Chapter 2 : The Goddess Is Super Strict With Her

 

Ibukota Kekaisaran Filas Philia. Sebagai kota terbesar di Kekaisaran Nelferian, kota ini adalah rumah bagi segala macam keajaiban. Terdapat patung kristal Dewi di depan Katedral Filas Philia yang terkenal dan Perpustakaan Universitas Kekaisaran, yang bangga memiliki koleksi buku terbesar di antara tiga negara sekutu. Ada juga Institut Sihir, yang dibangun bekerja sama dengan Kerajaan Astel dan Aliansi Saadias, yang merupakan wadah peneliti untuk semua jenis penelitian sihir. Kota itu sendiri berdiri dalam skala besar, dan bersaing memperebutkan gelar kota terbesar kedua di seluruh dunia.

 

Tepi luar kota sebagian besar merupakan tempat tinggal dari kayu dan batu bata pucat, namun sebagian besar jalan-jalan kota dilapisi dengan tempat tinggal yang menggunakan warna bata merah yang lembut. Dan jika menyangkut distrik kelas atas tempat tinggal para bangsawan, bangunannya secara seragam menggunakan batu bata merah cerah berkualitas tinggi.

Merah rupanya menjadi warna pilihan bahan bangunan dan banyak hal lainnya karena disanjung oleh kaisar lima generasi lalu. Itu mungkin hanya masalah preferensi pribadi, namun di dunia Suimei, warna merah—terutama di Eropa—digunakan untuk menandakan darah yang mengalir dari Saint, dan telah dihargai sejak zaman kuno. Warna itu juga biasa digunakan untuk tabard para Ksatria dan tentara sebagai semacam syair untuk berperang. Jadi bagi dunia ini, khususnya negara militeristik seperti Nelferia, menggunakan warna tersebut secara mencolok adalah suatu kebetulan yang cukup menarik.

{ TLN : Tabart semacam mantel pendek }

 

Sambil memikirkan berbagai hal seperti itu, Suimei melirik ke arah langit. Kota kekaisaran tidak hanya memiliki sistem jalan yang besar dan luas, namun juga banyak gedung-gedung yang sangat tinggi yang melapisinya. Tembok luar yang menjaga keliling kota cukup tinggi, yang sepertinya meningkatkan batas aman bangunan di dalam kota. Mereka jauh lebih tinggi dari apapun yang pernah dilihatnya sejauh ini.

Bahkan bagi orang luar seperti Suimei, Filas Philia memberikan kesan yang sangat berbeda dari Ibukota Kerajaan Metel di Kerajaan Astel. Ada banyak orang di Metel, namun tempat ini memiliki nuansa yang lebih modern. Kedua kota tersebut memiliki taman, pertokoan, dan sejenisnya, namun pemeliharaan tempat-tempat tersebut dan kebutuhan dasar seperti pengelolaan air dan limbah sangat mengesankan di sini. Jadi dari segi perkembangan, Filas Philia memang terlihat lebih maju dari keduanya.

 

Namun, bahkan saat menikmati pemandangan kota yang indah—lengkap dengan bangunan-bangunan luar biasa dan anak-anak yang bermain gembira di air mancur—perasaan kabur yang terus-menerus masih terasa suram di pendengaran Suimei. Namun ada alasan mengapa dirinya menggerutu karena lelah.

"Aku tidak menyangka Reiji dan yang lainnya akan membersihkan kegagalan itu untukku....."

 

Sudah berapa kali Suimei menggumamkan hal itu pada dirinya sendiri? Dari apa yang dia dengar dari para pelancong di pos pemeriksaan, Reiji dan yang lainnya kembali ke Astel dari Kekaisaran, memimpin pasukan dari Kerajaan, dan mengalahkan jenderal iblis bernama Rajas bersama sepuluh ribu bawahannya.

Mendengar ini, tentu saja, merupakan kejutan bagi Suimei. Setidaknya itu sangat mencengangkan. Dan setelah mendengar "Kabar" itu muncul gelombang kepahitan yang wajar. Itu terwujud di wajahnya sekarang dalam bentuk ekspresi muram. Melihat hal itu, Lefille yang sedikit khawatir memanggilnya.

 

"Suimei-kun, kamu masih membicarakan rumor yang kita dengar dari para pelancong itu, kan? Kita masih belum tahu pasti apa mereka benar-benar mengalahkannya atau tidak."

 

"Kamu benar. Tapi bukan berarti aku telah memastikan Rajas telah mati. Dan sekarang orang-orang mengolok-olok namanya dengan nama Reiji, jadi berdasarkan itu, kurasa ada delapan atau sembilan dari sepuluh kemungkinan kalau seranganku tidak menghabisinya...."

Suimei menjelaskan alasan utama penderitaannya sambil menghela napas. Dia merasa tidak enak karena telah merepotkan Reiji dan yang lainnya, namun pemikiran kalau serangannya belum menyelesaikan tugasnya dengan baik itulah yang membuat harga dirinya sebagai seorang magician hancur. Dia telah bersiap dan menembakkan roh anti-jahatnya, sihir anti-iblis. Dia hampir kelelahan pada saat itu, namun dia masih tidak puas dengan hasilnya. Bahkan jika hanya masalah waktu bagi sisa petir suci untuk menjatuhkan iblis itu, seluruh situasi meninggalkan rasa tidak enak di mulutnya.

 

"Aku benar-benar tidak berguna. Setelah berbicara besar seperti itu, bagiku yang tidak bisa menghabisinya dalam satu serangan itu....."

 

"Jangan bodoh. Sekalipun itu tidak menghabisinya, itu sudah cukup, bukan? Jika ada, kemungkinan besar temanmu menemukan Rajas dalam kondisi awalnya. Bayangkan saja apa yang akan terjadi jika mereka bertemu dengannya dan kamu tidak melawannya terlebih dahulu....."

Seperti yang Lefille maksudkan, mereka kemungkinan besar sudah mati sekarang. Namun....

 

"Kamu mungkin benar, tapi bukan itu masalah sebenarnya di sini, tahu? Hah...."

 

"Fakta kalau kamu tidak mampu menghabisinya adalah..... apa yang ingin kamu katakan? Aku mengerti perasaanmu, tapi tidak baik terus-terusan mengeluh seperti itu. Jika yang kamu lakukan hanyalah mengasihani diri sendiri, maka orang-orang akan menjauhkan diri darimu."

 

"Uh, ya, kamu ada benarnya di sana."

Kata-kata Lefille membuat Suimei merenungkan dirinya sendiri dan bagaimana dia bertindak. "Jika kamu terus mengeluh, orang-orang akan menjauhimu" mungkin adalah cara Lefille mengatakan, "Jika kamu terus mengeluh, kebahagiaan akan menjauh darimu." Bagaimanapun juga, manusia membawa kebahagiaan, jadi jika mereka menghindarimu, maka kebahagiaan juga akan terjadi. Dan Lefille benar. Tidak ada yang bisa dilakukan jika yang Suimei lakukan hanyalah mengomel sepanjang waktu.

 

"Baiklah, tinggalkan saja itu, dan naikan semangat kita."

 

"Aku setuju. Itu akan membantumu."

 

"Ya, kamu benar."

Mengungkapkan senyumannya yang biasanya tenang, Lefille dengan antusias mengacungkan tinjunya ke udara. Di saat seperti ini, gadis itu mencerahkan keadaan mereka berdua.

 

"Jadi, Lefille, kamu bilang kamu punya tempat yang ingin kamu tuju, tapi kemana tujuan kita setelah ini?"

 

"Church of Salvation."

 

".....Seriusan?"

 

★★★

 

Suimei mengikuti Lefille, dan mereka tiba di area dekat gerbang tembok luar. Di sana berdiri salah satu dari beberapa Church of Salvation yang didirikan di berbagai tempat di seluruh Ibukota Kekaisaran.

Ini adalah pertama kalinya Suimei mendekati sebuah institusi agama terbesar di dunia, namun saat dia berjalan menuju institusi tersebut, dia menyadari kalau institusi tersebut memberikan kesan yang berbeda dari bagian kota lainnya. Jalan menuju ke sana berubah dari tembok bata menjadi batu-batuan yang berserakan. Ada hamparan bunga yang dirawat dengan baik, dan juga sebuah kolam kecil. Bahkan terdapat pepohonan yang berdesakan satu sama lain, menjadikan area ini satu-satunya tempat terdekat yang terdapat tanaman hijau. Mendengarkan dengan seksama, dia bisa mendengar kicauan burung kecil. Benar-benar seperti tanah suci yang segar dan hijau. Dan di tengah-tengah itu semua berdiri sebuah bangunan berwarna putih.

 

Seolah mengundang mereka lebih jauh, sebuah jalan terbentang di depan mereka. Saat berjalan menyusurinya, Suimei bisa merasakan wajahnya berangsur-angsur menjadi semakin kaku saat mereka semakin dekat ke tujuan akhir mereka.

"Sebuah gereja..... Sebuah gereja, ya?"

 

"Kamu sudah lama berbicara sendiri dengan ekspresi aneh di wajahmu, tapi apa ada yang salah?"

 

"Tidak, tidak seperti itu. Aku hanya tidak bisa terbiasa dengan suasana di tempat seperti ini, tahu....."

 

"Kamu tidak bisa terbiasa dengan.... oasis alami yang membuat jiwamu nyaman?"

 

"Ya, tentu saja ion negatifnya mengalir keluar, dan mana juga kental di sini, tapi....."

 

"T-Tentunya, kedua hal itu bukanlah hal yang buruk, jadi apa yang mengganggumu?"

 

"Kurasa itu mungkin sifatku sebagai seorang magician. Yang terpikir olehku saat melihat atau mendengar sesuatu tentang gereja adalah kalau gereja itu adalah sarang musuh terburukku."

Memang benar, di dunia Suimei, magician memiliki banyak musuh alami. Gereja adalah contoh utamanya. Biasanya, agama apapun yang memiliki gereja sesuai dengan kriteria tersebut, namun ada satu agama monoteistik yang terlintas dalam pikiran. Orang yang mempercayai tuhannya berinkarnasi sebagai penyelamat, dan menganggap ajarannya sebagai yang tertinggi. Secara umum, agama tersebut percaya kalau hanya orang yang diakui oleh ini atau itu yang mampu melakukan mukjizat. Dan "Mukjizat" itu sebenarnya adalah misteri yang dikenal sebagai magicka yang digunakan para magician. Namun meskipun magicka ada bahkan dalam ajaran mereka sendiri dalam hal itu, sekte agama tersebut menganggap semua kekuatan mistik yang tidak diturunkan oleh dewa mereka sebagai tidak murni.

 

Maka mereka menjadikan magicka sebagai kekuatan yang tidak suci dan tidak diperanakkan. Mereka mengklaim kalau mukjizat yang mereka akui adalah satu-satunya kekuatan yang sah, yang berarti kalau para magician—yang memegang kekuatan yang mereka tolak—adalah musuh dan harus dibasmi. Mengatakan mereka terlalu berlebihan mungkin adalah cara yang tepat untuk menggambarkannya.

Dan berlebihan itulah yang mengilhami sebagian besar perburuan magician yang terkenal dalam sejarah, dan terkait dengan larangan penggunaan sihir yang terkenal dari Helen Duncan. Itu semua agar kekuatan iman mereka tidak bisa dianggap remeh. Tentu saja, agama-agama lain juga menyatakan hal serupa. Itu merupakan sebuah lingkaran iblis dan ekstrim. Semua agama sangat percaya pada apa yang mereka yakini sebagai mukjizat, sementara mereka mengutuk atau menyangkal mukjizat dari agama lain.

 

Ada orang-orang yang memperlakukan segala keterlibatan dengan sihir sebagai sesuatu yang jahat, namun ada juga orang-orang yang memanipulasi informasi spiritual untuk menipu orang lain. Jadi, tentu saja, tidak semua orang telah menjadi korban dari kepercayaan buta yang mengamuk, meskipun hal ini tentu saja terjadi pada sekelompok orang tertentu yang menyatakan kalau magicka adalah ajaran sesat—agen Holy Inquisition.

Tentu saja, tidak ada gereja normal yang mempunyai kelompok ekstremis seperti itu. Namun, meski mengetahui hal itu, Suimei sudah tertanam kuat dalam dirinya untuk tidak lengah dan tidak pernah kehilangan fokusnya.

 

"Apa kamu merujuk pada keadaan di duniamu?"

 

"Ya."

 

"Tapi jika kamu menyamakannya seperti itu, bukankah kamu sama sekali mengabaikan tradisi kami?"

 

"Ya, maaf, bukan itu yang ingin kulakukan. Ini salahku."

Suimei dengan malu-malu menggaruk kepalanya dan meminta maaf. Pipi Lefille sedikit menggembung, dan dia menatap ke tanah tanpa melihat apapun secara khusus. Melihatnya seperti itu menyentuh hati Suimei, dan dia merasa terdorong untuk meminta maaf.

 

".....Yah, kesampingkan itu, apa tempat ini baik-baik saja?"

 

"Apa dengan maksudmu itu?"

 

"Aku pikir ada gereja yang jauh lebih besar di Kekaisaran, benar? kamu tahu, tempat itu selalu dikunjungi turis dari negara lain."

 

"Apa maksudmu itu, Katedral Filas Philia? Tempat itu adalah tempat yang kita bicarakan sebelumnya, tapi.... sejujurnya, aku tidak terlalu ingin pergi ke tempat megah seperti itu."

Lefille mengerutkan alisnya saat dirinya mengatakan itu. Dia tampak yakin kalau pergi ke tempat seperti itu akan menjadi masalah yang sangat melelahkan. Suimei menjadi agak penasaran.

 

"Mengapa begitu?"

 

"Di tempat seperti itu, pasti akan ada pendeta yang berbudi luhur yang hadir. Dengan kata lain, seseorang yang memiliki kekuatan terberkati dari Dewi sangat kuat. Aku pikir kamu lebih tahu tentang berkah tersebut dan apa arti kekuatan mereka daripada aku, Suimei-kun, tapi.... jika orang seperti itu mengetahui identitas asliku, menurutmu apa yang akan terjadi?"

 

"Hmm? Aku tidak mengira siapapun yang mengetahui kalau kamu adalah roh akan menjadi masalah besar.... apa aku salah?"

Suimei bertanya karena sesuatu yang Lefille pernah ceritakan kepadanya tentang dunia ini sebelumnya. Di dunia ini, sesuatu yang disebut roh adalah sesuatu yang sangat dekat dengan manusia. Dan mungkin karena Lefille ada di sana, Suimei bahkan merasakan kehadiran roh kecil yang mendekati mereka juga. Berdasarkan semua itu, dia tidak menganggap itu sesuatu yang aneh, namun ternyata dia salah. Lefille kemudian meringis seolah ada benjolan yang terbentuk di atas matanya.

 

"Bahkan aku yang sekarang memiliki roh badai merah—seseorang yang mewarisi darah Ishaktney. Dalam legenda roh Alshuna, Ishaktney adalah tangan kanan Dewi Alshuna yang bertarung melawan Dewa Jahat Zekaraia. Singkatnya, bawahan langsung dari Dewi sendiri. Dengan kata lain....."

 

"Jika seseorang mengetahuinya, mereka akan sangat antusias. Tentu saja. Tanpa keraguan."

 

"Itu benar. Tidak apa-apa jika di Noshias. Meski aku setengah roh, semua orang di sana masih mengenalku sebagai pribadi. Sebagai Manusia. Tapi di wilayah lain, terutama di mana Church of Salvation mempunyai kehadiran yang kuat.... jika identitasku terbongkar, itu mungkin akan berubah menjadi sesuatu yang tidak masuk akal."

Tampak seolah-olah Lefille sedang mengingat pengalaman langsung yang mengerikan saat menyaksikan pertunjukan seperti itu, wajah gadis itu menjadi pucat dan dia mulai gemetar. Dia mengatakan itu akan menjadi "Sesuatu yang tidak masuk akal". Bukan berarti gereja itu adalah aliran sesat yang fanatik, namun tidak sulit membayangkan mereka memperlakukannya seperti dewa yang hidup. Sebaliknya, sangat mudah untuk membayangkan wajah Lefille yang bermasalah ketika orang-orang berbondong-bondong mendatanginya.

 

"Hahaha, bukankah itu baik-baik saja?"

 

"Ini bukan bahan tertawaan! Coba saja minta mereka berdoa kepadamu hari demi hari, menangis saat mereka mengucap syukur, mengikutimu kemana saja, dan mengajukan pertanyaan tidak masuk akal seperti bagaimana takdir dunia ini! Semua itu akan membuatmu depresi melebihi apa yang bisa kamu bayangkan!"

 

"Ya, kedengarannya..... sangat tidak menyenangkan, hahaha....."

Menanggapi keluhan marah Lefille, Suimei tertawa aneh. Tak lama kemudian, mereka berdua mendengar suara engsel yang berdecit saat mereka berjalan dari arah gereja. Suimei menoleh untuk melihat, dan bertemu dengan pemandangan seseorang yang muncul dari dalam gedung.

 

Seseorang itu adalah seorang lelaki dengan rambut disisir ke belakang, hitam namun dihiasi helaian abu-abu. Dia tidak terlalu berotot, namun jelas juga tidak kurus. Dia berpenampilan biasa-biasa saja, namun untuk beberapa alasan, Suimei merasa ada sesuatu yang tidak biasa pada dirinya. Suimei tidak bisa memahami lelaki itu dengan baik, namun dia jelas bukan tipe orang yang suka gereja. Lelaki mempunyai ekspresi yang parah di wajahnya. Matanya terpejam, namun dia berjalan maju dengan langkah percaya diri. Dia mengenakan sesuatu yang tampak seperti pakaian resmi, yang kelimannya berayun di udara.

Jalan menuju gereja cukup sempit sehingga hanya bisa dilewati dua orang, jadi Suimei dan Lefille diam-diam menyingkir untuk memberi jalan bagi orang itu. Lelaki dengan ringan mengangguk kepada mereka sebagai tanda pengakuan, dan melanjutkan perjalanannya.

 

Lefille menjulurkan lehernya sedikit untuk melihat ke belakang, dan dia menatap punggung lelaki itu seolah sedang mengamatinya. Tatapan tajam dan fokus yang dia arahkan padanya tentu saja bukanlah sesuatu yang diharapkan siapa pun dari wajah kekanak-kanakan seperti itu.

 

"Suimei-kun, orang itu....."

 

"Apa kamu memperhatikan sesuatu tentang dirinya?"

 

"Tidak, aku hanya berpikir kalau dia cukup terampil...."

Cukup terampil? Suimei tidak merasakan adanya gejolak mana yang berlebih saat mereka berpapasan. Dia juga tidak merasakan sesuatu yang mistis atau fenomena misterius yang memilukan di sekitar orang itu. Kalau begitu, Lefille bermaksud....

 

"Maksudmu..... sebagai pengguna pedang?"

