CHAPTER TWO
Kenta Ada di Kamarnya
Kenta Ada di Kamarnya
Sehari setelah Kura mengelabuiku dengan permintaannya, aku sedang menuju kafetaria saat istirahat makan siang bersama Yuuko, Yua, Kazuki, Kaito, Haru, dan Nanase. Semua anak populer di Tahun Kedua, Kelas Lima, dengan kata lain.
Ketika aku melihat sekeliling, aku bisa melihat beberapa murid tahun kedua baru yang tidak kukenal telah mengambil posisi berisik di meja makan. Karena kafetaria sekolah kami agak kecil, ada aturan tidak tertulis bahwa murid tahun pertama tidak diperbolehkan duduk untuk makan, kecuali mereka sangat populer. Tentu saja tidak ada hukuman bagi yang melanggar aturan ini, namun semua murid tahun pertama cenderung mematuhinya karena menyadari hierarki sekolah. Sebagian besar dari mereka membawa bekal makan siang sekolah ke halaman atau kelas untuk dimakan. Selama mereka mengembalikan piring dan peralatan makan mereka, tidak ada staf yang memedulikan itu.
Jadi, hak istimewa untuk bisa makan di kafetaria sekolah adalah sesuatu yang baru dan mengasyikkan bagi banyak anak yang baru menjadi murid tahun pertama dua minggu lalu. Adapun kelompokku, kami jelas telah makan di kafetaria sepanjang waktu, dan kami sedikit terkejut saat teringat seperti apa suasana tahun lalu. Kafetaria penuh pada bulan april, namun jumlahnya cenderung berkurang sekitar semester kedua.
Pada saat semester ketiga tiba, ada banyak kursi kosong. Kami baru saja pulang dari kelas, namun sebagian besar meja sudah terisi. Satu-satunya yang kosong terletak di sudut terjauh, yang semua orang tahu pada dasarnya disediakan untuk sekelompok anak-anak paling populer di tahun ketiga. Namun itu tahun lalu. Mereka sudah pergi sekarang.
"Wah, ramai sekali. Kurasa banyak murid tahun pertama yang ingin makan siang di kafetaria hari ini."
Yuuko telah duduk di kafetaria tanpa berpikir sepanjang tahun pertama dan tidak menyadari betapa tidak biasa itu. Itulah khasnya Yuuko.
Kazuki memutar matanya.
"Uh, bukan, kebanyakan murid tahun kedua seperti kita. Aku gak memintamu untuk mengingat nama, tapi setidaknya kamu bisa belajar mengenali wajah. Jika tidak, kamu bisa membuat semua anak laki-laki menangis. Mereka sudah menatapmu sejak kamu masuk. Kamu berbicara dengan orang asing seperti mereka adalah sahabatmu; setidaknya kamu bisa mencoba mengingat siapa saja di antara mereka."
"Apa? Tapi kamu juga baik pada semua gadis, Kazuki-kun."
"Tidak, Saku lah yang berbicara manis pada semua orang. Aku ini orang yang pilih-pilih."
"Uwaah, itu.... agak ngeri."
"Kamu mungkin melihatnya begitu. Tapi terkadang di dunia ini, kamu harus kejam untuk bersikap baik."
"Kamu tahu, Kazuki-kun, terkadang aku tidak mengerti apa yang kamu bicarakan."
Meja itu kosong, jadi mari kita duduk di sana.
Kazuki dan Yuuko duduk di meja paling jauh, menggunakan logika dasar. Yang lain bergabung dengan mereka dan duduk santai di meja itu juga.
Saat kami duduk di meja suci, yang lokasinya mengidentifikasi penggunanya sebagai beberapa orang terpilih, terdengar gumaman pelan di seluruh kafetaria. Seolah-olah semua orang berpikir, Ah ya, itu masuk akal. Kelompok kami duduk tanpa banyak basa-basi, namun aku tahu bahwa mulai besok meja ini akan selalu kosong dan menunggu kami. Dan kami akan selalu memastikan untuk memilih meja ini untuk duduk. Itu pas untukku. Tidak perlu mencari tempat lain. Jadi, keuntungan dari satu aturan sekolah menengah yang tidak terucapkan baru saja diwariskan kepada kelompok kami.
"Apa yang kalian pesan? Aku memesan katsudon, ukuran jumbo, tentunya!"
Hidangan yang baru saja disebutkan Haru populer di kalangan anak laki-laki dalam tim olahraga. Hidangan itu cukup berkalori tinggi. Segunung nasi putih yang direndam dalam saus khusus, lalu ditutup dengan dua potong besar daging babi goreng tepung yang disiram saus yang sama. Kecuali jika kalian memesan jumbo, dalam hal ini kalian mendapat tiga potong.
Omong-omong, kalau kalian pesan katsudon di Fukui, kalian akan selalu dapat versi yang direndam saus. Kurasa di prefektur lain, katsudon disajikan dengan telur, namun di Fukui, kalau kalian mau telur, kalian harus minta "katsudon dengan telur", atau kalian akan kecewa. Namun, orang-orang Fukui jarang memesan itu.
Aku suka katsudon. Aku pasti akan memesannya sebagai makanan terakhirku. Waktu aku kecil, kami sekeluarga jalan-jalan ke Tokyo, dan aku memesannya di tempat istirahat di pinggir jalan. Aku kaget sekali waktu katsudonnya basah dengan telur.
Yua berkedip dengan cepat menanggapi ucapan Haru sambil meletakkan nampan berisi air yang sudah dia ambil untuk semua orang.
"Haru-san, kamu bisa makan begitu banyak untuk seseorang yang tampak kurus. Tahun lalu aku pesan katsudon ukuran biasa, dan aku harus menyerah di tengah jalan. Asano-kun harus menghabiskannya untukku."
"Wooh! Terima kasih atas airnya, Ucchi! Tapi ya, aku bisa menyimpan untuk nanti. Aku sarapan di pagi hari, lalu setelah latihan klub pagi-pagi, aku selalu makan bola nasi. Lalu setelah latihan sepulang sekolah selesai, aku selalu membeli roti kukus isi daging babi atau hot dog di toko swalayan. Oh, dan kemudian ada makan malam saat aku pulang. Maksudku, begitulah kehidupan klub olahraga SMA, bukan?"
Nanase mengerutkan keningnya.
"Er, tidak, itu hanya kamu. Gadis normal belajar untuk takut akan akibatnya. Kurasa aku akan memesan Fuji Lunch. Hanya dengan seporsi kecil nasi dan salad tambahan."
Yua menyerahkan gelas airnya kepada Nanase.
"Kurasa aku akan memesan yang sama." Katanya.
Makan siang spesial hari ini adalah steak Hamburg dengan lobak parut dan saus ponzu. Setelah mendapat tekanan kuat dari para murid perempuan, sekolah kami menyediakan salad tambahan bagi mereka yang memesan nasi dalam porsi lebih kecil. Sayangnya, sekolah kami menolak permintaan murid laki-laki yang menginginkan opsi "lebih sedikit salad, lebih banyak nasi".
Sementara itu, Yuuko selalu memiliki selera makan yang lumayan.
"Oh, apa kamu tidak akan lapar nanti? Aku akan memesan katsudon juga. Tapi, porsinya biasa saja."
Nanase mengerutkan keningnya mendengar ini.
"Er, apa?! Kukira kamu tipe yang sangat memperhatikan kalori, Yuuko. Apa klub tenis benar-benar punya latihan yang sangat berat?"
"Oh, tidak sama sekali. Tentu, kami punya orang-orang yang haus medali, tapi banyak orang bermain hanya untuk bersenang-senang! Aku salah satunya. Omong-omong, aku tidak benar-benar memasukkan tingkat aktivitasku ke dalam apa yang aku makan. Aku hanya makan apapun yang aku mau, kapan pun aku mau. Aku tidak suka memperumit banyak hal!"
"Hahh. Ucchi, bolehkah aku menjitaknya?"
Entah mengapa, Nanase menyenggol Yua, yang baru saja selesai membagikan air.
"Oh, aku benar-benar mengerti perasaanmu, Yuzuki-chan! Tapi kita tidak boleh marah-marah, mon! Kita harus bangkit, mon!"
Memangnya siapa kamu ini, Kumamon?
Aku melihat Nanase dan Yua saling berpelukan sebagai bentuk solidaritas terhadap ketidakadilan yang dirasakan. Persahabatan antar perempuan. Itu hal yang indah.
✶
Kami membeli tiket makan siang, mengambil pesanan di konter, lalu kembali ke meja. Kazuki dan aku sama-sama memesan hidangan yang hampir setara dengan katsudon dalam skala popularitas : ramen dingin. Ukuran jumbo, tentu saja. Sejujurnya, itu hanya ramen rasa kecap asin yang disajikan dingin, dan rasanya tidak begitu enak. Namun, aku jadi ketagihan. Ketagihan itu menguasai banyak murid laki-laki, namun entah mengapa, para gadis tidak pernah memesan ramen itu. Mungkin itu hanya misteri SMA Fuji lainnya.
"Bersulang untuk kelas baru kita!"
Yuuko memimpin kami semua bersulang, dan kami semua bersorak sambil saling berdentingkan gelas. Tentu saja gelas air.
Kemudian, di sela-sela gigitan daging babi dan nasinya, Kaito mulai berbicara dengan mulut penuh.
"Jadi, Yuzuki, Haru, bagaimana pendapat kalian tentang kelas baru kalian? Semuanya sama saja bagi kami, tapi kalian pendatang dari Kelas Tiga, kan?"
Haru langsung membalas ke intinya.
"Ini baru hari kedua, bung. Omong-omong, aku bisa beradaptasi dengan apa saja, jadi ya, aku bersenang-senang! Lagipula, aku sudah kenal Chitose dan Mizushino sebelumnya. Dan Ucchi dan Yuuko mudah bergaul. Dan aku yakin kita akan menjadi kelompok yang harus dikalahkan dalam turnamen olahraga antarkelas!"
