Chapter 4 : Devil

 

Larut malam di Ibukota Kekaisaran, Suimei, Felmenia, dan Liliana sedang berjalan-jalan di luar. Felmenia, yang berada di dekat Suimei, mengamati sekeliling mereka dan dengan hati-hati menyuarakan keprihatinannya mengenai ketidakwajaran dari apa yang dilihatnya.

"Ini sangat tenang, bukan?"

 

"Mereka mungkin mengantisipasi akan terjadi pertarungan dan mengevakuasi area tersebut sebelumnya."

Suimei membagikan spekulasinya sambil melihat sekelilingnya. Seperti yang Felmenia katakan, jalanan benar-benar sunyi. Tidak ada satu orang pun yang terlihat. Karena sekarang ada jam malam di kota, hal itu sudah bisa diduga, namun Suimei bahkan tidak bisa merasakan kehadiran orang-orang di rumah-rumah di sekitar mereka. Dan berjalan menyusuri jalanan yang sepi, suara angin malam yang dingin dan segar membawa suara dan langkah kaki mereka terdengar jauh lebih keras dari biasanya. Tiba-tiba, Liliana menarik tangan Suimei.

 

"Suimei.... Itu."

 

"Mereka sudah menunjukkan diri mereka, ya? Ini cukup cepat."

Ada beberapa bayangan bergerak ke arah yang ditunjuk Liliana, yaitu jalan yang mengarah langsung ke plaza selatan. Dan benar saja, diiringi suara langkah kaki berlari, banyak tentara muncul dari kegelapan.

 

"Suimei-dono, apa kamu akan baik-baik saja hanya dengan berdua saja?"

 

"Tidak masalah. Kerusakan pada tubuh astralku telah pulih dengan cukup baik untuk ini. Yang tersisa hanyalah mengejar target."

Ketika Felmenia dan Suimei sedang berbicara, para tentara yang mendekat berhenti agak jauh dari mereka. Dari apa yang Suimei lihat, para tentara itu bersenjata lengkap dan datang dengan kekuatan penuh. Garis belakang mereka bahkan merupakan pasukan penyihir yang bersiap-siap. Namun mereka hanya berdiri di sana beberapa saat sebelum membuka jalan untuk Graziella, Elliot, dan Christa muncul di hadapan mereka.

 

"Aku tahu kalian semua ada ke kelompok itu."

Kata Suimei agak sembrono.

 

"Sudah lama sekali ya, Suimei Yakagi. Bagaimana keadaanmu sejak saat itu?" Graziella merespon.

 

"Berkatmu, pemulihanku tertunda. Jujur saja, itu cukup menyakitkan. Tapi yang lebih penting, kau sepertinya membawa banyak teman hari ini, bukan?"

 

"Mengingat lawanku, aku hanya membuat persiapan yang perlu."

 

"Itu penilaian yang cukup besar."

 

"Hentikan saja omong kosongmu itu."

Graziella melontarkan kata-katanya seolah dirinya kecewa dengan kerendahan hati palsu Suimei. Berikutnya Elliot yang mulai berbicara.

 

"Tidak kusangka kaulah yang melindungi gadis itu....."

 

"Apa itu mengejutkan?"

 

"Tentu saja. Aku tidak pernah menyangka kalau orang yang bersaing denganku untuk menemukan pelakunya akan melindungi salah satu tersangka."

 

"Yah, itu wajar saja."

Saat Suimei mengangkat bahunya dengan tidak menyesal, Elliot menajamkan tatapan mata birunya saat dirinya memandang Suimei.

 

"Jadi, kenapa kau melakukannya?"

 

"Butuh waktu lama untuk menjelaskannya, dan aku tidak punya waktu untuk menjelaskannya padamu."

 

"Apa maksudmu?"

 

"Maksudku, aku sedang dalam perjalanan untuk menangkap dalang di balik insiden koma itu."

Tidak menyembunyikan apapun, Suimei tidak kesulitan memberitahu mereka apa yang dirinya lakukan. Namun dia mendengar dengusan sebagai jawaban; sepertinya Graziella tidak bisa menyembunyikan ketidaksenangannya. Perempuan itu tidak membuang waktu untuk mencela tindakannya.

 

"Betapa tidak tahu malunya. Kau sendiri terlibat dalam kejahatan ini, bukan?"

 

"Bahkan jika aku bilang tidak, kau pastinya tidak akan mendengarkan sama sekali, kan?"

 

"Jika kau sudah tahu sebanyak itu, itu pasti sudah jelas."

Saat Graziella menyatakan hal ini, sarung tangan hitamnya bergetar saat dirinya mengangkat tangannya untuk bersiap.Dia menyiratkan kalau sudah waktunya mereka mulai. Semangat bertarung meluap di tubuhnya.

 

"Malam ini aku akan membuatmu menunjukkan kekuatan terkutukmu itu kepadaku. Kau hanya memberiku gambaran sekilas terakhir kali."

 

"Maaf saja, tapi itu tidak akan terjadi."

 

"Apa?"

Melihat Suimei tidak berniat menurutinya, Graziella memelototinya dengan ekspresi gelisah dan agak bingung. Saat perempuan itu melakukannya, seseorang dengan santai berjalan keluar dari gang di samping mereka. Orang itu adalah....

 

"Wah, wah, apa yang kita temui di sini? Sudah lama tidak bertemu, Yang Mulia Graziella."

Shana Reiji, pahlawan Astel. Elliot khususnya terlihat sangat terkejut atas kedatangannya yang tidak terduga.

 

"Kau...."

 

"Hmph, Reiji sang pahlawan? Kudengar kau datang ke Ibukota Kekaisaran, tapi apa yang kau lakukan berjalan-jalan selarut ini?"

 

"Akhir-akhir ini, ada banyak orang di mana-mana. Tempatnya cukup sempit, jadi kupikir aku akan menenangkan diri dengan berjalan-jalan di malam hari saat suasana sepi. Tapi jangan khawatir—aku tidak datang sendirian."

Saat Reiji berbicara, Mizuki, Titania, dan pengawal Ksatria mereka keluar dari belakangnya.

 

"Yang Mulia Titania, apa maksudnya ini?"

 

"Aku hanya mengikuti setelah diberitahu kalau Reiji-sama ingin jalan-jalan dan menenangkan diri."

Titania berpura-pura tidak tahu sama seperti Reiji. Graziella menajamkan pandangannya seperti pisau saat dirinya memandangnya. Perkembangan ini terlalu aneh. Graziella bisa merasakan itu semua hanya akting dan mempertanyakan banyak dari mereka dengan nada menindas.

 

"Apa niat kalian di sini?" Graziella bertanya.

 

"Niat kami? Kami hanya lewat saja. Selain itu, apa yang kalian lakukan di sini, tengah malam seperti ini?" Reiji membalas.

 

"Kami datang untuk menangkap orang itu, White Flame-dono, dan gadis kecil itu."

 

"Kedengarannya serius. Apa yang mereka sudah lakukan?"

 

"Tentunya kalian pasti pernah mendengar tentang insiden sialan yang terjadi di Ibukota Kekaisaran. Gadis kecil itu dicurigai sebagai penjahat di belakang insiden itu, dan orang itu yang menyembunyikannya."

 

"Apa begitu? Aku belum pernah mendengar apapun tentang hal itu. Bukan begitu, Suimei?" Reiji menjawab dengan suara yang sengaja dibuat keras.

 

"Entah ya? Sejujurnya aku tidak tahu apa yang perempuan ini bicarakan. Bagaimanapun, kita tidak memiliki petunjuk siapa yang bertanggung jawab atas insiden tersebut. Kecuali.... Ah, begitu. Kalian semua tidak dapat memberikan hasil apapun, jadi untuk menipu semua orang, kalian menjadikan kami penjahatnya, benar?"

 

"Wah, wah, itu tidak bagus. Tidak, itu tidak akan berguna sama sekali. Kita tidak bisa menerimanya."

Bermain bersama Suimei, Reiji berbicara dengan nada simpatik yang berlebihan. Melihat aksi mereka yang terkoordinasi dengan baik, Graziella mengetahui kalau mereka berdua adalah teman baik dan mereka telah mengatur semua itu sebelumnya. Graziella tampak sangat kesal.

 

"Kalian bajingan....."

Di sisi lain, Elliot sepertinya menganggap ada sesuatu yang lucu dan menahan tawanya. Tampaknya Elliot agak geli melihat Graziella dipermainkan begitu. Namun di samping Reiji, Mizuki dan Titania menatap Suimei dan Reiji dan menghela napas jengkel setelah menyaksikan percakapan ini.

 

"Bagaimana aku harus bilangnya ya? Ini tampak seperti dua sahabat yang bertingkah selaras dengan sempurna."

 

"Ya, mereka berdua benar-benar tidak tahu malu......"

Dan bukan hanya mereka berdua yang berpikir demikian. Felmenia dan para Ksatria juga melihat tontonan ini dengan ekspresi aneh. Dan setelah sandiwara kecil mereka berakhir, Reiji mengarahkan wajah tampan dan gagahnya ke arah Graziella.

 

"Aku akan mengatakannya dengan lantang dan jelas. Yang Mulia Graziella, sebagai pahlawan, aku tidak bisa menerima tirani seperti itu."

 

"Apa yang kau katakan? Tentunya kau tidak berpikir untuk melawan kami, bukan?"

 

"Tentu saja. Itulah tepatnya yang aku pikirkan."

Mendengar pernyataan Reiji, Graziella memandangnya dengan skeptis, namun tetap tenang dan tidak terpengaruh.

 

Sikapnya menunjukkan Graziella tidak berniat mundur. Reiji menghunus pedang orichalcum dari sarungnya. Bilahnya bersinar dengan kilau seperti sisa-sisa logam yang terbakar, dan suara logam yang hampir seperti dengungan di telinga seseorang terdengar di udara.

 

"Aku minta maaf yang terdalam, Yang Mulia Graziella, tapi sampai mereka menangkap dalangnya, aku tidak bisa membiarkanmu melanjutkan. Jika kau bersikeras melakukannya, apapun yang terjadi....."

 

"Hmph. Lalu kita harus melakukannya dengan kekerasan, bukan? Jadi, kau akan menjadi orang yang bertarung denganku?"

 

"Tidak, lawan Yang Mulia Graziella adalah aku."

Kata Felmenia sambil melangkah maju.

 

"White Flame-dono? Hmph, itu sendiri juga nampaknya menarik. Bagaimanapun, kau sudah memenuhi syarat untuk itu beberapa hari yang lalu."

Graziella tersenyum tanpa rasa takut terhadap tantangan Felmenia. Meski Felmenia tidak memperlihatkannya, dia sedikit takut.

 

"Erk...."

 

"Tidak apa-apa. Kamu bisa melakukannya, Menia." Bisik Suimei kepadanya.

 

"Y-Ya!"

Terdorong oleh kata-kata Suimei, Felmenia mendapatkan kembali kepercayaan dirinya. Api menyala di mata ambernya saat gadis itu dengan bangga menjulurkan dadanya. Titania, Mizuki, dan para Ksatria kemudian berpencar. Meninggalkan mereka di belakang, Suimei dan Liliana bergerak menuju tujuan mereka dengan melewati gang belakang.

 

★★★

 

Setelah berpisah dari Felmenia dan yang lainnya dengan mundur ke gang, Suimei dan Liliana kini berlari menyusuri jalan yang berbeda dalam perjalanan menuju target mereka menggunakan magicka untuk berlari jauh melebihi kemampuan manusia biasa.

"Suimei..... apa kamu yakin tentang ini?"

 

"Ya, tidak salah lagi."

Suimei yakin dengan identitas pelakunya. Dia tidak bisa memikirkan kemungkinan lain. Berdasarkan semua yang telah terjadi sejauh ini, berdasarkan keadaan yang terlalu sesuai dan informasi yang dikumpulkan Felmenia, Suimei menuju ke Perpustakaan Universitas Kekaisaran. Dia akan menemukan jawabannya di sana. Dengan kecepatan mereka berlari melewati keheningan malam, sebuah bangunan yang lebih tinggi dari apapun di sekitarnya mulai terlihat.

 

"Ini..... aneh."

 

"Itu adalah sejenis mantra yang mengusir orang-orang yang tidak diinginkan dengan membuat mereka mengantuk. Mantra itu diatur agar orang-orang yang memasuki area ini akan mengantuk dan kembali ke tempat asalnya."

 

"Mantra ini seperti selubung kegelapan yang membuat orang pingsan yang menyebar degan tipis.... benar?"

Sambil mendengarkan dugaan Liliana, Suimei mendekati pintu masuk dan membuka pintu perpustakaan. Disambut oleh kegelapan di dalam yang terasa seperti menyedotnya, Suimei melemparkan dirinya ke dalam keinginannya sendiri. Dia merasa kalau akhir sudah di depan mata.

 

Satu-satunya cahaya yang bisa Suimei andalkan untuk menerangi jalannya adalah cahaya bulan yang menyinari jendela atap. Di dalam gedung, semuanya terlalu sepi. Itu membuat Suimei memikirkan keheningan yang terjadi tepat sebelum munculnya roh yang menghantui.

Liliana dengan cemas meringkuk di samping Suimei untuk berlindung dan menekan rasa takutnya. Saat Suimei dengan lembut membelai kepala gadis itu, dia memperhatikan sekeliling dengan baik. Tak satu pun staf yang hadir, seperti yang diharapkan pada jam seperti ini. Tak satu pun dari mereka kecuali satu. Merasakan kedatangan seseorang, sebuah cahaya muncul jauh di dalam kegelapan perpustakaan. Seorang laki-laki berkulit putih, telinga panjang, dan berkacamata muncul.

 

"Apa kalian mau menggunakan fasilitas kami? Sayangnya perpustakaan sudah tutup pada malam hari."

Laki-laki itu adalah peri laki-laki bernama Romeon, salah satu pustakawan Perpustakaan Universitas Kekaisaran. Dan ketika laki-laki itu menyadari kalau Suimei-lah yang masuk, laki-laki tampak cukup terkejut.

 

"Oh? Yakagi-kun dan.... bukankah ini putri dari Lord Zandyke. Jika kalian berada di sini pada jam seperti ini.... apa ada yang salah?"

 

Suimei tidak berusaha menyembunyikan apapun dan dengan jelas menyatakan niatnya.

"Aku hanya berpikir kalau aku akan datang dan menangkap pelaku di balik insiden koma itu."

 

"Oh....? Pelaku di balik insiden koma itu? Maka tentu saja kamu tahu kalau gadis yang kamu bawa itu dikabarkan sebagai penjahatnya."

 

"Setidaknya itulah yang ada depan umum. Tapi, kenyataannya ada seseorang di balik hal itu. Seorang dalang yang menggunakan sihir kepada Liliana dan memanipulasinya."

 

"Ya ampun.... tapi tempat ini perpustakaannya, tahu?"

Romeon berpura-pura melihat sekeliling saat dirinya berbicara seolah menyiratkan kalau tidak mungkin orang seperti itu ada di sana. Namun Suimei tidak goyah dan tidak mundur.

 

"Tepat. Dan dalangnya ada di sini."

 

"Di sini? Apa maksudmu itu?"

 

"Jika hanya kami dan kau yang berdiri di sini, maka hanya ada satu jawaban, bukan?"

Mendengar kata-kata itu, Romeon melontarkan ekspresi heran sebelum tertawa terbahak-bahak seolah dirinya mendengar lelucon buruk.

 

"Kau tidak mungkin mengatakan kalau akulah penjahatnya, kan?"

 

"Sayangnya, itulah yang aku katakan."

 

"Itu tidka mungkin, Yakagi-kun. Pikirkan tentang itu. Tidak mungkin aku melakukan sesuatu yang keterlaluan, kan?"

 

"Saat orang jahat mengatakan hal semacam itu, itu tidak terdengar masuk akal, tahu?"

Senyuman bermasalah muncul di wajah Romeon saat Suimei menegaskan dirinya. Romeon kemudian mengekang dirinya dan mendorong kacamatanya ke atas sambil menyesuaikan posisinya di hidungnya. Romeon tetap tenang seperti biasanya, namun sikap ramah yang dirinya miliki selama ini menghilang.

 

"Hmph..... kau terdengar cukup percaya diri. Atas dasar apa kau yakin kalau akulah penjahatnya?"

 

"Aku punya banyak alasan untuk itu."

 

"Jika ya, bolehkah aku bertanya apa itu?"

 

"Yang pertama kali membuatku tahu adalah saat aku datang ke sini bersama Menia." Suimei memulai.

 

".....Maksudmu saat aku berbicara denganmu tentang sihir kegelapan? Memperlakukanku seperti penjahat hanya karena hal itu adalah apa yang kita sebut sebagai tindakan ceroboh."

Sebelum Suimei selesai menjelaskan, Romeon sudah menebak apa yang Suimei maksudkan dan, sambil menghela napas, mulai membela diri.

 

"Bukankah terburu-buru memutuskan kalau akulah penjahatnya hanya karena aku tahu tentang sihir kegelapan? Ada orang di seluruh dunia yang mengetahui keberadaan sihir kegelapan, tahu?"

 

"Dengar, aku tidak akan memperlakukanmu seperti penjahat hanya karena kau tahu satu atau dua hal tentang sihir kegelapan. Seperti yang kau katakan, ada banyak orang di dunia ini yang tahu hal tersebut."

 

"Jadi...."

 

"Tapi bukan itu saja yang kau bicarakan dengan kami hari itu."

 

"Kalau begitu, apa maksudmu yang lain itu?"

Romeon memasang wajah bingung seolah dirinya tidak tahu apa yang dibicarakan Suimei.

 

"Kata-kata itu digunakan untuk memperkuat sihir kegelapan."

 

"......Sekarang kalau dipikir-pikir, aku ingat menyebutkan sesuatu seperti itu. Kata-kata yang ditambahkan penjahat di akhir mantranya adalah nama yang biadab, bukan? Tapi ada apa dengan itu? Apa kau menganggapku mencurigakan hanya karena aku mengetahui nama-nama biadab itu?"