 

"Itu benar, tapi.... ada apa? Bukankah kamu juga memiliki pengetahuan tentang berpedang?"

 

"Tidak, maksudku, memang benar kalau aku juga menggunakan pedang, tapi.... aku tidak begitu ahli sehingga aku bisa melihat seluk-beluk pengguna pedang lain. Lagi pula, ada banyak orang kuat yang menyembunyikan keahliannya daripada membiarkannya terlihat. Aku masih jauh dari bisa membaca tanda-tanda halus itu."

 

"Heeh..... begitu ya."

Namun itu berarti orang itu harus memiliki kehebatan yang besar. Meski mengabaikan fakta kalau dia adalah roh, Lefille memiliki kemampuan pedang yang unggul. Jadi jika dia melihat sesuatu dalam diri seseorang yang tidak dilihat Suimei, itu adalah bukti kekuatannya. Hal sebaliknya terjadi, namum situasi serupa pernah terjadi di pos pemeriksaan....

 

"Kamu tahu, gadis yang sebelumnya..... Si Liliana itu? Dia juga memberikan kesan yang kuat, benar?"

Suimei mengacu pada penyihir muda bernama Liliana Zandyke. Mana yang gadis itu pancarkan bukanlah sesuatu yang bisa diabaikan oleh Suimei. Hanya dari apa yang dia lihat saat itu, dia dapat melihat kalau gadis itu memiliki kemampuan sihir yang luar biasa. Meskipun gadis itu mungkin tidak memiliki tungku mana, gadis itu benar-benar berani memiliki mana sebanyak itu di dalam dirinya.

 

"Liliana Zandyke? Tidak banyak yang diketahui tentang dirinya, tapi dia berpartisipasi dalam pertempuran kecil dengan negara di selatan beberapa kali, dan sepertinya dia terkenal karena itu. Mereka bahkan menyebutnya senjata manusia Kekaisaran."

 

"Itu nama julukan yang luar biasa....."

 

"Gadis itu sepertinya mendapatkan julukan itu karena dia dengan acuh tak acuh menjalankan misi yang diberikan kepadanya, tapi fakta kalau dia tidak menunjukkan banyak emosi pada awalnya mungkin ada hubungannya dengan itu."

Itu memang benar. Hanya dari interaksi singkat mereka di pos pemeriksaan, Suimei mendapat kesan kalau Liliana tidak terlalu ekspresif. Namun mereka hanya bertukar beberapa kata, jadi dia tidak tahu seperti apa gadi itu sebenarnya.

 

"Ups, ini bukan waktunya untuk itu. Aku harus segera melaksanakan doaku."

Setelah itu, Lefille berlari ke depan, terhuyung-huyung menaiki tangga, dan membuka pintu berwarna putih bersih. Begitu dia memasuki gereja, dia menatap patung Dewi dan berlari ke sana tanpa berpikir dua kali atau melirik ke mana pun. Seorang pengikut.... tidak, karena Dewi Alshuna adalah sesuatu yang benar-benar ada di dunia ini, itu sedikit berbeda. Suimei mengikutinya ke dalam gereja, dan menatap ke atas seolah ingin memeriksa langit-langit.

 

Tempat perlindungan Church of Salvation. Berbeda dengan gereja-gereja populer di dunianya sendiri, tidak ada jendela kaca patri dan tidak ada organ pipa. Namun, dengan suasananya yang tenang dan patung yang penuh hiasan, sebagian besar memberikan perasaan yang sama.

Bangunan itu sendiri memiliki jendela di dekat langit-langit, dan sinar matahari yang masuk melalui jendela itu tersebar saat jatuh ke tanah. Dimanapun sinar matahari tidak mencapainya, akan diterangi dengan hangat oleh sihir. Tempat suci itu dipenuhi orang. Ada anak-anak kecil yang mengenakan pakaian yang tidak terlihat mewah, wanita tua yang tenang, dan pria tua yang terawat baik. Mereka semua duduk menghadap patung dan diam-diam memanjatkan doa. Tempat itu adalah gereja yang lengkap dan terhormat.

 

"Halo."

Saat Suimei sedang mengamati gereja ini dari dunia lain, suara seorang perempuan memanggilnya dari samping. Suimei berbalik untuk menyambut siapapun itu.

 

"Aah, halo.... AAH!"

Suimei berusaha memberi salam, namun tidak mampu menahan keterkejutan yang keluar dari tenggorokannya saat setengah berteriak, setengah tersentak. Matanya kemudian melirik ke sekeliling ruangan. Melihatnya dalam kebingungan, perempuan muda berpakaian seperti biarawati memanggilnya lagi, kepalanya menghadap ke samping.

 

"Apa ada masalah?"

 

"S-Sepasang telinga!"

Suimei pada akhirnya tidak bisa menghilangkan keterkejutannya, begitu besarnya keheranannya. Dan yang bisa dia lakukan hanyalah dengan tidak jelas menyatakan apa sebenarnya yang menarik perhatiannya.

 

"Apa itu tidak jelas? Kamu juga tampaknya punya sepasang telinga, benar?"

 

"Bukan itu.... maksudku, um, itu...."

 

"Ah, mungkinkah ini pertama kalinya kamu bertemu Therianthrope?"

 

"Uh...."

Mendengar kata itu, Suimei teringat saat mengetahui kalau Kekaisaran adalah rumah bagi berbagai macam ras. Salah satu ras tersebut dikenal sebagai Therianthropes. Terlahir dengan ciri-ciri hewan, mereka adalah ras asli dunia ini yang memiliki kekuatan melebihi manusia normal.

 

Dan menyadari kalau perempuan ini adalah salah satu dari mereka, Suimei akhirnya bisa memahami penampilannya. Jika perempuan itu seorang Therianthrope, tidak aneh jika dia memiliki telinga binatang. Dia mengenakan pakaian yang mungkin merupakan pakaian keagamaan Church of Salvation, jubah biru dengan hiasan tambahan. Di balik kerudung yang melekat pada pakaiannya, Suimei bisa melihat rambut merah jambu yang sedikit bergelombang. Namun yang paling menonjol dari semuanya, ada telinga kucing yang menyembul dan agak terkulai.

Saat Suimei dengan acuh tak acuh menatap wajahnya, perempuan itu memiliki ekspresi lemah lembut dan ramah..... namun Suimei merasakan kebijaksanaan besar dalam diri perempuan itu yang tidak mengkhianati sedikit pun kelembutan. Akhirnya menanggapinya, Suimei dengan sopan meminta maaf atas perilakunya yang gelisah beberapa saat yang lalu.

 

"Aku sangat terkejut melihat telinga itu.... aku minta maaf karena bersikap seperti itu."

 

"Apakah begitu? Maka tidak heran kamu begitu terkejut. Orang-orang yang belum pernah melihat Therianthropes sebelumnya sering kali bereaksi seperti itu."

Biarawati itu tertawa kecil. Dia bertingkah seperti perempuan yang lebih tua, yang membuat Suimei merasa sedikit malu, namun..... mengesampingkan hal itu, perempuan bertelinga kucing itu meletakkan jarinya di pipinya dan memiringkan kepalanya ke samping.

 

"Apa kamu tidak akan berdoa?"

 

"Tidak, aku hanya pendamping dari gadis di sana."

Suimei mengangguk ke arah Lefille, yang sedang berlutut untuk berdoa. Perempuan itu sekali lagi tersenyum ceria.

 

"Ara, jadi dia adalah kekasih kecil yang kamu punya."

 

"Ap? Apa yang kamu katakan barus—"

 

"Tapi kamu tidak boleh melakukan itu. Lagi pula, di Kekaisaran tidaklah bagus bagi laki-laki seusiamu untuk menemani seorang gadis kecil dengan cara seperti itu."

 

"Hahh.... tidak, kamu salah paham! Sudah kubilang, bukan itu maksudku saat aku bilang pendamping!"

 

"Hehehe, aku tahu. Itu hanya lelucon."

Dan dengan itu, birawati itu mengaku kalau dirinya sengaja membuat Suimei marah. Namun tidak ada niat jahat di dalamnya. Dengan senyumannya yang menyenangkan dan sosoknya yang mekar, sepertinya dia sedang menertawakan pemuda yang menjadi bingung tanpa alasan. Suimei telah sepenuhnya diperdaya. Bahu Suimei terkulai berat. Kemudian, sangat kontras dengan cekikikan ringan sebelumnya, birawati itu menoleh ke arah Lefille dan berbicara pelan.

 

"Anak yang rajin."

 

"Ya.... saat aku bertanya padanya kemana dia ingin pergi ketika kami sampai di Ibukota, hal pertama yang dia katakan adalah gereja. Dan di sinilah kami. Dia ingin berdoa di gereja sebanyak yang dia bisa selagi kami berada di kota.... atau begitulah katanya sambil menarik lengan bajuku ke sini."

 

"Sepertinya dia sangat menganut ajaran Dewi kita. Pada usia seperti itu, dia pasti bisa bertindak antusias."

 

"Ahaha..... Yah, mengenai usianya, tolong jangan katakan apapun tentang itu di depannya....."

 

"........?"

Tidak yakin apa yang Suimei maksudkan, telinga birawati itu menajam dan dia memandangnya dengan rasa penasaran. Segalanya tentu akan jauh lebih mudah jika Lefille bisa kembali ke bentuk normalnya, dan bukan hanya untuknya.

 

Dan ketika Suimei dengan spontan menggaruk bagian belakang kepalanya karena pemikiran seperti itu, dia melihat barisan yang terbentuk di sebelah Lefille. Kini setelah khotbah selesai, orang-orang berkumpul di hadapan pendeta dengan wajah penuh harap dan penuh harap. Apa yang mereka tunggu? Suimei kemudian memutuskan untuk menanyakan hal itu kepada birawati itu.

 

"Antrian apa yang mereka bentuk setelah kebaktian?"

 

"Antrian itu untuk ramalan Alshuna-sama. Setelah berdoa, Yang Mulia Uskup akan mewariskan ramalan dari Dewi kita tercinta.... meskipun kebanyakan orang tidak akan seberuntung itu untuk menerimanya."

 

"Hmm....."

Jadi ramalan inilah yang membuat Lefille mengambil risiko dan memperkenalkan dirinya pada Suimei. Dia bisa melihat pendeta itu berdiri di samping patung, memegang buku di dadanya sambil menggumamkan sesuatu dengan pelan. Melihat lebih dekat, Suimei bisa melihat tanda-tanda kekuatan lokal tertentu. Dia tidak bisa merasakan mantra atau pergerakan mana, namun secara lokal, tepat di tempat pendeta berada, ada liturgi yang sedang bekerja dan Aetheric diucapkan dengan jelas.

 

Kemungkinan besar pendeta tersebut menggunakan tubuhnya sendiri sebagai perantara untuk memungkinkan campur tangan Dewi. Pendeta itu adalah seorang peramal sejati. Ketika Suimei melihat kekuatannya dan menggumamkan satu atau dua kata kekaguman, birawati itu memberinya tatapan bingung.

"Aku harus mengatakan kalau, itu tidak terduga kalau kamu tidak mengetahui ramalan seperti itu. Kamu seharunyanya menemukan pemandangan seperti itu di gereja mana pun....."

 

"Tidak ada Church of Salvation di tempatku berasal, kamu tahu."

 

"Ara, sungguh tidak biasa. Tapi, desa asalku juga tidak percaya pada Dewi, jadi aku bisa mengerti."

Birawati itu bertepuk tangan seolah kesadaran ini adalah kebetulan yang tak terduga, dan senyuman manis muncul di wajahnya. Senyuman itu adalah ekspresi yang tenang. Entah bagaimana antara itu dan kehadiran kebinatangannya, birawati itu memberikan suasana yang sangat tenang yang menarik hati Suimei.

 

"Tapi itu mengingatkanku pada sesuatu....."

 

"Apa itu?"

 

"Mungkinkah kamu tiba di Filas Philia hari ini?"

 

"Bagaimana kamu bisa berkata demikian?"

 

"Sepertinya ini pertama kalinya kamu melihat Therianthrope, dan.... aku hanya merasakan sesuatu."

 

"Oof.... Ketidaktahuanku sudah terbongkar ya?"

Karena Suimei telah melihat-lihat segala sesuatu dengan penuh minat dan menanyakan hal-hal yang umumnya dianggap masuk akal, birawati itu mungkin melihatnya seolah-olah Suimei adalah orang desa atau semacamnya. Ketika Suimei meremehkan dirinya sendiri dengan nada bercanda, birawati itu menjadi sedikit bingung seolah dia mengira dirinya telah mengatakan sesuatu yang kasar.

 

"Oh, tidak, aku tidak bermaksud seperti itu...."

Melihat birawati itu bereaksi seperti itu, Suimei melontarkan senyuman menyegarkan sambil melanjutkan dengan sikap yang sedikit nakal tentangnya.

 

"Jadi, maukah kamu mencerahkan orang bodoh sepertiku dengan beberapa informasi yang menyenangkan?"

 

"Y-Ya, tentu saja, tapi.... sejauh informasi yang ada, aku merasa khawatir."

 

"Apa terjadi sesuatu?"

 

"Dua atau tiga hal. Antara cerita yang bagus dan tidak menyenangkan, mana yang ingin kamu dengar terlebih dahulu?"

 

"Silahkan mulai dengan yang terburuk. Mendengarkan cerita baik setelahnya akan membantu mengurangi kabar buruk apapun."

 

"Baiklah, kalau begitu....."

Dengan itu, ekspresi lembut birawati itu berubah menjadi suram, dan dia mulai berbicara seolah-olah memberikan nasihat kepadanya.

 

"Kamu bilang kalau kalian baru saja tiba di Ibukota Kekaisaran, tapi jika itu masalahnya, harap berhati-hati saat keluar pada malam hari. Baru-baru ini, ada insiden meresahkan yang terjadi di kota."

 

"Insiden yang meresahkan?"

 

"Ya. Aku yakin, insiden ini dimulai sekitar sebulan yang lalu. Ketika pagi tiba, orang-orang sering kali ditemukan dalam keadaan koma, dan hal ini meningkatkan kecemasan orang-orang yang tinggal di Ibukota Kekaisaran."

 

"Ceritanya cukup menarik, bukan? Apa itu seperti penjahat yang menyerang orang dan membuat mereka koma?"

 

"Sepertinya begitu. Insiden ini jelas merupakan efek samping dari serangan sihir, jadi tidak salah lagi jika seseorang sedang menyerang orang."

 

"Tapi kamu bilang insiden itu terjadi selama sebulan, bukan? Sudah berlangsung lama dan belum terselesaikan?"

 

"Mengenai hal itu, polisi militer telah berupaya semaksimal mungkin, tapi hingga saat ini belum ada hasilnya. Tidak banyak petunjuk yang dapat mengarah pada jejak pelakunya, dan karena efek dan kekuatan destruktif dari sihir yang digunakan sangat tidak biasa, nampaknya mereka bahkan tidak dapat menentukan atribut apa yang digunakan. Jadi, aku khawatir belum ada petunjuk apapun mengenai kasus ini."

Birawati itu mengarahkan pandangannya ke bawah, kecewa. Sepertinya dia benar-benar orang yang baik hati. Dia tampak sedih, seolah sedang memikirkan para korban dan apa yang telah mereka dan orang yang mereka cintai alami.

 

"Sister, kamu benar-benar mendapat informasi yang baik, ya?"

 

"Ya, banyak orang datang dan mengunjungi gereja, jadi aku mendengar banyak hal."

Seolah-olah menunjukkan indra pendengaran birawati itu yang tajam, telinganya bergerak-gerak beberapa kali. Jantung Suimei melonjak. Dia benar-benar ingin menyentuhnya, tapi dia tahu dia harus menahan keinginan itu. Tentu saja hal itu akan dianggap tidak sopan. Tiba-tiba mendongak, birawati itu bertepuk tangan dengan sepenuh hati seolah dirinya teringat sesuatu.

 

"Tapi, pahlawan telah ditambahkan dalam penyelidikan kejadian ini. Kemungkinan besar masalah ini akan terselesaikan dalam waktu dekat."

 

"Pahlawan?"

 

"Ya. Pahlawan agung yang dipanggil di Negara Suci El Meide saat ini tinggal di sini di Filas Philia."

 

"Sungguh?"

 

"Ya. Kabar ini belum diumumkan ke masyarakat umum, tapi kemungkinan akan segera diumumkan oleh pemerintah Kekaisaran dan Church of Salvation. Bukankah itu kabar baik?"

 

Apa itu? Apapun yang terjadi, itu menggelitik minat Suimei. Negara Suci El Meide adalah negara agama netral di selatan Kekaisaran, dan Suimei tidak mungkin penasaran dengan pahlawan seperti apa yang dipanggil di sana. Dia sangat tertarik untuk mencari tahu seperti apa pahlawan selain Reiji, berharap hal itu bisa membantunya memahami metode di balik pemanggilan tersebut.

"Terlebih lagi, tampaknya pahlawan agung yang dipanggil dari Aliansi Saadias juga bergerak beberapa hari yang lalu."

 

"Sekarang setelah kamu menyebutkannya, jadi totalnya ada empat pahlawan yang dipanggil, benar?"

 

"Pahlawan agung yang dipanggil di Aliansi Saadias rupanya adalah seorang perempuan yang cantik. Kemampuannya dalam menggunakan pedang sepertinya cukup hebat. Kemampuannya dalam menggunakan pedang dikatakan sangat brilian sehingga dia bisa dengan mudah menangani pengguna pedang Aliansi dan pangeran pertama penguasa, yang dikenal sebagai Sword King."

Jadi pahlawan ketiga adalah seorang perempuan. Memikirkan demografi mereka sejauh ini, Suimei mulai bertanya-tanya apa sebenarnya persyaratan untuk pemanggilan itu. Paling tidak, dia sekarang tahu kalau pemanggilan itu bisa memanggil manusia dari dunia lain bukanlah hal yang mustahil. Tapi biarlah.....

 

"Perempuan benar-benar kuat, ya? Apa-apaan dengan itu....?"

 

"......Apa kamu mengatakan sesuatu?"

Tampaknya birawati itu mendengar gerutuan Suimei, namun Suimei menepisnya dengan mengatakan kalau itu bukan apa-apa. Kemungkinan besar jawaban atas misteri yang Suimei renungkan tidak akan datang padanya selamanya. Dan saat Suimei memikirkan masalah itu, birawati itu mengatupkan kedua tangannya di depan dadanya yang besar sekali lagi.

 

"Dengan ini, kita punya alasan untuk berharap penaklukan Raja Iblis dan pasukan iblis akan berjalan dengan baik."

 

"Itu kabar baik, ya."

Saat Suimei mengangguk, dia melirik ke sekeliling ruangan. Di barisan depan pendeta adalah seorang gadis muda. Dan sebelum Suimei menyadari kalau Lefille-lah yang menerima ramalannya, dia mengangkat suara putus asa.