Sementara itu, Nanase dengan hati-hati menghabiskan sepotong steak Hamburg-nya dan meletakkan sumpitnya sebelum berbicara.
"Aku juga merasakan hal yang sama. Tapi ini juga menakutkan. Ada begitu banyak orang baru yang belum pernah kuajak bicara sebelumnya."
"Oh ya. Ada begitu banyak orang yang bahkan belum pernah kulihat sebelumnya!"
Yuuko berkomentar malas.
Kazuki memutar matanya.
"Er, itu tidak sama. Kamu hanya mengalami amnesia selektif ketika menyangkut wajah orang. Seperti yang sudah kita bahas."
"Oh, diamlah, Kazuki-kun. Sore ini kita ada pelajaran matematika, biologi, dan bahasa inggris, kan? Ugh, kepalaku sudah pusing. Apa sudah waktunya pulang?"
Aku ikut bicara, mengikuti irama pembicaraan dengan lancar.
"Yah, begitulah yang terjadi di sekolah elit."
Aku berhenti sejenak sebelum melanjutkan.
"Omong-omong.... ada yang pernah merasa tidak ingin datang ke sekolah?"
"Keeenapa? Semua cabang olahraga ada di sini."
Jawab Haru dan Kaito serempak.
"Semua gadis cantik ada di sini."
Tambah Kazuki.
"Kamu baik-baik saja, kan, Saku-kun?"
Tanya Yuuko.
"Apa kamu sedang mengalami krisis pasca-pubertas?"
"Baiklah, baiklah, kurasa aku salah mengucapkannya."
Aku ingin menepuk jidatku, sedikit saja. Kupikir aku bisa mendapatkan pendapat mereka tentang situasi Kenta Yamazaki dengan cara yang halus dan diam-diam, namun apa gunanya bertanya kepada anak-anak populer tentang hal seperti itu? Mereka terlalu populer untuk bisa mengerti.
Ah, tapi mungkin aku melebih-lebihkan tentang kecerdasan mereka. Mungkin jika aku menyederhanakan pertanyaannya, mereka akan menanganinya dengan lebih baik.
"Oke, jadi katakanlah ada seseorang yang tidak mau datang ke sekolah, sekarang, mengapa bisa begitu?"
Kaito dan Haru menjawab lebih dulu.
"Maksudmu murid yang tidak masuk sekolah? Aku tidak begitu tahu, tapi kurasa itu karena bullying?"
"Mungkin keadaan di klub sekolah mereka tidak berjalan baik. Kau tahu, beberapa murid tahun atas terkadang bisa terlalu kasar. Kau tidak akan benar-benar menyebutnya bullying, tapi terkadang anak-anak tidak sependapat dengan rekan satu tim mereka."
Keduanya memberikan argumen yang tidak seperti biasanya. Dan dari kedengarannya, argumen yang umum juga.
Kazuki mengemukakan idenya sendiri, matanya menyipit.
"Yah, ini adalah sekolah elit, jadi mungkin mereka tidak bisa mengikuti pelajaran? Mungkin tekanan dari ujian masuk yang membuat mereka putus asa? Sekolah ini penuh dengan anak-anak yang dulunya adalah murid terbaik di kelasnya saat SMP, lalu masuk ke sini dan menemukan bahwa mereka sebenarnya benar-benar biasa-biasa saja jika dibandingkan. Bagaimana menurutmu, Yuuko?"
Berdasarkan informasi dari Kura, aku tidak berpikir itu penyebabnya. Namun mungkin Yamazaki sendiri tidak senang dengan nilai rata-ratanya. Jadi, itu mungkin saja.
"Menurutku itu pasti ada hubungannya dengan percintaan! Kamu tahu, sangat menyedihkan ketika orang yang kamu sukai tidak menyukaimu juga. Atau lebih buruk lagi, menolakmu mentah-mentah! Atau lebih buruk dari itu—mulai berkencan dengan orang lain! Kalalu itu aku, aku pasti tidak ingin datang ke sekolah."
Itu adalah respons khas Yuuko. Bukannya aku benar-benar berharap dia bisa memahami mengapa seseorang mungkin menolak untuk masuk sekolah, tentunya. Namun biasanya itu karena masalah persahabatan, masalah dengan tugas sekolah, atau klub sepulang sekolah, kan? Tiga hal besar yang mengganggu setiap anak SMA sampai taraf tertentu, di suatu waktu.
"Bahkan jika mereka membolos, itu tidak berarti bahwa sekolah adalah sumber masalahnya."
Hipotesis ini datang dari Nanase.
"Maksudku, jika sesuatu yang buruk terjadi dalam kehidupan rumahmu, misalnya, kamu mungkin tidak punya kemauan lagi untuk pergi ke sekolah. Kamu mungkin terlalu takut untuk berinteraksi dengan siapapun, baik di sekolah maupun di luar sekolah."
Menurutku konsep ini menarik. Kami, anak-anak populer, cenderung menganggap sekolah sebagai pusat alam semesta, namun kurasa ada beberapa anak yang punya kesibukan lain.
Namun, Yuuko mengambil sikap yang berlawanan.
"Aneh juga sih. Kalau ada yang salah di rumah, aku jadi lebih ingin ke sekolah supaya bisa bertemu teman-temanku."
"Itu karena sekolah adalah tempat yang aman buatmu. Tapi, beberapa orang memang nggak peduli sama sekolah, jadi mereka fokus ke kehidupan rumah mereka. Kalau hubungan mereka di rumah jadi gak harmonis, mungkin ada efek sampingnya yang bikin mereka gak mau berinteraksi sama orang-orang di sekolah juga."
"Begitu ya."
Kata Yuuko.
"Jadi, itu seperti maskara favoritmu habis di toko kosmetik. Dan kamu gak bisa beli merek lain semudah itu. Kalau orang bilang riasanmu jelek, kamu akan mulai mikirin rutinitasmu lagi, dan itu bakal jadi masalah besar!"
"....Kurasa analogi itu cocok, secara teknis."
Jawab Nanase.
"Aku baru mau mengatakan yang kaya gitu."
Kontribusi mereka dalam percakapan itu mengalihkan perhatian semua orang sampai-sampai tidak ada yang berpikir buat bertanya kenapa aku mengangkat topik ini. Baguslah.
Tetap saja, semua kepura-puraan dan dugaan ini tidak membawaku ke mana pun. Aku harus mendengarnya langsung dari sumbernya. Sementara itu, aku menyantap ramen dinginku.
Ya. Rasanya sama seperti sebelumnya. Itu hanya ramen rasa kecap. Dan dingin.
✶
"Chitose!"
Setelah makan siang, kami kembali ke kelas ketika Nanase memanggil namaku.
Kami berhenti di lorong. Karena kami memang sudah di belakang, tidak ada yang memperhatikan dan terus berjalan.
"Ada apa?"
Tanyaku.
"Apa kamu sengaja memisahkanku dari Yuuko dan Yua supaya kamu bisa mengajakku berkencan?"
"Oh ya? Serangan mendadak seperti itu mungkin bagus, kurasa."
Nanase tertawa kecil, menutup mulutnya dengan tangannya. Dia sama sekali tidak tampak gugup atau marah. Rambutnya terurai ke depan di depan telinganya seperti peri dari cerita anak-anak. Astaga, dia imut sekali.
"Tapi sekarang ada hal lain yang ingin kubicarakan denganmu. Hal yang kamu bicarakan saat makan siang itu... apa kamu punya masalah, Chitose?"
Jadi dia menyadarinya.
Maksudku, aneh, bukan? Kenapa anak populer sepertiku malah membicarakan anak-anak yang tidak datang ke sekolah? Tetap saja, meskipun misi Kura ini bukanlah sesuatu yang ingin kuberitahukan ke publik, aku juga tidak perlu berusaha keras menyembunyikannya dari teman-temanku. Lagipula, Kura tidak menyuruhku untuk tutup mulut. Itu berarti tidak apa-apa bagiku untuk membicarakannya, kan?
"Kura-san memintaku melakukan sesuatu untuknya. Kamu tahu kita kehilangan seorang murid hari ini—dan kemarin juga? Namanya Kenta Yamazaki. Sepertinya, dia berhenti datang ke sekolah sekitar akhir semester lalu."
"Jadi dia ingin kamu meyakinkan anak ini untuk kembali ke sekolah? Wah, sulit menjadi Tuan Populer, bukan?"
"Ceritakan padaku. Bagaimanapun, aku tidak akan bisa membantunya jika aku tidak tahu apa masalahnya, jadi aku akan menemuinya sepulang sekolah. Tetap saja, aku tidak mengerti bagaimana seorang ketua kelas yang bahkan belum pernah ditemuinya bisa meyakinkannya."
"Hmm...."
Nanase mengerutkan keningnya sambil berpikir, mengetuk dagunya dengan satu jari. Itu semacam gerakan dramatis, namun entah bagaimana itu sesuai untuknya dan membuatnya tampak lebih cantik. Aneh, bukan?
"Aku bisa pergi denganmu jika kamu mau? Aku bisa meminta teman-teman klubku untuk menggantikanku. Mungkin akan lebih baik jika kamu membawa seseorang bersamamu."
Aku tahu Nanase dan aku itu punya kesamaan.
Aku bahkan belum banyak bercerita padanya, namun dia tetap sampai pada kesimpulan yang sama denganku.
"Terima kasih, Nanase-san. Tapi menurutku, kamu dan aku itu terlalu mirip. Semuanya masih dalam tahap awal, dan aku ingin mengumpulkan lebih banyak informasi. Jadi aku sudah bertanya pada orang lain."