 

"Itu benar. Setelah membicarakan hal itu dengan Liliana, sepertinya itu adalah sesuatu yang dia pelajari dari dalang sebenarnya di balik insiden itu."

 

"Jadi hanya karena aku tahu nama-nama biadab itu juga, aku menjadi pelakunya? Apa itu tidak berbeda dengan menghakimi seseorang atas dasar kalau mereka mengetahui sihir kegelapan?" Romeon berkata sambil menghela napas panjang.

 

"Yakagi-kun, bisakah kau hentikan ini? Jika kau melakukannya, aku akan melupakan semua ini."

Saat Romeon berbicara, suaranya kembali ke nada ramah seperti biasanya dan dia memasang senyuman bermasalah sekali lagi. Orang yang mengusulkan untuk mengabaikan segala sesuatu sebagai omong kosong tentu saja tampaknya tidak berbahaya.

 

"Baiklah, Tuan Pustakawan, ada hal kecil yang mau aku konfirmasi. Bagaimana kalau kau menjelaskannya kepada kami tentang itu? Hanya itu yang ingin aku ketahui. Bisakah kau mengingatkanku sekali lagi?"

Terkejut dengan pertanyaan Suimei, Romeon kembali menghela napas kesal dan menjawab dengan ambigu.

 

"Nama-nama biadab adalah kata-kata yang digunakan di dunia ini sejak zaman kuno untuk memperkuat sihir kegelapan. Mereka sudah lama hilang, tapi mereka memperkuat kekuatan kegelapan. Tak perlu dikatakan lagi, siapa pun yang terkena sihir kegelapan yang begitu kuat akan menderita luka serius. Apa—"

 

"Itu dia. Itu bagian anehnya."

 

"........."

Ketika Suimei tiba-tiba menyadari apa yang mengganggunya, Romeon terdiam sebelum menatap tajam ke arah Suimei dan mempertanyakan sumber keraguannya.

 

"Aku tidak mengerti apa yang ingin kau maksud, Yakagi-kun. Bagian mana yang aku katakan itu yang aneh? Tentunya ini bukan karena pergantian kalimat....."

 

"Sebelum kita melangkah lebih jauh, biarkan aku mengatakan kalau aku ini bukan dari dunia ini. Aku adalah bonus yang datang bersama pahlawan yang dipanggil di Astel."

Mendengar pernyataan Suimei, sedikit kejutan muncul di wajah Romeon. Namun Romeon kemudian mengangguk mengakui.

 

"Setelah kamu menyebutkannya, ada rumor tentang kecelakaan sekitar waktu pemanggilan pahlawan di Astel. Tapi, aku yakin kalau itu tidak ada hubungannya dengan pembicaraan kita, bukan?"

 

"Itu tidak sepenuhnya benar. Ini memiliki hubungan yang mengejutkan dengan apa yang sedang kita bicarakan."

 

"Hubungan.....?"

 

"Itu benar. Kata-kata itu adalah salah satu kiasan mistik dari dunia kami."

Mendengar penjelasan Suimei, ketenangan Romeon lenyap dan ekspresinya berubah muram.

 

"Aku tidak tahu kesimpulan apa yang kau ambil dari semua itu, tapi bukan berarti hal itu hanya ada di duniamu, kan? Sama seperti dunia yang berbeda bisa memiliki teknologi yang sama, nama-nama biadab itu bisa saja lahir di dunia yang berbeda."

 

"Itu memang benar. Bukan tidak mungkin konsep yang sama akan lahir di dunia ini. Tapi sayangnya, tampaknya tidak demikian."

 

"Atas dasar apa? Kau tidak mungkin mengatakan kalau kau menemukan asal usul nama-nama biadab di dunia ini, kan?"

 

"Tidak, aku tidak perlu bersusah payah seperti itu."

Kejengkelan Romeon semakin berlawanan dengan pemahaman Suimei yang semakin meningkat. Romeon mulai gelisah. Sambil membersihkan debu di kursi terdekat dengan jarinya, nada suaranya berubah tajam.

 

"Mengapa demikian?"

 

Suimei tertawa, mengetahui Romeon sudah mengetahui jawaban atas pertanyaan yang dirinya ajukan.

"Maksudku, selama ini, kau sudah mengucapkan 'nomina barbara, nomina barbara' berulang kali menggunakan bahasa dari dunia kami."

 

"........"

Mendengar kata-kata itu, ekspresi Romeon menjadi semakin muram. Dia mulai membuka mulutnya seolah dirinya keberatan, namun Suimei mengabaikannya dan terus memotong kata-katanya.

 

"Biasanya, orang-orang yang dibawa ke dunia ini melalui lingkaran magicka yang digunakan untuk pemanggilan pahlawan mendengar bahasa dunia ini dalam bahasa bawaan mereka sendiri. Tapi bukan berarti kalian benar-benar berbicara dalam bahasa kami. Kalian masih berbicara dalam bahasa bawaan kalian sendiri. Jadi jika apa yang kau katakan itu benar dan konsep nama-nama biadab memang ada di dunia ini secara asli, kata-kata yang kudengar saat kau katakan seharusnya diterjemahkan secara magis ke dalam bahasa jepang dan cara mulutmu bergerak ketika kau mengucapkannya seharusnya merupakan hal baru bagiku. Tapi aku ingat berpikir ada sesuatu yang aneh tentang hal itu. Sesuatu yang familier. Hal ini membuatku hanya mempercayai satu hal."

 

"Ah.... jadi karena itulah.... kamu bertanya padaku, terdengar seperti apa 'nomina barbara', itu kan?"

Liliana angkat bicara saat dirinya mencapai pemahaman. Suimei secara khusus menanyakan hal itu padanya saat mereka mendiskusikan dalang di balik insiden tersebut. Selama ini Suimei mengacu pada nama-nama biadab dalam bahasa jepang, tapi Suimei ingin memastikan kalau dirinya mendapatkan hasil yang sama ketika mengucapkannya dalam bahasa Latin.

 

"Itu benar. Dan karena itu adalah sesuatu dari duniaku dan bukan dari dunia ini, aku sebenarnya mendengar apa yang kau katakan, bukan terjemahannya. Artinya agak aneh bagimu untuk mengetahuinya, bukan?"

 

Dihadapkan pada hal ini, Romeon menjawab dengan menunjukkan kalau ada lubang dalam logika Suimei.

"Meski begitu, itu tidak secara implisit berarti akulah penjahatnya, kan? Pahlawan telah dipanggil ke dunia ini sejak zaman kuno. Bukan tidak mungkin untuk berpikir kalau seorang pahlawan datang dari duniamu sejak lama dan mewariskan pengetahuan tentang nama-nama biadab, yang mengarah ke penggunaannya di sini, benar?"

 

Suimei dengan lesu menggaruk bagian belakang kepalanya saat mendengar ini.

"Ya, tentang itu..... ada sesuatu yang mau kutanyakan padamu. Tepatnya berapa lama terakhir kali seorang pahlawan dipanggil ke dunia ini?"

 

"........."

 

"Aku tidak tahu apa kau benar-benar tahu atau tidak, tapi jika kau tidak ingin mengatakannya, aku sendiri yang akan memberitahumu. Berdasarkan penyelidikanku dan Menia, terakhir kali seorang pahlawan dipanggil sepertinya terjadi lebih dari seratus tahun yang lalu. Tentunya, apapun yang berhubungan dengan pemanggilan pahlawan dikontrol secara ketat oleh Church of Salvation dan Mage’s Guild, jadi tidak ada pemanggilan yang tidak tercatat."

Romeon tetap diam saat Suimei berbicara, dan Suimei beralih ke permainan akhir dengan percakapan ini.

 

"Nama-nama biadab pertama kali menjadi sesuatu di dunia kami pada zaman yang disebut era Crowley. Itu terjadi kira-kira seratus tahun yang lalu. Namun konsep tersebut pertama kali diwujudkan dalam bentuk yang benar-benar dapat digunakan adalah ketika Kenneth Grant menetapkan konsep tersebut secara penuh sekitar lima puluh tahun yang lalu. Paham? Dengan itu, teori kecilmu akan terbongkar."

Suimei kemudian mengangkat bahunya seolah dirinya bingung oleh sesuatu.

 

"Masih ada pertanyaan kenapa nama-nama biadab masih ada di dunia ini, tapi.... yah, terserahlah. Yang penting saat ini adalah seseorang selain diriku dan Liliana yang mengetahui konsep yang seharusnya tidak ada di dunia ini hadir di Ibukota Kekaisaran."

 

"........."

Romeon mengarahkan pandangannya ke bawah. Emosi apa yang dia sembunyikan di balik kacamata itu? Suimei tidak tahu apa yang dipikirkannya tanpa bisa melihat wajahnya. Namun, karena memutuskan terlalu dini untuk mundur, Suimei terus mengejar Romeon hingga terpojok.

 

"Sudah saatnya kau berhenti bersikap bodoh, Tuan Pustakawan. Dari apa yang kudengar, kau datang ke Ibukota Kekaisaran tepat ketika insiden koma dimulai, bukan? Bukankah itu suatu kebetulan yang luar biasa?"

 

Romeon masih belum menyerah.

"Apa kau punya bukti?"

 

"Sama sekali tidak. Sebelum aku bisa memasang paku terakhir di peti mati, aku terpaksa bergerak."

Suimei mengakui kalau dirinya hanya selangkah lagi dari kesempurnaan. Namun meski tanpa itu, dia tidak dirugikan. Bagaimanapun.....

 

{ TLN : Memasang paku terakhir di peti mati itu artinya sesuatu yang pada akhirnya bertanggung jawab atas kemungkinan kematian atau kegagalan sebelumnya. }

 

"Lagi pula, aku bukan seorang detektif. Aku tidak punya bukti yang secara kuat mengarah padamu. Yang aku miliki hanyalah spekulasi. Dan cukup mudah untuk menunjukkan masalahnya, dan itu tidak akan berhasil. Tapi, meskipun aku bukan seorang detektif, aku adalah seorang magician. Di duniaku, ada teknik untuk mengekstrak ingatan orang lain secara paksa. Jadi...."

Dalam sekejap mata, Suimei mengenakan jas hitamnya—seragam tempurnya. Menyoroti kalau Suimei bukan orang biasa, mata merahnya menyala-nyala.

 

"Jika kita menghentikan pembicaraan ini, itu akan jauh lebih cepat."

Dengan semakin banyaknya bukti yang memberatkannya, bahkan tanpa bukti pasti, tidak salah lagi kalau Elf itu adalah penjahatnya. Yang diperlukan untuk memastikannya hanyalah melihat apa Elf itulah yang memanipulasi Liliana.

 

Setelah beberapa saat, Suimei bisa mendengar suara tepuk tangan. Dengan tatapannya yang masih mengarah ke bawah, Romeon menyatukan kedua tangannya untuk Suimei seolah dirinya memujinya karena telah menemukan penjahatnya. Menganggap ini sebagai bentuk persetujuan, Liliana memandang Romeon dengan ekspresi bingung.

 

"Tuan Pustakawan.... kau......"

 

"Wah, wah, memikirkan Yakagi-kun adalah seseorang yang dipanggil dari dunia lain..... itu benar-benar di luar dugaanku."

 

"Waktu itu kau memberitahu kami tentang nama-nama biadab di perpustakaan ini, dan saat itu kau datang untuk memperingatkan kami di gang.... kau melakukan semua itu untuk mencoba menjauhkan kami dari insiden itu, bukan?"

 

"Ya, itu benar. Kau adalah orang yang menahan sihir kegelapan Liliana yang diperkuat, dan meskipun masih menderita luka parah, kau melawan Yang Mulia Graziella dengan seimbang. Jika memungkinkan, aku sendiri tidak ingin menghadapimu. Tapi aku tidak pernah menyangka hal itu akan menjadi bumerang bagiku sedemikian rupa."

 

"Lalu orang.... yang memberikan lokasiku kepada para Mage’s Guild itu..... dan juga membocorkannya kepada tentara....."

 

"Ya, seperti yang kau duga. Itu adalah aku."

 

Liliana memandang Romeon dengan ketakutan saat dirinya menanyainya lebih lanjut.

"Mengapa..... kau..... memanfaatkanku?"

 

"Tidak ada alasan khusus. Hanya saja aku juga melihat kalau para bangsawan yang ingin kau kejar itu menjadi penghalang. Terlebih lagi, di atas segalanya, kau memegang kekuatan kegelapan."

Saat Romeon berbicara, kekuatan kegelapan, kebencian terpendam yang berasal dari dunia luar, membengkak dengan cepat. Sepertinya orang ini juga bisa menggunakan sihir kegelapan. Tak lama kemudian, perpustakaan remang-remang di belakangnya menjadi gelap gulita. Kekuatan yang melayang di latar belakang mulai menegang dan terbentuk.

 

"Meskipun segala sesuatunya terlihat seperti ini, aku telah meneliti kekuatan kegelapan selama beberapa waktu. Baru-baru ini, aku penasaran apa yang akan terjadi pada makhluk yang bersimpati dengan kekuatan kegelapan, dan aku sedang menyelidikinya."

Merasakan apa yang diisyaratkan Romeon, Suimei mendecakkan lidahnya dengan ekspresi tidak senang di wajahnya.

 

"Tch, dan karena itu, muncullah nama-nama biadab?"

 

"Tepat. Menggunakan nama-nama biadab, kekuatan kegelapan diperkuat, termasuk kekuatan pengaruhnya. Terutama bagi Liliana, yang sudah sangat bersimpati dengan kegelapan. Dapat dikatakan kalau dia adalah wadah yang ideal untuk melakukan eksperimen dan tujuanku di balik insiden itu."

 

"Tidak..... mungkin...."

Mendengar pengakuan tidak manusiawi Romeon, Liliana sangat terkejut. Jauh lebih dari yang dirinya kira. Tangannya yang gemetar menempel erat pada Suimei, yang menatap tajam ke arah Romeon.

 

"Menyedihkan. Aku sudah mengira kau termasuk orang rendahan, tapi ternyata sampai sejauh ini...."

 

"Bagi seorang penyihir, mengejar pengetahuan adalah hal yang sederhana tentunya. Kau juga seorang penyihir, bukan? Kau seharusnya bisa mengerti itu."

 

"Hmph. Jangan samakan aku dengan sampah sepertimu. Aku tidak akan pernah melangkah terlalu jauh dalam mengejar kebenaran hingga aku tersesat."

 

"Tidak perlu menyembunyikannya. Kau pasti juga ingin tahu akan menjadi monster seperti apa yang bersimpati oleh kekuatan kegelapan, bukan? Kau ingin tahu itu, bukan? Bukankah kau hanya gemetar karena kegirangan memikirkannya? HAHAHAHAHAHA!"

Suara tawa Romeon menjadi menggelegar di telinga setelah dinodai oleh kekuatan kegelapan. Di belakangnya, kekuatan yang terwujud berkat Romeon bergoyang lamban saat muncul dan menghilang...... dia sudah menyiapkan ruang yang dibutuhkan untuk memanggil sosok berdosa. Namun Suimei tidak yakin apa itu niatnya atau tidak. Seolah itu adalah pertanyaan terakhirnya, Suimei memanggil Romeon dengan nada tegas.

 

"Jadi pada akhirnya, apa yang ingin kau capai dengan mempelajari kekuatan kegelapan?"

 

"Bukankah itu sudah jelas! Jika aku bisa memperjelas lebih lanjut tentang apa itu sihir kegelapan, aku bisa menyelamatkan mereka yang sedang berjuang melawan kekuatan kegelapan bahkan sampai sekarang! Itu sebabnya aku ingin mengetahui kedalaman kekuatan kegelapan! Aku ingin mengejarnya! Aku akan mengambil alih kekuatan itu!"

 

"Heeh....?"

Ekspresi bingung muncul di wajah Liliana saat dirinya mendengar penjelasan Romeon yang sangat kontradiktif. Romeon ingin menyelamatkan orang-orang yang menderita. Di dalam tawa yang dibelokkan oleh kekuatan kegelapan, keinginan itu pasti ada. Tidak salah lagi Romeon mengejar misteri karena alasan itu, namun apa yang dirinya lakukan sekarang benar-benar bertentangan dengan keinginan aslinya. Dia mengambil rute yang salah untuk sampai ke sana.

 

Menggunakan mana miliknya sebagai umpan, Romeon memperluas kekuatan kegelapan. Akal sehatnya melemah. Ini adalah seorang orang yang berada di ujung jalan setelah hidup hanya untuk memenuhi satu tujuan, dan mengalami kegagalan dalam prosesnya. Berbeda sekali dengan sebelumnya, Suimei kini menatapnya dengan mata penuh belas kasihan.

 

"Aku mengerti. Kau salah satu orang yang kalah, ya?"

Para magician mengejar kebenaran; mereka adalah orang-orang yang menginginkan kebenaran mengikuti cita-cita mereka sendiri. Namun, ada juga yang menghabiskan waktu terlalu lama untuk mengejar cita-citanya sendiri. Mengikuti jalan itu, mereka akan menyentuh banyak misteri, dan ketika mereka melakukannya, mereka akan terpengaruh olehnya. Lambat laun, kesadaran diri mereka akan menjadi semakin lemah. Hal ini pasti dilebih-lebihkan pada kasus Elf yang secara alami memiliki umur panjang. Orang yang saat ini terbudak oleh kedengkian mungkin sudah memulai jalan yang benar.

 

"Sekarang, majulah! Kalian berdua akan termakan oleh kegelapan dan mati di sini!"

Romeon menjatuhkan hukuman mati pada mereka dengan suara gembira. Suara mana yang mengalir keluar dari dirinya menghasilkan raungan yang jahat saat itu bertiup dengan keras. Tiba-tiba, salah satu rak buku di lantai dua terbang seperti baru saja terlontar ledakan. Memotong busur di udara, mana itu menghantam Romeon di lantai bawahnya. Namun, karena terhalang oleh kegelapan yang menyelimutinya, benda besar itu tidak melakukan apapun terhadapnya. Rak buku dan buku-buku di dalamnya dilenyapkan dan terlempar saat Romeon berteriak ke arah datangnya.