 

"A-Apa katamu?! Ah, t-tidak, a-apa itu benar?!"

Memang benar, Lefille mendekati pendeta itu dengan panik. Pendeta itu tampak bermasalah sesaat ketika Lefille menempel padanya, namun karena pendeta itulah yang mengatur ramalan, dia pasti sudah terbiasa dengan interaksi seperti itu. Ekspresinya kembali menegang menjadi serius, dan dia mengangguk dengan tegas.

 

"Mustahil!"

Tampaknya tidak mendapatkan jawaban yang dirinya inginkan, Lefille berteriak hampir seperti jeritan. Dia kemudian segera menoleh ke arah Suimei untuk meminta nasihat.

 

"S-Suimei-kun! A-A-A-A-A-Apa yang harus kulakukan?! Ini serius!"

 

"Kamu terlalu panik, Lefille. Ada apa denganmu?"

 

"Tidak ada yang naik atau turun! A-Apa yang harus aku lakukan?!"

 

"Oke, sebagai awalan..... kamu harus tenang dan ceritakan kepadaku apa yang terjadi. Kita bisa memulainya dari sana."

Namun Lefille sudah kehilangan ketenangannya, dan dia berteriak kepada Suimei sebagai tanggapan.

 

"Sebuah ramalan! Aku mendapat ramalan lain!"

 

"Ramalan lain....? Jadi?"

Tidaklah normal baginya untuk menjadi begitu panik. Instruksi konyol macam apa yang diberikan sang Dewi padanya kali ini?

 

★★★

 

"Di sini, ya....?"

 

"Sepertinya begitu."

Beberapa hari setelah Suimei dan Lefille tiba di Ibukota Kekaisaran, Kekaisaran Nelferian, mereka melakukan perjalanan ke bagian belakang daerah pemukiman di barat laut Filas Philia.

 

Tentunya, bangunan-bangunan itu berjejer rapat seperti di kota mana pun, dan khususnya ciri khas Ibukota Kekaisaran, banyak di antaranya yang tinggi. Mungkin karena itu, meski siang hari, cuacanya cukup redup. Di dunia modern, tidak diragukan lagi akan ada tuntutan hukum mengenai hak masyarakat atas sinar matahari. Dengan santai melihat ke atas dan ke bawah di sudut gang, ada rumput liar kecil yang tumbuh di sana-sini, namun selain itu, semuanya hanyalah bayangan. Rasanya seperti sinar matahari apapun yang ada segera diserap oleh kegelapan. Untuk membandingkannya dengan sesuatu dari dunianya sendiri, tempat itu adalah pemukiman kumuh. Permukiman kumuh di gang belakang menggambarkannya dengan sempurna. Sekilas, sebagian besar bangunan di sekitarnya terlihat murahan.

 

Namun itulah alasan mereka datang. Memang, urusan pertama mereka setelah tiba di Kekaisaran adalah mengamankan tempat tinggal. Suimei berencana mengumpulkan informasi dan barang-barang di Nelferia, dan Lefille ingin belajar di Institut Sihir. Setelah meninggalkan gereja pada hari pertama mereka di kota, mereka pergi mencari pedagang yang menjadi perantara penjualan tempat tinggal. Karena sebagian besar Ibukota Kekaisaran berada di bawah pengelolaan pemerintahan Kekaisaran, mereka akhirnya berpindah ke kantor pemerintahan. Dari sana, mereka dirujuk ke pengawas suatu distrik yang memiliki tempat tinggal yang sesuai dengan spesifikasi mereka. Dan hari ini, mereka telah mengatur untuk bertemu dengan supervisor tersebut dan melihat properti tersebut.

 

Mereka berhenti di sepanjang jalan dan tidak melangkah lebih jauh. Tidak seperti mereka diliputi cahaya redup, meski Lefille menatap Suimei dengan cemas.

"Suimei-kun, apa benar kalau ini adalah tempatnya?"

 

"Hmm? Tentu. Aku yakin di sinilah kita seharusnya bertemu."

 

"Aku tidak membicarakan hal itu; Aku sedang berbicara tentang di mana kita akan tinggal. Tempat ini memang dengan jalan utama, jadi lokasinya pas, tapi entah kenapa.... suasananya ini, tahu?"

Semakin Lefille melihat sekeliling, semakin besar keraguannya. Tentu saja seperti yang ditunjukkan oleh tatapan cemasnya, tempat itu tidak memberikan kesan yang bagus. Tidak banyak cahaya, dan ada juga bau busuk yang entah dari mana. Letaknya dekat dengan jalan utama, namun tidak memenuhi syarat sebagai tempat tinggal yang bagus menurut standar kebanyakan orang.

 

"Yah, tempat ini adalah satu-satunya properti yang sesuai dengan permintaan kita. Kita hanya perlu mengurus beberapa hal."

 

"Kamu benar. Menurutku, tidak semuanya bisa sempurna....."

 

"Ini bukan masalah besar, kita tidak bisa berbuat banyak terhadap sinar mataharinya, tapi bau dan hal lainnya bisa diatasi, jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan...."

Bahkan ketika Suimei mencoba memberitahunya kalau itu akan baik-baik saja, Lefille tetap menatap batu bata yang agak kotor dan tersebar di jalan di bawah kakinya. Apa dia begitu khawatir tentang pro dan kontra dari suatu tempat tinggal? Lefille yang biasa akan tertawa seperti ini saat dia dengan berani maju ke depan saat menghadapi tantangan, tapi tidak sekarang. Suimei punya pemikiran tentang apa yang mungkin membebani diri gadis itu.

 

"Apa kamu masih mengkhawatirkan ramalan itu?"

 

"T-Tentu saja! Karena aku sudah mendapat ramalan semacam itu, tahu?!"

Yang Lefille maksud dengan ramalan semacam itu adalah perkataan Dewi yang dirinya terima di Church of Salvation lokal jauh melampaui apa yang bisa dirinya bayangkan. Memang benar, instruksi yang diberikan kepada Lefille itu adalah : "Bertindak bersama dengan pahlawan yang tinggal di Kekaisaran, dan lawan para iblis."

 

Sang Dewi rupanya ingin Lefille mengikuti seseorang yang belum pernah dirinya temui—pahlawan yang dipanggil di El Meide. Bagi Lefille, yang baru saja mencapai Ibukota Kekaisaran untuk mengejar tujuannya sendiri, hal ini terasa terlalu mendadak. Faktanya, tampaknya Lefille sangat menentang ramalan yang diterimanya. Dia membuat keributan di gereja ketika dia pertama kali mendengarnya, dan setelah akhirnya tenang, dia jatuh ke dalam keterpurukannya saat ini. Namun Suimei menganggap solusi gadis itu cukup jelas.

 

"Jika kamu tidak ingin mendengarkan Alshuna atau siapapun itu, maka menurutku mungkin tidak masalah jika kamu tidak mendengarkannya. Kamu bisa saja berpura-pura lupa dengan itu."

 

"A-Aku tidak bisa melakukan itu. Setelah menerima pesan dari Dewi Alshuna, akan sangat disayangkan jika tidak mematuhinya."

 

"Mematuhi....? Kamu sedang berbicara tentang kekuatanmu, kan? Dengar, ini tidak seperti kalian membicarakan hal ini bersama. Itu semua hanya keputusan sepihak, kan? Kamu bahkan tidak meminta kekuatanmu, benar? Jadi menggunakan itu sebagai alasan untuk memintamu melakukan hal lain itu agak berlebihan, bukan?"

 

"I-Itu mungkin masalahnya, tapi....."

Suara Lefille perlahan-lahan meruncing hingga tak terdengar lagi. Dia mendapati dirinya begitu tersesat dalam labirin kepercayaan justru karena dia taat. Dari waktu ke waktu, orang-orang yang kuat kepercayaannya berusaha mengingkari diri dan hawa nafsunya. Sebagai gantinya, mereka akan memaksakan kewajiban pada diri mereka sendiri. Mereka percaya kalau mereka berjalan lurus dan sempit ke arah itu, dan berpegang teguh pada jalan itu seolah-olah itulah satu-satunya jalan. Maka kepercayaan mereka tergantung pada mereka seperti pedang Damocles.

 

Tentu saja, ada orang-orang yang menjalani kehidupan murni dan indah dengan keyakinan dan nilai-nilai yang kuat, namun keras kepala dalam hal-hal tersebut dapat berdampak buruk. Memaksa diri kalian untuk hidup dengan satu cara ketika kalian ingin hidup dengan cara lain dapat membuat seseorang terpecah belah. Dan jika keadaan terus seperti ini.....

"Jadi, apa kamu akan bertemu dengan pahlawan dari El apalah itu atau semacamnya?"

 

"A-Apa aku harus mengatakannya?! Jelas sekali aku tidak mau!"

 

"Sudah jelas ya? Nah, jika itu masalahnya, maka itulah alasan mengapa kamu tidak boleh meninggalkan segalanya dan melakukan apa yang mereka ingin kamu lakukan, kan.....?"

Pada akhirnya, Suimei peduli dengan apa yang Lefille ingin lakukan untuk dirinya sendiri. Dan meskipun gadis itu dengan keras kepala, dengan sedih menyatakan kalau dia tidak ingin melakukannya....

 

"Karena itu dan dengan meremehkan kata-kata dari Dewi, dan jika sesuatu terjadi karenanya, aku....."

Lefille juga tidak ingin hal itu terjadi. Ditelan oleh gelombang kecaman pada dirinya sendiri, dia tidak mampu bertindak sesuai keinginannya sendiri. Suimei merasa itu tidak benar. Suimei pikir Lefille seharusnya bisa melakukan apa yang dirinya inginkan, daripada terikat oleh apa yang dikatakan Dewi.

 

"Aku mengerti. Aku akan melakukan sesuatu untuk mengatasinya."

 

"Apa? Apa maksudmu dengan akan melakukan sesuatu mengenai hal itu?"

 

"Persis seperti yang aku katakan. Kalau tidak mau mematuhinya, ya jangan mematuhinya saja. Dan jika kamu disuruh, maka aku akan menarikmu kembali. Dan jika ada yang mengatakan sesuatu, aku akan melakukan sesuatu. Kamu seharusnya diizinkan untuk mengikuti kata hatimu, bukan?"

Bahkan jika Lefille tidak bisa memaksa dirinya untuk dengan sengaja bertindak melawan perintah tersebut, itu tidak berarti dia harus mengikutinya. Dan Suimei bersedia melakukan perannya sebagai partnernya. Meski bukan itu yang Lefille inginkan, jika Lefille adalah orang yang menahannya, maka itu bukanlah cerminan dari keyakinannya jika dia tidak bisa menyelesaikan misi ilahi yang ditugaskan kepadanya dengan enggan. Dan sekarang setelah dia mengerti maksudnya, kecemasan yang sama sekali berbeda memenuhi dirinya.

 

"K-Kamu tidak bisa! Itu artinya sama saja dengan menentang Dewi, Suimei-kun! Jika kamu melakukan hal seperti itu, kamu bisa....."

 

"Memangnya aku peduli. Lagi pula aku tidak memuja Dewimu ini. Baik surga, neraka, Eden, atau Hades, menurutmu aku peduli dengan itu? Selain itu, magician hanyalah tipe orang yang bertarung melawan segala sesuatu di dunia, bahkan kekuatan yang lebih tinggi, dalam upaya untuk menjadi mahakuasa. Praktisnya, kami semua adalah orang-orang yang hanya menentang langit."

 

"Tapi meski begitu, jika kamu memancing kemarahan Dewi....."

 

"Ya, aku tidak keberatan. Ada banyak sekali orang di seluruh dunia yang tidak menaati tuhan mereka. Namun dunia masih terus berputar. Berpikir kalau kamu tidak bisa hidup jika kamu menentang Dewi berarti terlalu percaya pada sistem."

 

"Meski begitu, meski begitu.... jika sesuatu terjadi....."

Lefille menatap Suimei dengan mata putus asa. Sebagai tanggapan, dia Suimei satu matanya dan mengejek seolah berkata, "Jadi bagaimana jika itu terjadi?"

 

"Walaupun demikian. Jika mereka menghalangi jalanku, maka itu berarti aku harus mengesampingkan mereka, dan aku akan terus maju seperti yang selalu kulakukan. Baik itu Dewi atau Dewa Jahat, itu tidak masalah bagiku..... Hmph. Jika makhluk yang hanya bisa melakukan intervensi dari alam astral ingin mencoba memainkan tangannya, maka coba saja. Memangnya aku akan kalah dari makhluk idiot yang tidak bisa menghabisi Dewa Jahat sendirian dan hanya bisa memberikan perintah dari atas."

 

"K-Kamu sedang berbicara tentang makhluk mahakuasa di sini, tahu? Tidak peduli seberapa kuatnya kamu, itu tidak akan pernah....."

 

"Meski begitu, itulah yang aku tuju. Dan jika aku mundur dari hal itu, aku tidak bisa menyebut diriku sebagai seorang magician."

Orang-orang yang Suimei ingin lindungi, dia ingin lindungi dari apapun. Itulah dorongan yang ada dalam dirinya. Dan untuk menjawabnya, dia menjadi seorang magician. Dia tidak akan menolaknya. Dia akan memperhatikan hal itu. Dan setelah melihat sekilas tekad Suimei.....

 

"Ah..... Mm, terima kasih....."

 

"Ehh....? Y-Ya."

Mengalihkan pandangannya, Lefille mengucapkan terima kasih sambil gelisah. Suimei menjadi malu saat melihatnya..... namun hanya sesaat.

 

"Ooh, kalian sudah tiba!"

Sebuah suara yang hidup menginterupsi suasana manis yang berkembang antara Suimei dan Lefille. Melihat ke sumber suara itu, mereka melihat seorang gadis dengan rambut biru cerah mengenakan pakaian yang mudah untuk digerakkan. Dia memiliki mata yang besar dan bulat dan wajah yang agak imut. Dia memiliki tato yang tampak memanjang dari pipi hingga bagian belakang lehernya. Sekilas, gadis itu tampak cukup bersemangat.

 

Namun, dia masih kecil. Dia bertubuh pendek, memiliki dada kecil.... segala sesuatu tentang dirinya kecil. Sekilas, dia hampir sama dengan Lefille.

Gadis kecil lainnya? Maksudku, Lefille sebenarnya bukan gadis kecil, tapi tetap saja....

 

Setelah apa yang terjadi di pos pemeriksaan, Suimei mulai merasa seperti dirinya tidak bertemu apapun selain gadis kecil. Sentimen itu terwujud dalam tatapan tegang Suimei saat dia menilai kedatangan baru itu, dan gadis itu dengan terang-terangan menajamkan wajahnya seolah-olah dirinya melihat sesuatu yang menjijikkan sebagai balasannya.

 

"Ada apa? Aku yakin kalau aku tidak menyukai caramu menatapku."

 

"Ah, maaf. Akhir-akhir ini aku tidak melihat apapun selain anak-anak, jadi tatapan itu adalah sesuatu yang refleks."

 

"A-Anak-anak?! Apa yang kau bicarakan itu aku?"

 

"Aku..... bagaimana kalau memang begitu itu?"

Ketika Suimei mengatakan itu, mata gadis itu tiba-tiba menyipit dengan sikap mengancam. Kemudian, dengan nada mengancam yang tak seorang pun bayangkan datang dari wajah imutnya, dia menjadi agresif.

 

"Dari kelihatannya, nak, kau jauh lebih muda dariku. Kau berani mengatakan hal yang tidak masuk akal itu, doncha?"

 

"Hah? Nak?"

 

"Ya, nak. Kau terlihat seperti anak kecil yang baru saja keluar dari Salvation School."

Apa yang gadis ini bicarakan? Dari suaranya, gadis itu kesal karena Suimei memperlakukannya seolah dirinya jauh lebih muda dari usia sebenarnya. Namun gadis itu memang terlihat muda. Apa gadis itu mengubah penampilannya agar terlihat muda lagi seperti salah satu magician tua? Saat Suimei merenungkan semua ini, Lefille sepertinya sampai pada semacam pemahaman. Dia bertepuk tangan dan berbicara dengan nada bersemangat.

 

"Mungkinkah kamu adalah Dwarf?!"

 

"Ya, itu benar. Aku adalah keturunan ras murni, baik ayahku maupun ibuku adalah Dwarf."

 

"Apa...."

 

"Kamu terdengar seperti datang menemui kami ketika kamu sampai di sini, yang artinya....."

 

"Memang benar! Seperti yang kau duga, nona. Akulah yang mengawasi tempat ini, Jillbert Griga."

 

"Ummm.... aku benar-benar tidak mengerti di sini."

 

"Apa maksudnya itu?"

Tertinggal saat percakapan berlangsung, Suimei tampak bermasalah. Namun gadis itu—Jillbert Griga—masih memelototinya seolah dirinya siap untuk mengambil tindakan. Itu benar-benar merusak wajah imutnya.

 

"Hahh.... ada apa denganmu? Anak ini sangat tajam, tapi kau lambat, aincha?"

 

"Lambat? Dengarkan ini, kamu....."

Suimei tentu saja tersinggung, namun masih cukup terkejut sehingga yang bisa dia lakukan hanyalah menyampaikan ketidakpuasannya dengan ekspresi jengkel. Kenapa gadis itu harus berbuat sejauh itu? Lefille memanggilnya Dwarf, jadi Suimei bisa menebak kenapa gadis itu tersinggung, namun....

 

"Bukan karena itu. Suimei-kun belum pernah melihat Dwarf sebelumnya."

 

"Hmh? Aah, begitukah? Yah, kalau begitu, kurasa tidak ada salahnya jika ada kesalahpahaman, ya?"

 

"......Ini pertanyaan yang sangat kasar, tapi berapa umurmu sebenarnya?"

 

"Aku? Umurku aku dua puluh satu tahun ini."

 

"Kamu benar-benar lebih tua dariku....? Maksudku, tentu saja kamu memang lebih tua dariku."

 

"Itu benar. Untuk segera memperbaiki nada bicaramu seperti itu, nak, kau terlihat agak bodoh, tapi aktingmu bagus, doncha? Sepertinya kau tahu sopan santun. Bagus, bagus."

Jillbert, kedua tangan di pinggulnya, mengambil nada sombong dari Suimei. Lefille menepuk pundaknya dan memberitahunya kalau dia baik-baik saja apa adanya.

 

Dwarf. Menurut mitologi Nordik, mereka dikategorikan sebagai tipe peri yang hidup di dunia bawah tanah. Mereka pada dasarnya adalah kebalikan dari peri cantik dari asal yang sama, Alfar atau Elf, dan merupakan makhluk sub-human dengan tubuh kehitaman dan mengerikan yang disebut sebagai Dvergar atau Dark Elf. Menurut dongeng, mereka unggul dalam pandai besi dan keahlian, serta menciptakan peralatan yang dapat menyaingi kekuatan para dewa. Kadang-kadang mereka bertengkar dengan para dewa, dan di lain waktu, bekerja sama dengan mereka. Mereka adalah makhluk yang digambarkan dalam berbagai cara dan dalam berbagai cerita. Dari cerita rakyat yang bermula dari sana, mereka mengambarkan orang-orang kecil yang lemah lembut atau nakal.