"Begitu ya. Kurasa aku harus mengalah. Jika kamu yakin, maka tidak apa-apa. Tapi ketahuilah kamu bisa menghubungiku kapan saja."
Nanase menyeringai nakal padaku.
"Aku akan berusaha lebih keras untuk orang yang kusuka."
"....Bisakah aku mengartikannya sebagai apapun yang aku inginkan?"
"Gak!"
"Ah sial, bagus sekali!"
Dia membuat tanda X dengan jari-jarinya, lalu sambil menyeringai, dia pergi sambil membawa ukuran C cup-nya itu.
✶
Setelah jam pelajaran ketujuh, aku menunggu di dekat rak sepeda ketika Yua datang terlambat sekitar lima menit. Dia sepertinya tidak menyadari kehadiranku, karena dia berhenti sebentar, mengeluarkan cermin kecil, dan merapikan rambutnya. Aku tersenyum kecil.
"Maaf, apa kamu menunggu lama?"
"....Ah tidak, aku baru saja sampai di sini. Sebenarnya, aku berbohong. Aku sudah di sini setengah jam yang lalu, karena ingin sekali bertemu denganmu. Tee-hee!"
"Waah, sekarang aku sama sekali tidak menyesal."
Yua menatapku dengan cemberut pura-pura, mengipasi wajahnya dengan tangannya.
"Apa gak masalah dengan klub musikmu?"
"Yup. Lagipula, hari ini latihan bebas. Aku hanya bilang ada yang harus kuurus."
Tadi malam, ketika aku menelepon seseorang, orang itu adalah Yua. Aku menceritakan kepadanya tentang situasi itu dan memintanya untuk ikut denganku ke rumah Yamazaki. Maksudku, aku bisa saja pergi sendiri, namun karena alasan baik dan buruk, aku cenderung menonjol. Dan ada banyak anak yang mencibir saat nama Saku Chitose disebut. Kebanyakan anak laki-laki lain.
...Hiks.
Omong-omong, kalau Yamazaki salah satu dari mereka, kemungkinan besar aku akan disambut di pintu dengan ucapan "Apa yang kau inginkan, dasar orang brengsek menyebalkan?" Kurasa Nanase menawarkan diri untuk ikut denganku agar hal seperti itu tidak terjadi.
Namun, Nanase juga orang populer di sekolah. Jika Yamazaki salah satu dari tipe orang yang berkata "Matilah, dasar normie!", mengajak Nanase bersamaku akan jadi kontraproduktif. Paling buruk, Yamazaki akan berkata, "Aku mengerti; kalian berdua normie bajingan yang mencoba meyakinkan semua orang betapa baiknya kalian itu, apa itu cara kalian, hah? Pergilah ke neraka sana!"
....Tunggu sebentar, siapa bilang aku harus membantu orang ini lagi?
Omong-omong, selain itu, aku tidak bisa mengajak Yuuko bersamaku karena alasan yang sama. Dan juga karena dia tidak punya filter.
{ TLN : tidak punya filter itu punya arti dia itu cenderung mengatakan apa yang ada di pikirannya tanpa mempertimbangkan konsekuensinya. }
Jadi itu membawa kita ke Yua. Dia adalah anggota yang paling tidak menonjol di kelompok kami, dan dia tidak terlalu menonjolkan aura populer dan normie. Dia juga cocok dengan gadis-gadis yang lebih pendiam, dan dia tahu bagaimana agar tidak terlalu dekat terlalu cepat tanpa terlihat dingin. Bahkan orang-orang yang belum pernah dia temui sebelumnya cenderung menyukainya dari awal. Dan aku punya alasan licik lain untuk membawa seorang gadis bersamaku.
Maksudku, pikirkanlah. Tidak ada laki-laki mana pun yang ingin menunjukkan sisi buruknya di depan gadis cantik, kan?
"Saku-kun?"
"....Itu sebuah pujian, sungguh, kalau dipikir-pikir, Yua-san. Menjadi seorang gadis yang agak polos, maksudku."
"Er, aku gak tahu apa yang baru saja kamu pikirkan, tapi aku tahu itu sesuatu yang kasar. Omong-omong, rumah Yamazaki-kun itu agak jauh. Bagaimana kita akan ke sana?"
"Aku sudah mengurusmu. Aku meminjam sepeda Kaito. Dia bilang tidak apa-apa asalkan kita mengembalikannya sebelum latihan klub berakhir."
Yua dan aku berjalan kaki ke dan dari sekolah karena kami menyukai jalur tepi sungai, namun kebanyakan anak-anak di sekolah kami—sebenarnya kebanyakan anak-anak di Prefektur Fukui—pergi ke sekolah menengah dengan sepeda. Satu-satunya yang tidak melakukannya adalah mereka yang tinggal cukup dekat dengan sekolah atau mereka yang tinggal sangat jauh sehingga harus naik kereta.
Dan aku harus menambahkan, pilihan Kaito itu untuk sepeda tua klasik tidak berarti dia tidak keren. Entah mengapa, setiap anak di Fukui memiliki sepeda tua sebagai pilihan kendaraannya, daripada sepeda gunung atau sepeda hibrida. Sebagai fakta menarik, setiap orang di Fukui, terlepas dari tinggi badannya, menurunkan jok sepedanya ke posisi terendah.
"Tapi aku gak punya sepeda."
"Kami akan naik sepeda ini berdua. Ini sepeda model tua, jadi akan ada banyak ruang."
Aku membuka kunci sepeda Kaito dan mengutak-atik joknya sambil berbicara.
"Tapi bagaimana jika ada polisi yang melihat kita? Mereka akan menyuruh kita turun."
"Dengar, Yua-san. Berboncengan dengan seorang gadis di atas sepeda adalah ritual bagi setiap anak laki-laki SMA. Aku tahu, aku tahu, itu berbahaya, tidak disukai, secara teknis ilegal, dan orang-orang menjadi marah karenanya di forum online. Tapi tidakkah menurutmu menyebalkan untuk mencaci orang yang tidak bisa membela diri? Kura-san mengatakan sesuatu yang sangat filosofis tentang itu tempo hari."
"Ya, dan kita semua tahu bahwa kehidupan pribadi Iwanami-san adalah bencana besar...."
Huh, dia ada benarnya. Tetap saja, itu bukan alasan untuk berkecil hati.
"Yah, menurutku menyedihkan kita mungkin lulus tanpa pernah mengikuti kebiasaan klasik SMA yaitu bersepedaan berdua. Pokoknya, kalau ada yang marah pada kita, yang harus kita lakukan hanyalah meminta maaf."
"Yah, bukan itu masalah yang menghambatku...."
"Sebenarnya, kalau dipikir-pikir, berat gabungan dua penumpang di atas sepeda harus memperlambat sepedanya, jadi itu jauh lebih aman. Dan remnya baru saja diservis. Selama kita melaju dengan kecepatan yang stabil, kita akan jauh lebih aman daripada jika kita mengendarai sepeda balap. Dan kita bisa turun dan mendorong sepeda saat ada banyak pejalan kaki di sekitar."
"Mou, gak akan seberat itu. Lagipula, aku gak makan siang banyak hari ini."
Yua cemberut dan duduk di rak bagasi belakang sepeda, kaki di satu sisi.
"Sepeda Kaito punya salah satu sandaran kaki yang mencuat dari roda belakang tempat rantai berada, lihat? Kamu akan lebih nyaman jika menaruh kakimu di sana, di kedua sisi sepeda. Akan lebih mudah untuk duduk di rak bagasi dengan cara itu juga."
Menambahkan salah satu sandaran kaki itu ke sepeda merupakan penyesuaian yang mudah dan membuat penumpang lebih nyaman untuk duduk di belakang pengendara sepeda. Anak-anak populer di Fukui telah menambahkan sandaran kaki ke sepeda mereka sejak lama, dan baru-baru ini tren itu mulai bangkit kembali.
"Aku gak akan melakukan itu dengan rok ini."
"Baiklah, itu keputusanmu. Tapi sebaiknya kamu berpegangan erat pada bahu atau pinggangku, atau itu akan berbahaya."
"Heeh?"
Yua tampak terintimidasi selama beberapa saat, lalu dengan enggan mengulurkan tangan dan memegang bahuku dengan ujung jarinya.
"Kamu gak perlu menyentuhku seperti aku ini kain lap kotor."
Semua basa-basi ini tidak membawa kami ke mana pun. Aku meraih tangan Yua dan memposisikannya kembali untuk memegang bahuku lebih erat. Jari-jarinya terasa lebih ramping dari yang kubayangkan dan terasa sejuk saat disentuh. Cengkeramannya di bahuku juga terasa sangat kuat sekarang. Rasanya agak sakit.
Perlahan, dengan mudah, aku mulai mengayuh. Kami menyusuri jalan samping sempit yang membentang ke arah yang berlawanan dengan jalur sungai. Tidak ada murid yang keluar dan berkeliaran di sini. Hari bahkan belum hampir gelap, namun entah mengapa, tidak ada seorang pun di sekitar.
Kami bersepeda selama sekitar sepuluh menit sebelum kami keluar ke jalan yang lebih lebar, dan kota itu menghilang dari pandangan kami. Di kiri dan kanan, hanya ada sawah. Kalian belum pernah melihat pemandangan pedesaan Fukui yang begitu khas. Ladang-ladang masih berwarna cokelat dan sedikit suram, namun bulan depan, ladang-ladang itu akan dipenuhi air dangkal, beriak-riak menyenangkan ditiup angin bulan Mei yang hangat.
"Punggungmu..."
Yua akhirnya melonggarkan cengkeramannya yang mematikan dan mengatakan sesuatu.
"Punggungmu, Saku-kun... jauh lebih lebar dan lebih berotot dari yang kukira... sangat maskulin."