 

"Siapa di sana?!"

Sebuah bayangan muncul dari lantai dua.

 

".....Aku tidak pernah menyangka akan menjadi seperti ini."

Menendang pagar di lantai dua, yang bergumam pelan dari atas adalah Rogue Zandyke. Suimei tidak tahu sudah berapa lama Rogue berada di sana. Bahkan sebagai seorang magician, Suimei tidak bisa merasakan kehadirannya di tempat ini. Dipenuhi dengan semangat bertarung, Rogue membuka mantel militernya dan mengarahkan mata coklat kemerahannya ke arah Romeon seperti pisau.

 

"Kolonel....?"

Liliana menatapnya dengan heran. Romeon, seperti yang diharapkan, masih dipenuhi kegembiraan.

 

"Wah, wah, bukankah ini Lord Zandyke. Apa yang sedang kau lakukan di sini pada waktu seperti ini?"

 

"Aku membuntuti mereka berdua, dan tiba di sini untuk mengejar.... aku mendengar semua yang sudah kau katakan."

 

"Oh, jadi begitu? Aku turut berduka cita. Sebab, jumlah orang yang harus mati di sini bertambah satu."

Romeon mengumumkan kalau mereka semua akan mati. Dia tidak berniat membiarkan siapapun meninggalkan tempat ini hidup-hidup. Menatap sumber tawa tak menyenangkan itu, Rogue menghunus pedangnya. Dan menatap Rogue, Liliana bergegas ke arahnya.

 

"Liliana, mundurlah."

 

"Kolonel!"

Liliana memohon kepadanya, namun Rogue tidak mendengarkannya sama sekali. Rogue melompat turun dari lantai dua dan memanggil Suimei.

 

"Suimei Yakagi, aku akan mendukungmu."

 

".....Aku berharap dapat bekerja sama denganmu."

Saat Suimei membalas Rogue, Romeon menyiapkan kekuatan kegelapan, bersiap untuk menyerang mereka.

 

"Jadi memangnya kenapa jika jumlah kalian bertambah satu atau dua, hah?!"

Meja dan kursi di area itu terlempar, hancur berkeping-keping karena gelombang kegelapan. Romeon bersembunyi di balik rak buku terdekat saat Suimei, Liliana, dan rekan baru mereka Rogue berlindung di arah yang berbeda.

 

"Apa yang salah?! Apa kalian tidak akan menangkapku?!"

Didukung oleh keyakinannya pada kekuatan kekuatan kegelapan, pergerakan Romeon menjadi lamban. Dia menjulurkan kepalanya keluar dari tempat berlindungnya dan muncul. Dia kemudian mulai mendekat dengan langkah biasa, tampak seperti sedang mencoba memutuskan mangsa apa yang akan dia incar terlebih dahulu. Sebuah suara kemudian memanggil Suimei entah dari mana.

 

"Suimei Yakagi, bisakah kau mendengarku?"

Suimei bisa mendengar suara Rogue terbawa angin. Tampaknya sihir untuk berbicara dari jarak jauh. Suimei menggunakan magicka untuk membalas dengan cara yang sama.

 

"Ya, aku bisa mendengarmu. Ada apa?"

 

"Aku punya pertanyaan. Kekuatan apa yang digunakan Elf itu? Itu terlalu kuat untuk sekedar atribut kegelapan."

 

"Tidak, justru memang itu. Tapi karena terlalu kuat, dia akhirnya memanggil makhluk jahat dari alam lain. Itu sebabnya sumber kekuatan di balik atribut kegelapan mengalir keluar dalam bentuknya yang murni."

 

"Kalau begitu, bisakah aku berasumsi kalau akan buruk untuk melakukan kontak dengannya?"

 

"Selama itu bukan kontak yang berkepanjangan, itu akan baik-baik saja. Tapi pada akhirnya, itu adalah kumpulan kebencian dan dendam yang lahir dari hati manusia. Aku tidak bisa menyarankan bertarung sambil berdiri di dalamnya."

 

"Maka itu harusnya bisa dilakukan dengan menyerang sekali, menjaga jarak, dan mengulanginya....."

 

"Aku akan memulai lebih dulu."

Saat Suimei mengatakan ini, Liliana memanggilnya dari samping.

 

"Suimei, makhluk itu.... punya kekuatan yang sangat besar."

 

"Liliana, masih mudah bagi makhluk itu untuk menyedotmu. Jadi berhati-hatilah."

Mendengar peringatan itu, Suimei melompat keluar dari persembunyiannya. Melihat ini dengan matanya, Romeon segera mengayunkan lengannya dan menembakkan kekuatan kegelapan ke arah Suimei. Namun, bidikannya buruk dan hanya merusak lebih banyak perpustakaan. Suimei kemudian melancarkan serangan magicka-nya. Suara hentakan yang menyenangkan terdengar berulang kali di udara saat area di sekitar Romeon meledak.

 

"Tabir asap?"

Niat Suimei persis seperti yang dikira Romeon. Dan seolah dirinya sudah menunggu hal itu, Rogue menembakkan sihir angin yang menyedot banyak buku ke udara. Romeon bertahan melawan angin yang datang, namun Rogue melonjak masuk, menyembunyikan dirinya di antara buku-buku. Setelah menutup jarak di antara mereka dalam sekejap, Rogue melancarkan tebasan ke belakang. Namun Romeon tidak berusaha menghindarinya; dia hanya menggunakan kekuatan kegelapan yang melingkari lengannya untuk menghentikan serangan itu.

 

"Tch....."

Terkena kekuatan kegelapan secara langsung akan berdampak buruk. Mengetahuinya dengan baik, Rogue melompat mundur dengan panik.

 

"Mea acies est facta invisibilis, sed est instar adamantinum acre, et demergit meus inimicum in sanguis."

[Pedangku dibuat tidak terlihat, namun dengan ketajaman seperti baja, pedang itu menenggelamkan musuhku dalam genangan darah.]

 

Untuk menutupi mundurnya Rogue, Suimei menembakkan magicka-nya. Tebasan tak terlihat yang tak terhitung jumlahnya terbang ke arah Romeon, dan kekuatan kegelapan yang mengejar Rogue terpotong-potong. Melihat kekuatan magicka Suimei, Romeon lalu mengambil langkah mundur.

 

"Seperti yang diharapkan, dengan salah satu dari Seven Sword dan Yakagi-kun sebagai lawanku, aku berada dalam posisi yang kurang menguntungkan.... tapi...."

Romeon mulai merapalkan mantra. Sesuai dengan waktunya, Suimei juga mulai merapalkan.

 

"Wahai Kegelapan. Engkaulah yang menelan segala keberadaan. Hiasi dirimu dengan warna hitam legam yang mengerikan. Dengan kemunculan yang tidak terbatas itu, berikan kematian—kematian yang bisa dihindari—di hadapanku! Olgo, Lucuila, Ragua, Secunto, Labielalu, Baybaron!"

 

"O flammae, legito. Pro venefici doloris clamore. Parito colluctatione et aestuato! Eva, Zurdick, Rozeia, Deivikusd, Reianima!"

[Wahai api, berkumpul. Seperti jeritan kemurkaan sang magician. Bentuklah penderitaan kematian dan kobarkan apimu! Eva, Zurdick, Rozeia, Deivikusd, Reianima!]

 

Rapalan Suimei dan Romeon benar-benar tumpang tindih. Di satu sisi ada sihir kegelapan, dan di sisi lain ada magicka api. Kesamaan yang mereka miliki adalah kata-kata aneh dan tidak dikenal yang mereka tambahkan di akhir rapalan.

"Dark Embrace!"

 

"Conluceto! O Ashurbanipalis fulgidus lapillus!"

[Bersinarlah! Wahai permata Ashurbanipal yang mempesona!]

 

Suimei dan Romeo mengaktifkan kata kunci mereka secara bersamaan. Kegelapan yang lahir di belakang Romeon melaju ke depan dan menelan semua yang dilewatinya, menyebar seperti gelombang besar. Suimei menghancurkan api yang bersinar di telapak tangannya saat ledakan api berkerumun di sekitar Romeon. Di dalam perpustakaan yang berguncang dengan suara gemuruh, api yang menyilaukan membakar kekuatan kegelapan hingga tidak ada apa-apanya saat api terus melonjak menuju Romeon tanpa hambatan.

Romeon mengambil posisi bertahan untuk melindungi dirinya sendiri ketika kobaran api yang berlebihan dan kuat menerobos dinding perpustakaan. Khawatir akan serangan lain dari Suimei, Romeon melompat keluar melalui salah satu lubang yang baru dibuat.

 

"Urgh.... Tidak mungkin! Bagaimana bisa kau yang tidak memiliki kekuatan kegelapan bisa menggunakan nama yang biadab?!"

Suimei keluar dari perpustakaan dengan cara yang sama untuk mengejar Romeon dan menjentikkan jarinya ke Romeon, memaksanya mundur lebih jauh ke sebidang tanah kosong. Suimei melangkah maju dengan tenang, keluar dari kegelapan di bawah sinar bulan.

 

"Nama-nama dewa memiliki kekuatan yang kuat. Sejak zaman kuno, banyak magician yang mencoba memanfaatkan kekuatan itu untuk magicka. Namun dewa dari alam eksistensi lain mempunyai nama yang sama sekali tidak dapat diucapkan oleh manusia. Dan meskipun mereka bisa mengucapkannya, mereka terlalu kuat untuk digunakan manusia. Nama-nama biadab—kata-kata yang memiliki kekuatan luar biasa dengan menjatuhkan nama-nama dewa—adalah sesuatu yang dapat meningkatkan efek magicka apapun. Nama-nama primitif."

 

"Apa—?"

 

"Nama-nama biadab tidak hanya memperkuat sihir kegelapan. Aku tidak tahu kesimpulan apa yang kau dapatkan saat mempelajarinya, tapi sepertinya kau salah."

Nomina barbara mampu melakukan lebih dari sekadar meningkatkan efektivitas sihir kegelapan. Dengan menurunkan nama dewa ke tingkat ucapan manusia, maknanya mirip dengan lolongan binatang buas kepada manusia. Mereka memiliki kekuatan dasar yang besar yang dapat diterapkan pada magicka apapun.

 

"Bagaimana itu bisa digunakan untuk sihir lain?! Jika kau juga bisa menggunakan nama-nama biadab, maka aku hanya perlu menggunakan nama-nama biadab pada sihir yang lebih kuat!"

Setelah berteriak, Romeon sekali lagi mulai melantunkan mantra. Dan melihat ini, Suimei mengeluarkan pernyataan jengkel.

 

"Jika seseorang menggunakan nama-nama yang biadab, efektivitas magicka-nya pasti meningkat. Tapi magicka yang menggunakannya menjadi hambar, dan tidak ada cara untuk mengendalikannya sepenuhnya. Jadi itu memiliki kelemahannya. Itu sebabnya...."

 

"Wahai Kegelapan. Engkau lebih kuat dari delapan sifat yang mana pun. Kehancuran yang engkau timbulkan akan melahirkan keputusasaan yang mutlak! Olgo, Lucuila, Ragua, Secunto, Labielalu, Baybaron! Black Ruin!"

 

"O mysteria. Subito depravato id axioma."

[Wahai misteri. Cepat putar prinsip itu.]

 

Pada saat yang sama Romeon mengaktifkan kata kuncinya, Suimei merapalkan mantra dengan kecepatan luar biasa. Ketika Suimei melakukannya, terjadi perubahan pada mantra kegelapan yang diucapkan Romeon. Bola kegelapan besar yang terbentuk di depannya tiba-tiba kehilangan bentuknya dan meledak tepat di tempatnya.

 

"Ugh! M-Mustahil! Apa.... yang baru saja terjadi?"

Dengan mantra yang meledak di depannya, Romeon langsung terkena kekuatannya dan terhuyung. Karena itu adalah kekuatannya sendiri, kerusakannya tidak terlalu parah, namun guncangan pada jiwanya akibat penggunaan nama-nama biadab cukup besar. Liliana, yang menyaksikan pertarungan dari belakang Suimei, menyadari apa yang terjadi dan berbicara dengan ekspresi terkejut terpampang di wajahnya.

 

"Itu.... ketika aku....."

 

"Pencampur Fenomena. Pada titik waktu yang ditentukan akan terjadinya fenomena fisik, di dalamnya terkandung potensi semua peristiwa yang mungkin terjadi, beserta proses dan akibat yang ditimbulkannya. Segala sesuatu akan mengalir secara alami dari sana menuju hasil yang paling mungkin, yaitu apa yang akan terjadi. Namun bila ada fenomena mistik yang terlibat, maka hasilnya menjadi tidak stabil. Jika diterapkan dengan benar, seseorang dapat menggunakan hukum mistik itu untuk keuntungan mereka, terutama terhadap magicka hambar yang tidak dapat dikontrol dengan benar."

 

Menggunakan dasar-dasar teori magicka, Suimei telah menggunakan konfrontasi antara kekuatan magicka untuk mengacaukan hasil mantranya. Sihir yang Liliana gunakan untuk melawan magicka Suimei sebelumnya menggunakan prinsip yang sama. Itu adalah teknik yang memanipulasi mantra dengan mantra yang memiliki komponen serupa. Hal itu akan mengacaukan hasil dan menguntungkan penyihir yang mengganggu.

 

"Menyerahlah, Tuan Pustakawan. Kau—yang tidak bisa menggunakan sihir yang kuat tanpa mengandalkan nama-nama biadab—tidak punya peluang untuk menang, bukan?"

Suimei menyatakan kalau kemenangannya tidak bisa dihindari. Sebagai tanggapan, bahu Romeon terkulai seperti dirinya menyerah. Namun sebaliknya, Romeon tidak berniat menyerah.

 

".....Kalau begitu, kurasa aku tidak punya pilihan. Aku sebenarnya tidak ingin melakukan ini....."

Saat Romeon bergumam pada dirinya sendiri, dia sekali lagi mulai memancarkan energi kegelapan, namun ini jauh lebih kuat dari sebelumnya. Selain itu, tidak seperti sebelumnya, Romeon bertindak tanpa memedulikan keselamatan atau keberadaannya sendiri. Dia membiarkan dirinya ditelan seluruhnya oleh kebencian, dan tubuhnya berubah menjadi sesuatu yang mengerikan. Siluet Elf-nya kini tak lebih dari bayangan hitam dengan mata dan mulut menempel di sana. Itu seperti sosok yang berdosa.... tidak, itu lebih seperti makhluk jahat yang merupakan bentuk aslinya.

 

"Itu sama ketika aku datang ke sini, tapi entah bagaimana ini selalu menjadi pola yang umum....."

Menyaksikan monster hitam muncul di hadapannya, Suimei hanya bisa melihat dengan sedikit keheranan kepada roh Romeon yang layu. Tentu saja ketika orang-orang merasa dirugikan, wajar jika mereka menggunakan kekuatan yang luar biasa. Namun melihat ke mana perginya Romeon—wujud mengerikan yang dirinya ambil dan bukan lagi manusia—Liliana dengan cemas memanggil Suimei.

 

"Suimei!"

 

"Itulah takdid mereka yang ditelan oleh kegelapan. Perhatikan baik-baik dan tanamkan gambaran itu dalam pikiranmu, Liliana." Suimei memperingatkan.

 

"Suimei Yakagi. Kau nampaknya sangat tenang, apa kau punya mantra untuk mengalahkan makhluk itu?"

 

"Apa....?! Dari mana kau muncul?"

 

"Apa? Aku baru saja melewati lubang itu seperti yang lainnya."

Mendengar Rogue mengatakan itu seolah-olah itu hal yang sepele, Suimei mulai menyadari betapa menakutkannya orang yang berdiri di sampingnya ini. Suimei tidak tahu kapan Rogue muncul. Suimei mengira orang itu mungkin akan mendatanginya saat Suimei sedang berbicara dengan Liliana, namun dia tidak bisa memastikannya. Sangat mungkin Rogue berdiri di sana sepanjang waktu.  Namun karena ada masalah yang lebih mendesak, Suimei mengumpulkan pikirannya dan kembali ke Romeon.

 

".....Ini akan memakan sedikit waktu, tapi aku punya magicka yang bisa mengalahkannya."

 

"Baiklah. Lalu aku akan memberikanmu waktu yang kau butuhkan untuk itu."

Meninggalkan sisanya kepada Suimei, pengguna pedang Kekaisaran itu berbalik dan berlari menuju lawan mereka. Suimei hanya memuji gaya bertarungnya. Menghindari gelombang kekuatan kegelapan yang dilancarkan Romeon, Rogue terus melancarkan serangannya tanpa menghalangi Suimei.

 

"Berlari ke sana-kemari seperti hama!"

Suara kesal yang memenuhi telinga mereka memenuhi udara, dan sosok Rogue tiba-tiba menghilang dari pandangan. Dia masih bertarung, namun yang terlihat dari dirinya hanyalah kabur. Sesekali, dia akan muncul di sana-sini dengan gelombang semangat bertarung yang luar biasa. Itu seperti fatamorgana, hanya saja bukannya datang dari panas, fatamorgana itu tampak muncul dari bayangannya sendiri  Itu adalah teknik spesial dari salah satu dari Seven Sword, yang dikenal sebagai Sword Master of Lonely Shadow. Itu adalah kemampuan luar biasa yang membuat keberadaannya sulit dideteksi atau dipahami orang lain. Dia dengan berani melakukan banyak penyerangan dengan bantuan fatamorgana itu. Ini bukanlah hal baru baginya. Dia tampaknya berada dalam elemennya, dan cukup aman dari serangan Romeon. Itu membuat Suimei bebas mulai merapalkan mantranya tanpa khawatir. Untuk sesaat, dia bahkan melihat ke arah bintang.

 

"Intra velum. Noctis lacrimarum potestas. Insigne Olympus et terrae pingito. Infestato ad irrationabilis veritas. Caecato, pluvia incessabilis. Ea qui lugent sunt vitium. Ea qui fatentur sunt bonitas. Omne perveniunt ex luce supra tumultum, ex coruscis stellis."

