mengitarinya. Benar-benar aneh untuk dilihat, dan memberikan gambaran sekilas betapa rusaknya seseorang yang dikenal sebagai Romeon itu.
"Kekuatan kegelapan, ya?"
Graziella berbicara pada dirinya sendiri, merenungkan sumber masalahnya yang sebenarnya.
Sihir yang memiliki kekuatan kegelapan telah dibenci dan tabu sejak zaman kuno. Namun tak disangka orang ini menemui akhir yang begitu kejam karena hal itu berada di luar dugaan Graziella. Benda yang menyerupai kepala tampak seperti telah dicat dengan warna hitam yang menjijikkan, namun ada sesuatu yang tidak dapat dijelaskan di dalamnya yang membuatnya sulit untuk berpaling. Graziella merasa matanya tertarik padanya. Seolah dirinya sedang tersedot. Dipanggil oleh kekuatan kegelapan dan aneh itu, Graziella perlahan dan mantap mulai mengulurkan tangannya.
"Aku tidak akan melakukan itu jika aku jadimu. Bahwa ada sesuatu yang tidak boleh disentuh oleh manusia."
Saat Graziella menjadi tidak yakin apa dirinya akan terus mengulurkan tangannya atau menariknya kembali, sebuah suara menahan diri memanggilnya. Ketika Graziella berbalik, dia melihat sosok Hero yang dipanggil dari El Meide, Elliot Austin. Menanggapi nada suaranya, yang tidak mengandung sedikitpun rasa hormat, Graziella melontarkan pandangan mencela ke arahnya. Elliot lalu membungkuk.
"Senang sekali melihatmu baik-baik saja, Yang Mulia, Putri Ketiga Graziella Filas Rieseld.”
"Hero dari El Meide? Apa kau juga datang untuk melihat benda terkutuk ini?"
"Ya."
"Sepertinya pendampingmu tidak bersamamu hari ini."
"Christa saat ini sedang menyelesaikan beberapa urusan di gereja. Bisa dibilang aku sedikit bosan."
"Begitu."
Sambil mempersingkat sapaannya, Graziella kembali menatap kepala Romeon.
"Sekarang, apa maksudmu dengan mengatakan benda ini adalah sesuatu yang tidak boleh disinggung?"
"Sebagai seorang penyihir, aku yakin kau seharusnya sudah memahaminya, Putri Graziella."
"Sayangnya, ini pertama kalinya aku melihat hal seperti itu.... Apa kau melihatnya sendiri, bajingan?"
Mendengar pertanyaan Graziella, Elliot menyipitkan matanya sambil menatap kepala itu
"Aku pernah.... melihat sesuatu yang serupa sekali sebelumnya."
"Oh?"
"Hanya saja..... apa yang kulihat adalah sesuatu yang dipanggil secara langsung."
Perkataannya itu sangat menarik. Karena Suimei tidak mengatakan apapun selain kalau hal itu akan menjadi akhir hari bagi mereka yang ditelan kegelapan, Graziella masih punya banyak pertanyaan. Masih banyak yang belum dirinya ketahui.
"Hmph, dan sesuatu apa yang dipanggil secara langsung itu?"
"Mari kita lewati penjelasan panjangnya. Sederhananya, itu adalah sebuah kebencian. Kebencian itu menyebarkan kekerasan, dan siapapun yang mendekatinya akan segera dinodai dan menjadi gila. Kebencian itu memang musuh yang berbahaya."
Mengatakan itu, Elliot melihat ke langit. Apa dia mengingat pertemuan yang menentukan itu saat dirinya mengarahkan pandangannya ke atas? Setelah hening beberapa saat, Elliot berbicara dengan suara yang sangat emosional.
"Karena itu adalah misteri mutlak, banyak master dikumpulkan untuk menghancurkannya."
"Jadi, sesuatu itu telah dikalahkan?"
"Pada akhirnya. Tapi karena kami harus menjamin keselamatan kami sendiri, sebagian besar tindakan tersebut dilakukan dengan kekerasan."