"Yah, aku dulunya adalah pemain bisbol terbaik di prefektur, loh. Kamu mungkin tidak percaya padaku, tapi aku selalu mendapat peringkat pertama selama ujian atletik sekolah, sejak sekolah dasar. Aku bahkan mengalahkan Kaito dan Kazuki."
"Aku tahu. Aku melihat salah satu pertandinganmu di lapangan atletik musim panas lalu, dari jendela kelas. Saata ku sedang latihan band."
"Sebelum kita menjadi teman dekat seperti sekarang? Apa kamu selalu menjadi penggemar rahasiaku, Yua-san?"
"....Hmm, mungkin begitu."
Kemudian, dengan ragu-ragu, seolah-olah meraba-raba dalam kegelapan, Yua mengalihkan cengkeramannya dari bahuku ke pinggangku. Memang sedikit geli, namun aku menghadap ke depan dan terus mengayuh dengan kecepatan dan irama yang sama sehingga tidak terlihat.
"Ada yang sedang kamu pikirkan, Saku-kun?"
"Ya. Aku sedang memikirkan cara terbaik untuk melakukan pengereman taktis mendadak sehingga aku bisa melakukan aksi dorongan dada ke punggung."
"...."
"Maaf, maaf. Bisakah kamu berhenti meremas leherku?"
"Dasar mesum."
"Aku tahu, aku tahu, tapi jangan hiraukan aku. Kita di sini untuk membantu Kenta Yamazaki. Apa kamu punya ide saat kita semua berdiskusi saat makan siang sebelumnya?"
"Hmm, aku memikirkannya, tapi tanpa petunjuk apapun, mustahil untuk menebak apa yang salah. Kurasa kita harus terus maju dan bertanya padanya sendiri."
"Kurasa maksudmu kita sendiri."
✶
Kami tiba di rumah Yamazaki dengan bantuan GPS di ponselku. Rumah itu biasa saja, membosankan, dan beratap genteng. Rumah itu tidak terlalu baru, namun juga tidak terlalu tua. Rumah itu mungkin dibangun pada tahun delapan puluhan. Kalian tidak akan bisa berjalan sejauh lima puluh meter ke segala arah di Fukui tanpa melihat setidaknya satu rumah seperti ini. (Setidaknya di daerah pinggiran kota.) Rumah itu memiliki pelat nama kayu pudar di gerbangnya yang bertuliskan YAMAZAKI.
Aku menurunkan Yua di depan rumah, lalu memarkir sepeda di ujung rak sepeda. Yua menatapku dengan tatapan seperti berkata, "Sekarang apa?" Tanpa ragu, aku berjalan ke pintu dan memencet bel.
Ding-dong.
Aku bisa mendengar bel pintu berbunyi di dalam rumah. Aku segera mengancingkan kancing atas kemejaku dan merapikan dasiku. Lalu aku meraih tangan Yua dan menyuruhnya berdiri di sampingku. Kami berdiri di sana selama sekitar sepuluh detik sebelum kami mendengar suara dari dalam.
"....Halo?"
Orang itu bertanya dengan curiga.
"Halo! Aku Saku Chitose, teman Kenta. Kami sekelas di tahun kedua. Aku menjadi ketua kelasnya tahun ini, jadi aku membawa beberapa lembar materi kelas untuknya!"
Aku bersikap sopan, namun tidak terlalu sopan hingga terdengar pura-pura. Aku menghadap kamera keamanan dan memberikan senyum terbaikku yang memberi arti "percayalah padaku".
Pada saat yang sama, aku menepuk punggung Yua dengan lembut, di tempat yang tidak dapat dilihat kamera, mengisyaratkannya untuk berbicara juga.
"Halo, aku Yua Uchida. Kenta-kun akhir-akhir ini tidak datang ke sekolah, jadi kami agak khawatir dan ingin tahu apa dia baik-baik saja!"
Yua yang klasik.
Dia sedikit lebih pendiam dan sopan daripadaku, namun dengan sikap yang ramah dan peduli. Ya, ya, itu sebabnya aku membawamu, Yua!
"Ya ampun, sampai repot-repot seperti itu....! Tolong tunggu sebentar!"
Kami mendengar keributan di dalam, dengan banyak suara gemerisik dan dentingan. Lalu kami mendengar langkah kaki berlari ke pintu. Kedengarannya seperti ibu Yamazaki sedang bersih-bersih dengan tergesa-gesa.
"Terima kasih sudah menunggu! Aku, ibunya Kenta."
Wajah yang muncul di pintu adalah wajah seorang wanita berusia akhir empat puluhan. Dia ramping, agak kurus. Kulit di pipi dan punggung tangannya tampak usang, dan rambutnya dipenuhi garis-garis abu-abu dan tampaknya telah dirapikan dengan tergesa-gesa. Dia menatap kami berdua dari atas ke bawah seolah menilai kami dengan cepat, lalu memfokuskan kembali pandangannya ke wajah kami.
"Kami minta maaf atas gangguan yang tiba-tiba ini. Apa ini waktu yang kurang pas?"
Aku membungkuk sopan kepada Nyonya Yamazaki, memberinya senyum kemenangan yang lama. Di sampingku, Yua juga menundukkan kepalanya.
"Ara, tentu saja tidak! Aku minta maaf atas kekacauan ini, tapi silakan masuk."
Suara Ibu Yamazaki naik dua oktaf saat dia mempersilakan kami masuk dan memberi kami sepasang sandal. Aku pikir satu oktaf karena dia terkejut saat mengetahui bahwa putranya benar-benar tampak punya teman yang peduli, dan oktaf lainnya karena jelas bagi siapapun bahwa Yua dan aku mungkin dua dari anak-anak paling berpenampilan menarik di sekolah kami.
Menjadi menarik di saat-saat seperti ini sangat berguna. Kalian dapat melewati seluruh proses mendapatkan kepercayaan orang setelah kalian bertemu dengan mereka. Mereka akan memberikannya kepada kalian. Dan sementara orang tua cenderung mundur saat guru berkunjung ke rumah, teman-teman anak mereka tidak memiliki efek mengintimidasi yang sama. Jadi tidak mengherankan bahwa Ibu Yamazaki begitu ramah. Aku kira itu alasan lain mengapa Kura menyuruhku melakukan ini.
Ibu Yamazaki mengantar kami ke ruang tamu, dan kami duduk di sofa. Dia kemudian menyajikan kami teh hitam, dari kantong teh dan bukan daun. Yua meminta susu dalam tehnya, namun miliknya sudah pas.
"Ah, sebelum lupa. Ini selebaran yang kami terima hari ini."
Aku mengeluarkan setumpuk selebaran yang kudapat dari Kura. Nyonya Yamazaki mengambilnya, menghela napas sambil memeriksanya dengan cepat.
"Aku benar-benar minta maaf atas semua masalah yang ditimbulkan putraku...."
Aku mengabaikannya, melipat tanganku dengan khidmat di pangkuanku dan berdeham ragu-ragu.
"Bagaimana kabar Kenta? Kami semua khawatir. Kami tidak yakin bagaimana cara menghubunginya, dan kemudian waktu terus berjalan.... aku benar-benar berharap kami bisa datang lebih cepat."
"Kamu begitu baik karena khawatir. Tapi sejujurnya aku bahkan tidak tahu harus berkata apa kepadanya."
Nyonya Yamazaki mengangkat kepalanya dan menatapku.
"Tapi yang penting Kenta punya teman-teman seperti kalian, yang peduli padanya. Sebagai ibunya, aku sangat senang mengetahui hal itu. Aku selalu khawatir dia sendirian di sekolah."
Aku dengar Kenta itu punya "teman-teman yang punya minat yang sama" dengannya di sekolah, jadi masalahnya bukan karena dia sendirian dan tidak punya teman. Aku yakin teman-temannya yang katanya itu tidak menarik perhatian saat mereka berjalan di lorong seperti kami.
"Jadi Kenta-kun bahkan tidak mau bicara dengan anda sebagai ibunya? Tentang, uh, alasan kenapa dia tidak mau datang ke sekolah?"
Yua berbicara dengan ragu-ragu.
"Memalukan untuk mengakuinya, tapi dia tidak pernah memberitahuku apapun. Dia tiba-tiba mengumumkan pada bulan Januari tahun ini bahwa dia tidak ingin pergi ke sekolah lagi, lalu dia mengunci diri di kamarnya. Aku menaruh nampan berisi makanan di luar pintunya pada waktu makan, dan dia memakannya, jadi setidaknya begitulah adanya. Dan aku tahu dia berkeliaran di sekitar rumah saat aku pergi berbelanja—atau larut malam saat semua orang sudah tidur."
"Lega rasanya mengetahui dia makan dengan benar."
Suasana semakin suram, namun Yua berusaha untuk tetap santai.
"Aku benar-benar minta maaf.... karena gadis muda yang manis sepertimu harus memusingkan hal ini...."
Tiba-tiba Yua tampak bersalah, jadi aku langsung menimpali.
"Tapi, tahukah anda, untuk anak-anak seusia kami, tidak ada yang lebih memalukan daripada menceritakan masalah kami sendiri kepada orang tua kami. Jadi, masuk akal jika dia tidak menceritakannya kepada anda. Aku akan lebih khawatir jika dia menghabiskan setiap hari untuk membebankan semuanya kepada anda."
Aku menjaga nada bicaraku tetap ringan dan santai.
"Kamu.... kamu mungkin benar. Dia anakku sendiri, tapi aku sama sekali tidak memahaminya...."
"Yah, itu tidak mengejutkan. Kami belum mengenali diri kami sendiri di usia ini, anda tahu? Tapi, bolehkah kami mencoba berbicara dengan Kenta? Kalau memungkinkan, hanya kami berdua. Kalau anda ada di dekat sini, dia mungkin tidak mau bicara."