[Di bawah tirai. Keagungan air mata yang ditumpahkan di malam hari. Diwarnai oleh lambang langit dan bumi. Menyerang kebenaran yang tidak rasional. Menyilaukan, hujan tak henti-hentinya. Orang yang meratap adalah orang jahat. Mereka yang mengaku adalah orang yang berbudi luhur. Semuanya berasal dari cahaya di balik kekacauan, dari bintang yang berkelap-kelip.]

 

Di tengah-tengah melantunkan mantranya, Suimei bisa mendengar suara tawa Romeon. Tawa yang pecah dan keras itu menjadi bukti melemahnya kesadaran Romeon. Itu adalah tawa gila dari kegilaan. Romeon percaya kalau dirinya akan menang tanpa keraguan....

Namun, bahkan orang buta ini pun akan segera bisa melihat. Lingkaran magicka yang sangat besar menutupi langit. Kilatan menyilaukan yang menyinari mereka terbentuk dari cahaya bintang di langit. Ya, orang itu akan datang untuk melihat pancaran harapan.

 

Tak lama kemudian, semua orang selain Romeon terdiam saat cahaya bulan menghilang. Merasakan kekuatan besar di surga, Rogue mundur dari garis depan. Liliana, yang berdiri di belakang Suimei, benar-benar mengabaikan Romeon saat dirinya menatap ke langit di atas dengan tercengang. Kemudian bahkan langit pun menjadi tidak terlihat karena banyaknya komet yang tak terhitung jumlahnya terbentuk.

 

"Enth Astarle!"

[Wahai langit berbintang, jatuhlah!]

 

Dengan kata kunci Suimei, Ibukota Kekaisaran ditelan oleh cahaya derasnya hujan bintang. Dalam pemandian cahaya astral, semua kejahatan yang ada dan semua mantra yang menyebabkannya menjadi tidak berarti. Ketika cahaya itu akhirnya mereda dan tanah kosong kembali menjadi gelap, sosok Romeon yang layu tergeletak tak bergerak di tanah. Suimei mendekat ke tubuh orang yang pernah menjadi pustakawan dan mengulurkan tangan untuk menyentuhnya. Rogue menyarungkan pedangnya saat dirinya berjalan mendekat juga.

 

"Apa dia mati?"

 

"Dia hidup. Tapi tidak....."

Romeon memang masih hidup, namun setelah ditelan oleh kebencian dan kemudian oleh terang benderang cahaya astral itu, itu hanyalah perbedaan kecil. Jantungnya masih berdetak, namun orang itu tidak bisa berpikir, apalagi bergerak. Saat orang itu menerima kebencian itu seperti menghirup udara segar, takdirnya telah ditentukan. Karena itu, Liliana bingung ketika Suimei mulai menggunakan magicka pada orang itu.

 

"Apa yang..... sedang kamu lakukan?"

 

"Hmm? Oh, ada sedikit hal yang ingin aku periksa."

Setelah selesai, Suimei melepaskan Romeon. Liliana lalu menoleh ke Rogue.

 

"Kolonel...."

Mata kiri Liliana dipenuhi dengan kesedihan dan kecemasan, namun meski begitu, dia memanggil Rogue seolah dirinya masih memiliki rasa peduli padanya. Rogue memunggunginya. Dan kemudian, seperti yang diharapkan, Rogue berbicara dengan nada dingin.

 

"Liliana, kau sebaiknya tetap bersama dengannya."

 

"Kolonel, itu.... Apa yang kamu....?"

Menindaklanjuti kebingungan Liliana, Suimei mengajukan pertanyaannya sendiri.

 

"Bagaimana dengan mengambil tanggung jawab itu?"

 

"Liliana sedang dimanipulasi oleh orang itu, bukan? Dalam hal ini, tidak ada tanggung jawab yang harus dia ambil."

Nada suara Rogue keras seperti biasanya, namun kata-kata yang dirinya ucapkan dengan suara tegas itu benar-benar tidak terduga bagi Suimei. Jauh di lubuk hatinya, Rogue pasti tidak pernah ingin membunuh Liliana sejak awal.

 

"Lalu apa maksudmu dengan menyuruhnya tetap bersamaku?"

 

"Tidak lebih dari apa yang aku katakan. Itu berarti aku akan meninggalkan Liliana dalam perawatanmu."

 

"Bukankah Liliana itu....."

Sebelum Suimei menyelesaikannya, Rogue menggelengkan kepalanya seolah dirinya tidak ingin Suimei mengatakannya.

 

"Tidak. Aku tidak punya hak untuk tetap berada di sisi anak itu setelah mencoba membunuhnya dengan tanganku sendiri."

 

Mendengar itu, Liliana berteriak padanya dengan suara bingung.

"K-Kolonel! Aku sungguh.... tidak...."

 

"Liliana, ini caraku mengambil tanggung jawab. Daripada mempercayaimu, aku malah mengkhianatimu. Aku tidak punya hak untuk menyebut diriku sebagai orang tua lagi."

Liliana kehilangan kata-kata saat dirinya mendengarkan Rogue mencela dirinya sendiri.

 

"Itu bukanlah hakku untuk mengatakan ini, tapi menurutku tidak apa-apa mempercayakanmu pada orang yang melindungimu sampai akhir."

Dan dengan itu, Rogue berpaling dari mereka berdua dan mulai berjalan. Suimei melihat sosok kesepian dalam sosok berseragamnya saat Rogue menjauh. Suimei kemudian memanggil Rogue sekali lagi.

 

"Ke mana kau akan pergi?"

 

"Aku mempunyai tugas yang harus diselesaikan."

Menghadapi tekad Rogue yang tragis, Suimei terdiam. Rogue, dengan punggung masih menghadap, lalu melanjutkan.

 

"Suimei Yakagi.... aku mungkin tidak dalam posisi untuk mengatakan hal seperti ini lagi, tapi.... tolong, jagalah anak itu."

Tidak ada yang bisa dilakukan Suimei untuk menghentikannya. Keberatan apapun yang dia ajukan, bahkan jika dirinya berteriak, hanya akan sia-sia jika dihadapkan pada tekad kuat Rogue. Jadi, Suimei hanya mengangguk dan berkata kalau dirinya mengerti. Dia bisa melihat senyuman samar di wajah kaku Rogue saat Rogue melirik ke belakang dari balik bahunya. Rogue kemudian mulai berjalan ke kejauhan lagi.

 

"Kolonel!"

Sebuah suara muda mengejarnya saat Rogue pergi, namun itu tidak menghentikannya. Bertentangan dengan keinginan gadis muda itu, dia tidak pernah menoleh ke belakang. Dia hanya terus maju untuk menghadapi tanggung jawabnya sendiri. Namun saat dia tidak berhenti berjalan, Liliana juga tidak berhenti memanggilnya.

 

"Kolonel! Tunggu, tolong tunggu....."

Liliana berlutut saat dirinya melihat sosok Rogue semakin mengecil di kejauhan. Namun karena dia mengerti perasaan Rogue, dia tidak bisa mengikutinya. Namun dia tidak bisa membiarkannya pergi begitu saja. Keterikatannya pada orang itu tidak mengizinkannya. Maka dia mengangkat kepalanya. Dia mengerahkan seluruh keberaniannya, dan....

 

"A.... A.... Ayah!"

Ini pasti pertama kalinya Liliana memanggilnya seperti itu. Saat suaranya menarik hati kecilnya, Rogue menghentikan langkahnya. Suara Liliana memanggilnya—Ayah. Namun perlahan tapi pasti, Rogue kembali meletakkan satu kaki di depan kaki lainnya. Dia bahkan tidak membiarkan dirinya melihat ke belakang. Seolah-olah mengatakan ini akan menjadi hukuman untuknya.

 

★★★

 

Konflik antara kelompok Felmenia dan kelompok Graziella, yang dimulai di jalan-jalan kota, telah meluas hingga ke plaza utara Ibukota Kekaisaran dan menemui jalan buntu. Saat ini, medan perang terbagi menjadi sisi utara dan selatan, dan tidak lebih dari rentetan mantra yang ditembakkan dari kedua sisi. Felmenia adalah orang yang mulai menembak lebih dulu, namun Mizuki dan Titania bergabung dengan sihir mereka sendiri tak lama kemudian, dan begitulah keadaan mencapai tahap ini. Semua orang selain Reiji dan Elliot menjaga jarak dari garis tak kasat mata di tengah plaza saat mereka bertarung.

 

Plaza itu bergema dengan paduan suara rapalan dan semburan ledakan yang merusak. Batu bata yang menyusun jalan hancur berkeping-keping di sana-sini, mengirimkan pecahan batu bata ke udara. Kegelapan malam diterangi oleh sisa-sisa bara api dari sihir api yang menyala-nyala. Di tengah para tentara dan penyihir yang saling melontarkan segala jenis mantra, Titania melontarkan perintah kepada para Ksatria.

"Teruslah menembak, semuanya! Jangan mengalah! Luka, urus sihir pertahanan! Roffrey, bidik garis depan!"

 

Menghindari dan bertahan melawan mantra yang masuk berulang kali sambil terus bergerak maju, Titania mendesak pasukannya untuk maju. Menembakkan mantranya sendiri, Mizuki mendekat ke Titania.

"Tia! Apa kamu yakin kalau aku tidak perlu bertahan?!"

 

"Tolong serahkan bagian itu pada kami! Terus lakukan apa yang sudah kamu lakukan, Mizuki! Terus gunakan mantra sihir apimu untuk menghancurkan formasi mereka!"

 

"Oke!"

Mengikuti perintah Titania, Mizuki mengangguk percaya diri dan sekali lagi mulai melemparkan mantra api ke arah prajurit musuh. Meskipun, seperti yang diharapkan, Mizuki tidak bisa menahan diri agar dirinya tidak mengenai mereka secara langsung. Demikian pula, tentara dan penyihir musuh menolak menggunakan mantra area luas karena kehadiran Titania. Namun karena mereka mengetahui kemampuan Titania sebagai salah satu dari Seven Sword, tidak ada seorang pun yang ingin maju ke arahnya dan ikut bertempur. Dan di atas semua itu, para Ksatria yang berkumpul di sekelilingnya membentuk cangkang pertahanan yang kuat untuk melindunginya.

 

Di tengah segalanya, sihir air terbang ke arah Mizuki, yang masih mengayunkan sihir api ke arah musuh.

"Whoa!"

 

Mizuki menghindari peluru air dan segera melihat ke arah mana peluru itu terbang. Pendamping Elliot, Christa, telah berpisah darinya dan mengarahkan pandangannya pada Mizuki. Dan hanya beberapa detik sebelum gadis itu mulai melantunkan mantra lain.

 

"Wahai Air! Engkau adalah kumpulan cairan buas yang akan menyembur keluar. Aqua Bullet!"

 

"Wahai Angin! Engkau akan menjadi perisai kokoh untuk melindungiku! Tolak semuanya sebelum pusaran parah itu! Vortex Obstacle!"

Untuk mempertahankan diri dari banyaknya peluru air yang terbang ke arahnya, Mizuki merapalkan mantra pelindung. Udara dari segala arah mengalir membentuk pusaran di depannya. Saat peluru air bertemu dengan pusaran itu, mereka tersebar dan terlempar. Namun, Christa tidak memedulikannya dan tidak menunjukkan keraguan untuk melepaskan rentetan peluru air lagi.

 

"T-Tunggu! Beraninya kamu menembakku begitu banyak?!"

 

"Kamu seharusnya berharap tidak kurang dari itu! Aku adalah salah satu priest sihir tingkat tinggi El Meide—Ap?!"

Saat Christa sedang menanggapi keluhan Mizuki, Mizuki menembakkan mantra api tanpa rapalan apapun yang menguapkan semua peluru air sekaligus. Api itu meledak dengan indah saat menghantam tanah.

 

"Maaf! Aku tidak bisa bersikap mudah melawan orang kuat!"

 

"Seperti yang diharapkan dari seorang pendamping pahlawan pelindung dunia, kamu cukup mampu."

 

"Ya! Makasih atas pujiannya."

Kedua gadis itu bertukar pujian di medan perang seperti mengagumi saingannya. Melihat mereka, Titania menghela napas jengkel di sela-sela rapalan.

 

"Mengapa mereka berdua menjadi begitu akur.....?"

Sungguh, itu hanya Mizuki. Pertarungan Felmenia dan Graziella tidak menunjukkan tanda-tanda akan mencapai kesimpulan saat mereka saling menyerang untuk bertahan dalam pasang surut pertempuran. Sihir tanah Graziella ditembakkan dari ujung selatan plaza, dan Felmenia menghadapinya dengan sihirnya sendiri. Saat Felmenia merapalkan mantranya, lingkaran magicka muncul dari kakinya, cahayanya membentuk dinding mana di sekelilingnya. Tak sedetik kemudian, tsunami tanah dan pasir yang dikirimkan Graziella menyerangnya. Namun setelah semuanya tenang, Felmenia berdiri di sana tanpa terluka sama sekali.

 

"Seperti yang diharapkan dari White Flame, Felmenia-dono. Level sihir ini sama sekali tidak berarti apapun bagimu, benar?"

 

"Tentu saja tidak. Bagaimanapun juga, aku tetaplah penyihir yang mewakili Astel."

Felmenia membual tanpa rasa takut dalam upaya untuk menghibur dirinya sendiri. Saat ini, pertarungannya dengan Graziella sebagian besar terdiri dari pertahanannya melawan sihir yang ditembakkan Graziella tanpa akhir, seolah Graziella mencoba menahan Felmenia agar tidak maju sama sekali. Meskipun Graziella berspesialisasi dalam pertarungan tangan kosong, dia tidak mengarahkan pertarungan ini dalam jarak dekat. Jika dia melakukannya dengan ceroboh, punggungnya akan terbuka oleh serangan salah satu dari Seven Sword. Meskipun Titania sendiri tidak berniat menggunakan pedangnya dalam pertarungan ini, tidak ada seorang pun yang mengetahuinya.

 

Terlebih lagi, di tengah medan perang, Reiji dan Elliot sedang bertarung tanpa menoleh untuk melihat sihir apapun yang beterbangan di sekitar mereka. Jika seseorang dengan ceroboh memasuki pertarungan jarak dekat dan terjebak dalam pertarungannya, mereka mungkin akan menciptakan celah besar bagi lawannya. Karena itu, semua orang ragu-ragu untuk mendekat untuk bertarung.

 

Felmenia menembakkan magicka dengan rapalan singkat.

"Wahai Api! Soar!"

 

"Selama itu hanya sihir tanpa perasaan apapun...."

Melihat Felmenia mengucapkan mantra lain untuk menahannya, Graziella menyuarakan kekecewaannya. Felmenia hanya menyerang dengan setengah hati selama ini. Graziella pasti merasa seperti dirinya tidak sedang bertarung sama sekali. Tubuhnya dalam kondisi terisi mana hingga penuh saat dirinya menerima api Felmenia secara langsung. Api itu langsung menyerangnya, namun terlepas dari kenyataan kalau Graziella bahkan tidak memasang mantra pertahanan, bahkan pakaiannya pun tidak hangus.

 

Seperti yang kuduga, dengan level magicka ini, tidak ada efeknya sama sekali pada Yang Mulia Graziella....

Felmenia sedang mempertimbangkan situasinya. Dia mencoba mencari tahu tingkat kekuatan apa yang diperlukan untuk membuat Graziella serius. Dan seperti yang dirinya duga, mencoba menahannya saja tidak akan berhasil.

 

Maka sudah waktunya....

Dalam persiapan memainkan kartu asnya, Felmenia mengalihkan perhatiannya ke Reiji dan Elliot. Namun, apa yang dia konsentrasikan bukanlah bagaimana pertarungan mereka berlangsung. Itu adalah magicka Elliot.

 

★★★

 

Apa yang bergema di udara bukanlah suara logam yang beradu keras dengan logam, namun sesuatu yang lebih mirip dengan dentang metalofon yang jelas. Pedang mereka saling beradu, namun yang bisa didengar siapapun hanyalah dengungan bernada tinggi di telinga mereka. Di plaza yang dipenuhi dengan suara kekacauan kehancuran yang merajalela, suara itulah yang bertahan paling lama di udara. Bagaimanapun, satu-satunya yang terlibat dalam pertarungan seperti itu—melompat di medan perang dengan pedang—adalah Reiji dan Elliot.

Hanya dua pahlawan yang bertarung di tengah tembakan sihir tanpa memedulikan pembagian plaza menjadi sisi utara dan selatan. Reiji mengenakan seragamnya dengan lengan baju digulung, sementara Elliot sudah mengenakan armor-nya dan bersiap dengan sempurna untuk bertarung.

 

Tiba-tiba, Elliot menyingkirkan perisainya dan mengambil pedangnya dengan kedua tangannya. Dengan itu, dia menghentikan serangan Reiji. Reiji tidak yakin apa yang Elliot pikirkan, namun setelah mengunci pedang dengannya, sebuah suara teredam bergema dari dalam helm embernya.

"Aku tidak berpikir kalau aku akan bertarung melawan pahlawan terpilih lain sepertiku."

 

"Aku juga tidak bisa mengatakan kalau aku sudah mengantisipasi hal ini."

Karena Reiji mengerahkan seluruh kekuatannya pada pedangnya, suaranya agak tegang. Kemudian karena suatu alasan, kekuatan yang Elliot berikan pada pedangnya melemah. Elliot kemudian angkat bicara, terdengar seperti dirinya sedang tersenyum di balik armor-nya.

 

"Sepertinya kau berada pada level pengguna pedang amatir yang baru mulai belajar, tapi seperti yang diharapkan, kau sangat kuat. Kau cukup berbakat untuk itu."

 

Reiji agak bingung mendengar Elliot berbicara kepadanya dengan santai, dan menanyainya dengan tepat.

"Apa maksudmu dengan itu?"

 

"Bukan apa-apa. Hanya saja aku belum banyak bicara denganmu. Aku pikir akan menyenangkan untuk mengobrol sebentar."