 

Seharunya ada sesuatu seperti janggut...... Tapi yah, tatonya terlihat seperti itu, dan dia cukup mungil. Tapi kenapa usia dan kecantikan sama sekali tidak ada hubungannya....?

Tidak banyak hasil dari upaya menguraikannya. Dunia ini adalah dunia yang berbeda, yang mungkin berarti semua kemungkinan itu tidak sama. Namun selain Suimei, sepertinya Jillbert menyukai Lefille, dan mereka berdua asyik mengobrol tentang pakaian dan topik serupa lainnya. Dia menyesal mengganggu saat mereka sedang bersenang-senang, namun Suimei ingin membuat semuanya berjalan lancar.

 

"Maaf, tapi maukah kamu memandu kami ke rumah ini sekarang?"

 

"Hmm? Aah, setelah kamu menyebutkannya, kamu ada benarnya. Kamu datang untuk melihat tempat ini, Dincha? Hal itu luput dari pikiranku."

 

"H-Hei, itulah alasan utama kami ada di sini."

 

"Jangan khawatir tentang itu. Sungguh menyedihkan jika seorang lelaki mengkhawatirkan hal-hal sepele seperti itu, tahu? Sangat tidak sabaran.... apa kau ini masih perjaka?"

 

"Ugh...."

Bibir di wajah imutnya melengkung membentuk seringai lebar yang menggigit. Benar-benar seorang Dvergar. Sama kurang ajarnya seperti yang dikatakan legenda. Gadis itu yakin bisa membiarkan mulutnya seperti itu.

 

Jillbert berjalan pergi dengan langkah cepat, dan ketika mereka mengikutinya, Suimei dan Lefille dipandu ke sebuah rumah agak besar dan terpisah yang terletak di antara beberapa kompleks perumahan.

"Seperti yang diminta, rumah ini cukup luas, innit?"

 

"Hmm....."

Suimei mulai memeriksa tempat itu, mengintip ke pintu masuk dan mengangkat matanya ke langit-langit. Bagian dalamnya terbuat dari kayu, dan sepertinya sudah lama sekali sejak tempat itu terakhir ditempati. Tiang dan balok yang digunakan terlihat agak besar, dan konstruksi bangunannya sendiri cukup kokoh. Mungkin itulah yang diharapkan dari Kekaisaran dimana layanan air dan pembuangan limbah semuanya tertata dengan baik, dan Suimei tentu saja tidak keberatan dengan pasokan air yang tersedia.

 

Mereka bertiga sekilas melihat sekeliling ruangan, dan saat mereka kembali ke koridor di pintu masuk, Jillbert berbicara dengan suara yang agak penuh harap.

"Gimana menurutmu?"

 

"Rumah ini tidak buruk. Rumah ini memenuhi semua persyaratan kami, dan sebenarnya jauh lebih baik dari yang aku harapkan."

 

"Tentu saja. Rumah ini salah satu propertiku, tahu? Tidak ada satu hal pun yang salah dengan hal itu."

Mengatakan itu, Jillbert membusungkan dada mungilnya dan sekali lagi menunjukkan sikap sombongnya. Lefille, bagaimanapun, mengalihkan pandangannya ke lantai dan berbicara dengan suara yang agak jauh.

 

"Suimei-kun, aku memang senang kamu memilih tempat yang bagus....."

 

"Hmm?"

Lefille memberikan persetujuannya, namun ada sesuatu yang tidak beres. Sepertinya dia sedang membicarakan urusan orang lain sepenuhnya. Ketika Suimei bingung dengan kehalusan hati Lefille yang membuatnya berbicara seperti itu, Lefille terus berbicara dengan cara yang tidak wajar.

 

"S-Selanjutnya adalah tempat dimana aku akan tinggal...."

 

"Huh....? Tempat di mana kamu akan tinggal?"

 

"Itu benar. Kamu telah menemukan tempat untukmu, jadi aku perlu melakukan hal yang sama."

 

"Mengapa? Bagaimana dengan tempat ini? Karena rumah ini luas sekali, tidak bisakah kita tinggal bersama saja?"

 

"Eh—Itu, um..... apa aku tidak akan merepotkanmu?"

Lefille menjawab dengan nada bingung dan terlihat seperti ekspresi yang benar-benar bingung. Matanya terbuka lebar. Suimei tidak menyadari kalau yang membebani pikiran Lefille adalah kalau dia khawatir akan merepotkannya. Pemikiran itu agak polos, namun itu sama seperti dirinya.

 

"Kamu berpikir kalau kamu akan merepotkan, ya? Jika itu yang kamu pikirkan, inilah apa yang aku rencanakan dari awal, kamu tahu?"

 

"Sungguh?!"

Lefille dengan penuh semangat meminta konfirmasi seolah ini adalah kejutan yang paling tidak terduga namun menyenangkan. Sepertinya dia ingin memastikan kalau dirinya tidak salah dengar. Berjalan ke arahnya, Suimei membungkuk dan berbicara dengan suara pelan.

 

"Yah, kamu tahu..... dalam wujud seperti itu, kamu tidak akan mudah menemukan tempat tinggal sendirian. Dan belum lagi tentang kutukan itu."

 

"Tapi..... itu bukan tanggung jawabmu. Lagi pula, kamu punya tujuan sendiri yang ingin dicapai, kan?"

 

"Tidak masalah. Lagi pula ini adalah keputusanku. Dan sebagai catatan, aku akan tetap bersamamu sampai semua masalah itu hilang."

 

"——?!"

Ketika Suimei mengucapkan beberapa kata terakhir itu, ekspresi terkejut melintas di wajah Lefille sesaat sebelum Lefille tiba-tiba memeluknya dengan sekuat tenaga.

 

"Terima kasih, Suimei-kun!"

 

"O-Oh....."

Lefille bahkan menggosokkan pipinya yang lembut dan licin ke suimei. Apa Lefille begitu diliputi emosi? Lefille sendirian tanpa ada yang membantunya atau tinggal di sisinya. Jadi kalau dipikir-pikir, reaksinya terhadap Suimei yang mengatakan kalau dia akan tetap bersamanya cukup bisa dimengerti, namun itu tidak mengurangi rasa malunya karenanya. Suimei juga menyadari tatapan dingin diarahkan padanya dari samping.

 

"Jillbert-san, ada apa?"

 

"Bocah, apa kau ini, PEDO yang sering kami dengar di jalanan akhir-akhir ini?"

 

"Tidak, kau salah, aku tidaklah seperti itu....."

Mencoba menjelaskan dirinya sendiri, Suimei mendorong Lefille menjauh sejenak. Dan seolah Jillbert sedang melihat sesuatu yang kotor, dia mundur selangkah seolah dirinya siap untuk melarikan diri.

 

"Mundur. Dan menjauh dari Lefille. Dan jaga jarak lebih dari lima meter dariku. Dan jangan mendekat sedikit pun, kau dengar?"

 

"Tolong dengarkan orang-orang ketika mereka sedang berbicara. Ini hanya salah paham....."

 

"Orang yang mengatakan hal seperti itu seringkali diam-diam jahat, tahu."

 

"Terserahmu saja...... ngomong-ngomong, aku punya satu permintaan lagi."

 

"Hmm..... Aah, benar, itu di sana. Tempat ini punya satu. Ikuti aku."

Ketika Suimei mengganti topik pembicaraan, Jillbert memberikan jawaban yang agak singkat dan menunjukkan mereka berdua ke ruangan yang lebih jauh ke dalam rumah.

 

"Suimei-kun, apa yang Jillbert bicarakan?"

 

"Oh itu? Itu tentang kamar mandi."

 

"Kamar mandi?! Apa rumah ini punya tempat untuk mandi?!"

Lefille menanyainya dengan suara bersemangat, namun Jillbert-lah yang berbalik dan menjawabnya menggantikan Suimei.

 

"Tentu saja. Ini adalah Ibukota Kekaisaran. Tentunya rumah-rumah di sini memiliki pemandian. Hal itu tidak perlu dipertanyakan lagi."

Sekali lagi, Jillbert pada dasarnya sedang membual. Namun saat Lefille mendapatkan konfirmasi yang dirinya inginkan, dia berlari ke arah Jillbert seolah dirinya sedang terbang. Suimei mengikuti mereka, dan mereka tiba di kamar mandi yang terbuat dari batu dan gipsum yang dipoles bersih. Di dalam ruangan, bak mandi kayu baru telah dipasang. Menamparnya dengan sepenuh hati, Jillbert kembali menyombongkan diri.

 

"Gimana spesimen yang indah ini, nak?"

 

"Waaah...."

Ketika Suimei menyusul, Lefille sudah melihat ke bak mandi dengan mata berbinar. Kerajaan Astel hampir tidak memiliki budaya pemandian, jadi sampai saat ini, mereka harus puas menggunakan kain kaku yang dicelupkan untuk mandi dengan spons. Sebagai penduduk asli Noshias, yang memiliki kebiasaan mandi yang sama dengan Kekaisaran, Lefille sangat terpengaruh selama dirinya tinggal di Astel. Hal ini sebenarnya salah satu alasan Lefille mendesak Suimei untuk sampai ke Ibukota secepat itu, dan dalam hal itu, Suimei setuju. Dia juga cukup muak dengan kurangnya fasilitas pemandian setelah dipanggil ke dunia lain, dan dia benar-benar menginginkan kamar mandi dengan bak mandi di rumah yang akan menjadi markasnya apapun yang terjadi.

 

Maka sebagai seorang gadis yang mengetahui pentingnya pemandian itu, tentu saja Lefille merasa senang. Namun, kehilangan pandangannya karena kegembiraan.....

"Suimei-kun! Ini tempat untuk mandi! Tempat untuk mandi—apa kamu percaya itu?! Ayo segera masuk!"

 

Lefille sangat bersemangat sehingga sikap seriusnya yang biasa tidak terlihat. Dia tidak bertingkah seperti dirinya yang biasanya beradab.

"Kita perlu membersihkan ruangan dan menyiapkan segala sesuatunya terlebih dahulu, jadi harus menunggu sampai besok."

 

"Ah.... Ya, kamu benar."

Mendengar kalau dirinya tidak akan bisa masuk hari ini, Lefille kehilangan seluruh tenaganya dan bahunya terkulai dengan sedih. Dan sekali lagi, Suimei merasakan tatapan dingin menimpanya. Dan tentu saja, tatapan itu datang dari Jillbert.

 

".....Tatapan apa itu? Mengapa kamu menatapku seolah aku adalah wabah?"

 

"Seperti dugaanku, bocah. Kau benar-benar PEDO itu, kan?"

 

"Aku tidak ingat mengatakan sesuatu yang mesum dalam percakapan ini, dan tentu saja tidak ada yang memberimu kesan seperti itu."

 

"Nona itu sedang membicarakan tentang pemandian, dan sepertinya yang dia maksudkan adalah mandi bersama, bukan?"

 

"K-K-Kamu salah! M-Mungkin kata-kataku menyesatkan, tapi itu sama sekali bukan maksudku."

 

"Dengar itu? Begitulah adanya. Aku tidak akan masuk kamar mandi bersama Lefille."

Suimei menyatakan kasusnya dengan datar, namun entah kenapa, Lefille menoleh ke arahnya dengan ekspresi cemas.

 

"Suimei-kun, a-apa kamu benci pemikiran..... tentang mandi bersamaku?"

 

"Ap? Lefille, apa yang kamu kat—"

 

"Kamu gak mau....?"

 

"Huh? Tidak, itu, um....."

 

"Bocah, mengapa kau jadi gagap di sana? Kau memang musuh dari para dwarf perempuan, dasar pedo....."

 

"S-S-Seperti yang kubilang tadi, k-kamu salah....."

Suimei sepertinya tidak bisa mengartikulasikan dirinya dengan benar, dan sepertinya hal ini semakin tidak menguntungkannya. Sekarang Jillbert mengira dirinya adalah seorang pedofil, Suimei merasa terjebak. Tidak peduli apa yang Suimei katakan, Jillbert tidak akan percaya begitu saja.

 

"Hahh....."

Di bawah tatapan tajam Jillbert, Suimei menghela napasnya dengan berat.

 

Namun, sekarang Suimei hendak mendapatkan rumah untuk digunakan sebagai markas, dia akhirnya bisa mulai meneliti dengan benar lingkaran sihir pemanggil pahlawan itu. Markas adalah langkah nyata pertama menuju studi sihir yang serius. Tanpa ruang khusus untuk penelitian, tidak ada yang bisa dilakukan. Dia masih harus membuat item magickanya dari awal, namun jika dia membuat ruangan dimana dirinya bisa melakukan berbagai ritual, penelitiannya akan berjalan dengan relatif cepat.

 

"Oi, bocah pedo, bukankah aku sudah bilang padamu untuk tidak mendekat? Telingamu tidak mendengarnya atau apa?"

 

"Lupakan dulu tentang itu, dasar loli legal sialan! Sudah kubilang kalau aku ini bukan pedofil selama ini, kan?!"

Dan pada akhirnya, entah bagaimana, Suimei berakhir baik dengan Jillbert dalam artian mereka tidak menahan diri satu sama lain.

 

★★★

 

Kota Kurant. Diberkati dengan air bawah tanah dari pegunungan di utara, kota itu adalah salah satu tempat yang lebih mudah untuk ditinggali di Kerajaan Astel, bahkan dalam hal iklim. Kekurangannya adalah kedekatannya dengan perbatasan negara yang menimbulkan risiko. Bahkan dalam perang seratus tahun yang lalu, kota ini adalah medan pertempuran yang sangat diperebutkan.

Namun pada saat yang sama, kota ini telah berkembang karena terletak tepat di jalan raya utama antara Kekaisaran dan Aliansi, sehingga kota ini mendapatkan keuntungan yang signifikan dari perdagangan di wilayah tersebut. Ibukota Kerajaan Metel dihormati karena nuansa adat istiadat lamanya yang halus, namun Kota Kurant dirawat dengan sangat baik sehingga mudah disalahartikan sebagai kota yang lebih berkembang daripada Metel. Warga hidup cukup baik di sana.

 

Kota itu sendiri terlindungi dengan baik, dan penemuan baru material tahan sihir digunakan untuk lebih meningkatkan pertahanan tersebut. Benteng kota dan instalasi militer diperkuat untuk membantu mengendalikan Kekaisaran. Dalam keadaan darurat, Kota Kurant berfungsi sebagai garis pertahanan sekunder Kerajaan Astel tepat setelah benteng perbatasan.

Dan Kota Kurant, yang bersifat komersial dan berbenteng, adalah tempat Reiji dan kelompoknya saat ini berada. Setelah mengalahkan Rajas, mereka diundang ke sana oleh Hadorious, dan segera berpartisipasi dalam parade kemenangan mereka kembali pada saat tiba. Penduduk kota memuji pencapaian Reiji dalam membasmi pasukan iblis, meskipun informasi itu dipalsukan.

 

Setelah beberapa hari yang sibuk berlalu, mereka kini menginap di sebuah penginapan di Kota Kurant. Bagi tamu luar biasa seperti sang Putri dan pahlawan, merupakan hal biasa bagi mereka untuk menginap di rumah sang Duke, namun mereka malah menerima akomodasi di penginapan lokal atas permintaan Titania. Bahkan jika Hadorious adalah sekutunya, rekannya dan kebaikannya bukanlah hal yang bisa diterima begitu saja. Titania secara pribadi masih merasa tidak nyaman berada di dekatnya.

Bersantai di penginapan, Reiji, Mizuki, dan Titania sedang duduk di sofa sambil saling berhadapan dalam lingkaran. Setelah meneguk beberapa teguk air mawar yang telah disiapkan untuk mereka, Mizuki menghela napas lega karena akhirnya bisa tenang.

 

"Paradenya.... luar biasa, ya?"

 

"Kamu benar. Paradenya mungkin bahkan lebih meriah daripada yang kita miliki di Metel.”

Reiji setuju dengan Mizuki di sana. Parade untuk merayakan kembalinya Reiji yang penuh kemenangan berlangsung selama tiga hari penuh. Meski parade yang mereka adakan di Metel untuk memperingati keberangkatan mereka cukup megah, namun parade ini berlangsung selama tiga hari. Parade itu lebih megah dari pada megah. Mizuki dengan acuh tak acuh merenungkan apa maksudnya sambil melihat ke luar jendela dengan tatapan termenung.

 

"Aku memikirkan ini saat parade, tapi Kota Kurant ini cukup makmur, ya? Tapi semua wilayah ini adalah wilayah yang dikuasai oleh pemerintahan orang itu....."

 

"Duke Hadorious adalah seorang bangsawan agung yang memerintah sejumlah besar wilayah, termasuk Kota Kurant. Mempertimbangkan otoritas, aset, dan kekuatan militernya, sepertinya tidak ada bangsawan di dalam Astel yang bisa dianggap lebih unggul darinya selain Keluarga Kerajaan."

Titania-lah yang menanggapi Mizuki, menjelaskan situasi Hadorious lebih detail. Orang itu memerintah sebuah kota yang membanggakan dirinya sebagai kota kedua setelah Ibukota Kerajaan dalam hal ukuran. Kekuatan untuk menghadapi jendral iblis, aset untuk mengadakan parade besar yang mewah, dan wewenang untuk melaksanakannya..... dari apa yang mereka ketahui tentang Hadorious dalam beberapa hari terakhir, mereka jadi mengetahui apa yang orang itu benar-benar mampu lakukan. Kepribadiannya yang keras tampaknya lebih masuk akal mengingat semua itu.

 

"Tapi tetap saja, meski kita semua melakukannya dengan baik, itu tidak seperti akulah yang benar-benar mencapainya....."

Rajas telah dikalahkan di tangan kekuatan semua orang. Reiji tahu kalau menerima pujian atas semua itu adalah hal yang tidak pantas.

 

"Mengenai hal itu..... aku minta maaf. Tapi, bagi negara kami, menjadikannya sebagai prestasi pahlawan adalah hal yang menguntungkan."

 

"Ya, aku bisa mengerti itu."

Alasan Hadorious menyarankan hal itu adalah untuk menginspirasi orang-orang dan memberi mereka alasan untuk berpikir kalau para iblis sedang melemah. Titania memahami hal itu dengan baik, itulah sebabnya dia menyetujui parade besar itu untuk merayakan pencapaian tersebut. Reiji tahu semua itu, namun merasa apa yang dia capai sendiri pada kenyataannya tidak berarti apapun. Meraih keuntungan seperti hyena tidak cocok baginya. Merenungkan semua ini, Mizuki berbicara dengan nada cemberut.

