Epilogue II

 

Hari ini, Penyihir Istana, Felmenia Stingray—lebih tepatnya, mantan Penyihir Istana, Felmenia Stingray—berada di perpustakaan menyelesaikan pekerjaannya pada tumpukan dokumen yang menjulang tinggi. Beberapa hari telah berlalu sejak Suimei pergi. Felmenia sedang dalam proses mengumpulkan semua bahan yang diperlukan untuk menyerahkan pekerjaannya, dan menunda hasil penelitian sihirnya untuk sementara.

Hal itu secara alami agar gadis itu bisa mengejar Suimei, yang telah pergi dalam perjalanan untuk menemukan mantra untuk kembali ke dunianya sendiri. Antara perasaan pribadinya dan keinginan untuk menjadi sedikit berguna untuk Suimei....

 

"Suimei-dono, tolong tunggu aku. Setelah dokumen-dokumen untuk transfer ini beres, aku akan bergegas ke sisimu secepatnya."

Saat gadis itu membayangkan Suimei berkeliaran di Metel, Felmenia mengungkapkan perasaan di hatinya. Memang benar gadis itu ingin membantu Suimei, tapi dia juga hanya ingin bertemu dengannya lagi.

 

Itu dimulai dengan apa yang terjadi di koridor pada hari yang menentukan itu, dan terus berlanjut hingga bantuan dari Suimei dalam penangkapan Sebastian. Pada awalnya gadis itu memusuhi pemuda itu, dan meskipun gadis itu benar-benar dikalahkan olehnya malam itu, gadis itu sekarang berada pada titik di mana dirinya sepenuhnya memahami kalau itu adalah proses penting yang harus dia lalui bersama pemuda itu.

Apa yang benar-benar tidak terduga bagi gadis itu adalah perasaan yang dia simpan untuk pemuda itu. Memang benar, perasaan itu bisa dibilang sebagai cinta. Emosi murni yang lahir di batas hubungan antara laki-laki dan perempuan adalah sesuatu yang selalu terasa jauh baginya sebagai penyihir istana. Felmenia telah mengabaikan pemikiran itu, dengan asumsi kalau perasaan itu tidak dimaksudkan di dalam dirinya.

 

"Aaah, Suimei-dono....."

Saat bekerja, dia teringat akan Suimei dan menghela napasnya.

 

Apa yang gadis itu ingat adalah beberapa hari sebelum pemuda itu pergi. Sejak mereka membersihkan suasana di antara mereka, hubungan mereka membaik, dan gadis itu mulai agak (?) melekat padanya. Pemuda itu dengan baik hati berbicara dengannya tentang segala macam subjek, dan meskipun itu hanya untuk waktu yang singkat, pemuda itu bahkan mengajarinya dasar-dasar magicka dunianya. Gadis itu memiliki pertanyaan mengapa ekspresi lesu dan bingung muncul di wajah pemuda itu di sana-sini, tapi itu hanyalah hal sepele.

 

Sementara Felmenia sedang duduk di kursinya, matanya dengan malas melewati punggung sebuah buku.

"Hmm?"

 

Judul buku itulah yang menarik perhatiannya. Dia berdiri, berjalan ke rak buku, dan mengambilnya ke tangannya.

 

"Studi tentang Ritual Pemanggilan Pahlawan dan Sejarah Pahlawan yang Dipanggil.....?"

Gadis itu kemudian membukanya dan melihat isinya.

 

"Ini...."

Felmenia terkejut dengan penemuan paling kebetulan ini. Apa yang tertulis di dalamnya adalah tentang pemanggilan pahlawan. Kemungkinan informasi ini akan berguna bagi Suimei. Ketika dia akan mengejarnya, dia pasti akan membawa buku itu bersamanya.

 

"Tapi jika ini membawa Suimei-dono lebih dekat ke tujuannya...."

Yang terlintas di benak Felmenia saat itu adalah rasa cemas yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Jika dia mengirimkan buku ini kepadanya, pemuda itu pasti akan selangkah lebih dekat ke tujuannya, dan itu berarti kembali ke dunianya lebih cepat. Ketika pemuda itu akhirnya menemukan mantra yang dia butuhkan, hampir pasti gadis itu tidak akan pernah bisa melihatnya lagi.

 

Dan jika itu terjadi, apa yang akan gadis itu lakukan dengan perasaan aneh yang muncul di dalam dirinya itu?

 

"Tch, tidak! Jangan pikirkan itu, Felmenia! Prioritas utama kita adalah membantu Suimei-dono! Sisanya bisa menunggu sampai setelah itu!"

Felmenia tahu kalau dia benar-benar hanya memilih untuk mengabaikan semua pemikiran tentang itu. Tapi tidak peduli apa yang dia rasakan, dia tahu dia tidak bisa meninggalkan moralnya.