 

"Menurutku ini bukan waktu yang tepat untuk ngobrol."

 

"Tidak tepat? Jika kau tidak berbicara saat ada kesempatan, kau mungkin akan menyesalinya. Aku percaya kalau aku harus meluangkan waktu untuk berbicara secara pantas dengan orang-orang yang aku rasa punya kesempatan untuk di ajak bicara.... meskipun itu membutuhkan kesabaran untuk berbicara dengan seorang laki-laki."

 

Reiji tidak yakin apa bagian terakhir itu bohong atau tidak.

"Elliot, kudengar kau adalah pahlawan yang dipanggil dari Negara Suci, jadi mengapa kau melakukan apa yang diperintahkan oleh Yang Mulia Graziella itu? Sebagai seorang pahlawan, kau tidak perlu mengikuti perintah seorang Putri Kekaisaran."

 

"Ini hanya terjadi sekali ini saja. Aku menghadapinya dalam sebuah pertarungan dan kalah, tahu. Aku harus menepati janjiku karena itu."

 

"Meskipun kau mengatakan itu, aku merasa kamu tidak terlalu termotivasi dengan itu."

 

Mendengar ini, Elliot menjawab dengan suara tercengang namun agak geli.

"Aku tidak begitu? Itu pasti imajinasimu."

 

"Itu bohong."

 

Elliot tertawa dan berhenti bersikap bodoh.

"Kau mungkin benar. Sebenarnya, aku tidak suka menindas seorang gadis kecil. Aku mungkin hanya menahan diri secara tidak sadar."

 

Itu pasti mengacu pada Liliana. Sementara Elliot mengurangi serangannya, Reiji melihat ke samping. Penyihir pendamping Elliot, Christa, tampaknya juga bertarung melawan Mizuki satu lawan satu.

"Mungkinkah..... kau mengetahui kebenaran di balik insiden itu?"

 

"Tidak, aku tidak tahu kebenarannya. Tapi tidak mungkin orang yang memiliki amarah yang begitu besar akan mengambil bagian dalam tindakan jahat tanpa alasan. Laki-laki mana pun yang rela mengorbankan dirinya demi melindungi seorang perempuan seperti yang laki-laki itu lakukan tidak mungkin menjadi orang jahat.... Bukannya aku bermaksud memujinya sebagai orang yang baik."

 

"Tapi meski begitu, kau tidak punya niat untuk kalah begitu saja, kan?"

 

"Tentu saja. Di sisi lain. Jika aku menahan diri sebanyak itu, itu hanya akan membuatku marah."

Saat percakapan Reiji dan Elliot berakhir, mereka membuka kunci pedang mereka dan mengambil jarak satu sama lain. Gerakan Elliot menjadi sedikit tumpul dan petir yang menyelimuti pedangnya mulai melemah. Efek sihir penguatan tubuhnya dan sihir peningkatan senjata sepertinya mencapai batas waktunya. Melihat itu, Reiji tiba-tiba berteriak.

 

"Sensei!"

 

"Apa kamu mengharapkan dukungannya? Aku khawatir lawannya adalah Putri Kekaisaran Graziella."

Ketika Reiji memberi isyarat kepada Felmenia, Elliot menyarankan kalau mustahil bagi Felmenia untuk melakukan apapun. Namun di tempat lain di plaza, Felmenia mendengar suara Reiji keras dan jelas. Dia juga mulai berpikir bahwa ini sudah waktunya. Dia kemudian mulai membuat magicks ofensif terhadap Graziella, yang masih menjaga jarak. Lingkaran magicka di kakinya memunculkan bidang lain. Dengan tangannya terulur seperti pisau, Felmenia menelusuri pentagram terbalik saat dirinya mengucapkan mantranya.

 

"Apa yang kuinginkan akan terbentang di hadapan keganasan badai. Wahai angin, bertiuplah dengan kencang. Angkat tangisan putus asa. Demi memusnahkan apapun yang ada di depan mataku sebanyak yang engkau mau....."

Setelah rapalannya yang meninggalkan gema memabukkan di udara selesai, lingkaran magicka memancarkan cahaya terang benderang. Dengan gambar pentagram di tengahnya, hembusan angin tiba-tiba bertiup dari sekeliling. Pemandangan yang benar-benar hening di sekitar Felmenia tiba-tiba berubah menjadi kekacauan yang dahsyat. Sambil menahan diri untuk tidak terhempas oleh tekanan angin yang luar biasa kuatnya, Felmenia mengeluarkan kata kuncinya.

 

"Clauneck’s Wind!"

Udara terkompresi yang berkumpul di sekelilingnya dilepaskan sebagai gelombang kejut yang kuat yang menyerang area tersebut. Pohon-pohon di dekatnya membungkuk ke belakang karena tekanan. Sihir api, sihir air, berbagai sihir para tentara, dan semua batu bata di tanah hancur lebur. Graziella juga terjebak dalam gelombang kejut, namun dia bertahan melewatinya. Tampaknya Graziella menerima beberapa kerusakan, namun dia bertindak seolah-olah dirinya tidak terpengaruh oleh serangan itu.

 

"Wah, wah, sepertinya aku meremehkanmu, White Flame-dono. Tidak kusangka kau memegang kartu truf semacam ini....."

 

"Dan seperti yang diharapkan, kau bisa bertahan...."

 

"Tentu saja."

Graziella menatap Felmenia dengan jijik.

 

"White Flame-dono, bukankah sudah saatnya kau kehabisan tenaga?"

 

"Itu yang kau pikirkan. Tapi, sepertinya Yang Mulia Graziella juga tidak mampu menangkapku. Bahkan jika kau menghabiskan selamanya menembakkan mantra tingkat rendah ke arahku, kau tidak akan pernah bisa mengalahkanku."

Senyuman muncul di wajah Graziella saat dirinya mendengar kata-kata provokatif itu, meski dia tidak terlihat geli sama sekali.

 

"Mengocehlah sesukamu. Tapi kau paham karena kalau bukan karena kehadiran Twilight Beheading Princess sialan itu, aku pasti sudah menjatuhkanmu sejak lama, kan? Lagipula, kau melihatnya, kan? Pertarungan di plaza selatan sebelumnya itu."

 

"Maksudku, jika kau tidak melakukan upaya sebanyak itu, kau tidak akan pernah bisa mengalahkanku."

 

"Terserahlah. Jika kau bersedia melakukan sejauh itu, aku akan membuatmu merasakan sihirku secara menyeluruh."

Graziella tidak lagi mampu menahan provokasi Felmenia dan mulai merapalkan mantra sihir teleportasi yang selama ini dirinya hindari untuk digunakan.

 

"Perhatikan keinginanku. Terbanglah ke luar. Kepada orang yang tidak mau bertemu denganku, salamku akan melepaskanmu dari hukum dunia yang rumit dan tidak dapat dipisahkan. Menjadi kekuatan yang melampaui segala akal. Terbukalah, Devil Connection!"

Dengan keluarnya kata kuncinya, langit malam melengkung saat dipelintir dan menjadi kabur. Merasakan teleportasi benda besar datang, Felmenia mulai berteriak.

 

"Itu akan datang! Semuanya menjauhlah sekuat tenaga sampai kalian mencapai zona aman! Setelah menghindar, tolong mulai menggunakan sihir dengan kekuatan penuh!"

Mengikuti jejaknya, Titania; para Ksatria di sekelilingnya; Mizuki, yang sedang baku tembak dengan Christa; dan Reiji yang melawan Elliot, semuanya mundur dari zona pertarungan. Segera setelah itu, sebuah batu besar muncul di langit. Batu itu tidak sebesar yang Graziella gunakan di plaza selatan, namun batu itu lebih dari cukup sebagai ancaman. Felmenia mulai menggunakan magicka-nya dengan kekuatan penuh sebagai tanggapan.

 

"Seperti yang disampaikan oleh angin abadi! Kirimkan api yang bersinar dan berhembus ke sisinya! Dengarkan suaraku! Engkaulah Ishim yang diwarnai putih! Dengarkan suaraku! Engkaulah Ishim yang menghilangkan segala malapetaka! White Flame Hyacinth!"

Api putih Felmenia terbang menuju batu besar itu. Menggunakan sihir api yang direkonstruksi yang Felmenia pelajari dari Suimei, dia membakar batu besar itu menjadi abu.

 

"Sihir sialan waktu itu? Sesuatu yang pernah aku cegah sebelumnya tidak akan melindungimu dari ini!"

Setelah ancaman kekerasannya, Graziella sekali lagi mulai merapalkan sihir teleportasinya dan memanggil batu besar lainnya di langit. Lalu lagi dan lagi sambil mengulangi rapalan itu terus menerus. Adapun Reiji dan yang lainnya....

 

"Reiji, sepertinya Putri Kecil Kekaisaran itu berencana untuk mengakhiri ini. Ini sudah berakhir."

 

"Kita masih belum mengetahuinya."

 

"Hmph. Aku tidak tahu dari mana kau mendapatkan kepercayaan diri untuk mengatakan itu. Apa kau punya rencana? Baiklah. Jika ya, itu tidak ada hubungannya denganku. Aku hanya akan melakukan apa yang harus aku lakukan di sini."

Dengan itu, Elliot mulai menerapkan penguatan fisik pada tubuhnya, yang telah diperkuat oleh Divine Protection dari pemanggilan pahlawan. Dia kemudian mulai merapalkan mantranya.

 

"Aku datang, Reiji. Aku menyampaikan keinginanku dalam perayaan di hadapan semangat kebijaksanaan yang dimuliakan. Wahai kilat, tunjukkan ketajamanmu dihadapanku. Blade Discharge!"

Segera setelah kata kuncinya menembus udara, pedang orichalcos Elliot terbungkus petir dan mengeluarkan aliran listrik dari ujungnya. Atau setidaknya, seharusnya demikian.

 

"Apa—?!"

 

"Apa-apaan itu?!"

Dua seruan kaget datang dari sisi yang sama di medan perang. Itu adalah suara Elliot dan Graziella. Meskipun Elliot telah menyelesaikan mantranya, sihirnya tidak aktif. Dan bagi Graziella, yang telah mengeluarkan banyak mantra untuk menembaki Felmenia, tidak ada satupun yang benar-benar digunakan. Matanya melihat sekeliling dengan bingung. Sihir mereka gagal dengan waktu yang terlalu pas.

 

Namun Elliot lebih menderita karenanya. Saat dia menggunakan sihirnya sambil bersilangan pedang dengan Reiji, Reiji berada di atas angin dan menyerangnya. Namun....

 

"Tch, terlalu naif!"

Elliot berteriak. Jarak di antara mereka masih cukup baginya untuk melakukan gerakan balasan. Tanpa sihirnya, Elliot segera beralih ke pedangnya dan menusukkannya ke arah Reiji. Saat dia melakukannya, Reiji menendang tanah dengan kekuatan yang besar. Batu bata yang dirinya kirim terbang bertabrakan dengan pedang Elliot dan merusak lintasan tusukannya. Reiji kemudian berlari menemuinya.

 

"Haah!"

 

"Gah!"

Reiji menusukkan gagang pedang orichalcumnya tepat ke tengkorak Elliot. Akibat pukulan itu, tubuh Elliot berguling ke belakang melintasi tanah dua atau tiga kali.

 

"Elliot-sama!"

Jeritan Christa mencapai telinga Reiji. Namun Reiji tidak memedulikannya dan langsung menuju Graziella. Berkat skema Felmenia, Graziella masih tidak bisa menggunakan sihirnya. Graziella menyiapkan tinjunya dengan kesal, namun terlalu lambat untuk melawan pedang yang diacungkan yang datang tepat ke arahnya.

 

"Aku minta maaf sebelumnya untuk ini!"

Saat Reiji meminta maaf, dia mengarahkan gagang pedangnya dengan sekuat tenaga melewati tinju Graziella dan menuju ke perutnya. Graziella terjatuh ke belakang dalam kekalahan, dan Reiji mengarahkan pedangnya ke lehernya untuk memperjelas posisinya.

 

"Pertarungan ini milik kami."

 

"Konyol..... hal semacam itu...."

Kejutan Graziella lebih diarahkan pada kenyataan kalau dirinya tidak dapat menggunakan sihir daripada pernyataan kemenangan Reiji. Wajahnya masih diliputi kebingungan. Untuk meminta jawaban, Graziella kemudian menoleh ke Felmenia.

 

"Apa.... kenapa aku tidak bisa lagi menggunakan sihir?! Sihir macam apa yang kau gunakan, bajingan?!"

 

"Itu tidak seperti aku menggunakan mantra untuk membungkammu secara sihir." Jawab Felmenia.

 

"Alasan mengapa kau tidak dapat lagi menggunakan sihir adalah karena kau sudah menggunakannya terlalu banyak, Yang Mulia Graziella."

 

"Menggunakannya terlalu banyak, katamu....? Itu konyol! Aku masih belum kehabisan mana."

 

"Itu memang begitu. Tapi, sihir yang kau gunakan didasarkan pada sihir yang sama di balik teknik pemanggilan pahlawan. Bukan sihir yang menggunakan Elemen. Oleh karena itu, Elemen tidak mendukung sihirmu. Jadi karena peningkatan besar-besaran entropi mistik di tempat ini, terjadilah fenomena yang disebut pencairan magicka."

 

"M-Mistik apa? Pencairan-magi-ka.... omong kosong apa itu?"

 

"Entropi mistik dihasilkan ketika komponen yang membentuk hukum mistik dan komponen yang membentuk hukum fisika berada dalam keadaan berantakan. Jika ini terjadi secara ekstrem, keluaran mantra menjadi tidak mencukupi dan fenomena pencairan magicka akan terjadi, sehingga magicka itu tidak dapat diaktifkan."

 

"Tapi—"

 

"Tapi itu belum pernah terjadi sebelumnya, kan? Itu karena, selain sihir yang digunakan untuk memindahkan batu besar, kau belum pernah menggunakan sihir yang meningkatkan entropi sedemikian rupa sebelumnya."

Ketika Felmenia mulai menjelaskan berbagai hal kepada Graziella, dia mengingat semua yang Suimei ajarkan kepadanya tentang fenomena ini.

 

★★★

 

"Bagaimana dengan fenomena pencairan magicka yang terjadi ketika entropi mistik mencapai batasnya?"

Felmenia memiringkan kepalanya ke samping saat dirinya menanyakan hal ini. Suimei kemudian memulai penjelasannya lagi dari awal.

 

"Ya, ketika entropi di satu lokasi meningkat, kita baru saja membahas bagaimana—secara fisik—segala sesuatu akan menjadi tidak stabil dan lebih mudah untuk dimanipulasi. Tapi jika entropi meningkat dalam satu ruang dan dalam jangka waktu tertentu, itu akan mencegah penggunaan magicka lebih jauh."

 

"Hal seperti itu akan terjadi?"

 

"Ya. Sihir dunia ini memiliki porsi sihir yang dipanggil dari alam lain yang ditangani oleh Elemen. Berkat itu, pecahnya komponen yang membentuk hukum mistik dapat ditekan, dan entropi tidak meningkat banyak saat kamu menggunakan sihir. Berkat ini, hal itu tidak pernah terjadi di sini, jadi aku tidak heran kamu tidak mengetahuinya." Setelah memberi garis singkat, Suimei kembali ke penjelasannya.

 

"Ketika entropi meningkat secara drastis dalam satu ruang, pertarungan antara manusia kecil menjadi sengit. Bukan hanya komponen pembentuk hukum fisika, tapi karena semakin banyaknya komponen pembentuk hukum mistik, mereka juga mendapat beban yang cukup berat."

 

"Tapi bukankah kamu mengatakan kalau ketika kamu menggunakan magicka untuk memicu tindakan mistik, komponen-komponen itu akan meningkat, sehingga entropi akhirnya meningkat dan magicka menjadi lebih mudah digunakan? Apa itu salah?"

 

"Sebelum komponen-komponennya tersebar di suatu area, jika seseorang melahirkan terlalu banyak komponen dalam sekejap, mereka akan berkumpul di sana. Bahkan komponen dengan tipe yang sama akan mulai saling mengganggu. Dengan kata lain, manusia kecil akan kesulitan bergerak dan magicka tidak dapat digunakan lagi."

Untuk menambah penjelasannya, Suimei mulai menggambar di selembar kertas.

 

"Bayangkan magicka sebagai sesuatu yang diaktifkan karena kekuatan dari para manusia kecil yang tidak terlihat. Ini akan menjadi cara berpikir yang sedikit mikroskopis tentang hal itu, tapi para manusia kecil itu memerlukan waktu untuk melakukan pekerjaan mereka untuk mengaktifkan magicka sebelum dapat dipanggil. Ketika entropi meningkat di satu lokasi, para manusia kecil itu akan semakin sulit bergerak, sehingga memengaruhi waktu untuk melakukan pekerjaannya. Pada akhirnya, hal itu akan mempengaruhi penggunaan magicka itu sendiri."

 

"Singkatnya, kamu berbicara tentang membuat penundaan waktu sebelum seseorang dapat mengaktifkan magicka-nya?"

 

"Itu benar."

 

"Tapi kenapa hal itu menyebabkan tidak bisa menggunakan magicka? Jika itu hanya penundaan waktu, maka setelah magicka dibuat, bukankah magicka itu akan aktif setelah cukup waktu berlalu?"

 

"Jika kamu ragu, coba ingat fondasi dari aktivasi magicka."

Suimei mendesaknya untuk merenungkan hal itu. Berdasarkan apa yang gadis itu katakan sebelumnya, Felmenia mulai berbicara sambil memikirkannya.

 

"Fondasi.....? Sebagai permulaan, menurutku apa yang kita bicarakan didasarkan pada premis kalau ketika magicka muncul, itu tidak berarti kalau magicka itu tidak akan bisa lagi—Ah!”

 

"Apa kamu sudah mengerti?"

 

"Itu tepat saat waktunya, benar?"