Elliot berbicara dengan nada mencela diri sendiri. Namun karena Graziella pernah menghadapi Elliot dalam pertarungan sebelumnya, Graziella punya gambaran tentang kekuatan Elliot yang sebenarnya. Graziella tahu Elliot itu kuat, dan tidak berpikir Elliot hanya bersikap rendah hati saat ini.
"Jika kau mengalahkan sesuatu yang tidak diketahui tanpa ada korban jiwa, maka aku yakin itu adalah kemenangan untukmu."
"Tapi orang itu entah bagaimana berhasil melakukannya sendiri, tahu?"
"Aku dengar Kolonel Rogue juga ada di sana."
"Meski begitu, mereka hanya dua orang kan? Ada sekitar seratus orang dari kami ketika hal itu terjadi. Selain itu, meskipun Kolonel Rogue ada di sana, mungkin orang itulah yang mengalahkannya."
"Jadi kau mengakui nilainya, kan?"
"Aku yakin yang perlu aku akui hanyalah kemampuannya yang sebenarnya."
Itu seperti Elliot mengatakan ada lebih banyak hal pada Suimei yang tidak mau dirinya akui. Namun setelah beberapa kata sarkastik terakhir itu, Elliot tiba-tiba menghela napas dan berbalik ke arah Graziella.
"Apa kau tahu? Saat kau bertanding dengannya di plaza, orang itu sudah terluka?"
"Aku mendengar fakta kalau dia terluka saat mencari pelakunya sebelum dia menerima duelnya denganku. Memangnya ada apa dengan itu?"
Menjawab pertanyaan Graziella, Elliot mengarahkan pandangannya ke kepala yang menghitam dan mengeraskan ekspresinya.
"Kemungkinan besar orang itu pernah dua kali bertarung dengan sesuatu seperti itu. Ketika orang itu mengalahkan pelakunya yang ditelan oleh kebencian, dan juga pada malam itu Liliana-chan melarikan diri. Hal itu terjadi tepat sebelum kami berlari. Apa yang orang itu hadapi malam itu kemungkinan besar adalah versi yang lebih lemah dari itu."
"Dari perkataanmu itu, kau seperti tidak melihatnya sendiri."
"Tapi aku masih percaya hal itu terjadi. Fakta kalau orang itu menderita luka seperti itu berarti orang itu menghadapi sesuatu yang setidaknya sekuat itu."
"Bagaimana jika dia bertarung melawan Liliana Zandyke?"
"Sebagai seorang penyihir, orang itu berada pada level yang berbeda. Jika orang itu bertarung sekuat tenaga, kemungkinan besar Liliana-chsn bukanlah lawannya. Terlebih lagi, jika gadis sepertinya membawa kebencian yang begitu kuat di dalam tubuhnya, gadis itu pasti akan berakhir seperti ini."
Graziella melihat ke kepala Romeon.
"Apa kau tahu tipu muslihat macam apa yang dia gunakan untuk mengalahkan benda ini?"
"Sama sekali tidak. Dalam hal sihir, dia sedikit lebih maju. Aku tidak bisa mengatakan dengan pasti bagaimana makhluk ini dikalahkan, tapi...."
"Kamu punya sesuatu tentang itu?"
"Mungkin. Paling tidak, itu menahan napas bintang-bintang."
"Nafas bintang-bintang?"
"Kekuatan yang dimiliki oleh bintang tempat kita tinggal. Dengan kata lain, daratan itu sendiri. Kekuatan itu menolak segala sesuatu yang tidak seharusnya ada di dunia, dan mewujudkan kekuatan luar biasa melawan apapun yang dapat membahayakan dunia ini. Sederhananya, itu adalah kekuatan pemurni yang hampir setara dalam hal kekuatan suci."
Saat Elliot menjelaskan, alisnya berkerut seolah dirinya merasa penjelasannya sendiri menyusahkan.
"Di duniaku, kekuatan seperti itu hanya bisa digunakan oleh Saint. Jadi aku bertanya-tanya mengapa seorang penyihir bisa menggunakannya...."