"Oh, aku baru saja akan bertanya apa kamu mau bicara dengannya. Tapi aku harus memperingatkanmu, dia mungkin juga akan bersikap sangat kasar padamu. Ketika gurunya datang tempo hari, dia berkata, 'Aku tidak tertarik! Usir dia!'...."
"Maafkan aku karena mengatakan ini, tapi seorang guru itu sama seperti orang tua. Ada beberapa hal yang hanya bisa diakui oleh anak SMA kepada anak SMA lainnya, anda tahu? Dia mungkin juga bersikap kasar kepada kami, tapi kami tidak akan menyerah. Kami akan terus kembali. Aku ingin lulus bersama Kenta, kami semua akan lulus bersama. Jadi, apa anda tidak keberatan membiarkan kami menangani situasi ini dan tidak mengatakan apa-apa lagi tentangnya sendiri?"
Ibu Yamazaki tersentak dan mengangguk, matanya berkaca-kaca.
....Kail, tali, dan pemberat.
✶
"....Kau bisa saja penipu."
Saat kami menaiki tangga menuju kamar Yamazaki di lantai dua, Yua mendesis padaku.
"Wah, kejam sekali. Aku tidak berbohong sedikit pun."
"Kamu bilang kita ini temannya."
"Itu hanya hal umum untuk memenangkan hatinya."
"Kamu bilang kita khawatir padanya."
"Ya. Sejak kemarin saat makan siang. Aku benar-benar berharap kita datang lebih awal. Situasinya tampak sangat buruk."
"Kamu bilang kita akan terus datang! Kamu bilang kamu ingin lulus bersamanya!"
"Ya. Karena kalau tidak, Kura-san tidak akan pernah melepaskanku."
"Saku-kun, apa ibumu tidak pernah mengajarimu tentang bagaimana seharusnya kita tidak membantah?"
Kami mencapai lantai dua dan berhenti di luar pintu di ujung lorong pendek. Yua menatapku lagi dengan tatapan "Lalu, apa sekarang?", namun aku hanya mengetuk pintu.
Tok, tok, tok.
Tiga ketukan pelan. Aku sudah meminta ibunya untuk memberitahuku jenis ketukan yang biasa dia gunakan. Sepasang suara asing yang tiba-tiba memanggil bisa membuat anak itu terkena serangan jantung.
Tok, tok, tok.
Tok, tok, tok.
Aku menunggu beberapa detik sebelum mengulangi ketukan itu.
Tok, tok, tok.
"Diam! Aku bisa mendengarmu! Apa yang kau inginkan?!"
Sebuah jawaban akhirnya datang setelah ketukan keempat.
"Hei, kawan. Ini Saku Chitose dari Tahun Kedua, Kelas Lima. Kita sekelas, kan, Yamazaki? Yo, sobat kelas? Guru baru kita, Iwanami-san, memintaku untuk membawakanmu beberapa selebaran. Tapi karena aku di sini, apa kamu ingin bicara?"
Aku memulai dengan nada ringan dan santai.
Setelah beberapa saat, suara dari ruangan itu berteriak dengan sangat bingung,
"Apa?!"
"Saku.... Chitose?"
Dia terdengar seperti masih mencoba mencerna apa yang sedang terjadi. Dia dan aku bahkan belum pernah bicara sebelumnya, jadi ini pasti sangat tiba-tiba baginya.
"Apa? Kenapa? Kenapa kau ada di sini, dasar orang brengsek menyebalkan?"
Wah. Saatnya aku membunuhnya.
Aku mengangkat kakiku untuk menendang pintu, namun Yua menahanku.
"Tenanglah."
Yua berbisik di telingaku, memberiku sedikit aksi dorongan dada seperti yang pernah kuceritakan di sepeda. Aku segera menurunkan kakiku.
"Yamazaki-kun, halo."
Kata Yua.
"Aku Yua Uchida, aku juga sekelas denganmu di Kelas Lima tahun ini. Maaf muncul begitu tiba-tiba seperti ini. Ketika kami mendengar kamu sudah lama tidak masuk sekolah, kami berdua khawatir...."
"Uchida....? Bukankah kau itu salah satu jalang dari harem Chitose itu?"
....Hei, Yua? Saksofonmu adalah instrumen yang bagus, dimaksudkan untuk membawa kegembiraan bagi pecinta musik dengan suaranya yang bagus. Itu bukan senjata yang dimaksudkan untuk menghajar habis seorang penyendiri yang cerewet. Oke?
"Tenanglah."
Bisikku di telinga Yua, mencoba menahannya.
"Aku tidak setuju dengan deskripsimu tentang kami, tapi ya, kami adalah Chitose dan Uchida yang kau pikirkan. Omong-omong, daripada berteriak di pintu, kenapa kau tidak membukanya saja? Tidak apa-apa; kami di sini bukan untuk menceramahimu tentang kembali ke sekolah atau semacamnya."
"Apa? Aku tidak punya apapun untuk dikatakan kepada sepasang normie yang kotor seperti kalian. Apa kau sedang bercanda sekarang? Chitose, kau menyeret seorang gadis ke sini untuk memenangkan poin darinya dengan berpura-pura peduli padaku yang miskin dan kurang mampu ini? Aku yakin guru memaksamu untuk datang ke sini, dan kau membenci itu setiap detiknya!"
Aku tidak suka mengatakannya, tapi dia memang benar.
Ah, tapi semuanya juga berjalan persis seperti yang kuharapkan. Mengecewakan, sungguh.
"Bohong kalau aku bilang guru itu sama sekali tidak terlibat, tapi bukan itu alasan utama kami di sini. Kami cuma mau ngobrol, Yamazaki. Kau tahu banyak soal anime dan novel ringan, kan? Akhir-akhir ini, aku juga mulai tertarik dengan hal-hal itu."
"Oh, inilah dia. Seorang normie mencelupkan kakinya ke dunia budaya otaku dan merasa dirinya sangaaat berbudaya dan orisinal! Aku yakin kau belum pernah melihat anime yang bukan film biasa saja! Oke, kalau kau benar-benar tertarik, beritahu aku judul mana yang pernah kau baca!"
Kemudian Kenta mulai menyebutkan daftar judul yang panjang seolah-olah dia sedang melantunkan semacam kutukan. Aku menangkap beberapa di antaranya : In the School Social Order, I’m Right at the Bottom! dan I’m an Otaku Geek with a Hot Girlfriend! Sejujurnya, aku belum pernah mendengar satu pun dari judul-judul itu, namun aku tidak yakin apa itu judul yang sebenarnya atau dia hanya sedang menyindir.
"....Maaf, aku tidak tahu. Kurasa aku akan menjadi orang yang ikut-ikutan. Apa kamu tahu itu, Uchida-san?"
Aku menatap Yua, namun dia menggelengkan kepalanya.
"Maaf, Yamazaki-kun. Aku tidak begitu tahu banyak tentang novel ringan. Aku belum membaca satu pun dari novel-novel itu. Tapi kedengarannya menarik; bisakah kamu meminjamkanku beberapa?"
"Uh.... kurasa gadis populer dan normie sepertimu tidak akan menyukainya."
Yamazaki benar-benar menyebalkan selama percakapan ini, namun sekarang dia sepertinya ingat bahwa dia sedang berbicara dengan seorang gadis—dan gadis yang imut. Dan Yua bersikap sangat sopan, jadi mungkin itu membuat Yamazaki agak tidak berdaya.
"Oh benarkah? Yah, aku sudah membaca beberapa manga anak laki-laki yang populer. Aku ingin melihat rak bukumu, Yamazaki-kun!"
"Uh, gak... kamarku berantakan...."
"Kalau begitu, mari kita mengobrol lewat pintu seperti ini. Jika itu memudahkanmu, aku tidak keberatan sama sekali!"
"Uh, tapi aku tidak tahu apa yang suka dibicarakan anak-anak ceria itu."
Aku senang dia sudah agak tenang, namun kami masih saja berputar-putar di sini.
"Sebenarnya, aku lebih pendiam dibanding Chitose-kun. Aku harap aku juga lebih jago mengobrol, tapi aku cenderung linglung, heh. Maaf aku bukan pembicara yang baik, Yamazaki-kun."
"Uh, tidak.... dari apa yang kulihat darimu di sekolah, kau benar-benar gadis normie."
"Menurutmu begitu? Mungkin aku hanya dikelilingi orang-orang yang menonjol seperti itu? Tapi kedengarannya kamu tipe yang lebih suka waktu sendiri daripada kelompok yang gaduh, kan?"
"Uh... ya."
"Aku iri padamu. Kamu punya kedamaian dan ketenangan untuk benar-benar asyik dengan minatmu."
Sampai sekarang, aku membiarkan Yua yang bicara, namun aku harus menyela.
"Yamazaki, aku senang kau dan Yua tampaknya cocok. Bagaimana kalau kalian berdua mengobrol sebentar saja? Tidak perlu menahan diri. Yua dan aku sering jalan bareng, jadi akhir-akhir ini kami tidak punya hal untuk dibicarakan."
"....Apa kau bercanda? Bisakah kau bersikap lebih angkuh lagi? 'Ini cewekku, kau bisa meminjamnya sebentar saja'....? Aku tidak mau salah satu jalang bekas dari haremmu!"
"Ah, salahku, kawan. Aku tidak bermaksud seperti itu. Tapi, ah sudahlah."
Sebenarnya, aku memang bermaksud seperti itu. Aku sengaja memancingnya.
Orang yang mudah ditipu lagi. Ibu dan anak memang mirip.
Omong-omong, mendengarkan percakapan mereka memberiku beberapa ide tentang apa yang mungkin menjadi akar penyebab di balik ketidaknormalan Yamazaki ini.
Sementara itu, Yua hampir siap menghajarku dengan saksofonnya untuk tawaran kecil yang baru saja kuberikan, jadi sudah waktunya untuk mengakhirinya.
"Baiklah, baiklah, kami pergi sekarang. Kami akan kembali lagi minggu depan."