 

"Ya, benar sekali. Magicka adalah sesuatu yang dipanggil hanya ketika tindakan mistik yang telah ditentukan digabungkan, proses yang telah ditentukan diikuti, dan waktu yang telah ditentukan belum berlalu. Biasanya, karena magicka dipanggil tepat setelah tindakan selesai, biasanya seseorang tidak menyadarinya. Tapi sebenarnya, waktu sampai rapalan adalah sesuatu yang perlu dipertimbangkan. Jika banyak waktu berlalu dari konstruksi ke pemanggilan, tentu saja ini akan melanggar waktu yang telah ditentukan, dan mantra yang dibangun akan mulai hancur."

 

Setelah menjelaskan sebanyak itu, wajah dan nada suara Suimei berubah menjadi sangat serius.

"Singkatnya, itulah fenomena yang dikenal sebagai pencairan magicka."

 

Jika syarat aktivasi tidak terpenuhi, maka secara alami magicka yang dibangun akan menjadi tidak berguna. Tentunya, itu tidak akan mempengaruhi magicka yang efeknya sudah aktif, namun magicka yang belum diaktifkan akan sangat dibatasi. Jika seseorang memprediksi kondisi entropi yang menindas, adalah mungkin untuk menahan aktivasi magicka dalam keadaan siaga dan menyesuaikan waktu yang telah ditentukan untuk menyelesaikan masalah dengan mudah, namun ada banyak orang yang tidak pernah mempertimbangkan hal-hal sejauh itu.

 

"Seperti yang aku katakan sebelumnya, teori magicka modern menghasilkan entropi dalam jumlah yang sangat besar dalam satu ruang. Sesuai dengan teori terpadu besar, magicka yang digunakan memadukan banyak sistem magicka dan dapat digunakan lebih cepat dari biasanya dan dengan efek yang besar. Dengan demikian produksi komponen dipercepat."

 

"Dengan kata lain, magicka dengan efek yang lebih besar akan dibatasi sebanding dengan skala efeknya?"

 

"Itu benar. Jadi yang penting di sini adalah sihir yang digunakan perempuan berbahaya itu akan meningkatkan entropi secara signifikan karena kekuatannya."

 

"Jika aku tidak salah.... itu adalah apa yang disebut magicka teleportasi di dunia Suimei-dono, benar?"

 

"Itu benar. Kamu melihatnya dengan baik, ya?"

 

"Ya. Sihir itu tidak memiliki banyak proses dan diaktifkan dengan cukup cepat. Itu tidak menggunakan teori magicka modern, tapi.... meski begitu, apa itu sama."

 

"Ya. Tidak memerlukan banyak waktu untuk mengaktifkannya, tapi secara praktis, itu hanya karena lingkaran magicka telah disiapkan sebelumnya di lapisan mantelnya. Itu tidak mengubah fakta kalau magicka teleportasi adalah sesuatu yang sulit untuk diwujudkan secara fisik. Itu sebabnya...."

 

"'Komponen yang menetapkan hukum mistik' yang kamu bicarakan ini akan tiba-tiba diproduksi, dan entropi akan meningkat pesat, benar?"

Ketika Felmenia sampai pada jawaban yang benar, Suimei mengungkapkan senyuman nakal.

 

"Itu benar. Dengan itu, kamu sekarang memahami tujuan dari pelajaran ini, kan?"

Apa yang Felmenia gunakan sampai sekarang adalah magicka yang dirinya pelajari dari Suimei berdasarkan teori magicka modern. Karena Felmenia masih seorang pemula, tidak banyak yang bisa diharapkan dari kekuatan penghancurnya, namun ketika menyangkut peningkatan entropi mistik, itu adalah hal yang cukup sederhana untuk menghasilkan fenomena yang dikenal sebagai pencairan magicka.

 

Bagaimanapun, Graziella bukanlah satu-satunya yang meningkatkan entropi di area tersebut. Meskipun jumlah yang dihasilkan cukup kecil, Reiji, Mizuki, para Ksatria, dan bahkan penyihir Christa dan Graziella semuanya berkontribusi. Lalu ada Elliot, yang menggunakan magicka dari dunia lain. Karena magicka-nya tidak bergantung pada Elemen yang mengambil alih sebagian mantranya, magicka-nya juga meningkatkan entropi secara signifikan. Secara keseluruhan, potensi pencairan magicka cukup tinggi, itulah sebabnya Suimei memilih rencana ini. Faktanya, Elliot adalah bagian penting dari rencana tersebut.

 

"Aku yakin kamu pernah melihatnya sebelumnya, tapi apa kamu ingat bagaimana Elliot menghubungkan kemampuan pedang dan sihirnya itu? Jika dia tiba-tiba tidak bisa lagi menggunakan salah satu dari mereka, itu akan membuatnya terbuka lebar. Itulah yang ingin kami capai." Jelas Suimei.

Dan persis seperti prediksi Suimei, Elliot menggunakan berbagai mantranya berulang kali agar tetap aktif. Jika Reiji mengincar itu ketika Elliot hendak memperbarui magicka-nya, mereka bisa menangkapnya dengan lengah.

 

"Jadi begitu. Sihir konyolmu dan fakta kalau sihir tidak dapat digunakan lagi, adalah karena orang itu...."

Kata Graziella dengan nada kesal.

 

"Dengan segala hormat, aku tidak perlu menjawab pertanyaanmu." Jawab Felmenia, dengan tegas memotongnya.

 

Karena Reiji dan yang lainnya juga hadir, menjawab terlalu banyak pertanyaan secara sembarangan hanya akan menimbulkan masalah bagi Suimei. Dengan pedangnya masih mengarah padanya, Reiji kemudian meminta Tuan Putri itu memenuhi kewajibannya sebagai yang kalah.

"Dengan ini, sudah diputuskan. Tolong segera bawa prajuritmu dan pergi dari sini."

 

Namun, Graziella mendengus tidak senang.

"Aku menolak."

 

"Apa?"

 

"Apa kau benar-benar berpikir kalau kalian menang dengan ini? Kau hanya menusukkan pedang sialanmu itu ke wajahku. Atau apa kau mengatakan kalau kau pikir kau bisa menembus jantungku sekarang?"

Saat Graziella mengatakan hal ini, Reiji berbicara dengan nada acuh tak acuh untuk menyembunyikan kepanikan yang muncul dalam dirinya.

 

"Jika kau bersikeras untuk bertarung lagi, maka....."

 

"Hentikan ini. Tidak mungkin kau bisa membunuh Putri Kekaisaran suatu negara dengan tanganmu sendiri."

Reiji tentu saja menggertak. Setelah melihat ini, Graziella tampak kecewa. Karena Reiji tidak terbiasa mengancam orang lain, Reiji tidak dapat meyakinkan perempuan itu akan kekalahannya secara pasti. Namun percakapan mereka terhenti sesaat oleh suara langkah kaki yang mendekat dengan cepat. Suara langkah itu tidak cukup untuk mengguncang tanah, tapi jelas jumlahnya cukup banyak.

 

"Sepertinya bala bantuan telah tiba." Kata Graziella sambil tersenyum memprovokasi.

 

"Tidak mungkin..... kau menyiapkan pasukan darurat?!"

Kata Titania, meringis.

 

"Memang. Menghadapi lawan kuat itu, wajar jika kami mempersiapkan satu atau dua kemungkinan. Sepertinya kalian terlalu naif."

Meski keringat mengucur di alisnya, Graziella tertawa tanpa rasa takut. Reiji kemudian mengulangi ucapannya sekali lagi di hadapannya.

 

"Tapi pedangku masih menempel di lehermu."

 

"Selama aku memberi perintah, para prajurit Kekaisaran tidak akan ragu-ragu. Selain itu, sepertinya White Flame-dono tidak mempunyai rencana lain lagi."

 

"Ugh...."

Felmenia mengertakkan gigi karena pengawasannya. Graziella mencibir padanya saat dirinya memerintahkan semua bawahannya.

 

"Semuanya, jangan menahan diri! Kendalikan semua orang bodoh ini!"

Pasukannya membalas dengan penuh semangat, dan tentara yang baru saja mereka lawan mulai bergerak. Mizuki dan para Ksatria terpojok dan dibawa ke tempat Felmenia berada. Dan saat mereka semua dikepung....

 

"Graziella Filas Rieseld, kau masih sama seperti biasanya. Apa kau sudah lupa bagaimana aku menegurmu sebelumnya karena kebiasaan buruk yang hanya melawan mereka yang posisinya lebih lemah darimu?"

Suara dingin menyapu jalanan dengan angin merah. Segera setelah itu, garis depan bala bantuan Graziella terhempas seolah-olah mereka terjebak dalam ledakan.

 

"Apa?!"

 

"Apa yang ada di...."

Baik Reiji dan Graziella kehilangan kata-kata mereka. Bala bantuan yang datang dari gang samping dikirim terbang oleh angin dengan sinar merah, baik prajurit maupun penyihir. Angin itu menghabisi barisan depan mereka, membuat barisan belakang terhuyung-huyung. Mereka yang terkena angin merah tergeletak tak bergerak. Tersebar ke segala arah, mereka semua tidak sadarkan diri. Seolah mengintai mereka, angin merah yang membuat mereka pingsan kini menggantung di pintu masuk gang.

 

Kepulan debu di udara berhamburan saat angin merah menghilang. Yang berdiri di sana adalah Lefille Grakis, setelah mendapatkan kembali wujud aslinya. Dengan pedang khasnya yang lebih besar dari tubuhnya bertumpu di bahunya, gadis itu menatap tajam ke arah tentara di depannya. Di hadapan tekanan luar biasa dari gadis muda yang belum genap dua puluh tahun ini, para tentara yang masih berdiri membeku di tempatnya. Di sisi lain, saat Graziella melihat Lefille, matanya terbuka lebar karena terkejut.

 

"Mustahil.... Sang Shrine Maiden dari Noshias?! Kau masih hidup....?"

Saat Lefille menoleh ke arah suara itu, matanya berhenti pada Reiji dan yang lainnya.

 

"Sepertinya aku berhasil tepat waktu."

Kata Lefille sambil menghela napas lega.

 

Para tentara yang telah terbebas dari tatapan menindas Lefille saat Lefille memalingkan wajahnya, mendapatkan kembali kendali atas tubuh mereka dan mulai bergerak lagi saat mereka sadar. Mungkin karena kualitas pelatihan mereka, mereka tidak membuang waktu untuk mengambil formasi lagi. Para tentara di depan menyiapkan pedang mereka sementara para penyihir jatuh ke belakang dan bersiap menembakkan sihir yang ditujukan ke Lefille sekaligus.

 

"Awas!"

Melihat ini, Reiji dengan cemas memanggil Lefille. Namun Lefille kembali menghadap para tentara itu dengan tenang. Tidak lama kemudian, banyak mantra yang ditembakkan ke arah Lefille datang dengan derasnya. Namun seolah-olah Lefille hanya terkena angin sepoi-sepoi, dia berdiri di sana dengan sangat tenang.

 

"Mustahil.... sihir tidak berpengaruh apapun....?"

Salah satu prajurit gemetar ketakutan ketika mereka mengerang, menyuarakan perasaan batin semua tentara yang hadir. Bahkan Graziella pun diliputi rasa terkejut.

 

"Kekuatan roh dari Shrine Maiden.... tidak disangka itu bahkan bisa membuat sihir menjadi tidak berguna....."

Para penyihir menoleh ke arah Graziella ketika mereka mendengarnya bergumam. Seolah menyodorkan kebenaran kejam itu ke hadapan mereka, Lefille berteriak ke arah mereka.

 

"Apa menurutmu sihir yang diberkati oleh Dewi akan bekerja melawanku, yang telah menerima roh di dalam tubuhku?!"

Suara Lefille yang menggelegar menenggelamkan semua suara di medan perang yang ramai. Itu seperti listrik di udara yang mengejutkan semua orang di sekitarnya. Lefille kemudian mengangkat pedangnya ke atas sekali lagi. Seolah dipanggil oleh tindakan itu, angin merah membentuk pusaran dengan pedangnya sebagai pusatnya. Dan saat Lefille mengayunkannya ke bawah, tidak hanya separuh tentara yang ditempatkan di depannya, namun bahkan dinding bangunan dan trotoar di jalan terhempas oleh kekuatan ledakan angin yang dirinya gunakan.

 

Semua itu dari satu ayunan yang kuat. Semua yang hadir kehilangan kata-kata dan meragukan mata mereka sendiri. Gadis yang ditemani oleh angin merah sungguh luar biasa.

Angin itu sekali lagi mulai bertiup entah dari mana. Seolah-olah tidak ada pilihan lain selain berkumpul di tempat ini, angin itu menyerbu dari segala penjuru kota dan berkumpul di sekitar Lefille saat dia mengenakan dirinya dalam cahaya merah. Ketika kebingungan menyebar ke seluruh area, salah satu tentara mengangkat suara kesadarannya.

 

"Kekuatan roh? Bukankah... itu milik Ishaktney...."

Hal itu memicu efek berjenjang pada pasukan lainnya.

 

"A-Angin merah yang muncul dalam legenda Saint Alshalia, Red Gale.... mereka mengatakan segala sesuatu yang tertelan oleh badai merah itu akan kembali ke kehampaan tanpa kecuali....."

 

"I-Itu tidak mungkin!"

 

"Tapi dia itu baru saja mengatakan kalau dia adalah roh atau semacamnya....."

 

"O-Oi, aku mendengar Putri Graziella mengatakan sesuatu tentang dia sebagai Shrine Maiden juga!"

Saat Lefille menusukkan ujung pedangnya ke tanah, para tentara itu yang panik gemetar ketakutan hanya karena suara itu. Beberapa dari mereka terjatuh. Menatap mereka, Lefille sekali lagi mulai berbicara.

 

"Jika kalian tidak ingin pedangku menerbangkan kalian, cepat beri jalan!"

Saat suara Lefille yang menggelegar terdengar di udara sekali lagi, para tentara itu membuka jalan untuknya seolah-olah mereka tidak punya pilihan dalam hal ini. Seolah-olah mereka sedang berjuang untuk hidup mereka. Beberapa dari mereka bahkan berlutut dan mulai berdoa kepada Dewi. Mereka yang tidak menghindar tepat waktu akan terlempar dengan kejam oleh hembusan angin tiba-tiba yang diciptakan oleh Lefille. Dia menatap dingin pada orang yang tersisa. Ketika dia berbelok ke kiri, semua tentara di sisi itu meringis ketakutan. Saat dia berbelok ke kanan, semua prajurit di sisi itu mulai gemetar.

 

"Wahai Dewi.... Wahai Dewi....."

 

"A-Ampuni kami! Tolong, beri kami belas kasihmu...."

 

"Kami hanya diperintahkan..... kami tidak punya pilihan...."

Para tentara itu sudah dikalahkan. Satu-satunya yang masih sadar sedang berdoa atau memohon belas kasihan Lefille. Menyaksikan keadaan pasukannya, Graziella angkat bicara.

 

"Mustahil..... memikirkan kalau Shrine Maiden dari Noshias adalah sekutu orang itu.... apa aku salah membaca tentangnya?"

 

"Tentu saja. Tidak mungkin Suimei-kun membuat kesalahan seperti itu dalam rencananya."

Graziella mengertakkan giginya karena hasil yang benar-benar tak terduga ini. Di hadapannya, Lefille dengan bangga membual seolah dirinya sedang membicarakan keluarganya sendiri. Perilakunya terhadap Graziella cukup tidak sopan, namun dia berada dalam posisi yang mengizinkannya.

 

"Sudah lama sekali, Putri Graziella. Sudah dua tahun sejak terakhir kali kita bertemu, tapi sepertinya kau masih tidak berubah sama sekali."

 

"Hanya menyapaku tanpa malu-malu seolah tidak terjadi apa-apa setelah semua itu.... tentunya kau tidak datang ke sini untuk memperbarui persahabatan lama antara Noshias dan Nelferia."

 

"Jika kau memahaminya, maka tidak ada alasan untuk terus berbicara omong kosong. Alasanku di sini hari ini.... adalah untuk menjatuhkanmu dengan tanganku sendiri."

 

"Apa....?!"

 

"Wahai, Red Gale milikku...."

Dengan permintaan spiritualnya, lengan kanan Lefille dibalut oleh angin merah. Dan kemudian, dengan suara penuh amarah....

 

"Ini karena telah membuat Suimei-kun mengalami banyak masalah meskipun dia sudah terluka parah. Mundurlah dan rasakan ini!"

Tinju Lefille terbang ke depan seperti angin surgawi dan menghantam perut Graziella.

 

"Gwah!"

Graziella terlempar dengan indahnya seperti bola karet yang dilempar. Bahkan setelah dia menyentuh tanah dan mencoba untuk bangun, dia gemetar dan tidak bisa bergerak sesuai keinginannya. Hanya melirik sekilas ke arahnya, Lefille kemudian menoleh ke Reiji dan yang lainnya. Setelah melihat wajah mereka masing-masing, Lefille menunjukkan sedikit senyuman.

 

"Sepertinya kalian semua baik-baik saja."

Lefille adalah salah satu kenalan mereka, namun tentu saja Reiji dan yang lainnya tidak tahu siapa dirinya. Atas kebingungan semua orang, Reiji membalasnya.

 

"Aku minta maaf. Kamu berbicara seolah-olah kita pernah bertemu di suatu tempat sebelumnya, tapi siapa kamu ini....?"

 

".....Sungguh menjengkelkan. Bukankah kita sudah tinggal bersama beberapa hari terakhir ini?"

Berdasarkan kata-kata itu, penampilannya, dan nada suaranya, Reiji akhirnya menemukan jawabannya. Dengan ekspresi heran terpampang di wajahnya, Reiji mengutarakan tebakannya.

 

"M-Mungkinkah kamu ini Lefille-chan?!"

 

"Aku sedikit kesal saat '-chan' ditambahkan pada namaku saat aku terlihat seperti ini, Reiji-kun."

 

Menindaklanjuti Reiji, Mizuki mengangkat suara terkejut.

"T-T-Tapi, bukannya Lefille-chan itu gadis kecil yang imut!"