Memang, Elliot menggerutu pada dirinya sendiri karena hal itu agak membingungkannya.
"Orang itu, dibandingkan dengan Hero dari Astel....."
"Orang itu mungkin jauh lebih kuat. Sedemikian rupa sehingga hampir tidak layak untuk dibandingkan. Jumlah mana yang orang itu miliki dan pengalaman yang orang itu miliki keduanya tidak masuk akal.”
Mendengar jawaban Elliot, Graziella mendengus seolah dirinya sama sekali tidak senang.
"Meskipun begitu, aku menyatakan kalau aku akan membalasnya kembali."
Dan sebagai tanggapannya, dengan senyum lebar, Elliot hanya menjawab.....
"Mungkin tidak akan semudah itu, ya?"
SEMUANYA MENJADI MUNGIL?!
Suatu hari ketika Suimei sedang bekerja di ruang tamu, sebuah suara tiba-tiba memanggilnya dari belakang. Suara itu adalah Lefille. Namun, untuk beberapa alasan, nadanya terdengar jauh lebih tinggi dari biasanya.
"Suimei-kun, apa kamu punya waktu sebentar?"
"Ada apa, Lef— Hah, apa?! Apa yang sedang terjadi?!"
Berbalik untuk melihatnya, Suimei terkejut. Namun itu adalah reaksi yang bisa dimengerti. Bagaimanapun, sama seperti ketika Lefille menggunakan terlalu banyak kekuatan rohnya, Lefille sekali lagi menjadi kecil.
"Kamu kembali ke wujud aslimu sebelumnya, bukan?"
"Ya, tapi sebelum aku menyadarinya, aku menyusut lagi. Ini cukup merepotkan."
"Hmm..... bahkan jika kamu kembali, kamu juga tidak akan langsung kembali ke wujud normalmu.... jadi, apa yang kamu butuhkan?"
"Ya, ada sesuatu yang aku butuhkan dari rak, tapi aku tidak dapat mencapainya. Bisakah kamu mengambilkannya untukku?"
Tentunya, mengingat tinggi badan Lefille saat ini, tidak mungkin dia bisa mencapai rak yang lebih tinggi. Dia mungkin bisa mendapatkan beberapa dengan menaiki kursi, namun jika dia meminta ke Suimei, kemungkinan besar yang dia butuhkan ada di rak paling atas. Saat itulah Liliana memasuki ruangan.
"Ada masalah..... apa?"
"Oh, Lefille menyusut kembali, jadi dia tidak bisa mendapat apa yang butuhkan."
"Aku baru saja meminta bantuan Suimei-kun."
"Jadi.... begitu?"
"Yup. Karena itu, Suimei-kun....."
Tatapan Lefille yang memohon memohon padanya, Suimei menatap apa yang sedang dirinya pegang di tangannya.
"Maaf, aku tidak bisa meletakkan ini sekarang. Karena itu akan memakan waktu, jadi tolong minta kepada Felmenia mengambilkannya untukmu."
"Felmenia-san?"
"Ya. Menia!"
Suimei memanggil Felmenia yang ada di dapur. Dan ketika Suimei melakukannya, Lefille memberinya tatapan bingung.
"Apa yang sedang kamu lakukan, Suimei-kun?"
"Hmm?"
"Felmenia juga tidak bisa mencapai rak."
"Kamu pasti bercanda, kan? Maksudku, aku tahu Felmenia sedikit lebih pendek dariku dan kamu dalam wujud aslimu, tapi....."
Jika Lefillw memiliki sesuatu untuk dijadikan pijakan, tidak mungkin dirinya tidak bisa mencapai rak paling atas. Namun ketika Suimei sedang menjelaskan hal ini, Felmenia datang dari dapur.
"Ada apa, Suimei-dono?"
Suaranya juga sangat tinggi. Bahkan kedengarannya kekanak-kanakan. Dan ketika Suimei menoleh padanya dengan tanda tanya besar di atas kepalanya.....