 

"Ceritanya cukup umum, bukan? Bagi seseorang untuk menggunakan pencapaian orang lain, atau memanfaatkan apapun untuk keuntungannya sendiri.... kedengarannya seperti sesuatu yang akan dilakukan oleh seorang bangsawan. Tapi, seperti dugaanku, ini melibatkan politik dengan negara lain juga, bukan?"

 

"Justru itulah yang terjadi. Dan justru karena alasan inilah Duke Hadorious adalah seseorang yang tidak boleh diabaikan. Setelah menggunakan Suimei sebagai umpan, dan bahkan tanpa meminta maaf kepada teman baiknya Reiji-sama, dia kemudian memanfaatkanmu sebagai alat politik melawan Kekaisaran..... dia bahkan memiliki kelicikan untuk membuat rencana cepat untuk mempertahankan Putri Graziella dalam keadaan yang terkendali."

Titania berhenti sejenak dan menghela napasnya, namun kemudian mengulangi peringatannya.

 

"Aku akan mengulanginya lagi dan lagi, tapi pastikan untuk tidak pernah waspada di dekat orang itu."

Titania sangat waspada terhadap sang Duke. Dia mengatakan itu adalah kombinasi dari kesan yang dirinya dapatkan dari interaksinya dengannya, serta intuisinya. Reiji berpikir itu karena Titania membencinya, dan tentu saja hal itu berperan di dalamnya, namun alasannya mungkin lebih besar daripada itu. Merenungkan itu, Reiji mengajukan pertanyaan kepada Titania.

 

"Tia, apa pendapatmu tentang menggunakan Suimei dan yang lainnya sebagai umpan? Mengesampingkan fakta kalau kamu adalah teman Suimei dan juga teman kami. Pada akhirnya, sebagai Putri Kerajaan Astel...."

 

"Tentunya, pemikiranku tentang masalah ini rumit. Ketika mempertimbangkan bahaya yang dapat ditimpakan oleh pasukan iblis pada masyarakat, jika tindakan seperti itu diperlukan, maka itu perlu."

Seolah-olah itu adalah awal dari sesuatu yang lebih besar, Titania tiba-tiba menundukkan kepalanya dalam-dalam. Gerakan itu mengejutkan, dan baik Reiji maupun Mizuki mengangkat suara mereka dengan bingung. Yang keluar dari mulut Titania selanjutnya adalah permintaan maaf.

 

"Maafkan aku, Reiji-sama, Mizuki. Setelah mendengarnya, aku pikir, secara obyektif, itu adalah hal yang tepat untuk dimainkan."

 

"Tidak, tidak apa-apa. Dalam posisimu, berpikir seperti itu dapat dimengerti. Benar, kan? Mizuki?"

 

"Ya....."

Reiji memandang ke arah Mizuki untuk meminta persetujuan, namun cara Mizuki mengalihkan pandangannya yang sedih menunjukkan ketidakpastiannya. Suimei adalah teman baik pertama yang dirinya miliki. Bukan berarti mereka sepasang kekasih, namun Mizuki sering memikirkannya dan sangat peduli dengannya. Sekali lagi melihat ke luar jendela, pikirannya beralih pada temannya itu.

 

"Suimei-kun...... pada akhirnya, kita tidak bisa menemukannya."

 

"Tidak apa-apa. Yang sedang kita bicarakan ini adalah Suimei. Aku yakin dia baik-baik saja."

 

"Karena dia cerdik?"

 

"Ya. Sensei juga bilang begitu, ingat?"

Reiji mengingat kata-kata Felmenia.

 

"Mengenai Suimei-dono, dia pasti akan baik-baik saja."

Felmenia memberi mereka tanda harapan sebelum gadis itu berpisah dengan kelompok mereka. Sepertinya dia benar-benar memahami kekhawatiran mereka.

 

"Aku tidak percaya kalau kata-kata White Flame-dono hanya sekedar penghibur. Sepertinya dia mendapatkan wawasan tentang situasi tersebut dengan caranya sendiri. Bukan tidak mungkin kalau dia sendiri yang mengetahui jejak Suimei itu sendiri."

 

"Bagaimana cara Sensei mengetahui jejak Suimei?"

 

"Bisa dibilang, dengan sihir. White Flame-dono dikenal di seluruh negeri sebagai penyihir jenius yang mampu menciptakan sihir orisinal yang belum pernah ada sebelumnya."

 

"Ah....."

Mendengar Titania mengatakan itu, Mizuki mengingat kembali reputasi Felmenia sebagai penyihir istana. Dan mengikutinya, Reiji menepuk tangannya, seperti ingat itu. Tidak beberapa saat kemudian, ketukan dan suara pelan datang dari sisi lain pintu. Suara itu berasal dari Roffrey.

 

"Maaf, Reiji-sama, apa aku datang di saat yang tepat?"

 

"Roffrey? Ya, silakan masuk."

 

"Maaf menggan..... Yang Mulia! T-Tolong terima permintaan maafku yang tulus!"

Setelah membuka pintu dan melihat ke dalam ruangan, Roffrey tampak bingung seolah-olah dirinya memasuki tempat yang tidak seharusnya dia masuki. Dia menundukkan kepalanya dengan panik. Sepertinya dia mengira Reiji dan Titania hanya berduaan, dan salah paham. Menebak kesalahpahaman tersebut, Titania menghela napas kecil dan meyakinkannya.

 

"Tidak apa-apa. Selain itu, Mizuki juga ada di sini."

 

"Heeh? Ah, jadi dia....."

Ekspresi Roffery menjadi kosong. Dia tampak linglung, atau yang disebut rentan di medan perang. Mengingat ketegangan sebelumnya di ruangan itu, ternyata terasa menyegarkan. Mizuki menoleh padanya sambil menyeringai.

 

"Heeey, Roffrey-san, hal apa yang sedang kamu pikirkan itu?"

 

"Apa?! T-Tidak! Aku tidak terlalu memikirkan sesuatu yang aneh!"

 

"Tapi aku tidak pernah mengatakan sepatah kata pun tentang sesuatu yang aneh....."

 

"Aku.... wuh, aku, uh, uh, uh....."

Menyadari dirinya tersandung, Roffrey hanya bisa panik saat dia bergerak dengan gugup. Karena kasihan padanya, Reiji memanggil Mizuki. Mizuki kemudian tersenyum seolah mengatakan dirinya hanya bercanda, dan mengalah. Tidak perlu dikatakan kalau dia terlihat agak senang dengan dirinya sendiri. Dengan asumsi kalau Roffrey datang ke sini karena suatu alasan, Reiji kemudian mulai membahas tujuannya.

 

"Jadi, Roffrey, apa yang terjadi?"

 

"Aku datang untuk memberitahumu kalau seorang utusan dari Duke Hadorious telah tiba."

 

★★★

 

Tiba-tiba menerima undangan dari Hadorious, Reiji mengikuti utusan yang menunggu di depan penginapan, dan diantar ke kediaman sang Duke. Dan sekarang, dengan ekspresi kaku di wajahnya, Reiji berdiri di depan tempat pribadi Hadorious.

Reiji bisa mendengar suara alat musik. Kemungkinan besar itu adalah seorang pemain yang sedang memainkan alat musik di suatu tempat di dalam Mansion. Suaranya bergema menembus dinding dan udara, dan melodi yang teredam lembut menenangkan hatinya dengan kelembutannya. Mendengarkannya, Reiji sekali lagi mempersiapkan dirinya untuk audiensi dengan pemilik Mansion itu di depannya.

 

Sebelum meninggalkan penginapan, Titania telah memperingatkannya untuk berhati-hati, dan Mizuki telah menyatakan keprihatinannya. Lagi pula, pihak lainnya adalah Hadorious. Mereka juga mengatakan kalau Reiji tidak harus menanggapi undangan sang Duke, namun Reiji mempunyai pemikirannya sendiri mengenai masalah tersebut.

Memang, Reiji tahu ada motif tersembunyi di balik pertemuan ini. Seperti yang dikatakan Titania, Hadorious adalah orang yang tidak bisa dipercaya sepenuhnya. Reiji tidak punya bukti nyata untuk berpikir kalau sang Duke merencanakan sesuatu, namun dia memiliki firasat yang tak tergoyahkan tentang hal itu. Mulai sekarang, kemungkinan besar dirinya akan menghadapi Hadorious berkali-kali. Oleh karena itu, Reiji tidak bisa begitu saja mengatakan kalau dia tidak ingin bertemu dengannya. Lagi pula, akan lebih baik baginya untuk menyelidiki karakter orang bernama Lucas de Hadorious ini pada tahap lebih awal daripada tahap selanjutnya.

 

Dan untuk itu, Reiji sekali lagi menguatkan tekadnya dan mengetuk pintu. Mengikuti suara Hadorious yang menanyakan siapa yang mengetuk, Reiji mengidentifikasi dirinya. Duke dengan singkat menyuruhnya masuk.

Reiji dengan sopan mengumumkan dirinya saat dia membuka pintu, dan sebuah ruangan seperti ruang tamu yang ditata mewah terbentang di depan matanya. Sambil melangkah maju ke dalam ruangan, Reiji memberikan salam singkat, dan kemudian memulai percakapan bisnisnya dengan Hadorious, yang duduk dengan anggun di sofa.

 

"Hero-dono, apa kau tidak mau duduk?"

 

"Di negara asalku, merupakan kebiasaan bagi seorang tamu untuk duduk hanya setelah diminta oleh pemilik rumah, jadi aku agak ragu untuk melakukannya atas kemauanku sendiri."

Reiji menjawab dengan nada yang sedikit tajam, dan dia tidak tahu apa Hadorious keberatan atau tidak. Duke kemudian memberikan sedikit kekaguman atas sikapnya.

 

"Oh.... negara dimana Hero-dono berasal dari etiket kehormatan yang cukup tinggi. Kalau begitu, bagaimana kalau kau duduk?"

Mengikuti tatapan Hadorious, Reiji melihat sebuah gelas di atas meja dengan cairan di dalamnya yang warnanya mirip dengan rambutnya yang kemerahan.

 

"Apa ini wine?"

 

"Ya, yang rasanya manis. Rasanya tidak buruk."

 

Walaupun demikian.....

"Aku sangat menghargai pertimbangannya, tapi...."

 

"Apa Hero-dono tidak minum wine?"

 

"Di negara asalku, dilarang bagi orang-orang seusiaku yang belum mencapai usia dewasa untuk mengonsumsi alkohol..... apapun yang mengandung minuman beralkohol atau wine, jadi aku harus menahan diri di sini."

Reiji memberikan jawaban, namun Hadorious meminum wine-nya dan menanyai Reiji lebih lanjut.

 

"Hmph, jadi kenapa ada hukum seperti itu?"

 

"Sampai usia manusia melebihi dua puluh tahun, kemampuan mereka mencerna anggur dan minuman beralkohol agak rendah. Minuman tersebut mempunyai dampak buruk bagi tubuh sendiri, terutama bagi mereka yang belum mencapai usia dewasa, sehingga dilarang oleh negaraku."

Saat Reiji menjelaskannya, Hadorious mengalihkan pandangannya ke isi gelasnya.

 

"Bahkan minuman ini kamu sebut sebagai darah Dewi, hmm? Terlebih lagi, karena minuman ini dilarang oleh hukum.... itu adalah keputusan yang cukup ketat, tapi..... tidak, apa negara itu untuk berusaha membina orang-orang berbakat?"

Hadorious dengan kagum bergumam kepada siapapun secara khusus, dan sepertinya dia benar-benar lupa kalau Reiji ada di sana. Apa dia sedang berpikir keras? Melihat Hadorious tidak bergerak sedikit pun, Reiji mengajukan pertanyaan jujur.

 

"Jadi, kenapa kau memanggilku ke sini hari ini?"

 

"Itu bukan sesuatu yang besar. Aku hanya ingin berbicara sedikit dengan sang pahlawan, hanya itu saja."

 

"Tapi, ini bukanlah suasana percakapan yang menyenangkan."

 

"Hmph, maaf untuk itu."

Apa yang perlu dimaafkan? Hidorious tidak tahu malu. Sejak Reiji memasuki ruangan, interiornya dipenuhi dengan atmosfer statis yang menggelitik. Dan ketika Reiji dengan dingin menunjukkan hal itu, seolah-olah mengatakan dia sedang menguji Reiji, Hadorious memberinya senyuman merendahkan dan permintaan maaf singkat yang tidak terasa tulus sedikit pun.

 

Reiji bisa merasakan ketenangan yang berlebihan dalam setiap tindakan Hadorious. Orang itu adalah kekuatan yang harus diperhitungkan. Seolah-olah dirinya mengatakan kalau dia secara pribadi percaya tidak ada alasan untuk memperlakukan Reiji, sang pahlawan, dengan cara yang istimewa. Tatapannya itu menyembunyikan dirinya sebenarnya, dan setelah mengamati setiap tindakan yang dilakukan Reiji, Hadorious menyipitkan matanya seolah kasihan pada isi gelasnya dan mengajukan pertanyaan pada Reiji.

 

"Hero-dono, kenapa kau melakukan penaklukan Raja Iblis?"

 

"Untuk menyelamatkan orang-orang di dunia ini, memangnya ada apa dengan itu?"

Jawaban yang diberikan Reiji sama dengan apa yang dia katakan di ruang audiensi kepada Almadious. Hal itu tidak berubah. Namun, untuk Hadorious.....

 

"Orang-orang yang ingin kau selamatkan adalah orang-orang yang tidak ada hubungannya denganmu, bukan? Orang-orang yang tidak akan kau peroleh manfaatnya jika kau selamatkan. Tapi meski begitu, kau bilang kau masih berniat melakukan hal itu?"

 

"Apa sebenarnya maksudmu, Duke Hadorious?”

 

"Tidak ada yang spesial. Aku hanya ingin tahu apa sumber dari cara berpikir Hero-dono yang agung itu."

 

"........?"

Apa yang orang ini cari dalam diri Reiji dengan menanyakan hal itu padanya? Pertanyaannya tidak bisa dimengerti, dan Reiji tidak bisa menebak arti di balik tatapan kasihan yang diarahkan padanya. Jika itu adalah tatapan tajam dan ambisius dari seekor elang, maka sudah jelas orang itu sedang mencari kelemahan dalam diri Reiji. Namun tidak, Hadorious berbicara tentang cita-cita dan tujuan. Apa maksudnya dirinya mencampuri cara berpikir Reiji?

 

Saat Reiji menatapnya dengan tatapan bingung, Hadorious tiba-tiba tertawa kering seolah dia menganggap pertanyaannya sendiri tidak menarik.

"Baiklah. Biarkan aku bertanya sekali lagi : dari tempat manakah pahlawan itu berasal?"

 

"Apa yang kau maksud dengan 'dari tempat mana' ini....?"

 

"Mari kulihat.... bandingkan dengan dunia ini, misalnya. Itulah yang mau aku dengar."

Bolehkah membandingkan dua dunia seperti itu? Reiji ingat pernah melakukan percakapan serupa di Istana Kerajaan dengan Almadious dan yang lainnya, namun....

 

"Dibandingkan dengan dunia ini, teknologi di dunia kami sudah jauh lebih maju. Dunia ini mungkin memiliki sihir, tapi di dunia kami, kalian mungkin bisa menganggapnya kalau teknologi telah berkembang melampaui titik dimana sihir itu tidak diperlukan lagi."

 

"Kemajuan, perkembangan..... begitukah? Apa yang anda katakan sebelumnya tentang wine.... apa itu juga untuk tujuan itu?"

 

"Ya."

Reiji menjawab dengan jujur, dan ketika dirinya melakukannya, Hadorious tiba-tiba berdiri dan melihat ke arah jendela. Dia berhenti sejenak, lalu berbicara lagi sambil menatap ke luar.

 

"Hero-dono, apa pendapatmu tentang dunia ini?"

 

"Jika aku membandingkannya dengan dunia kami, semua itu tidak akan ada habisnya, tapi aku yakin dunia ini adalah dunia yang bagus."

 

"Dunia yang bagus.....?"

Apa yang keluar dari mulut Hadorious adalah gumaman yang tidak mengenakkan. Reiji tidak yakin apa alasannya menanyakan pertanyaan seperti itu dan apa yang dia pikirkan, namun Hadorious hanya melanjutkan pertanyaannya.

 

"Hero-dono, apa yang ada di luar jendela ini?"

Apa ini untuk mendesak Reiji agar datang melihatnya? Reiji mendekat dan melihat pemandangan dari lantai tiga. Dia bisa melihat jalanan dan kota menjalankan urusan sehari-harinya. Pemandangan diliputi senja, dia bisa melihat lampu-lampu yang jarang diletakkan di Kota Kurant mulai berkedip-kedip, bersama dengan rumah-rumah dan orang-orang yang diteranginya. Di kejauhan, dia juga bisa melihat kilauan lampu biru dan hijau yang menjadi ciri khas kawasan rekreasi tersebut.

 

"Ada apa dengan itu?"

 

"Dunia yang kau lihat ini tidak berubah sama sekali dalam beberapa ratus tahun terakhir. Setiap orang tidur dan bangun pada waktu yang ditentukan, mereka melakukan pekerjaannya, menemukan cinta, melahirkan anak, dan kemudian mati. Siklus seperti ini terus berlanjut ketika tidak ada keinginan untuk melakukan pembangunan, dan bahkan ketika negara-negara bangkit dan jatuh akibat konflik dan diplomasi, akar kesadaran masyarakatnya tetap sama. Mereka telah terhenti, tidak pernah maju."

Namun itu semua hanya basa-basi. Hadorious kemudian membuat pernyataan dingin.

 

"Dunia ini selalu menjadi taman mini Dewi itu."

Apa itu pernyataan kesedihan? Duka? Memang benar kalau perkembangan peradaban dan budaya dunia merupakan tanggung jawab masyarakat yang tinggal di sana. Ini mungkin sesuatu yang diinginkan semua orang, namun memaksakan pengembangannya juga salah. Setidaknya, itulah yang dipikirkan Reiji.

 

"Bagimu yang berasal dari negara maju, apa kau masih menganggapnya sesuatu yang bagus?"

 

"Jika masyarakat bisa berjalan dengan damai, bukankah itu cara hidupnya sendiri? Perubahan yang tidak masuk akal juga menimbulkan konflik, dan bahkan di dunia kami, konflik antar sesama manusia tidak dapat dipadamkan."

 

"........."

Hadorious tetap diam. Reiji sendiri mulai berpikir, dan Hadorious akhirnya berbicara sekali lagi.

 

"Meskipun ini tiba-tiba, aku ingin kau pergi ke Kekaisaran dari sini."

 

"Apa.....?"

 

"Kekaisaran—terutama Yang Mulia Graziella—telah melakukan tindakan yang berani. Aku ingin anda menjaga hal itu, dan meminta kau tinggal di Kekaisaran untuk waktu yang singkat."