 

"Sampai saat itu, memang. Tapi tidak lagi. Aku terlihat seperti itu hanya karena beberapa keadaan yang rumit; inilah adalah wujud asliku."

 

"Keadaan yang rumit? Apa sebenarnya hal yang bisa membuat seseorang menjadi kecil sepeti itu....?"

 

"Aku bisa menjelaskannya, tapi itu akan memakan waktu cukup lama. Mengatakannya seperti Suimei-kun, itu karena itu fantasi."

 

Mendengar itu, Titania pun menghela napas keheranan.

"Suimei memang satu hal, tapi berbagai hal mengejutkan terus terjadi satu demi satu....."

 

Tentu saja Felmenia juga terkejut dengan Lefille.

"A-Apa kamu benar-benar Lefille....?"

 

"Bukankah aku sudah memberitahumu tentang ini sebelumnya, Felmenia-san? Tentang bagaimana sosok kecil itu bukanlah wujud asliku? Suimei-kun juga bilang begitu, kan?"

 

"T-T-Tidak mungkin aku mempercayai hal semacam itu, kan! Manusia tidak tiba-tiba menjadi lebih kecil! Kupikir kamu dan Suimei-dono bercanda saja!"

 

"Jadi kamu mengira kalau Suimei-kun dan aku berbohong? Itu sungguh kejam, tahu." Kata Lefille, bahunya terkulai.

 

"Tapi.... kenapa kamu tiba-tiba kembali ke wujud aslimu?" Reiji bertanya.

 

"Beberapa hari yang lalu, aku menyiapkan lingkaran sihir untuk mewujudkannya. Lingkaran itu sudah selesai, dan aku baru saja kembali sepenuhnya beberapa saat yang lalu."

 

"Begitu ya..."

Saat mereka berbicara, Graziella akhirnya bisa menguasai diri lagi.

 

"Apa yang kalian semua lakukan?! Bisakah kalian menyebut diri kalian sebagai tentara Kekaisaran jika seperti ini?! Angkat senjata kalian!"

Permusuhannya masih membara, Graziella membentak memerintah pada para tentara yang masih gemetar ketakutan. Saat dia melakukannya, Titania menoleh ke arahnya dengan ekspresi tenang.

 

"Kau tidak tahu kapan harus menyerah, Yang Mulia Graziella. Bukankah tidak pantas bagimu untuk larut dalam amarah dan bertarung tanpa alasan yang masuk akal?"

 

"Diam. Meskipun Shrine Maiden dan seorang pahlawan ada di sini, jika aku menggunakan kekuatan Kekaisaran....."

Graziella mengesampingkan martabatnya dan menolak menerima kekalahan. Mendengar ini, Lefille melihat ke langit dan berbicara kepada Graziella sambil menahan tawanya.

 

"Hmph. Masih bisakah kau mengatakan hal seperti itu setelah melihat itu?"

 

"Apa maksudmu....?"

Mendengar apa yang Lefille katakan, semua orang yang hadir melihat ke atas. Di langit malam Kekaisaran, lingkaran magicka raksasa yang digambar dengan cahaya ultramarine mana menenggelamkan cahaya dari bintang-bintang. Dengan gemetar, Mizuki berteriak saat melihatnya.

 

"I-I-I-I-Itu! Apa itu?! Ada lingkaran sihir raksasa yang melayang di langit!"

 

"Sangat besar.... mengapa bisa ada lingkaran sihir yang begitu besar.... tidak hanya itu, tapi juga di langit.....?"

Mata Reiji terbuka lebar karena terkejut saat dirinya berbicara dalam beberapa kalimat, benar-benar tercengang. Namun Graziella tidak berkata apapun. Di tengah semua ini, Christa mendekati Elliot dan berusaha membangunkannya.

 

"Ugh.... sepertinya saat aku tidak sadarkan diri, sesuatu yang besar telah terjadi." Katanya setelah dirinya sadar kembali.

 

"Elliot-dono juga ada di sini, ya?" Kata Lefille.

 

"Oh, sepertinya seorang gadis kecil yang sangat familiar telah tumbuh dewasa."

 

"Simpan pembicaraan itu untuk nanti. Sihir itu akan datang.”

Saat Lefille menyelesaikan kalimatnya, gelombang mana muncul dari pusat lingkaran sihir itu. Seperti kunang-kunang yang menari di udara, partikel emas mulai naik dari tanah dan tersedot oleh lingkaran sihir yang melayang di langit berbintang.

 

Itu adalah pemandangan yang luar biasa, namun itu belum berakhir. Banyak lingkaran sihir kecil mulai muncul di dalam lingkaran sihir yang lebih besar. Namun jumlahnya hanya kecil jika dibandingkan; tidak ada yang tahu seberapa besar mereka dari jarak ini. Dan setelah beberapa saat, terdengar getaran di udara. Ibukota Kekaisaran kemudian diliputi cahaya yang jatuh dari langit. Felmenia adalah satu-satunya yang tahu apa tontonan itu. Itu adalah magicka yang sama yang digunakan Suimei selama pertempuran mereka di Istana Kerajaan Camellia—Starfall.

 

Akhirnya, cahayanya surut. Tampaknya tidak ada yang dirugikan. Reiji menoleh ke Lefille, yang bersikap seolah gadis itu sudah menduga kejadian aneh ini.

"Lefille.... Lefille-san, apa yang tadi itu?"

 

"Itu? Itu adalah sesuatu yang disiapkan oleh Felmenia-san."

 

"Apa?! Benarkah itu, Sensei?!"

 

"Heeh? Oh.... umm, ya. Itu adalah mantra yang telah dipersiapkan sebelumnya.... um..... itu seperti yang terlihat."

Felmenia berhasil melanjutkan aksinya saat Reiji menanyainya. Kemudian dengan cara yang agak dipaksakan, Felmenia berdehem dan menoleh ke arah Graziella.

 

"Yang Mulia Graziella, kau baru saja menyaksikan kekuatan sihir itu, bukan? Setelah melihat sendiri kekuatan luar biasa tersebut, apa kau berniat untuk terus bertarung? Tentaramu sudah tamat sekarang."

Felmenia menunjukkan bermacam-macam orang di lapangan. Mereka tidak punya keinginan lagi untuk bertarung, apalagi melawan Lefille. Mereka pasti mengira cahaya dari bintang jatuh adalah murka sang Dewi. Mereka saat ini sedang berlutut dalam doa. Namun mereka tidak tahu apapun. Tidak mungkin mereka membayangkan kekuatan semacam itu bisa digunakan oleh siapa pun.

 

"Sial..... Meski begitu....."

Graziella masih belum menyerah. Sambil mengutuk, tampaknya dia masih berniat menolak. Namun, pukulan telak yang akhirnya membuatnya mengalah datang dari sumber yang sama sekali tidak terduga. Dari luar para tentara yang bersujud, beberapa orang lagi datang dengan menunggang kuda. Mereka berhenti ketika mendekat, membentuk barisan dengan tertib. Dari antara mereka muncul....

 

"Lyla, itu sudah cukup."

 

"K-Kakak...."

Graziella tercengang. Orang yang keluar dari kelompok dengan menunggang kudanya adalah pangeran pertama Kekaisaran Nelferian, Reanat Filas Rieseld. Dia memiliki rambut pirang panjang yang sama seperti Graziella, memakai kacamata, dan berpakaian mewah. Namun sebelum mengatakan hal lain kepada adiknya, sang pangeran terlebih dahulu menoleh ke arah Reiji dan yang lainnya.

 

"Aku minta maaf karena memanggil kalian dari atas kuda. Elliot-dono, Shrine Maiden dari Noshias, Putri Titania..... dan kamu pasti pahlawan yang dipanggil dari Astel itu, Reiji-dono, benar?"

 

"Ya."

Reiji memberikan jawaban singkat. Dia tidak tahu siapa Reanat, dan tetap waspada. Titania membungkuk untuk berbisik di telinga Reiji dan memberitahunya. Sementara itu, Graziella berteriak pada Reanat.

 

"Kakak! Apa maksudmu dengan 'itu sudah cukup'?!"

 

"Persis seperti kedengarannya. Kendalikanlah dirimu."

 

"Tapi....!"

 

"Lyla, kau telah menyebabkan terlalu banyak keributan. Selain itu, akan menjadi sangat serius jika kabar tentang seorang pahlawan melawan pahlawan lain sampai ke telinga Negara Suci, bukan?"

 

"Itu..... memang benar, tapi."

Tampaknya bahkan Graziella tidak mampu memberikan banyak perlawanan terhadap Putra Mahkota Kekaisaran. Dia mengepalkan tangannya, tampak kesal.

 

"Lama tidak bertemu, Yang Mulia Reanat."

 

"Ya, sudah lama tidak bertemu, Putri Titania. Seperti biasa, kau cukup menakjubkan. Kau memang sekuntum bunga yang mekar di medan perang."

 

"Mengatakan 'Sekuntum bunga mekar di medan perang' itu tidak dianggap sebagai sanjungan, Yang Mulia Reanat. Kesampingkan itu, apa yang kau katakan sebelumnya...."

 

"Ya, kami akan mundur. Tapi, tentang penjahat itu....."

Namun sebelum Reanat bisa menyelesaikan apa yang dirinya katakan....

 

"Astaga, sepertinya sesuatu yang menakjubkan sedang terjadi di sini."

Suimei muncul dari gang yang mengarah ke jalan dengan Liliana di sisinya dan menyeret tubuh hancur yang dulunya adalah Romeon. Melihat mereka, Reiji dan Mizuki berteriak kegirangan.

 

"Suimei!"

 

"Suimei-kun! Liliana-chan!"

 

"Hmm.... sepertinya semuanya sudah selesai, benar?"

Ketika Titania meminta konfirmasi, Suimei menjawab seolah dirinya baru saja melalui sesuatu yang sangat sulit.

 

"Ya, entah bagaimana caranya."

Setelah berpisah dengan Rogue, Suimei membawa Liliana dan segera membawa gadis itu kembali ke sini. Reiji dan yang lainnya bergegas menghampiri mereka. Melihat Liliana sedih, Mizuki berjongkok dan berbicara dengannya.

 

"Liliana-chan?"

 

"....Ya...."

 

"Mizuki, maaf, tapi temani Liliana sebentar."

Meninggalkan Liliana ke Mizuki dan yang lainnya, Suimei mulai berjalan menuju Reanat dan Graziella.

 

"Kau benar-benar berpakaian bagus. Apa kau ini punya hubungan keluarga dengan perempuan berbahaya itu?"

Suimei mengusap dagunya saat dirinya berbicara kepada sang pangeran dengan arogan. Para tentara di kelompoknya mulai bergerak. Mereka bermaksud untuk segera keluar dan segera mengakhiri kekasaran tersebut, namun Reanat mengangkat tangan untuk menghentikan mereka.

 

"Aku Reanat Filas Rieseld. Dan kau?"

 

"Suimei Yakagi. Aku dipanggil sebagai bonus untuk pahlawan di sana itu."

 

"Ah, jadi begitu, tamu dari dunia lain."

Setelah mendengar Suimei dipanggil bersama dengan seorang pahlawan, Reanet tidak bisa tampil menekan. Melihat ini, Suimei menyerahkan Romeon, yang dirinya seret sejauh ini.

 

"Ini. Orang inilah adalah pelaku sebenarnya di balik insiden itu. Bawa dia.... Peringatan sedikit, orang ini tidak dalam kondisi di mana dirinya bisa mendengar apa yang kau katakan lagi."

Tubuhnya benar-benar menghitam, Romeon bahkan sudah tidak bisa dikenali sebagai Elf lagi. Melihat ini, Reanat mengernyitkan alisnya dengan ragu.

 

"Kau bilang kalau orang inilah pelakunya?"

 

"Ya. Dia mencoba menggunakan sihir kegelapan, tapi malah ditelan olehnya dan menemui takdirnya. Semua insiden baru-baru ini dirancang olehnya."

 

"Dan.... kau berharap aku memercayai semua ini?"

 

"Yah, sepertinya tidak ada orang yang bisa memberimu kesaksian. Tapi jika kau percaya padaku, semuanya akan diselesaikan dengan damai, bukan? Jika kalian menerima kalau orang ini adalah penjahatnya, paling tidak, keadaan tidak akan menjadi lebih serius dari sebelumnya, bukan?"

Reanat mulai merenungkan kata-kata Suimei. Pangeran itu pasti sedang memikirkan pilihan apa yang terbaik untuk diambilnya.

 

"Dan, aku ingin kau meninggalkan Liliana dalam perawatanku."

 

"Bajingan, apa menurutmu kami akan membiarkanmu lolos begitu saja?"

Graziella dengan marah menolaknya, namun Reanat hanya menganggukkan kepalanya.

 

"Baiklah. Jika kau menyerahkan pelaku yang sebenarnya kepada kami, kami akan membiarkanmu melakukan apa yang kau inginkan."

 

"Kakak?!"

 

"Lyla, kita berdiri di hadapan Shrine Maiden dan dua pahlawan. Ada juga masalah cahaya sihir yang menyelimuti kota."

 

"Baguslah."

Suimei tidak yakin apa Reiji dan yang lainnya telah mendengar semua ini, namun setelah mendengar apa yang diinginkannya, Suimei mengakhiri pembicaraan.

 

"Bajingan....."

Ketika segala sesuatunya berbalik melawannya dengan cara yang paling tidak menyenangkan, Graziella menatap tajam ke arah Suimei. Melihat ini, Suimei mengangkat bahunya.

 

"Hmm? Dari kelihatannya, kau tidak bisa melahirkan iblis."

 

".....Apa maksudmu sialan?"

 

"Bukan apa-apa. Jika kau bisa memverifikasi keberadaan iblis di dunia ini, kau bisa mengurangi entropi di area tersebut; hanya itu saja. Kau tidak akan kehilangan kemampuan menggunakan sihir."

Meskipun Graziella tidak memahami penjelasan Suimei yang terfragmentasi, setelah mendengar apa yang Suimei katakan, Graziella sepertinya menyadari siapa yang merencanakan semua ini.

 

"Aku memastikan kau akan menerima balasanmu untuk semua ini...."

 

"Ya, Ya. Tentu saja kau akan melakukannya. Lain kali, aku akan menghajarmu sampai babak belur, jadi pastikan kau datang kepadaku dengan persiapan yang matang."

Dengan itu sebagai kata perpisahannya, Suimei pergi. Felmenia kemudian berlari ke arahnya untuk menemuinya di depan yang lain. Dengan suara pelan, Felmenia dengan gembira melaporkan kemenangannya.

 

"Suimei-dono! Aku bisa melakukannya! Aku bisa melakukannya seperti yang kamu jelaskan!"

 

"Aku tahu kamu bisa. Aku senang semuanya berjalan baik."

 

"Hehehe...."

Felmenia tersenyum seperti orang bodoh ketika Suimei menepuk pundaknya. Hanya pengakuan dari Suimei yang diperlukan untuk membuat gadis itu bahagia. Suimei kemudian melirik ke arah Reiji dan yang lainnya, yang menjaga Liliana dan membuat keributan tentang Lefille. Sekarang setelah Lefille kembali ke wujud aslinya, mereka mungkin membombardirnya dengan pertanyaan. Bahkan Liliana benar-benar kehilangan ketenangannya saat melihatnya dan berteriak, menuntut penjelasan dan menyebut Lefille pembohong.

 

Lefille, sementara itu, hanya mengikuti semua itu. Sekarang Suimei akhirnya bisa bertemu dengannya lagi, dia tersenyum ramah.

"Sepertinya kamu sudah kembali dengan selamat ke wujud aslimu."

 

"Ya, terima kasih."

Lefille menunjukkan rasa terima kasihnya dan tiba-tiba memeluk Suimei.

 

"Suimei-kun, terima kasih."

 

"H-Hah? Haaah?!"

 

"Ini semua berkatmu aku bisa kembali ke tubuh asliku. Belum lagi apa yang terjadi di Astel.... aku tidak bisa cukup berterima kasih untuk semua itu."

Suimei cukup terguncang dengan semua ini, namun Lefille terus mengucapkan terima kasihnya. Memang benar seperti yang gadis itu katakan, namun pikiran Suimei menjadi kacau setelah dipeluk seperti itu. Dan Suimei bukan satu-satunya yang merasa bingung dengan kejadian ini. Meski reaksinya sedikit tertunda, Felmenia berteriak.

 

"A-Apa yang sedang kamu lakukan itu, Lefille?!"

 

"Oh, tidak, aku.... aku hanya terbawa oleh emosi, dan, um...."

Lefille mulai gelisah dan wajahnya memerah. Dia sangat malu sehingga orang bertanya-tanya ke mana perginya dirinya yang tadi yang gagah dan menakutkan itu. Setelah beberapa saat, Elliot dan Christa mendekati Suimei dan yang lainnya.

 

"Tidak kusangka kau juga dipanggil dari dunia lain...."

 

"Ups, kau dengar apa yang kami bicarakan? Ya, seperti yang kubilang tadi, aku hanyalah bonus. Bonus saja."

 

"Benarkah begitu? Dan juga, bukankah kau mengatakan sebelumnya kalau aku tidak boleh membawa Lefille-chan bersamaku karena dia masih kecil dan tidak mampu melindungi dirinya sendiri? Kalau begitu, bagaimana kau bisa menjelaskan semua ini?"

Mendengar kata-kata Elliot bercampur amarah, Suimei bersikap bodoh sebagai jawaban.

 

"Oh, kau tahu.... saat dia dalam wujud itu, dia pasti tidak bisa, kaan?"

 

"Ugh...."

 

"Aku tidak berbohong tentang bagian itu."

Suimei tersenyum licik, dan Elliot memasang ekspresi kesal saat dia membalas dengan terus terang.

 

"Bagaimanapun, aku benar-benar membencimu.”

 

"Aku tidak peduli jika kah membenciku. Tapi...."

 

"Ya, aku mengerti. Aku akan mengundurkan diri dengan baik hati dari insiden ini.... sepertinya semua insiden ini hanya membawaku menuju kekalahan demi kekalahan saja."