Dan tentunya, Felmenia sekarang kira-kira sama tingginya dengan Liliana dan Lefille yang mungil.
"APAAA?!"
"Ada apa, Suimei-dono?"
"Menia! Apa yang terjadi denganmu?!"
Suimei sangat terkejut. Sebagai tanggapan, Felmenia membuat ekspresi bermasalah.
"Maafkan aku. Aku juga menjadi lebih kecil."
"........."
Bagaimana Felmenia menyusut? Mengapa bisa? Suimei sama sekali tidak tahu. Ada alasan mengapa hal ini terjadi pada Lefille, dan hal tersebut sama sekali tidak berlaku pada Felmenia.
"Apa aku tidak memberitahumu?"
"Tidak, aku tidak pernah mendengar apapun. Tidak sama sekali."
Suimei menggelengkan kepalanya dengan penuh semangat dan dengan tegas menyatakan kalau dirinya berada dalam masalah. Dengan ketiga gadis itu yang kini bertubuh mungil, rumah itu terasa lebih seperti tempat penitipan anak. Suara langkah kaki Lefille, Felmenia, dan Liliana yang berlarian sangat ringan, namun kepala Suimei terasa sangat berat.
"Bagaimanapun, begitulah adanya." Kata Lefille.
"Jadi hanya kamu yang bisa mengambilkannya untukku, Suimei-kun."
"K-Kalau begitu suruh Menia menggunakan magicka untuk mengambilnya."
"Ah!"
"Magicka.....?"
"Aku mengerti! Aku bisa melakukan itu!"
Ketiga gadis itu berseru mendengar ide cemerlang Suimei. Bagaimana tidak satupun dari mereka memikirkan hal itu? Suimei tahu sebaiknya dirinya tidak menanyakan hal itu keras-keras. Sementara itu, Lefille dan Felmenia berlari ke rak. Lefille menunjuk pada apa yang dirinya inginkan, dan Felmenia mulai merapalkan mantranya. Namun.....
"HWUH?!"
Menjelang akhir rapalannya, saat Felmenia hendak mengucapkan kata kuncinya dan memberi isyarat dengan terlalu antusias, dia maju ke depan dengan menunjukkan kecanggungan yang tidak seimbang. Suimei teringat akan adegan serupa di Kastil Camellia.
"Hnnh..... Suimei-donooo.... Suimei-dono, tolong ambilkan itu untuknya....."
"Suimei-kun, bisakah kamu mengambilnya?"
"Giliranmu..... Suimei."
Felmenia masih tergeletak di tanah dan hampir menangis, sementara Lefille terlihat agak gelisah. Adapun Liliana, gadis itu sepertinya memberitahu Suimei kalau dirinya sebaiknya mengalah saja. Apa yang harus Suimei lakukan terhadap gadis kecil yang bertambah banyak seperti ini? Tiba-tiba, pandangan Suimei menjadi hitam.
"Suimei-dono, Suimei-dono!"
"Ngggh...."
Felmenia berusaha membangunkan Suimei—yang wajahnya tertunduk di atas meja—namun Suimei tidak menunjukkan tanda-tanda bangun.
"Suimei-dono sepertinya tertidur lelap."
"Suimei mengeluarkan..... suara-suara aneh."
"Suimei-kun sepertinya sedang bermimpi buruk atau semacamnya."
Sementara Suimei mengerang dalam tidurnya dengan ekspresi muram, ketiga gadis itu dengan ekspresi khawatir mengawasinya. Suimei, tentunya, merasa lega ketika dirinya akhirnya bangun.
NASIHAT DI DOJO?
Suatu hari, setelah menyelesaikan latihan Kenjustu, Yakagi Suimei sedang beristirahat di beranda kediaman Kuchiba. Matahari telah terbenam dan angin malam yang menyegarkan menerpa wajahnya.