"Jangan pernah datang ke rumahku lagi, dasar orang brengsek menyebalkan."
Oh, aku akan kembali, oke! Dan lain kali, aku akan membawa tongkat bisbolku! ♪
✶
Kami memberitahu ibu Yamazaki bahwa putranya juga tidak akan terbuka kepada kami, dan pergi setelah menerima ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya. Kami juga memberitahunya bahwa kami akan kembali minggu depan.
Di luar, aku menatap jendela kamar Yamazaki, mengira dia mungkin akan mengawasi kami. Namun, tirai jendelanya tetap tertutup.
Kemudian kami kembali ke sekolah untuk mengembalikan sepeda Kaito.
"Jadi, bagaimana menurutmu, Yua-san? Apa kamu mendapatkan sesuatu yang menarik dari percakapanmu dengannya?"
"Sejujurnya, aku tertawa saat mendengar dia memanggilmu orang brengsek menyebalkan. Tapi, beraninya dia memanggilku jalang!"
"Ya, mungkin akan lebih masuk akal jika sebaliknya, kan? ....Ack! Berhenti! Sudah kubilang—jangan remas leherku!"
Yua melepaskannya dan kembali melingkarkan lengannya di pinggangku.
"Jujur saja, aku gak benar-benar mendapat kesan yang positif tentangnya. Aku gak suka melabeli orang dengan cara ini, tapi itu sangat jelas dari percakapan kami sehingga aku gak dapat menahannya. Dia seperti otaku paling stereotip yang pernah kamu lihat, bukan? Maksudku, jelas dia sedang mengalami sesuatu, tapi itu bukan alasan untuk bersikap begitu jahat dan kasar kepada seseorang yang bahkan belum pernah dia temui sebelumnya."
"Ya, aku setuju."
Secara pribadi, aku sudah terbiasa dengan itu. Namun Yua belum pernah mengalami serangan yang tidak beralasan dari seseorang yang hampir tidak dikenalnya. Itu hal yang wajar ketika kalian menjadi bagian dari kelompok, namun itu tidak terasa menyenangkan. Tetap saja, Yua bertahan dengan baik dalam situasi tersebut.
"Apa kamu menyadari sesuatu, Saku-kun?"
"Hmm, ya, sesuatu yang sangat penting. Dia membenciku."
"Ya, aku agak menyadarinya."
"Huaaaahhhhh...."
Aku berpura-pura menangis seperti bayi. Yua melepaskan satu lengan dari pinggangku dan menepuk punggungku untuk menenangkanku.
"Yosh, yosh. Penampilanmu masih seperti itu, Saku-kun."
"Penyelamatan yang bagus. Klasik sekali."
Aku tidak bisa melihat wajah Yua, namun kedengarannya seperti dia menahan tawa.
Derit roda sepeda tua itu juga terdengar seperti tawa.
Matahari terbenam mewarnai awan dengan berbagai warna—dari merah muda aprikot, jingga tua, sienna gosong, dan akhirnya biru nila. Warnanya menyebar ke seluruh spektrum. Indah, seperti sesuatu yang keluar dari film.
Bayangan anak laki-laki dan perempuan yang bersepeda berdua juga semakin panjang. Mereka membentang hingga ke keabadian—atau setidaknya ke sawah. Adegan cinta muda yang klasik. Itu juga seperti sesuatu yang keluar dari film.
Rasanya seperti Yua dan aku bisa terus bersepeda selamanya, tanpa henti, pergi ke mana pun jalan membawa kami.
✶
Suatu hari Selasa sekitar seminggu setelah kunjungan pertamaku ke rumah Kenta Yamazaki, aku sedang bersantai di dekat rak sepeda sepulang sekolah, menunggu. Kelopak mata atasku mencium kelopak mata bawahku dengan main-main, seperti sepasang kekasih yang sedang mencoba-coba. Kemudian mereka mulai berciuman.
Yang ingin kukatakan adalah aku lelah.
"Saku-kun!"
Ah, Yuuko datang, ukuran D cup miliknya bergoyang-goyang, satu lengan melambai, suaranya yang tinggi membuatku terbangun. Jika ada anak laki-laki lain yang melihat sekilas pemandangan ini... Yuuko berlari dengan gembira untuk menemuiku... mereka pasti ingin membunuhku. Bahkan, mereka akan segera mulai merencanakan kematianku. Mati karena api? Air? Kepala dihantam landasan? Apa yang terbaik dari semua itu?
"Terima kasih buat setuju untuk ikut."
"Gak apa-apa kok! Apapun untukmu, Saku-kun! Jadi yang akan kita lakukan adalah meyakinkan Ken-apalah namanya itu kembali ke sekolah, kan?"
"Namanya itu Kenta Yamazaki. Jangan bertingkah seperti orang bodoh."
Aku sudah memikirkannya dan meminta Yuuko untuk ikut kali ini. Setelah menjelaskan inti masalahnya padanya, tentunya. Yua memang baik dan sebagainya, namun itulah alasan mengapa aku tidak bisa terus-terusan menggunakannyaa sebagai partnerku dalam usaha kecil ini. Terakhir kali sudah menjelaskannya dengan jelas.
Sebelumnya, tujuanku adalah mengumpulkan informasi. Jadi, mengajak Yua adalah keputusan yang tepat. Namun, sekarang aku butuh strategi yang cerdik untuk melangkah maju.
Jika aku harus berhadapan langsung dengan orang yang rumit dan murung itu, aku butuh kekuatan yang jelas. Meminjam kata-kata Kura, aku pandai menganalisis situasi dan bertindak sesuai dengan itu.
"Terlalu jauh untuk berjalan kaki, jadi aku meminjam sepeda Kaito."
"Oh, benarkah? bagus, bagus!"
Tanpa ragu sedikit pun, Yuuko melompat ke sepeda dalam posisi berdiri, kaki di pijakan hub, tangan mencengkeram bahuku.
"Tallyho!"
"Hei, sedikit malulah. Kamu tidak bisa berdiri dengan rok sependek itu. Semua orang akan melihat celana dalammu."
"Oh, tapi beginilah cara mengendarai sepeda berdua! Lagipula, apa peduliku jika beberapa orang asing melihat celana dalamku?"
"Jika kamu begitu suka memamerkannya, mungkin aku bisa meliriknya?"
"Gak, kamu tidak boleh melihatnya, Saku-kun. Kamu itu istimewa."
"Biasanya yang istimewa boleh melihatnya."
"Hanya jika waktunya istimewa juga."
Ah, Yuuko....
Aku menendang dudukan sepeda, dan kami berangkat dengan Yuuko berteriak "Wahoo!" dan "Kayuh pedalnya!" Kemudian dia tiba-tiba mencondongkan tubuhnya ke depan, melingkarkan lengannya di bahuku.
Aku bisa mencium aroma semprotan tubuhnya yang manis dan merasakan rambutnya yang sangat halus di pipiku. Dia juga serius memberikan dorongan dadanya padaku. Tolong hentikan itu, nona muda. Atau aku tidak akan pernah bisa turun dari sepeda ini.
"Kamu tidak bau keringat seperti tahun lalu."
Suara Yuuko terdengar jelas di telingaku.
"Ya, karena aku berhenti dari klub bisbol."
"Aww, boo! Aku dulu suka bau badanmu setelah olahraga. Dan aku ingin punya lebih banyak kesempatan untuk menyemangatimu di pertandingan."
Yuuko duduk di rak bagasi, mungkin lelah karena berdiri. Kali ini, dia melingkarkan lengannya di pinggangku. Karena blazer yang kukenakan, aku tidak bisa merasakan kelembutan pipinya yang menempel di punggungku.
"Jadi, Yuuko, setelah mendengar tentang Kenta Yamazaki, apa kamu punya ide?"
"Uh, aku gak pandai dalam hal-hal seperti itu. Aku bahkan gak tahu. Tapi kamu akan mengetahuinya, Saku-kun! Bagaimanapun juga, kamu itu pahlawanku!"
"Hmm. Yah, yang kuinginkan hanyalah kamu mengatakan apapun yang terlintas di kepala cantikmu itu. Aku akan mengikuti petunjukmu."
"Oke."
Apa yang dibutuhkan untuk dianggap sebagai pahlawan? Dan apa itu sesuatu yang harus kalian jalani sepanjang hidup kalian?
Aku merenungkannya saat rumah Kenta Yamazaki muncul di kejauhan, semakin dekat.
✶
Tok, tok, tok, tok.
Tidak ada gunanya meniru ketukan ibu Yamazaki kali ini. Aku baru saja mengetuk pintu kamar Yamazaki seperti yang biasa kulakukan.
Berbicara tentang ibunya, rupanya Yamazaki mengatakan kepada ibunya, "Orang-orang aneh itu bukan temanku. Jangan biarkan mereka masuk lain kali." Namun jelas, Ibu Yamazaki lebih percaya pada kekuatan persahabatan sekolah daripada kata-kata putranya sendiri. Kami mengatakan kepadanya bahwa dia bisa menyerahkan semuanya kepada kami.
Oh ya, dia ingin lepas dari masalah.
Awalnya dia sedikit menolak ketika aku muncul bersama Yuuko, seorang gadis yang dua kali lebih cantik dan mencolok daripada Yua. Namun dengan pesona alaminya, Yuuko segera memikatnya, dan tak lama kemudian, rasanya seperti melihat seorang bibi yang penuh kasih kepada keponakannya sendiri.
"Yamazaki, ini Chitose lagi. Aku sudah bilang aku akan kembali minggu ini, ingat?"
Tidak ada respons dari balik pintu. Sebenarnya, lebih tepatnya, tiba-tiba terdengar keheningan dari balik pintu.