Hadorious menyatakan keinginannya dengan jelas. Caranya berbicara tidak memberikan ruang untuk persetujuan atau penolakan. Itu adalah pernyataan yang pasti tanpa mempedulikan perasaan Reiji.

 

"Apa permintaan itu adalah sesuatu yang harus aku dengarkan, apapun yang terjadi?"

 

"Tentu."

 

"Tapi, aku tidak memiliki kewajiban untuk melakukannya. Hal terpenting yang harus aku tangani adalah penaklukan Raja Iblis Nakshatra."

 

"Itu memang benar. Tapi, Hero-dono, biarkan aku menanyakan sesuatu.... apa kau kebetulan datang terburu-buru karena Gregory memberitahunya?"

Saat Hadorious selesai mengucapkan kata-kata itu, intensitas atmosfer yang memenuhi ruangan berubah dengan suara yang terdengar. Tentu saja, itu karena emosi Reiji sendiri yang memuncak.

 

"Apa itu..... ancaman?"

 

"Hmph. Jika kau ingin berpikir seperti itu, aku tidak keberatan. Tapi Gregory tidak melanggar peraturan militer atau apapun. Tentunya, tidak ada cara untuk memberinya semacam hukuman. Jadi, kecurigaanmu tidak lain hanyalah itu."

 

"Tch! Apa kau benar-benar serius mengatakan hal seperti itu setelah menggunakan temanku sebagai umpan?!"

 

"Itu tidak lain hanyalah menyisihkan segelintir orang untuk menyelamatkan banyak orang. Itu bukan masalah besar. Kau tinggal menunggu kabar dari teman baikmu. Bagaimanapun, penyelidikan kami sedang mengalami kemajuan. Baik dia masih hidup atau tidak, pada akhirnya kami akan melacaknya. Tapi, sampai saat ini belum ada laporan untuk itu."

Dengan itu, Hadorious mengejek seolah-olah mengatakan kalau umpan itu hanyalah hal sepele yang tidak berguna.

 

"Meskipun aku ragu kalau dia masih hidup."

 

"Beraninya kau mengatakan itu tanpa segan-segan....."

Kemarahan Reiji telah melampaui titik didihnya, dan bahkan dengan kemarahan sepenuhnya yang diarahkan padanya, Hadorious menjawab dengan blak-blakan.

 

"Apa? Yang aku lakukan hanyalah membicarakan kemungkinan itu."

 

"Tidakkah kau setidaknya merasa bersalah atas Suimei?"

 

"Jika aku bilang aku melakukannya, apa kau akan merasa senang?"

 

"Tch!"

Reiji tidak bisa memaafkan pertanyaan sarkastik itu. Mengepalkan rahangnya begitu keras hingga giginya berderit, Reiji menatap Hadorious sambil melepaskan amarahnya. Dia tidak melupakan tempatnya dan sadar betul kalau dia bersikap kasar. Hanya saja kemarahannya menang atas hal itu. Namun meski begitu, Hadorious berbicara dengan nada seolah dirinya tidak peduli sama sekali.

 

"Suimei Yakagi, benar? Dia hanya kurang beruntung. Sungguh memalukan bagimu untuk menjadi begitu marah padaku hanya karenanya."

 

"Kau bangs—!"

Reiji tidak bisa berhenti hanya melampiaskan amarahnya melalui tatapannya, dan menyalurkannya ke dalam tinjunya. Dia mendekat dari tempat dirinya ditahan dan melepaskan pukulannya. Dia memikirkan sejenak kekhawatiran apa yang akan dia rasakan jika dirinya menyerang Hadorious, namun itu bukanlah sesuatu yang bisa hentikan sekarang. Namun, serangan Reiji dihentikan oleh Hadorious dengan satu tangan.

 

"Apa....?"

 

"Hmph....."

Seolah ini membosankan, Hadorious mengalihkan pandangannya ke Reiji.

 

Orang ini.....

Reiji tidak menggunakan kekuatan penuhnya. Namun meski begitu, dalam keadaan ini dimana kekuatannya meningkat secara eksplosif oleh Divine Protection dari pemanggilan pahlawan, serangan secepat kilatnya dapat diblokir sepenuhnya tanpa perlawanan bahkan mengedipkan mata adalah hal yang tidak terduga. Reiji mengayunkan tinjunya dengan keras ke samping dan melompat mundur. Dan dengan ekspresi seperti dirinya telah mencapai suatu kesimpulan, Hadorious sekali lagi menghadap ke jendela.

 

"Kau masih membutuhkan ketekunan. Kalau terus begini, Raja Iblis itu berada jauh di luar jangkauanmu. Kemungkinan besar kau perlu mengumpulkan semua jenis pengalaman dan menjadi lebih kuat. Ngomong-ngomong, tentang masalah di Kekaisaran....."

Reiji tidak punya pilihan dalam hal ini. Jika dia tidak pergi, Hadorious menyiratkan kalau sesuatu akan terjadi pada Gregory.

 

".....Aku akan pergi. Jadi jangan menyentuh Gregory atau keluarganya. Dan juga, tentang Suimei....."

 

"Aku berjanji kepadamu kalau kami akan berupaya dalam pencarian itu. Dari kelihatannya, temanmu itu mungkin benar-benar berharga."

 

"Kau....."

Masih mengatakan omong kosong seperti itu?

 

Meskipun itu yang ingin Reiji katakan, dia tahu lengannya sedang terpelintir dan dia tidak bisa berbuat apapun. Itu membuatnya frustrasi, namum berbalik dan diam-diam meninggalkan ruangan adalah hal yang paling bisa dia lakukan untuk melawan Hadorious. Dan saat dia meraih kenop pintu....

 

"Hero-dono, ada satu hal yang harus kukatakan padamu."

 

".....Apa itu?"

 

"Mulai sekarang, kemungkinan besar kau akan menghadapi banyak musuh, baik itu manusia atau ras lainnya."

 

Mengapa dia mengatakan itu? Tidak mungkin....

"Apa kau mencoba mengatakan kalau apa yang aku tanyakan pada Rajas itu bodoh?"

 

"Tidak, sejujurnya itu melegakan."

 

"Apa....?"

Jawaban Hadorious benar-benar di luar dugaan Reiji. Dia pikir Hadorious akan diberikan nasihat jujur ​​​​dalam bentuk omelan tentang menanyakan pada iblis itu mengapa mereka bertarung.

 

"Hero-dono, dunia ini adalah tempat yang berbeda dari dunia asalmu. Sudah bagus untuk memikirkan sendiri apa yang terjadi di sini, dan mencerminkan hal itu dalam tindakanmu. Tapi, dalam melawan iblis, tidak ada yang namanya benar atau salah."

 

"Apa maksudmu?"

 

"Artinya mereka memang makhluk seperti itu. Mereka tidak menyerang manusia dan ras lain untuk alasan apapun. Keberadaan mereka sendiri adalah untuk memenuhi tujuan keberadaan yang lebih agung, untuk menghancurkan seluruh umat manusia."

 

"Tujuan dari keberadaan yang lebih agung? Apa maksudnya itu...."

 

"Kau tidak perlu mengetahuinya untuk dirimu yang sekarang. Jadi, pertanyaan yang kau ajukan itu tidak ada artinya."

Dan dengan itu, Hadorious mengakhiri perkataannya. Apa itu peringatan, atau dia memprotes Reiji? Reiji tidak mengerti pada akhirnya.

 

"......Apa kau sudah selesai?"

 

"Mari kita lihat, lalu satu hal lagi."

Niat apa yang Hadorious miliki untuk menumpuk lebih banyak kata di sini? Sambil menatap ke luar jendela, dia melontarkan satu pertanyaan lagi sementara ekspresinya tidak terlihat.

 

"Hero-dono, di akhir pertarungan ini, setelah semuanya berakhir, apa yang kau harapkan?"

 

"Tidak ada sama sekali. Aku tidak butuh apapun."

 

"Status, kehormatan, kekayaan, perempuan.... semua keinginanmu bisa terpenuhi sepuasnya, tahu?"

 

"Hentikan omong kosong itu. Aku tidak tahu niat apa yang kau punya saat menanyakan hal itu kepadaku, dan aku tidak bertarung karena alasan seperti itu."

 

"Jadi begitu. Maka itulah akhir dari pertanyaanku. Sampai kamu berangkat ke Kekaisaran, meski hanya sebentar, beristirahatlah."

Tanpa menunjukkan rasa hormat kepada Hadorious, yang masih menghadap jendela, Reiji meninggalkan ruangan itu dan kembali ke penginapan.

 

"Pahlawan yang dipanggil, ya....?"

Hadorious menyaksikan Reiji berjalan di sepanjang jalan dari jendela dengan tatapan agak sedih, lalu menatap ke langit. Menatap hamparan melankolis yang menghitam karena senja, Hadorious mengajukan pertanyaan kepada sang pahlawan yang sudah tidak ada lagi.

 

"Pahlawan Reiji, apa pendapatmu sebenarnya tentang dunia ini? Bisakah kau benar-benar mengatakan kalau dunia ini bagus? Di dunia ini, karena Dewi itu, semua kemajuan terhenti? Dunia busuk tanpa masa depan...."

 

★★★

 

Perpustakaan... tidak ada di sana.

Di Ibukota Kekaisaran Filas Philia, terdapat pasukan tetap yang dikontrol dengan cermat dan hanya bergerak di bawah komando kaisar. Pasukan itu dianggap sebagai puncak militer, baik di dalam maupun di luar Kekaisaran. Biasanya, mendengar kota metropolitan memiliki pasukan yang besar membuat tempat itu terdengar agak tidak kasar, namun tidak demikian halnya dengan Filas Philia. Kota ini merupakan kota ilmiah dan terpelajar yang juga terkenal dengan akademisinya. Kota ini bahkan membanggakan perpustakaan besar yang lebih unggul dari perpustakaan negara lain. Dikatakan kalau tempat ini memiliki koleksi buku yang berasal dari berdirinya negara, menjadikannya tempat yang ideal untuk melakukan sedikit penelitian.

 

Suimei menanyakan hal itu sebelum meninggalkan rumahnya..... namun tidak peduli seberapa keras dia mencari di kota, dia sama sekali tidak dapat menemukan bangunan seperti itu. Jika terus begini, bisa dikatakan kalau dia tidak akan pernah menemukannya.

 

"Hah....?"

Bukan berarti Suimei tidak tahu arah. Memang benar dia pernah tersesat di Kastil Kerajaan Camellia di Astel, namun ini berbeda. Tata letak kota yang dikenal sebagai Filas Philia sulit diketahui. Jalan utama tidak menjadi masalah, namun begitu dia sampai di jalan samping yang bercabang, tidak peduli seberapa jauh atau kemana dia berjalan, yang ada hanyalah perumahan tempat tinggal. Dan berkat susunan jalanan yang seperti labirin, dia akan selalu berakhir di suatu tempat yang asing di mana tidak ada pilihan selain kembali. Susunan jalanan itu adalah labirin yang sulit untuk bisa keluar.

 

Tiba-tiba berhenti, Suimei melihat sekeliling. Di sisinya terdapat kawasan rekreasi yang sepertinya berlangsung selamanya. Dan di depannya ada pemukiman yang sebagian besar terbuat dari batu bata merah cerah. Apa yang harus dia lakukan? Kalau terus begini, dia tidak akan pernah bisa mengumpulkan informasi tentang pemanggilan pahlawan.

Dia akhirnya mendapatkan markasnya dan siap menganalisis lingkaran pemanggilan, namun sekarang dia menghadapi kesulitan yang harus dihadapi. Saat dia hendak membuang rasa bangganya yang aneh dan menggunakan sihir untuk melakukan sesuatu....

 

"Kalian.... menghalangi. Cepat..... minggirlah."

Suara yang akrab dan menawan itu. Gaya bicara itu dan jeda yang uniknya. Nada datarnya tidak mampu menyembunyikan duri kejengkelan dalam kata-katanya. Mendengarnya, Suimei segera berbalik. Di belakangnya berdiri seorang gadis dengan rambut twintail berwarna ungu kemerahan dan penutup mata dengan hiasan rumit di atasnya. Dia mengenakan pakaian Lolita Gothic yang eksentrik meskipun ini dunia yang berbeda. Seperti yang Suimei pikirkan, gadis itu adalah seseorang yang dirinya ingat. Atau lebih tepatnya, seseorang yang tidak mungkin bisa dia lupakan.

 

Memang benar, dia adalah gadis dari pos pemeriksaan, Liliana Zandyke. Namun, sepertinya kali ini dia tidak sendirian. Di depannya berdiri dua orang berjubah coklat kemerahan dengan tudung. Dari apa yang Suimei lihat dan dengar, mereka sepertinya tidak sedang berbicara ramah. Kedua orang berjubah itu berbicara kepada Liliana seolah-olah mereka sedang menegur anak-anak yang tidak masuk akal.

"Yang harus kau lakukan hanyalah menyampaikan kepada ayahmu apa yang baru saja kami katakan padamu itu."

 

"Kalian.... semakin menyebalkan. Aku tidak... dalam posisi untuk menyela.... sehubungan dengan urusan kolonel."

 

"Tentunya kau bisa mengaturnya. Aku hanya mencoba mengungkapkan keinginanku agar dia patuh."

 

"Tolong. Jangan memaksaku.... mengulanginya lagi."

Orang berjubah itu dengan sopan mengajukan semacam permintaan. Liliana memperlakukan semuanya seolah itu tidak masuk akal, namun orang itu tidak menunjukkan tanda-tanda akan mundur. Saat itulah orang berjubah kedua masuk.

 

"Meskipun kami bertanya dengan sungguh-sungguh, kau tetap mengatakan kalau kau tidak mau mendengarkan?"

 

"Itu benar. Itu sebabnya—"

 

"Sepertinya kami tidak punya pilihan. Kami hanya perlu mengubah pikiranmu.... dengan paksa."

Kedua orang berjubah itu memanifestasikan mana di sekitar mereka, melontarkan ancaman klise, dan mengeluarkan tongkat sepanjang lengan mereka. Sebagai tanggapan, tanpa sedikit pun rasa takut atau terkejut, Liliana hanya menyipitkan matanya ke arah mereka.

 

"Mengetahui kalau aku..... salah satu dari Dua Belas Elite..... kalian masih berani.... mencoba sesuatu seperti ini?"

 

"Ha! Senjata manusia Kekaisaran? Itu semua hanyalah rumor yang dilebih-lebihkan! Pada akhirnya, kau hanyalah bocah nakal!"

 

"Jika kau tidak mau mendengarkan permintaan kami, maka tidak ada jalan lain. Paling-paling, kau hanya akan mengadu pada ayahmu sambil menangis."

Suimei tidak tahu situasinya, namun sepertinya masalah akan segera terjadi tepat di depannya. Sejujurnya, sepertinya orang dewasa yang tidak berguna sedang merundung seorang gadis muda. Meski mempertimbangkan posisi Liliana di ketentaraan, itu bukanlah penilaian yang adil.

 

Tapi dia hanyalah seorang anak-anak....

Setelah melihat sebanyak ini, mulut Suimei akan terasa tidak enak jika dia pergi begitu saja. Dia tidak punya kewajiban untuk membantunya, namun dia juga tidak punya alasan untuk berpaling. Berjalan ke arah mereka dengan mencolok, Suimei memanggil kelompok itu dengan suara lesu.

 

"Aaah, maaf ikut campur saat kalian sedang melakukan sesuatu di sini."

 

"Siapa kau ini sialan?"

 

"Kau....."

Mereka bertiga menoleh ke arah Suimei sekaligus. Masing-masing menunjukkan ekspresi berbeda. Ada cibiran seorang preman, tatapan kosong kebingungan, dan tatapan terkejut karena mengenalinya.

 

"Merundung gadis kecil di tempat seperti ini..... kalian pasti punya hobi bagus di sana."

 

"Apa? Kau tidak ada hubungannya dengan ini sialan! Cepat pergilah!"

 

"Aku tidak bisa melakukan itu. Aku kebetulan hadir dalam adegan drama kecil kalian ini, tahu."

 

"Dan 'Drama' apa yang kau maksud itu sialan?"

 

"Orang dewasa yang sedang merundung seorang anak-anak bagiku."

 

"Bicaralah sesukamu, tapi apa kau masih berani ikut campur bahkan setelah melihat jubah ini?"

 

"Memangnya apa? Apa ada yang istimewa dari jubah jelekmu itu?"

Orang yang lebih beradab dari kedua orang itu mengatakan kalau Suimei seharusnya terintimidasi oleh cara mereka berpakaian, namun apapun maknanya, Suimei tidak mengerti itu. Saat dia menjawab pertanyaan sombong orang itu dengan ejekan, nada beradabnya berubah menjadi kesal dalam sekejap.

 

"K-Kau dusun yang tidak tahu apapun tentang jubah khusus yang hanya diberikan kepada anggota Guild berpangkat tinggi......"

Saat orang itu marah, Liliana memanggil Suimei dengan suara waspada.

 

"Apa..... yang kau rencanakan?"

 

"Hmm? Aku baru saja lewat dan mengetahui sesuatu yang aneh sedang terjadi, hanya itu saja."

 

"Jadi kau.... memasukkan dirimu ke dalam hanya karena itu? Ini.... sama sekali tidak.... ada hubungannya denganmu."

Dan seperti itu, Liliana menolaknya. Dia memperlakukan Suimei seperti orang yang suka ikut campur, namun tampak jelas kalau dia tidak ingin Suimei terlibat. Hal ini menarik perhatian orang kasar berjubah itu.

 

"Apa? Dia seseorang yang kau kenal?"

 

"Tidak, jangan sampai aku ulang—"

 

"Ya, kami bertemu belum lama ini dan menjadi cukup dekat."

 

"Apa yang kau—?!"

Liliana menjadi marah karena kebohongan Suimei yang tak tahu malu dan tanpa malu-malu. Tanpa membiarkan gadis itu melihat, Suimei dengan main-main menjulurkan lidahnya. Liliana mungkin bermaksud untuk melepaskannya dari situasi tersebut sebagai pengamat yang tidak terlibat, namun Suimei sudah mengambil keputusan. Dia benar-benar berniat ikut campur.

 

"Begitu ya, jadi kau tidak ada hubungannya sama sekali....."

 

"Kalau begitu, kurasa kami juga harus menggunakan sedikit pelajaran padamu."

Dengan itu, kedua orang itu mulai mengeluarkan mana lagi. Orang yang beradab itu mengacungkan tongkatnya ke posisi yang Suimei anggap sebagai posisi bertarung. Sambil dengan sedih menggerutu pada dirinya sendiri kalau jalanan di Ibukota Kekaisaran mungkin lebih berbahaya daripada yang dirinya kira, Suimei memalingkan wajahnya dari kedua lawannya. Dia bisa melihat Liliana memusatkan perhatiannya padanya dengan jengkel.