Sambil bermalas-malasan duduk di tepi beranda kayu sambil mengenakan Gi, Suimei mengipasi dirinya dengan kipas lipat yang ada di saku dadanya dan menatap bulan yang sudah besar di cakrawala. Saat itulah sebuah suara memanggilnya dari beranda.
"Suimei."
"Hmm?"
Pandangan Suimei secara alami tertuju pada sumber suara yang berdenting seperti lonceng perak, dan ketika dia melihat, dia melihat teman masa kecilnya, Kuchiba Hatsumi. Hatsumi mengenakan pakaian yang sama seperti sebelumnya, namun sekarang Hatsumi berganti pakaian dengan pakaian yang terlihat nyaman.
"Jadi, kamu ada di sini."
"Yup, aku memang ada di sini. Aku sudah selesai, jadi aku hanya istirahat sebentar. Setelah bermalas-malasan lagi di sini, aku akan pulang.”"
Saat itu, Hatsumi terlihat dan terdengar agak tidak puas.
"Ini tidak seperti aku datang ke sini untuk menyuruhmu pergi. Sungguh, itu sebaliknya. Akan menjadi masalah jika kamu pergi begitu saja."
"Kenapa begitu?"
"Ibu bilang dia akan membuat makan malam untuk lima orang—dan kamu termasuk."
"Itu..... maaf karena selalu merepotkan kalian."
"Tidak ada yang menganggapmu merepotkan. Sejujurnya, kami lebih suka kamu tidak terlalu sungkan dan datang lebih sering. Kamu tidak makan malam dengan benar, kan?"
"Itu tidak seperti aku....."
Hatsumi memandangnya, tampak setengah puas diri dan setengah jengkel. Suimei mulai menyangkal klaimnya, namun.....
"Aku yakin itu mie instan."
"Ugh...."
"Makan malam dari microwave, kebanyakan kari."
"Er....."
"Makarel kalengan hanya diberi garam. Aku bisa terus melanjutkan—Apa ada yang mau kamu katakan lagi?"
Ketika Hatsumi memberinya cemberut yang tak henti-hentinya, Suimei menyerah. Sambil mengangkat kedua tangannya ke atas kepala, Suimei mengaku lalai terhadap kesehatan dirinya sendiri.
"Maaf, maaf, salahku. Aku sudah berbohong."
"Lihat? Kamu sendiri tidak makan dengan benar."
"Tidak selalu seperti itu, tahu? Saat waktunya makan, aku selalu makan dengan benar."
"Aku merasa tidak yakin tentang itu."
Suimei mencoba meluruskan semuanya dengan bingung, namun Hatsumi tetap saja tegang. Jelas sekali kalau Hatsumi tidak mempercayainya. Namun Hatsumi membiarkannya saja hal itu berakhir di sana. Hatsumi duduk di sebelah Suimei dan mengganti topik pembicaraan.
"Suimei, tentang latihanmu...."
"Ada apa dengan itu?"
"Kamu tahu itu kan. Aku menyuruhmu untuk menganggapnya serius."
Jadi itulah yang terjadi. Suimei memberinya senyuman pahit. Namun, Suimei memiliki pembelaan yang tepat dalam hal itu.
"Aku menganggapnya serius, tahu? Bahkan saat berlatih ayunan dan bentuk, aku tidak menahan diri, kamu dengar?"
"Itu menang benar sih, tapi.... apa kamu masih bisa mengatakan kalau kamu melakukan latihan dengan serius padahal kamu hanya datang ke dojo dua atau tiga kali seminggu? Akhir-akhir ini, kami beruntung karena kamu datang sesekali."
"Itu.... kupikir aku sudah memberitahumu kalau ada hal yang harus aku urus. Aku sedang sibuk."
"Hal-hal yang harus diurus....? Apa itu benar-benar sesuatu yang menyita banyak waktu?"
"Itulah tepatnya mengapa aku tidak datang. Mengenai itu, Instruktur Kiyoshiro sudah mengetahui apa yang terjadi."
"Jadi, tentang apa hal itu? Bahkan saat aku menanyakan itu, kamu tidak pernah memberitahuku."