"Uh, mungkin diam saja akan berhasil jika kami tidak tahu apa kau ada di dalam sana, tapi kami tahu kau tidak pernah meninggalkan ruangan ini, jadi apa gunanya? Tapi baiklah, jika kau tidak mau bicara padaku, aku akan menghiburmu dengan menyanyikan Heart Sutra! Akhir-akhir ini aku agak menyukainya. Siap? Yo, yo!"
Menutup diri atau tidak, anak itu tetaplah murid SMA Fuji yang elit. Dia pasti tahu apa itu Heart Sutra. Lalu aku mendengarnya berbicara, terdengar lebih pemarah dari sebelumnya.
"....Diam. Aku sudah menyuruhnya untuk tidak mengizinkanmu masuk. Kau benar-benar kembali?"
"Oww. Kami ini temanmu. Kami khawatir padamu. Atau setidaknya, itulah yang dipikirkan ibumu."
"Jadi kau menggunakan wajah tampanmu untuk memikat ibuku, hah? Tentu saja dia akan percaya omong kosong apapun yang kau katakan padanya tentang putranya sendiri. Apa… apa Uchida ada di luar sana?"
Ah, jadi Yua sudah tidak dipanggil dari "Jalang dari Harem Chitose" menjadi "Uchida" Ya? Yua, kamu benar-benar menarik hati anak ini. Aku yakin anak ini sudah memutar ulang obrolan lima menit yang berharga itu denganmu sepanjang minggu.
Tetap saja, sayang sekali. Harus melanjutkannya.
"Tidak, Yua-san ada klub musik dan tidak bisa datang."
"...Lihat? Kalian para normie yang populer itu memang seperti itu. Dia datang hanya untuk mendapatkan perasaanmu. Lalu dia bosan dan meninggalkannya. Aku benar-benar tahu itu akan terjadi."
Yamazaki merajuk.
Ah, dia sangat mudah dibaca. Membuat pekerjaanku jauh lebih mudah.
"Yua-san tidak seperti itu. Dia benar-benar khawatir padamu. Kalau dia tidak ada klub, dia pasti akan datang. Tapi hari ini aku membawa gadis yang berbeda bersamaku."
Yuuko melangkah mendekati pintu.
"Halo! Aku Yuuko Hiiragi; kita sekelas. Kudengar kamu membolos? Itu tidak baik. Apa kamu baik-baik saja?"
Suara Yuuko ceria dan riang, sungguh serangan telak.
"....."
Ada jeda panjang sekitar sepuluh hingga lima belas detik.
"....H-Hiiragi?! Hiiragi yang itu?! Ratu Lacur dari Harem Chitose? Apa maksudmu membawa gadis lacur seperti itu ke sini? Kau mencoba pamer pada penggemarmu?!"
Yamazaki meremehkanku dan betapa populernya aku di kalangan gadis-gadis. Aku tahu aku ini keren, dan aku tentu tidak perlu menunjukkan dominasiku pada seorang penyendiri seperti dia untuk membuktikannya. Selain itu, aku malu padanya. Tidak ada yang menggunakan istilah seperti gadis jalang, harem, atau penggemar dalam kehidupan nyata. Kecuali mereka mencoba bersikap ironis.
"....Saku-kun, apa itu harem? Apa itu gadis lacur?"
"Ketika dia bilang harem, maksudnya itu teman yang dekat dan personal. Dan gadis lacur itu, uh, gadis yang bebas, kurasa."
Yuuko dan aku berbisik bersama.
"Hei! Aku akui aku ini memang haremnya, tapi aku bukan gadis lacur! Aku hanya bebas untuk Saku-kun, mengerti?"
Wah, senang mendengarnya!
Kenta Yamazaki tidak menyukai ini.
"Ya, kau pastinya mengatakan itu di depan Chitose. Tapi semua orang membicarakanmu. Kau sudah melakukannya dengan orang bernama Mizushino itu dan orang bernama Asano dari kelompokmu juga!"
"Tidak! Kazuki-kun dan Kaito-kun adalah teman baikku! Saku-kun adalah satu-satunya orang yang mungkin kukencani. Omong-omong, siapa 'semua orang' itu? Katakan padaku. Jelaskan itu!"
"Semua orang itu.... semuanya. Seluruh sekolah membicarakannya."
"Aku butuh nama. Kalau terlalu banyak, katakan saja nama orang yang memberitahumu langsung. Jadi. Siapa yang memberitahumu?"
"....Aku gak ingat. Tapi gak bakal ada asap kalau gak ada api. Tidak ada rumor tentang gadis lacur kalau gak ada gadis lacur."
"Kalau begitu, mari kita bicarakan tentangmu. Kamu anak SMA yang suka berkeringat, penyendiri, dan terobsesi dengan anime dan novel ringan! Aku yakin kamu seorang pedofil! Lihat, aku juga bisa mengarang rumor yang tidak menyenangkan! Sekarang, kenapa kamu tidak membuka pintu itu dan menunjukkan wajahmu? Kami sudah jauh-jauh datang ke sini; itu yang paling bisa kamu lakukan!"
Yamazaki terdiam. Yuuko mengatakannya dengan terus terang dan apa adanya, dan yang lebih buruk, dia ada benarnya. Yamazaki tidak punya dasar untuk membela diri.
Kalau saja Yamazaki bisa mengakui kekurangannya, mungkin masih ada harapan untuknya.
"Jangan paksakan nilai-nilai normiemu padaku. Aku gak memintamu untuk datang dan berbicara padaku. Lagipula aku gak mengganggu siapapun, jadi tinggalkan aku sendiri!"
"Uh, gak bisa. Kamu mengganggu banyak orang. Kamu mengganggu ibu dan ayahmu yang malang, wali kelasmu yang lama, wali kelasmu yang sekarang, Kura-san, Ucchi minggu lalu, dan sekarang aku! Semua orang khawatir tentangmu; semua orang berusaha membantumu dan meluangkan waktu dari kesibukan mereka untuk datang dan menemuimu!"
Yuuko berhenti sejenak untuk mengambil napas sebelum melanjutkan.
"Dan orang yang paling kamu ganggu dengan sikap merajuk dan bersembunyi di kamarmu adalah ketua kelas baru kita, Saku-kun! Jika kamu benar-benar tidak ingin mengganggu orang lain atau membuat orang lain khawatir tentangmu, maka kembalilah ke sekolah, kembalilah ke kelas, dan luluslah!"
Habisi dia, Yuuko!
Ini hiburan yang luar biasa. Aku berharap aku membawakan teh Nyonya Yamazaki untuk menyegarkan pikiran. Nyonya Yamazaki sudah meng-upgrade daun tehnya sejak kunjungan terakhirku.
Namun Yamazaki sendiri masih belum menyerah.
"Katakan saka apa yang kau mau, tapi semua yang kau lakukan sebenarnya untuk Chitose kesayanganmu, bukan? Kau dan Uchida mungkin di sini untuk memenangkan poin darinya, dan kau tidak peduli padaku, kan? Inilah mengapa orang-orang membencimu!"
"Uh, permisi, apa salahnya peduli pada teman? Aku datang ke sini karena temanku, Saku-kun, memintaku. Itulah yang kamu lakukan saat kamu punya teman; kamu ingin membantu mereka! Jadi ya, aku memang ingin 'memenangkan poin', jika begitulah yang ingin kamu katakan. Jika bukan Saku-kun yang meminta, kamu benar-benar berpikir aku akan di sini mencoba meyakinkan orang tak dikenal yang belum pernah kutemui untuk kembali ke sekolah? Apa peduliku?!"
"Lihat? Lihat? Kalian sampah normie menginjak-injak kami para kutu buku untuk meraih puncak hierarki. Lalu kalian hanya berpura-pura peduli agar terlihat baik diluar! Setelah kalian memenangkan poin dengan siapapun yang ingin kalian buat terkesan, kalian meninggalkan kami!"
"Ugh, kamu orang yang gak mungkin bisa diajak ngobrol! Seperti yang baru saja kukatakan! Apa yang salah dengan itu? Semua orang ingin menampilkan sisi terbaik mereka saat bersama seseorang yang mereka sukai! Dan aku tidak akan merayu laki-laki lain saat aku punya pacar!"
Yuuko menempelkan wajahnya ke pintu, cemberut karena marah, mungkin membayangkan orang yang sedang berdebat dengannya.
"Maksudku itu: Jangan pura-pura tertarik pada mereka sejak awal! Bersikap baik pada laki-laki lain itu hanya bisa membuat mereka salah paham! Lalu kau tertawa bersama teman-temanmu, seperti, oops, aku hanya bersikap baik, lalu dia jatuh cinta padaku! Tinggalkan saja kami! Dan kau sendiri yang dipermainkan! Apa kau pikir Chitose menyukaimu? Hah! Dia seperti itu pada semua gadis! Termasuk Uchida!"
"Apa itu? Jadi kamu mengakui bahwa seorang gadis pernah bersikap baik padamu, lalu dengan segala kemegahanmu yang berjerawat dan tidak berpengalaman itu kamu menembaknya, dan dia menolakmu? Hanya itu? Kalau kamu pikir bersikap baik hanya pada orang yang kamu sukai, kamu tidak akan pernah punya teman, tahu!"
"Aku tidak... mengatakan itu...."
Ah, semuanya masuk akal sekarang. Alasan mengapa tidak ada satu pun teman-temannya di sekolah yang tahu apa yang salah dengannya. Dia telah jatuh cinta pada seorang gadis di luar sekolah. Seorang gadis yang sebenarnya populer, dan dia kehilangan gadis itu karena seorang laki-laki yang sama populernya.
Yuuko melirikku sekilas, lalu kembali menghadap pintu.