 

"Apa kau ini..... bodoh? Jika kau.... berpura-pura tidak mengenalku.... mereka akan memperlakukanmu seolah kamu tidak terlibat. Tapi, kau malah memilh untuk terlibat..... benar-benar bodoh."

 

"Bodoh? Itu berarti, kamu tahu? Jika aku meninggalkan seorang gadis kecil bermasalah dan melanjutkan perjalananku, mimpiku akan menghantuiku, dan aku tidak tertarik dengan hal itu. Jadi aku harus bertanya..... apa yang sebenarnya terjadi di sini?"

 

"Itu tidak ada.... hubungannya denganmu..... sama seklai. Tetap dibelangku. Mereka adalah master level tinggi..... dari Mage’s Guild Kekaisaran."

 

"Maaf, tapi aku akan menolaknya, terima kasih."

Dan saat Suimei menolak perintah Liliana....

 

"Kalian pikir kalian punya waktu luang untuk ngobrol seperti itu?"

Dengan senyum mencemooh, orang kasar berjubah itu merangkai mantra. Mana yang mengalir menghilang seolah dipanggil ke suatu tempat, dan bagian-bagian mantranya dengan cepat menyatu. Dengan selesainya pemanggilan Elemen dengan cepat, yang terjadi selanjutnya adalah rapalan.

 

"Wahai Api! Red Blaze!"

Rapalannya sangat singkat sehingga pada dasarnya hanya kata kunci saja. Sesaat kemudian, pilar api terbentuk, dan saat orang kasar itu mengayunkan tangannya ke bawah, api itu mengikuti gerakannya. Dengan itu, sepertinya cetakan apinya telah selesai, dan apinya—yang berbentuk pedang—diayunkan ke arah Liliana. Orang itu menyerang dari sisi kanannya. Bagi Liliana, yang memakai penutup mata, itu adalah titik butanya.

 

Namun, Liliana menghindari pedang pertama dengan selisih kecil. Pedang api itu malah menempel di tanah, melemparkan pecahan api ke beberapa arah. Urutan menyerang dan menghindar ini berulang beberapa kali, dan area tersebut dipenuhi bara api serta bau terbakar. Mungkin karena terkena pedang api, sebagian dari pakaian Liliana hangus.

"Heh, kau sama sekali tidak sesuai dengan julukan, senjata manusia. Sepertinya aku sedang berada di atas angin. Haha, seperti dugaanku, semua pencapaianmu hanyalah omong kosong, bukan?"

 

"Kisah keberanian di medan perang pada akhirnya hanyalah dongeng belaka. Bahwa bocah sepertimu memainkan peran aktif di medan perang kemungkinan besar tidak lebih dari sebuah kisah yang dibuat oleh Kolonel Rogue itu untuk meningkatkan kedudukannya sendiri."

Tampaknya menganggap fakta kalau Liliana tidak membalas sebagai tanda kelemahan, para orang itu melontarkan kata-kata menghina dan tuduhan pada Liliana. Mendengarnya, kehadiran Liliana bergetar sesaat lalu berubah menjadi gelap dan berbahaya. Namun orang-orang itu sepertinya tidak menyadarinya. Liliana kemudian memanggil mereka dengan nada kesal.

 

"Menjadi begitu sombong..... mengincar titik butaku... dan hanya.... bisa mengoresku....."

Dengan kata-kata itu, para orang itu akhirnya merasakan tekanan yang datang dari Liliana. Apa itu yang gadis itu inginkan? Suimei pernah menerima tekanan itu sebelumnya, namun tekanan itu tidak seserius yang terjadi di pos pemeriksaan. Apa gadis itu berencana mengambil alih tempat ini dengan mengisi area tersebut dengan mana? Dalam pertarungan antar magician, jarak di mana seseorang bisa mengendalikan mana mereka adalah masalah besar. Jika seseorang bisa mengendalikan mana mereka cukup jauh, itu mungkin saja menghalangi aktivasi magicka lawan.

 

"Omong kosong seperti itu....."

Orang kasar itu akhirnya berhasil mengucapkan satu kutukan pun. Meringis, orang beradab di sampingnya mulai melantunkan mantra.

 

"Urgh..... jangan remehkan aku! Wahai angin, engaku...."

Sihir angin. Kemungkinan orang itu benar-benar mengabaikan Suimei yang lewat dan mengincar Liliana. Dengan prediksi itu, Suimei mengumpulkan mana di jari telunjuknya dan memanipulasi fenomena di sekitarnya.

 

"Api di sana.... aku akan meminjamnya sebentar."

Berbicara dengan santai seperti sedang meminjam penghapus dari teman sekelasnya, Suimei mengumpulkan kelebihan api yang tersebar di area pusat lingkaran magicka yang dia panggil di depan jarinya. Meskipun api itu bukan milik Suimei, mereka dengan cepat berkumpul di hadapannya seolah-olah dia adalah tuan mereka dan menyatu menjadi bola api merah.

 

"Ap..... Ah! A-Apiku!"

Hati orang kasar itu tenggelam melihat perkembangan mengejutkan yang tiba-tiba ini. Menatap Suimei, dia meminta penjelasan dengan nada terkejut.

 

"A-Apa yang kau lakukan sialan?!"

 

"Jangan khawatir. Seperti yang kubilang, aku hanya meminjamnya."

 

"Tidak mungkin kau bisa....."

 

Apa itu terdengar seperti omong kosong?

Sambil menebak apa yang akan dikatakan orang bernada kasar itu, Suimei memutar matanya.

 

"Kalian..... tidak peduli apapun yang terjadi, kalian menyangkal misteri yang ada di depan mata kalian. Bukankah sebaiknya kalian meluangkan waktu setengah detik untuk memikirkannya terlebih dahulu?"

 

"Apa yang kau ocehkan itu bangsat?! Katakan padaku apa yang kau lakukan!"

 

"Untuk terakhir kalinya, sialan, sudah kubilang aku meminjamnya. Kurangi mantranya atau berikan sedikit kontrol lagi. Jika tidak, akan ada terlalu sia-sia dan dampaknya buruk."

Saat Suimei mengucapkan kata-kata itu, orang beradab itu sekali lagi mulai merangkai mantranya yang terputus.

 

"Wahai Angin, engkau—"

 

"Terbang."

Sebelum orang itu bisa menyelesaikannya, Suimei menembakkan api yang berkumpul untuk menjaganya tetap terkendali. Tidak mengherankan jika angin orang beradab itu bagaikan angin sepoi-sepoi di hadapan api Suimei yang menderu. Udara tersedot ke dalam api yang bermuatan sihir, memakan mantra angin itu sama sekali.

 

Ketika itu terjadi, Suimei mengambil tindakan tanpa jeda sejenak. Sambil menyatukan jari tengah dan ibu jarinya, dia menggunakannya sebagai pengganti alat bidik besi dari senjata api, dan melihat langsung ke arah lengan orang beradab itu. Dengan sekejap, ledakan yang menarik terdengar. Tongkat orang itu hancur berkeping-keping akibat ledakan tersebut. Dan dengan lengannya yang ditarik ke belakang, orang itu terbuka lebar.

 

"Dia menghila—"

Saat Suimei menghilang, orang itu berteriak kaget. Suimei—yang baru saja berubah menjadi uap—bergerak ke arahnya dalam sekejap mata, dan bermanifestasi dalam posisi siap untuk melancarkan serangan ke bagian vital targetnya.

 

Tangan yang Suimei ulurkan telah mengenakan sarung tangan bertarungnya. Dan saat dia menuangkan mana ke dalamnya, efek item sihir itu diaktifkan. Lawannya merasakannya. Sinyal dari kumpulan saraf yang terletak jauh di dalam tubuh, pleksus saraf, diacak, mengirimkan rasa sakit yang menjalar ke setiap sarafnya.

Namun orang itu sendiri tidak bersuara. Dia tidak punya waktu. Dia pingsan hampir seketika karena keterkejutannya dan jatuh ke tanah, mata terbuka dan lain sebagainya. Suimei kemudian menoleh untuk melihat orang kasar itu, yang tampaknya dihancurkan oleh mana yang sangat kuat, pingsan di depan Liliana dan mulutnya berbusa. Memverifikasi kalau semuanya beres, Liliana punya satu hal untuk dikatakan.

 

"Ayo.... pindah lokasi."

 

★★★

 

Meninggalkan orang-orang itu di tempat mereka berada, Suimei dan Liliana berjalan pergi seolah-olah mereka tidak ada hubungannya dengan apa yang baru saja terjadi. Sesampainya di suatu tempat yang agak jauh dari distrik kelas atas, mereka berdua berhenti di mana batu bata jalan telah berubah warna menjadi abu-abu. Sambil membersihkan roknya, Liliana berbicara dengan suara yang tajam seolah dia enggan melakukan hal itu.

 

"Serius..... ini adalah definisi sebenarnya... dari campur tangan yang tidak diinginkan."

Mengabaikan kata-kata Liliana yang kesal, Suimei mulai menanyainya.

 

"Jadi, siapa orang-orang itu?"

 

"Itu.... tak ada.... hubungannya denganmu."

 

"Baiklah."

Setelah ditolak mentah-mentah jawabannya, Suimei rela membiarkannya begitu saja di sana.

 

"Dan.... sebenarnya..... apa yang kau lakukan di sana....?"

 

"Sudah kubilang aku kebetulan lewat. Jika aku tidak salah ingat namamu.... Liliana, kan?"

 

"Aku tidak pernah ingat.... menyebutkan namaku sendiri. Kenapa kau.... bisa tahu namaku?"

 

"Hmm? Itu karena....."

 

"Jadi begitu.... kau adalah salah satu dari orang-orang itu.... yang..... sering ditangkap oleh polisi militer akhir-akhir ini..... penguntit yang tercela.... karena itu kau pasti berada di sini hari ini untuk....."

 

"Tidak, sialan. Aku mendengarnya dari petugas di pos pemeriksaan itu. Bagaimana bisa aku tiba-tiba menjadi penguntit?"

 

"Aku sudah tahu itu. Itu hanya..... lelucon kecil. Tidak mungkin..... kau menguntitku."

 

"Kamu ini....."

Berbicara dengan nada datar dan percaya diri, Liliana menutup matanya. Melihat Liliana secara alami bertingkah sangat keren dengan ekspresi menyendiri di wajahnya, bahu Suimei terkulai seolah dirinya lelah. Sulit untuk mengetahui kapan gadis itu sedang bercanda.

 

Saat Suimei menghela napas bermasalah atas sikap Liliana, perubahan tiba-tiba terjadi di area tersebut. Mana di sekitar mereka meningkat, dan sesuatu seperti racun atau asam yang menggelitik memenuhi udara. Hal itu berbeda dari tekanan yang gadis itu keluarkan sebelumnya, dan lebih seperti apa yang gadis itu gunakan di pos pemeriksaan.

 

"Sudah waktunya..... kau menjawabku. Apa yang kau.... inginkan saat datang ke sini?"

Liliana menanyai Suimei sambil menyipitkan matanya yang mengantuk. Latar belakang pemandangan kota tiba-tiba tampak seperti kabut panas bagi Suimei. Seolah-olah mereka sedang berdiri di atas aspal panas yang terbakar. Dan ketika dia tidak merespon, mana Liliana semakin membengkak, mengaburkan sekelilingnya.

 

Itu adalah interogasi yang menggunakan intimidasi untuk memaksanya berbicara. Namun Suimei melontarkan senyuman tak kenal takut seolah itu hanya membuatnya kesal. Dia mengangkat bahunya dan menjawabnya dengan nada sembrono.

"Apa-apaan itu? Apa orang asing tidak boleh berjalan-jalan? Aku telah melalui semua cara yang resmi untuk hidup di negara ini, tahu?"

 

"Kita sangat dekat.... dengan distrik kelas atas. Jika kau berkeliaran..... tanpa urusan apapun di sini..... tentu saja kau terlihat mencurigakan.... sekarang jawab aku."

 

"Tapi orang-orang sebelumnya itu terlihat jauh lebih mencurigakan daripada aku."

Liliana tidak lagi peduli dengan apa yang Suimei ingin atau tidak ingin katakan padanya. Jika Suimei ingat dengan benar, Liliana adalah seorang letnan dua. Sebagai seorang tentara, pertanyaan seperti ini kemungkinan besar merupakan bagian dari tugas rutinnya. Suimei sebagian besar tidak yakin dengan semua ini, namun dia memutuskan untuk menyerah untuk saat ini. Dia tidak benar-benar perlu keras kepala mengenai hal itu, jadi dalam perubahan total dari sikapnya yang sebelumnya sembrono, dia menjawab gadis itu dengan jujur.

 

"Aku sedang mencari perpustakaan. Perpustakan terbesar yang membuat tempat ini begitu terkenal."

 

".....Perpustakaan Universitas Kekaisaran?"

 

"Ada sesuatu yang ingin aku ketahui. Lihat, seharusnya ada di sini....."

Suimei menunjukkan kepada Liliana peta gambar tangan yang dia dapatkan dari Jillbert.

 

"Kenapa kau bertingkah.... seolah kau ingin aku menjelaskannya? Jangan bertingkah.... sok dekat."

 

"Ini bukan masalah besar, kan? Jadi tolong beritahu saja. Aku akan membelikanmu makanan manis jika kamu melakukannya."

 

"Tidak.... terima kasih. Tolong jangan perlakukan aku.... seperti anak kecil. Dan juga.... petamu salah."

 

"Hah...."

Meskipun terdengar seperti Liliana tidak punya niat untuk membantunya, dia menunjukkan hal itu kepadanya. Sepertinya Liliana setidaknya sedikit baik hati dibalik itu semua. Namun apa yang salah tentang hal itu? Suimei mengerutkan keningnya, dan Liliana melihat ke peta itu sekali lagi.

 

"Ya.... peta itu salah."

 

".....Loli legal sialan itu. Beraninya dia berbohong padaku....."

Kepala distrik tempat Suimei tinggal adalah Jillbert Griga. Dia sepertinya cocok dengan Lefille. Kapan pun dia punya waktu, dia akan datang ke rumah mereka untuk bermain dengan Lefille, meskipun dia selalu bersikap kasar kepada Suimei. Namun ketika Suimei menyebutkan dirinya akan pergi ke perpustakaan hari ini, gadis itu menawarkan untuk menggambar peta untuknya dan dengan bersemangat mulai membuatnya. Tampaknya trik kecil inilah yang sebenarnya gadis itu lakukan. Jillbert terlihat jujur ​​dan terbuka, namun setelah membuka tutupnya dan melihat ke dalam, sepertinya gadis itu agak sinting.

 

"Empat dari jalanan itu..... salah."

 

"Seriusan?"

Setelah Liliana memberitahunya tentang hal itu, Suimei hanya bisa menghela napas dan mengutuk Jillbert di dalam kepalanya.

 

"Umm, jadi, bagaimana caramya agar bisa menuju ke sana dari sini?"

 

"Seperti yang kukatakan..... jangan sok dek—"

 

"Baiklah, baiklah. Aku akan menambahkan tiga makanan manis lagi. Itu seharusnya bisa, kan?"

 

"Kenapa kau..... mencoba menggodaku.... dengan hal semacam itu?"

 

"Apa kamu tidak suka yang manis-manis? Apa mainan atau sesuatu yang lain akan lebih baik?"

 

"K-Kau serius....."

Menyadari kalau Suimei tidak mendengarkannya sama sekali, Liliana mulai sedikit gemetar. Mungkin merasakan kemarahannya tidak ada gunanya, namun, dia sengaja menghela napasnya keras seolah-olah mengumumkan kemenangan Suimei dengan memutar lengannya.

 

"Baik.... aku akan memandumu... jadi tolong ikuti aku."

 

"Maaf soal itu. Aku akan membelikanmu makanan manis nanti, jadi anggap itu sebagai permintaan maaf."

 

"Aku tidak membutuhkannya. Dan setelah kita selesai di sini.... menjauhlah dariku.... segera."

 

★★★

 

Dari sana, Suimei mengikuti Liliana menyusuri jalan. Gadis itu sesekali melihat ke belakang, dan berbasa-basi dengan Suimei saat mereka berjalan. Liliana adalah seorang perempuan dengan sikap kaku dan aura berbahaya di dalam dirinya, namun.....

"Bagaimanapun, dia ini baik, huh?"

 

"Apa kau mengatakan sesuatu?"

 

"Tidak, bukan ada apa-apa..... jadi, Liliana, apa yang kamu lakukan di tempat seperti itu? Itu tidak seperti kamu pergi ke sana untuk berkelahi, kan?"

 

"Patroli."

Saat Liliana membimbingnya ke perpustakaan—meskipun Suimei tidak tahu apa gadis itu senang melakukannya atau tidak—Suimei mengambil kesempatan untuk menanyainya. Gadis itu memberikan jawaban singkat, yang segera dipertanyakan oleh Suimei.

 

"Kamu cukup bersemangat dengan pekerjaanmu, ya? Tapi bukankah itu tugas polisi militer?"

 

"Aku terkejut..... kau tahu itu. Tentu... saja demikian. Tapi..... akhir-akhir ini ada insiden..... yang menimbulkan keributan di Ibukota Kekaisaran..... jadi mereka kekurangan tenaga."

 

"Ah, kalau kuingat, sesuatu tentang seseorang yang berakhir koma, benar?"

 

"Itu benar. Jika kau tidak ingin terlibat juga..... pastikan untuk tidak berjalan-jalan sendirian.... di tempat seperti itu."

Ketika Liliana mengatakan itu, Suimei mencoba melontarkan teori yang dirinya buat saat itu juga.

 

"Artinya..... insiden tersebut terjadi di sekitar distrik kelas atas, ya?"

 

"........"

 

"Apa? Kamu tidak mau menjawabku?"

Liliana tidak melakukannya. Gadis itu tetap diam dan terus berjalan. Apa gadis itu punya alasan untuk khawatir tentang hal ini? Meskipun gadis itu sudah sering menoleh ke belakang sampai sekarang, dia berhenti melakukannya dan hanya melihat ke depan. Tentunya tebakan acak Suimei tidak tepat sasaran..... benar? Ketika Suimei bertanya-tanya betapa buruknya menusuk tepat sasaran dalam kegelapan seperti itu di depan seseorang yang tahu tentang penyelidikan dan mencoba memikirkan cara untuk memuluskannya, Liliana memberinya sedikit kejutan.

 

".....Ada sesuatu yang ingin kutanyakan."

 

"Apa itu?"

 

"Apa kau tidak.... takut padaku?"

Liliana menoleh sedikit ke arahnya sekarang, dan menatapnya dengan tatapan khasnya.

 

"Heeh? Ah.... tidak juga? Tapi kenapa kamu tiba-tiba menanyakan hal itu?"