"Itu sebuah rahasia."
"Jawaban itu lagi.... bukankah kamu terlalu sering menjawab seperti itu?"
"Suatu hari nanti."
"Semua itu yang selalu kamu katakan."
Dengan itu, Hatsumi menggembungkan pipinya dengan imut. Biasanya dia cukup serius, namun sesekali, sisi yang lebih kekanak-kanakan akan terlihat. Suimei berpikir Hatsumi mungkin agak tua untuk itu, namun karena sikapnya itu sangat lucu, Suimei ragu-ragu untuk menunjukkannya. Saat pemikiran seperti itu terlintas di kepalanya, Hatsumi berbicara lagi dengan nada agak kecewa dengan matanya mengarah ke bawah.
"Jika terus seperti ini, Suimei, kamu akan tertinggal, tahu? Setiap orang yang bergabung dari awal sudah menjadi lebih kuat, dan bahkan anak-anak baru pun mengalami kemajuan."
"Ya, mungkin."
"Tidak, itu bukan suatu kemungkinan. Meskipun kamu sudah lama berada di sini, hanya kamu satu-satunya yang masih belum mencapai level menengah."
Persis seperti yang Hatsumi katakan. Ketika ayah Hatsumi, Kiyoshiro, mendirikan dojo di lingkungan sekitar, Hatsumi dan Suimei adalah dua murid pertamanya. Anak-anak lain bergabung setelahnya, dan seiring berjalannya waktu, masing-masing para murid itu melampaui Suimei dari teknik berpedang.
Bagaimanapun, jika Suimei meninggalkan dasar-dasar teknik Kuchiba dan bertarung seperti Magician seperti biasanya, Suimei kemungkinan besar tidak akan kalah dalam pertarungan pedang dengan para murid lainnya. Selain Kiyoshiro dan Hatsumi, Suimei bisa dengan mudah melihat pergerakan orang lain dan melawannya.
Namun karena Suimei tidak bisa menggunakan magicka-nya dalam pertarungan normal, dia tidak bisa menunjukkan banyak hasil saat bertanding. Suimei sekarang datang ke dojo agar dirinya tidak pernah melupakan dasar-dasar pedangnya. Namun jika dia berlatih terlalu jauh, dia akan terseret oleh pedang. Baik ayahnya, Kazamitsu, dan pamannya Kiyoshiro telah menjelaskan kepadanya secara rinci kalau seorang Magician tidak boleh sepenuhnya terhanyut oleh pedang.
Jadi dalam hal itu, ketika Suimei memikirkannya, Hatsumi benar. Suimei tidak mengikuti pelatihannya dengan serius. Hatsumi telah melihat seperti itu.
"Suimei.... tidak baik jika murid pertama tetap lemah, kan? Itu memberikan contoh buruk bagi yang lain."
"Tidak apa-apa asalkan kamu kuat, kan? Kamu juga adalah murid pertama."
"Aku ini putri dari master dojo. Itu tidak masuk dalam hitungan."
Tampaknya Hatsumi tidak akan berubah pikiran dalam waktu dekat. Suimei dengan lemah merajut alisnya.
"Saat itu, kamu sering mengeluh karena aku yang kuat. Tapi sekarang kamu mengeluh karena aku lemah. Jadi apa sebenarnya yang kamu mau?"
"Itu.... akan lebih bagus kalau kamu yang lebih kuat?"
"Hmm?"
"Bukan apa-apa!"
Suimei tidak bisa mendengar suaranya yang pelan. Suimei bertanya padanya tentang hal itu, namun Hatsumi dengan kuat menginjakkan kakinya di tanah, berdiri, dan berjalan menuju beranda. Melihatnya pergi, Suimei merosotkan bahunya.
"Instruktur, bukankah sudah waktunya kita memberitahu Hatsumi dan Haseto yang sebenarnya.....?"
Keluhannya yang tidak terdengar itu ditujukan pada Kiyoshiro, yang sepertinya sedang minum dengan tenang di ruang tamu.