 

"Hmm? Bukankah kau sengaja kalah?"

 

"Entah bagaimana, saat kau mengatakan itu hanya membuatku merasa semakin kalah."

 

"Apa begitu? Apapun yang terjadi, kali ini aku berterima kasih kepadamu."

Saat Suimei berterima kasih kepada Elliot karena telah mundur, Elliot cemberut seolah dirinya tidak puas. Mungkin karena dia merasa canggung, pipinya menjadi sedikit merah. Ketika dia selesai berbicara dengan Suimei, Lefille memanggilnya.

 

"Elliot-dono, kamu mungkin tidak puas dengan apa yang terjadi, tapi kamu seharusnya tahu kalau aku juga bertemu Suimei-kun berkat ramalan dari Dewi."

 

"Apa itu benar? Astaga, apa yang sebenarnya terjadi?”

Seperti yang bisa diduga, Elliot tidak terus mengeluh tentang Dewi. Sebaliknya, dia terdiam dan menggelengkan kepalanya.

 

"Elliot-sama."

 

"Ah, tentu. Kalau begitu, haruskah kita kembali juga?"

Didorong oleh Christa, Elliot berjalan pergi bersamanya saat mereka berdua kembali ke penginapan mereka di Church of Salvation. Tampaknya Graziella, Reanat, dan tentara mereka juga sedang berangkat. Suimei kemudian menoleh ke Reiji, yang berjalan ke arahnya bersama Mizuki dan yang lainnya di belakangnya.

 

"Aku benar-benar berhutang budi padamu kali ini."

 

"Tidak apa-apa. Jangan pikirkan itu."

Suimei dan Reiji saling bertukar tinju. Dan dengan itu, insiden koma yang mengganggu Ibukota Kekaisaran dan pertempuran malam itu berakhir secara bersamaan.

 

★★★

 

Larut malam di sebuah gereja di Ibukota Kekaisaran, seorang Elf kurus sedang menunggu seseorang dengan kebosanan yang tak terkendali. Dia datang untuk menyampaikan laporan rutin. Dia akan menyerahkan informasi yang dia kumpulkan ke kontaknya. Hanya itu saja.

Namun berapa lama pun dia menunggu, kontaknya tidak muncul. Elf kurus itu cukup tegang, jadi dia selalu datang lebih awal untuk pertemuan mereka. Jadi dengan mempertimbangkan berapa lama waktu yang telah berlalu sejak waktu pertemuan mereka yang ditentukan, dia sudah menunggu cukup lama. Tentu saja, karena kegugupannya, dia mudah tersinggung. Ketukan kakinya semakin keras hingga dia hendak menendang bangku di dekatnya, ketika.....

 

"Siapa di sana?"

Tiba-tiba mendengar suara seseorang, Elf itu menghentikan kakinya di tengah ayunan. Suara lembut bergema dari dalam kapel tempat patung yang meniru model Dewi berdiri. Ketika dia berbalik untuk melihat, dia melihat seorang Biarawati Therianthrope berdiri di bawah jendela atap, diterangi oleh bulan yang bersinar melaluinya. Biarawati itu berjalan keluar dari cahaya murni menuju Elf itu, berpegangan pada dirinya sendiri seolah dia sedang melindungi dirinya. Elf itu tidak menyangka ada Biarawati yang masih berada di sekitar pada jam seperti ini, dan menjadi kaku saat Biarawati itu mendekat. Biarawati Therianthrope memanggilnya dengan suara merdu seperti suara kucing.

 

"Datang ke gereja selarut ini.... apa kamu punya urusan di sini?"

 

"Tidak..... aku hanya menggunakannya sebagai tempat untuk bertemu dengan seseorang....."

 

"Ara, benarkah itu?"

Saat Elf berbicara tanpa membuat alasan apapun, Sister itu memberinya senyuman lembut. Melihat bagaimana dia datang ke gereja tanpa ada urusan nyata di sana, dia mengira Biarawati itu akan kesal padanya. Namun tampaknya bukan itu masalahnya. Namun, ini adalah pertama kalinya dia mendengar seseorang mendapat giliran kerja pada jam seperti ini di Church of Salvation.

 

"Um, Sister, mengapa kamu datang sendirian di waktu seperti ini ke gereja?"

 

"Sejujurnya, sama sepertimu, aku menunggu seseorang di sini."

Kata-katanya seharusnya baik dan lembut. Sister itu masih berbicara dengan suara merdu dan mendengkur seperti kucing Therianthrope, namun dia merasakan bayangan tiba-tiba muncul di senyum cerianya. Melihat sedikit perubahan itu, tanpa mengetahui alasannya, Elf itu bisa merasakan merinding di kulitnya.

 

".....Kebetulan sekali, ya?"

 

"Ya, memang."

Tawa menawan Sister itu bergema di seluruh tempat suci. Mendengarnya, Elf itu dituntun untuk percaya kalau perasaan gelap yang baru saja dia rasakan hanyalah khayalan belaka. Kemudian, seolah-olah sedang berbicara dengan rekannya dalam kejahatan, dia berbicara padanya dengan senyuman vulgar di wajahnya.

 

"Hei, Sister....."

 

"Ya?"

 

"Ngomong-ngomong, apa kau keberatan menceritakan tentang siapa yang kau tunggu itu? Kau membuatku penasaran, bertanya-tanya siapa seorang yang harus ditemui selarut ini."

 

"Itu.... agak sulit untuk aku katakan."

 

"Mungkinkah itu kekasihmu?"

Elf itu melangkah maju dengan percaya diri saat dirinya mendekati Biarawati itu. Dia biasanya tidak menyukai percakapan seperti ini, namun kebosanannya menguasai dirinya. Tidak peduli apa itu, dia hanya ingin menghibur dirinya sendiri dan menghabiskan waktu. Dan dia yakin satu-satunya alasan seorang Biarawati bertemu seseorang secara rahasia pada larut malam adalah untuk kencan.

 

"Itu.... meskipun itu memalukan untuk dikatakan...."

Seperti dugaannya, pipi Sister itu mulai memerah.

 

"Aku sedang menunggumu di sini."

 

"Ap—?"

Elf kurus itu terkesiap kebingungan saat tangan kanan Biarawati itu menembus dadanya. Ketika Biarawati itu menariknya keluar, semua kekuatan meninggalkan tubuh Elf itu. Jantungnya jatuh ke lantai. Tubuhnya menjadi seperti boneka berkarat; dia tidak lagi bergerak sesuai keinginannya dan cairan merah kental mengalir keluar darinya. Kemudian, seperti talinya telah dipotong, dia terjatuh ke dalam tumpukan.

 

Yang bisa dia lihat saat dia merasa dirinya ditarik ke dalam jurang hanyalah sosok Biarawati dengan mencabut jantungnya di satu tangan dan lengan lainnya diwarnai merah seluruhnya. Kesadarannya memudar saat dia melihat Biarawati itu menjilat darah dari jari-jarinya.

 

"Hmph. Elf selalu memuji betapa berkelasnya darah mereka, tapi rasanya ternyata sangat buruk."

Suara kecewa dari Biarawati Therianthrope, Clarissa, bergema di seluruh bagian dalam gereja. Melihat tubuh kosong Elf itu dengan jijik saat Biarawati itu menyesali rasa darahnya yang menjijikkan, dia berbalik seolah dirinya benar-benar kehilangan minat. Saat dia melakukannya, sesosok bayangan kecil muncul di belakangnya.

 

".....Seperti biasa, kamu mempunyai cara yang sangat buruk dalam membunuh orang."

 

"Ara, Jill. Kamu ada di sana?"

 

"Aku tahu kamu menyadariku.... astaga, kamu benar-benar tidak tahu malu. Tapi ya, aku tiba di sini beberapa saat yang lalu."

Pendatang baru itu adalah Jillbert Griga, seorang Dwarf perempuan. Dia memiliki tubuh seukuran anak kecil dari sekolah gereja, namun usianya sudah lebih dari dua puluh tahun. Dan di dalam tubuh kecil itu terdapat kekuatan fisik yang tak terbayangkan dan menakutkan. Seolah ingin membuktikannya, dia memutar-mutar kapak besar di ujung jarinya seperti pena bulu ayam. Kapak tiang itu tiga kali lipat ukurannya, dan tentu saja tidak terlihat seperti sesuatu yang seharusnya dia bawa, namun dia memegangnya seolah-olah benda itu tidak berbobot sama sekali. Tak lama kemudian, Jillbert bersandar pada kapaknya dan mengambil tempat duduk. Clarissa kemudian mengajukan pertanyaan padanya.

 

"Ada masalah apa?"

 

"Ini buruk..... tidak mungkin hal itu tidak terjadi. Setelah dikirim ke timur untuk mengambil minuman, dan terlebih lagi harus mengurus pekerjaan semacam itu.... Astaga, orang itu benar-benar memperlakukan bawahannya dengan kasar."

Jillbert memukul bahunya saat dirinya menghela napas lelah. Dia mengeluh kepada seseorang yang tidak ada di sana. Namun, dengan tetap memikirkan masalah ini secara singkat, dia kemudian melihat ke arah mayat di lantai.

 

"Bagaimanapun, apa itu baik-baik saja? Orang itu seharusnya menjadi pelayan Romeon."

 

"Belum lama ini, perintah diberikan untuk melenyapkannya dan Romeon."

 

"Hmm.... begitukah?"

Cahaya ganas muncul di mata Jillbert. Dia seperti binatang buas yang telah menemukan mangsanya.

 

"Ya. Dia telah bertindak terlalu jauh dan dia terlalu memberontak.... itu sebabnya....."

 

"Hmm? Aku mengerti bagian pemberontakannya, tapi apa maksudmu kalau dia bertindak terlalu jauh?"

 

"Jill, kamu sadar kalau orang itu bermaksud membawa kegelapan, kan?"

 

"Ya. Jika itu gadis itu, maka dia akan menjadi aset yang cukup besar, kan? Karena alasan itulah mereka pertama kali melakukan kontak dengan Romeon, benar?"

 

"Ya. Menurut rencana, kita akan mengabulkan keinginannya dan kemudian mengantarnya masuk.Tapi Romeon mengambil tindakan sendiri dan mulai menggunakan kegelapan untuk tujuannya sendiri."

Mendengar ini, Jillbert menghela napas panjang.

 

"Hahh, begitu.... jadi begitulah yang terjadi. Itu sebabnya aku menentangnya sejak awal, tahu? Aku bilang jangan menarik Romeon karena dia punya bau yang tidak senonoh."

 

"Tentunya, hidungmu itu sangat luar biasa."

 

"Jadi, apa kita akan pergi sekarang? Untuk menghajar orang itu?"

 

"Tidak, sepertinya hal itu tidak diperlukan."

Saat Clarissa dan Jillbert sedang mendiskusikan cara memberikan hukuman, suara seorang memotong pembicaraan mereka. Mendengar suara familier itu, mereka berdua menoleh untuk melihat. Berdiri di sana adalah seorang laki-laki dengan tanduk perak di atas telinganya, Dragonnewt yang mengenakan pakaian tradisional jepang.

 

"Hei, kamu terlambat. Aku belum pernah mendengar ada Dragonnewt begitu santai, tahu?"

 

"Sudah lama sekali aku tidak berjalan di jalanan Ibukota Kekaisaran. Aku sedikit kewalahan."

Dragonnewt itu menjawab kritik Jillbert dengan sembrono. Di sisi lain, Clarissa menyapanya dengan suara ceria seperti sedang bertemu teman baik.

 

"Lama tidak bertemu, Eanru. Tapi apa maksudmu dengan tidak adanya kebutuhan?"

 

"Beberapa saat yang lalu, kehadiran Romeon melemah. Dan juga, ada pertanda akan datangnya sesuatu yang besar."

 

".....Dari mana itu?"

 

"Dari arah Perpustakaan Universitas Kekaisaran— Di sana."

Tidak lama kemudian, mereka semua merasakan kehadiran mana dalam jumlah besar saat dunia mulai bergemuruh. Pilar cahaya kemudian mulai turun tanpa henti dari langit. Peristiwa abnormal ini berlanjut untuk beberapa saat, namun akhirnya semuanya kembali tenang.

 

"Jadi dia mati? Tidak, dia baru saja berada di ambang kematian..... dia benar-benar didorong mundur dan tidak pernah punya kesempatan."

 

".....Hei, dragonkin, siapa yang bisa melakukan hal seperti itu?"

 

"Bagaimana mungkin aku tahu? Aku sendiri ingin tahu siapa yang memiliki begitu banyak kekuatan.... hmph.... tak disangka dalam satu malam, bukan hanya satu tapi dua orang selain para pahlawan akan melampaui kekuatan Geo Malifex."

 

"Oh? Dua orang? Apa maksudmu itu?"

 

"Seperti yang aku katakan. Saat ini, ada total lima kekuatan berbeda di Ibukota Kekaisaran. Salah satunya adalah sumber dari apa yang baru saja kita lihat tadi. Yang lain ada di sekitar gerbang utara.... mungkin di sekitar tempat Geo Malifex dan para pahlawan itu berada."

 

"Hah...."

Setelah jawaban setengah hati Jillbert, bagian dalam gereja dipenuhi dengan tawa menyenangkan Eanru.

 

"Sepertinya kau terlihat senang."

 

"Ya, sudah lama sekali tidak muncul seseorang yang membuat darahku mendidih. Itu membuatku bersemangat."

 

"Maniak pertempuran gila ini....."

Jillbert melontarkan hinaan kepada Eanru, meskipun dia hanya mampu mendengar kata-kata seperti itu sebagai pujian. Bergairah, dia mulai berbicara lagi dengan suara ceria.

 

"Baiklah.... Clarissa, di mana Crimson Pain? Bukankah orang itu seharusnya datang hari ini?"

 

"Crimson Pain masih sibuk, jadi dia tidak datang ke pertemuan hari ini."

 

"Orang itu tidak datang? Dia memuja orang itu sama seperti kalian berdua, jadi karena dia tidak datang, langit pasti sedang runtuh—walaupun, menurutku itulah yang terjadi sekarang! Hahahahaha!"

Eanru yang tiba-tiba tertawa sendiri hanyalah urusan biasa. Clarissa tidak mempermasalahkannya. Jillbert kemudian kembali membahas situasi Crimson Pain.

 

"Masih ada beberapa komplikasi yang tersisa di wilayah ini. Bagaimanapun, para iblis itu mendekat dengan sangat cepat. Karena itu, dia ditahan untuk sementara waktu."

 

"Iblis, ya? Tapi bukankah para pahlawan itulah yang mengurus mereka?"

 

"Sepertinya itu tidak benar."

 

"Oho...."

 

"Yah, kesampingkan itu.... pembersihannya saja yang memakan waktu. Bagaimanapun, negara itu sangat berharga bagi Crimson Pain."

 

"Jadi begitu. Betapa merepotkannya kewajiban seperti itu. Yah.... Itu membuktikan kalau dia kuat, meski dia manusia."

 

"Hanya itu yang kamu katakan hari ini...."

Saat Eanru mulai tertawa lagi, Jillbert hanya bisa menghela napasnya. Daripada merasa heran, itu lebih karena dia merasa lelah. Namun dalam sikap yang berubah total, Jillbert mengarahkan pandangan tajam ke Clarissa.

 

"Jadi, Clara, apa yang akan kita lakukan terhadap penerus Romeon? Jika kita tidak mengisi lubang yang dibuatnya, itu akan menghambat kemajuan kita."

 

"Itu sudah diurus."

 

"Siapa itu?"

 

"Aku sedang memikirkan seseorang yang akan kusarankan, tapi selain meminta maaf atas kasus ini, tampaknya mereka telah mengundang seseorang yang mereka minati dengan lebih serius daripada sebelumnya."

 

"Mereka minati....? Apa itu seseorang yang menggunakan kegelapan?"

 

"Tidak, kegelapan sedang ditahan. Mereka akan menghubungi kita di lain waktu."

 

Eanru kemudian kembali bergabung dalam percakapan.

"Jadi? Apa dia adalah seseorang yang memiliki kekuatan yang cukup untuk menandingi kita dalam pertarungan?"

 

"Sepertinya kemampuan mereka tidak akan menjadi masalah. Setelah urusan mereka selesai, sepertinya mereka akan menemui kita sendiri."

 

"Apa rencana kita dari sini?"

 

"Tampaknya kita akan menuju Aliansi Saadias."

 

"Benar-benar sekarang? Jika mereka hanya akan mengirim kita kembali, tidak perlu memanggil kita ke sini sejak awal....."

Saat Eanru berbagi keheranannya atas usaha yang sia-sia itu, Jillbert menatapnya seolah dia keterlaluan.

 

"Bukankah kamu baru saja mengatakan kalau kamu kami juga senang dengan itu?"

 

"Memang benar. Hahaha."

Eanru sekali lagi tertawa ketika Jillbert menggelengkan kepalanya. Berpaling darinya seolah Jillbert sudah benar-benar menyerah padanya, dia menatap Clarissa.

 

"Mengapa kita harus kembali ke Aliansi?"

 

"Sepertinya para iblis yang menyelinap ke Astel telah mengubah jadwalnya."

 

"Jadwalnya....."

Jillbert tidak bisa menyatukan semuanya hanya dari itu. Dia mencoba menjelaskan implikasi yang lebih luas. Clarissa yang diberitahu langsung, Eanru, dan bahkan Crimson Pain yang saat ini tidak hadir pasti juga tidak mengetahuinya. Semuanya ada di kepala orang itu. Jadi, karena tidak ada lagi yang perlu dibicarakan dengan yang lain, Jillbert mengambil senjatanya dan mulai berjalan pulang. Eanru tiba-tiba berada di pintu keluar gereja. Mayat yang tergeletak di lantai dekat kaki mereka juga tiba-tiba menghilang.

 

"Kalau begitu, semuanya, setelah kalian menyelesaikan persiapan kalian, pergilah ke Aliansi."

Ketika kata-kata perpisahan Clarissa selesai bergema di udara, gereja sekali lagi menjadi sunyi senyap.