 

"Kau.... terus memulai percakapan denganku.... meskipun aku mengancammu. Jika itu orang lain.... mereka akan membeku ketakutan.... atau, seperti orang-orang sebelumnya, melawanku. Jadi... kenapa bisa begitu?"

 

"Sepertinya aku akan merasa gelisah hanya karena sedikit tekanan seperti itu. Lagi pula, kamu lebih muda dariku, benar? Bagaimana bisa aku mempermalukan diriku sendiri seperti itu."

Jika seseorang diberkahi dengan mana yang besar, kemampuan mereka untuk mendominasi suatu area juga sama kuatnya. Dan ketika seorang penyihir mendominasi suatu area, semua yang ada di dalamnya menjadi target. Berada di bawah pengaruh dominasi tersebut dapat berdampak pada jiwa. Jadi ketika seorang penyihir ingin mengalahkan lawannya, mengisi area tersebut dengan mana adalah metode yang paling efisien untuk melakukannya. Namun jika Suimei gemetar ketakutan setiap kali seseorang mencobanya, dia tidak akan pernah menyelesaikan apapun. Mana Liliana memang cukup kuat, namun Suimei bukanlah penyihir biasa.

 

".....Apakah begitu? Kau agak.... aneh."

Liliana menghadap ke depan lagi dengan gusar. Memang benar kalau ada orang-orang yang menganggap penampilannya sebagai pertanda buruk. Gelarnya sebagai tentara juga sempat mengundang kegugupan masyarakat umum. Mengingat caranya menampilkan dirinya, tidak heran orang-orang menjauhinya.

 

"Jadi kamu sadar kalau kamu mengeluarkan aura berduri, ya?"

 

"Yah, sampai batas tertentu. Tapi..... aku diajari oleh atasan langsungku..... kalau hal seperti itu..... diperlukan bagi seorang tentara. Karena aku memiliki teknik untuk bertarung.... aku harus menjadi simbol ketakutan..... katanya."

 

Suimei menghela napasnya. Mengalihkan pandangan darinya, dia menatap ke langit dan memberikan jawaban jengkel.

"Pembohong."

 

"........"

 

"Benarkah itu? Alasanmu menekan sekelilingmu bukan untuk membuat musuhmu kewalahan, melainkan untuk melindungi dirimu sendiri. Itu adalah cara untuk tetap waspada. Apa aku salah?"

 

"Kenapa.... menurutmu begitu?"

 

"Kamu menjaga jarak tanpa alasan, dan bereaksi bahkan terhadap perubahan paling sepele di sekitarmu. Baik dalam apa yang kamu katakan maupun lakukan. Sama seperti di pos pemeriksaan, kamu langsung mencoba mendominasi orang lain..... selain itu, sebut saja itu sebagai firasat."

 

"........."

 

"Kamu mencoba untuk tidak membiarkan orang lain dekat denganmu, tapi pada akhirnya, itu seperti anjing yang menggonggong pada orang. Jadi mengapa kamu melampiaskan niat membunuh itu pada orang lain? Maksudku, aku merasakan itu dari orang-orang sebelumnya, tapi itu bukan berarti kamu hanya membuat musuh di sekitarmu, kan?"

Saat Suimei menanyakan hal itu kepada Liliana, mereka berbelok di tikungan dan menemukan sebuah toko besar yang memiliki papan nama di depannya dengan slogan yang dimaksudkan untuk merangsang nafsu makan orang yang lewat. Ada anak-anak di dekatnya yang sedang bermain bola. Namun mereka berhenti, dan berbalik ke arah Suimei dan Liliana seperti predator yang merasakan adanya mangsanya. Anak-anak itu kemudian berpencar dan berlari ke segala arah. Liliana melirik Suimei.

 

"Aku tidak perlu.... mengatakannya, kan? Jika ada hal lain yang ingin dikatakan.... aku adalah seorang tentara.... dan kamu adalah warga sipil. Tidak ada yang lebih..... dan tidak ada yang kurang dari itu."

 

"Kupikir akan lebih mudah jika kamu bersikap normal, tapi.... itu sepertinya itu bukan urusanku, ya? Maaf kalau begitu."

Suimei meminta maaf karena terlalu banyak mencampuri urusan pribadinya. Liliana kemudian diam-diam menggumamkan satu kata.

 

".....Nama."

 

"Hmm?"

 

"Namamu. Aku tidak tahu..... siapa namamu. Tidak adil jika hanya kamu yang mengetahui namaku..... jadi segera beri tahu aku namamu."

 

Suimei memikirkannya kembali dan menyadari kalau gadis itu benar. Dia belum pernah memberitahunya.

"Suimei Yakagi."

 

"Shiumay Hakagee."

 

"........."

 

".....Siapa Shiumay itu?"

 

"Tidak, tidak. Yang benar Suimei Yakagi."

 

"Shu.... S..... Suimei Yakagi. Benar seperti itu?"

 

Suimei mengangguk. Setidaknya Liliana bisa mengucapkannya dengan benar. Seperti yang diharapkan Suimei, gadis itu kemudian memberikan komentar tentang betapa tidak biasa namanya, dan Suimei hanya bisa tersenyum kecut sebagai tanggapan. Setelah Suimei akhirnya memperkenalkan dirinya, seorang laki-laki berseragam militer muncul dari sudut jalan. Dengan rambut hitam tersisir ke belakang yang dihiasi untaian abu-abu, laki-laki itu tampak berada di puncak kejantanannya. Dia memiliki pedang di pinggangnya, dan seragam tajamnya tidak memiliki satupun kerutan di atasnya.

Suimei mengenali laki-laki ini. Suimei melewatinya saat berjalan keluar dari gereja, dan Lefille menilai laki-laki itu cukup kuat. Ketika mata Liliana tertuju padanya, seolah-olah tubuhnya terikat oleh ketegangan, gadis itu menjadi kaku dalam sekejap. Apa laki-laki itu seseorang yang dia kenal? Ketika pandangan laki-laki itu tertuju pada Liliana, alisnya yang tegas sedikit berkerut, dan dia berjalan ke arahnya.

 

"Liliana. Apa yang kau lakukan di sini?"

 

"Kolonel....."

Prediksi Suimei tepat sasaran. Saat Liliana menjawab, dia terdengar agak terkejut. Gadis itu begitu tegang, bahkan dia tidak bisa mengeluarkan sisa jawabannya.

 

"Jawab aku, Liliana."

 

"A-Aku sedang menyelidiki.... masalah dari sebelumnya.... di area ini."

 

"Masalah sebelumnya? Kau tidak perlu repot-repot melakukannya. Itu adalah sesuatu yang bisa ditangani orang lain."

 

"Tapi....."

 

"Yang harus kau lakukan adalah mendengarkan apa yang aku katakan. Menahan diri dari apapun yang tidak perlu selain tugas militermu, dan patuh saja."

 

".....Ya."

Tatapan tajam menembus Liliana, dan laki-laki yang dia panggil "Kolonel" ini mengucapkan kata-kata tegas. Menanggapi cara bicaranya yang angkuh seolah dirinya menegurnya, bahu Liliana terkulai dengan lemah. Ekspresi kecewanya menunjukkan rasa sakit yang gadis itu rasakan karena telah menimbulkan ketidaksenangan pada laki-laki ini. Namun, kata-kata dan nada bicara laki-laki itu selanjutnya—

 

"Dan kau? Kenapa kau bersama Liliana?"

 

"Hah? Oh, aku memintanya untuk memanduku ke Perpustakaan Universitas Kekaisaran. Sepertinya aku tidak bisa memahami petunjuk petaku yang aku dapat, jadi aku sedikit tersesat dan meminta bantuannya."

 

"Aku....."

 

"Apa kau bukan dari Ibukota Kekaisaran?"

 

"Aku baru saja tiba di sini."

Setelah jawaban singkat Suimei, laki-laki itu mengamatinya dari ujung kepala sampai ujung kaki dan kemudian menutup matanya. Apa laki-laki itu mencoba mengidentifikasi sesuatu yang mencurigakan atau mengancam dalam dirinya? Mungkin setelah menyadari tidak ada hal semacam itu, laki-laki menghela napasnya seolah menertawakan dirinya sendiri. Laki-laki itu kemudian berbicara lagi dengan suaranya yang selalu tenang.

 

"Jadi begitu. Dalam keadaan saat ini, aku tidak bisa mengatakan kalau ketertiban umum di Ibukota Kekaisaran saat ini baik. Hal ini juga berlaku ketika pergi ke tempat-tempat yang tidak kau kenal, jadi pastikan untuk tidak terlalu sering berjalan-jalan sendirian di malam hari."

 

"Terima kasih atas peringatannya. Aku menghargainya."

 

"Dan juga, untuk mencapai Perpustakaan Universitas Kekaisaran, lurus saja melalui jalan ini, lalu belok kiri ketika kau sampai di ujung jalan, dan kau akan melihatnya dari sana."

Laki-laki itu menyuruh Suimei untuk pergi sendiri dari sini. Menanggapi laki-laki yang tenang dan berwibawa itu, Suimei menundukkan kepalanya dan mengucapkan terima kasih sekali lagi seolah laki-laki itu adalah seorang guru. Laki-laki itu kemudian menoleh ke Liliana dan mengucapkan perintah sederhana yang terdiri dari dua kata.

 

"Ayo pergi."

 

"Ya."

Liliana dengan patuh mengikuti di belakang laki-laki itu. Seolah menirunya, gadis itu memunggungi Suimei pada saat yang sama. Mereka mengambil jalan sempit, dan kedua sosok mereka menghilang dalam bayang-bayang. Kehadiran mereka akhirnya pun lenyap seperti asap yang menghilang.

 

"Geez, aku melewatkan kesempatan untuk memberinya makanan manis....."

Suimei menyadarinya setelah berdiri di sana beberapa saat. Namun, karena mereka berdua tinggal di Ibukota Kekaisaran sekarang, ada kemungkinan besar mereka akan bertemu lagi suatu saat nanti. Meskipun gadis itu tidak ada di sana untuk mendengarnya, Suimei berjanji akan membayar utangnya ketika dia punya kesempatan.

 

Liliana menggunakan kata "Penyelidikan" ketika dia berbicara dengan kolonel itu. Sepertinya gadis itu sebenarnya tidak sedang berpatroli. Suimei punya pertanyaan lain tentang pertukaran mereka, namun pada akhirnya, itu tidak ada hubungannya dengannya.

 

"Yah, terserahlah. Kupikir aku akan mengurus urusanku juga....."

 

★★★

 

"Ini memakan banyak waktu, ya?"

Setelah menyelesaikan penelitian pendahuluannya di Perpustakaan Universitas Kekaisaran dan berjalan kembali ke luar, Suimei memutar bahunya yang kaku dan meregangkan lehernya ke samping. Bagian dalam perpustakaan itu cukup luas, layak menyandang gelar terbesar di Kekaisaran, dan bahkan negara-negara sekitarnya. Koleksinya juga cukup banyak. Setelah sampai di sana pada sore hari, yang bisa dilakukan Suimei hanyalah menemukan rak tempat bahan yang relevan berada. Sambil berpikir kalau dia harus menyiapkan barang-barang sihir dan semacamnya untuk kedatangannya berikutnya, Suimei melihat ke atas.

 

Langit sudah gelap. Kegelapan yang tak terhingga yang sepertinya bisa menyedotnya menahan bulan yang bersinar terang di cakrawala, secara implisit memberitahunya kalau sudah lewat waktu untuk pulang. Suimei kemudian mendengar suara pintu depan perpustakaan terbuka di belakangnya.

"Permisi—Oh, apa itu kamu, Yakagi-kun?"

 

"Ah, Tuan Pustakawan."

Orang yang muncul dari perpustakaan adalah orang yang mengajak Suimei berkeliling perpustakaan hari itu, seorang Elf bernama Romeon. Dia mengenakan seragam staf perpustakaan, dan memang memiliki telinga yang panjang.

 

"Terima kasih banyak atas bantuanmu hari ini."

 

"Tidak perlu berterima kasih untuk itu. Aku sendiri belum terlalu lama mulai bekerja di sini, jadi merupakan pergantian suasana yang menyenangkan untuk mengajak seseorang berkeliling."

Romeon berbicara dengan rendah hati, dan Suimei menjawab dengan ceria.

 

"Meski begitu, kamu membantuku dengan cukup lancar."

 

"Bagaimanapun juga, aku adalah seorang Elf. Aku memiliki kepercayaan tinggi pada ingatanku."

Romeon mengetuk keningnya dengan jari telunjuknya saat dirinya berbicara. Apa dia menyiratkan kalau Elf dikenal karena ingatannya di dunia ini? Tentu saja, sebagai spesies yang berumur panjang—terutama dibandingkan dengan manusia—kemampuan menyimpan dan mengambil ingatan sangatlah penting.

 

Setelah mengobrol sebentar dengan Suimei, Romeon pamit dan melanjutkan perjalanan. Adapun Suimei, dia berencana untuk kembali ke rumah. Meskipun itu adalah niatnya, dia masih belum mengenal area tersebut dengan baik. Yang bisa dia lakukan hanyalah menelusuri kembali jalan yang dia ikuti untuk sampai ke sana. Namun ketika dia tiba di distrik kelas atas, dia menyadarinya.

 

"Hmm?"

Suimei menyadarinya saat dirinya berjalan kalau tidak ada cahaya apapun di ruang tepat di depannya. Seolah-olah ada batas yang memisahkan blok-blok kota. Pemandangan kota yang indah di distrik yang seharusnya hanya berjarak beberapa langkah di depannya, berubah menjadi kegelapan yang suram. Hal itu tidak wajar. Ketika dia meninggalkan perpustakaan, dia mengamati bulan purnama di langit. Ini tidak seperti dunia modern di mana gedung pencakar langit dapat menutupi langit, dan tidak ada awan yang menutupinya. Namun meskipun tidak ada apapun yang menghalangi cahaya, keadaan di sana sangat gelap gulita. Terlebih lagi, dia bisa merasakan sedikit kehadiran mana. Yang berarti....

 

Sebuah penghalang? Tidak, dunia ini seharusnya tidak memiliki konsep penghalang, jadi.... hmm. Apa mereka melemahkan semua cahaya di ruang itu untuk menciptakan kegelapan semu, atau apa mereka menciptakan faktor utama yang dapat menyerap cahaya.....?

Sambil mengamati sekelilingnya dengan waspada, Suimei mencari keberadaan mantra, perubahan peristiwa, dan ada atau tidaknya hal mistis. Dan seperti yang diharapkan, kegelapan yang tidak wajar adalah sesuatu yang diciptakan oleh sihir. Distrik kelas atas secara magis terselubung dalam kegelapan sebelum fajar—Tidak, lebih gelap dari itu. Apa yang sebenarnya terjadi? Hal itu berbau masalah.

 

"T-Tolong! Tolong aku...."

 

"Hah?"

Suimei menyadari bahwa, dari dalam kegelapan di depannya, seseorang memohon bantuan sambil berlari. Napas pendek di antara kata-kata suara itu memperjelas kalau dis telah berlari cukup lama dan mendekati batasnya, namun.... Apa yang terjadi?

 

"Kamu yang disana! Kumohon! Tolong aku!"

 

"U-Uh, aku tidak keberatan, tapi apa yang terjadi?"

Ketika Suimei merespons, mungkin karena kaki orang itu menjadi kusut, orang itu dengan kasar melompat ke depan dan terjatuh.

 

"Apa kamu baik baik saja?"

Suimei mengulurkan tangannya kepada orang itu, namun seolah mengatakan ada sesuatu yang lebih penting daripada bangun, orang itu segera berbalik dan menunjuk ke belakang.

 

"Dia! Dia di sana...."

 

"Dia?"

Ketika Suimei meminta klarifikasi lebih lanjut, dia merasakan pertanda mana yang padat. Karena semakin dekat, bagian darinya yang tidak dapat disembunyikan di kedalaman kegelapan perlahan-lahan menampakkan dirinya. Dan kemudian seketika, seolah-olah sebagian dari kegelapan dibelah, sesosok tubuh pendek mengenakan jubah hitam pekat melangkah keluar dari sana.

 

"Eek! Eeeeeek!"

 

"........."

Bayangan yang mengenakan jubah hitam dengan tudung menggantung rendah menutupi wajahnya tidak mengucapkan sepatah kata pun. Yang bayangan itu lakukan hanyalah menatap lekat-lekat orang yang gemetar dan berteriak menyedihkan itu. Suimei tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, namun sambil mendukung orang yang meringkuk di jalanan batu bata itu, Suimei dengan tajam menyempitkan tatapan curiga dan mengamati bayangan itu.

 

Mungkinkah ini orangnya?

Gagasan itu tiba-tiba terlintas di benak Suimei. Mungkin inilah penyebab di balik insiden koma yang membuat Ibukota Kekaisaran menjadi panik. Mengingat keadaannya, sepertinya kemungkinan itu sangat nyata. Saat Suimei mempertimbangkan untuk melangkah masuk, ketegangan pertempuran memenuhi tubuhnya. Namun, bayangan itu sepertinya kehilangan minatnya, dan menghilang ke dalam kegelapan.

 

"A-Aku terselamatkan....."

 

"Apa yang barusan itu.....?"

Merasa lelah kehilangan seluruh kekuatannya, orang yang merangkak di depan Suimei bersukacita atas kepergian bayangan itu. Jika orang ini adalah tujuannya, apa bayangan itu mundur karena ada orang lain yang secara tidak sengaja masuk ke dalamnya? Dengan bukti yang dimilikinya, Suimei sampai pada kesimpulan tentang peristiwa yang baru saja terjadi.

 

".....Hmm?"

Dan saat Suimei menebak keadaan saat ini, dia melihat sosok familiar berlari ke arahnya dengan kekuatan yang menakutkan. Dia berlari tanpa memperhatikan sekelilingnya—dia hanya menatap lurus ke depan ke arahnya. Ekspresinya seperti anak hilang yang, setelah bersusah payah, dan akhirnya menemukan orang tuanya. Dan mengenai identitas orang tuanya tersebut....

 

"SUIMEI–DONOOOOOOOOOOO!"

 

"M-Menia?"

Penyihir jenius Astel, Felmenia Stingray. Gadis yang menyandang gelar White Flame. Dia berlari ke Suimei sambil mengeluarkan air mata dan cairan lain yang kurang sedap dipandang dari wajahnya. Gadis itu membuat lompatan gila untuknya.

 

"Menia.... Menia milikmu akhirnya bisa menemukanmu, Suimei-donoooooooooooo!"

 

"Hei, bodoh! Bersihkan wajahmu dulu! Terutama ingusmu! Aaaaaaaaah, itu mengenai pakaianku!"

 

"SUIMEI–DONOOOOO!"

Kegelapan menghilang, dan ketika cahaya bulan sekali lagi mulai menyinari Ibukota Kekaisaran di malam hari, Suimei bertemu kembali dengan penyihir jenius Astel, Felmenia Stingray.