"Dan juga, aku tahu Saku-kun itu baik kepada semua gadis, dan banyak dari mereka menyukainya! Tapi bukan hanya gadis—dia baik kepada semua orang! Aku mengaguminya! Itu sebabnya yang kuinginkan hanyalah menjadi nomor satu baginya suatu hari nanti! Jika dia akhirnya berkencan dengan gadis lain, aku akan hancur. Mungkin aku bahkan akan mengambil cuti sekolah. Tapi itu hanya akan menunjukkan bahwa aku tidak berakhir menjadi tipe gadis yang disukainya! Itu bukan salahnya karena bersikap baik padaku! Aku tidak akan pernah menyalahkannya, bahkan sedetik pun!"
"....."
Kenta Yamazaki terdiam.
Ah, aku benar-benar membuat keputusan terbaik dengan membawa Yuuko ke sini.
Minggu lalu ketika aku meninggalkan rumah ini, aku punya dua pilihan.
Yang pertama adalah terus memakai topeng kebaikan dengan Yua di sampingku dan terus datang minggu demi minggu sampai akhirnya Yamazaki membuka hatinya untuk kami. Begitu Yamazaki mengizinkan kami masuk, Yua akan menenangkannya dan membujuknya kembali ke sekolah. Berdasarkan apa yang baru saja kulihat, aku akan memberikan peluang keberhasilan sekitar 20 persen untuk itu.
Pilihan lainnya adalah menemukan akar masalahnya dan mengatasinya secara langsung. Klasik dan jelas, meskipun juga sangat menyebalkan.
Cara pertama akan efektif, memang. Dan tidak memerlukan banyak usaha. Namun, itu hanya akan menjadi solusi sementara. Dia mungkin akan terpaku pada Yua, menyatakan cintanya pada Yua, dan kemudian tertembak dalam kekacauan kekecewaan masa puber yang dramatis. Dan menggunakan Yua sebagai umpan dengan cara itu.... bukanlah solusi yang sangat indah bagiku.
Aku memilih opsi kedua.
Namun, pilihan itu mengharuskan teman kami yang tertutup itu untuk menceritakan semua isi hatinya. Yua dan aku, yang bekerja sama, bisa saja melakukannya (mungkin), namun itu akan memakan waktu. Aku butuh Yuuko untuk memilah omong kosong itu.
Jelas Yamazaki menyimpan dendam terhadap "para normie" dan anak-anak populer. Kehadiranku membawa Yua tampaknya membuat Yamazaki benar-benar marah, terutama saat aku bersikap sangat baik kepadanya di hadapan Yua. Yamazaki membenci itu. Aku pikir jika aku membawa tuan putri sekolah itu sendiri, Gadis Terpopuler Yuuko, bersamaku, dia akan membuat Yamazaki marah sampai Yamazaki itu meledak dan menceritakan semua isi hatinya dengan penuh kebencian yang mengasihani diri sendiri.
Namun sejujurnya, aku tidak pernah menyangka semuanya akan berjalan sebaik ini.
"Yuuko-san, tenanglah. Aku mengerti perasaanmu, tapi kamu harus mundur selangkah, turun ke bawah, dan menenangkan diri. Aku akan bicara dengan Kenta."
Aku tersenyum kepada Yuuko dengan ekspresi "itu sudah ukup" dan mengedipkan mata padanya sebagai balasan. Yuuko membalas dengan senyuman yang sangat manis, ditambah kedipan mata nakalnya sendiri. Aku melihat Yuuko menuruni tangga dengan tergesa-gesa, lalu aku memanggil Yamazaki.
"Baiklah, aku mengerti situasinya sekarang. Tapi kurasa aku bisa membantumu."
"...Oh, apa ini bagian di mana orang yang murah hati dan populer membantu otaku yang culun dan sedang kasmaran? Jangan ganggu aku! Beraninya kau meremehkanku seperti itu!"
Ya ampun, dia benar-benar menyebalkan.
Ketika kalian mulai merasa orang-orang meremehkan kalian, mungkin kalian harus mulai bertanya pada diri sendiri apa itu bukan hanya karena kalian memandang mereka. Hmm?
"Omong-omong, bisakah kau membuka pintunya? Semua teriakan-teriakan ini sudah membosankan. Turunlah dan minum teh dengan ibumu dan Yuuko-san. Ibumu akan menyediakan cangkir teh, dan Yuuko-san akan menyediakan cangkir D-nya, jika kau mengerti maksudku."
"Mati saja, brengsek! Aku tidak akan pernah membuka pintu ini."
"Tidak akan pernah? Tidak peduli apapun?"
"Sudah kubilang : Aku tidak akan membukanya! Pergilah dari sini, dasar orang brengsek menyebalkan!"
....Kurasa aku sudah pantas untuk sedikit marah sekarang, bukan?
Aku pergi ke sebelah, ke tempat yang tampak seperti kamar tidur orang tua. Lalu aku melangkah keluar ke balkon, yang terhubung ke kamar Yamazaki. Tirai di kamarnya tertutup rapat. Aku mencoba membuka jendela, namun jelas terkunci.
Kurasa aku membuat pilihan yang tepat dengan membawamu bersamaku, kawan?
Aku mengeluarkan tongkat bisbol logamku dari tas jinjing yang kusampirkan di bahuku. Berat benda itu di tanganku terasa nyaman dan familiar, dan pegangannya pas.
Balkonnya sendiri tidak terlalu lebar, jadi aku tidak punya cukup ruang untuk ayunan penuh, namun....
Pukulan maju. Pemain nomor sembilan, Chitose.
Maaf harus menggunakanmu untuk hal seperti ini, kawan lama.
Aku merentangkan tanganku ke depan, lalu menyiapkan tongkat pemukul. Aku fokus pada targetku. Itu rutinitas yang sama yang telah kulakukan berkali-kali saat aku melangkah ke kotak pemukul. Aku menghitung sampai tiga, mengendurkan tubuh, lalu mengayunkan tongkat pemukul dengan sekuat tenaga.
Crash!!! Tinkle, tinkle, tinkle....
Suara itu jauh lebih pelan dari yang kuduga. Dan suara pecahan kaca hampir terdengar seperti musik. Dan dengan demikian berakhirlah kehidupan kaca jendela Yamazaki yang setia. Itu tidak mendekati bola yang terlempar ke lapangan luar, namun tetap saja, itu terasa menyenangkan.
Aku merasa sedikit kasihan pada kaca itu.
Aku harap kau bereinkarnasi sebagai salah satu kelereng kaca yang bisa ditemukan di botol soda kuno, untuk suatu hari bertemu bibir gadis SMA yang masih muda dan segar seperti Yuuko-san, pikirku dalam hati.
"Apa. Apaa. Apaan ini?!"
Terdengar teriakan setengah histeris dari dalam ruangan. Bisa dimengerti. Aku juga akan terkejut jika seseorang menerobos masuk melalui jendela kamarku. Drama itu memang pantas.
Berhati-hati agar lenganku tidak terluka oleh potongan-potongan bergerigi yang tersisa di kusen, aku mengulurkan tangan dan membuka kunci pintu geser. Lalu aku mendorongnya hingga terbuka, membuka tirai, dan melangkah hati-hati ke dalam ruangan, tongkat sihirku tersampir di bahuku.
"Kau benar-benar gila! Ini tindakan kriminal! Kau seorang kriminal!"
Aku mengangkat bahuku, tidak terpengaruh oleh reaksi dramatisnya.
"Oh, kau tidak tahu lagu itu? 'Laugh Maker'? Oleh band Bump of Chicken? 'Kau tidak mungkin serius! Aku mendengar jendela di sisi lain pecah saat kau mengambil pipa besi dengan wajah penuh air mata. Aku datang ke sini untuk membuatmu tersenyum.' Itu lagu yang bagus. Tapi sekarang agak jadul. Aku akan memainkannya untukmu kapan-kapan."
"Apa yang kau bicarakan?! Apa kau sedang serius sekarang? Apa yang salah denganmu?!"
"Oh, sekarang, tidak perlu bersikap begitu sinis. Aku hanya bilang, 'Aku datang ke sini untuk membuatmu tersenyum', bung."
Astaga, apa aku orang paling keren di alam semesta atau semacamnya?
✶
Mari kita kembali setengah jam yang lalu, oke?
"Nyonya Yamazaki, untuk kembali ke usulanku, mana yang lebih mudah diperbaiki, pintu atau jendela?"
Nyonya Yamazaki tampak seperti tidak tahu harus berkata apa. Aku tetap melanjutkan.
"Kenta tidak akan keluar, kecuali kita melakukan sesuatu yang drastis. Aku yakin dia hanya bermaksud membolos beberapa hari di awal, tapi sekarang semuanya sudah kelewat batas. Dia telah kehilangan kesempatan untuk bangkit sendiri. Dia tahu dia perlu melakukan sesuatu sebelum terlambat, tapi setelah semua keributan yang dibuatnya, dia terlalu sombong untuk keluar dari kamarnya dan mengumumkan bahwa dia sudah selesai membolos. Jadi, kita perlu menciptakan dalih yang tepat untuknya, sehingga dia bisa bertindak seolah-olah dia dipaksa untuk kembali. Dengan begitu, dia bisa menyelamatkan harga dirinya."
Nyonya Yamazaki tampaknya masih tidak mengerti maksudku.
"Jadi usulanku adalah aku masuk ke kamarnya dengan paksa, entah dengan mendobrak pintu atau memecahkan jendela. Itu sebabnya aku membawa tongkat bisbol ini. Dengan begitu, Kenta bisa memberitahu semua orang : 'Chitose gila itu masuk ke kamarku, jadi aku tidak punya pilihan selain menyerah'. Apa anda mengerti?"
Akhirnya, cahaya tampak muncul di mata Nyonya Yamazaki. Ekspresi kosongnya tergantikan oleh kecemasan.
"....Aku mengerti, Chitose, tapi bukankah itu akan memperburuk keadaan? Aku tidak ingin Kenta marah. Aku benci jika ada kekerasan...."
"Kurasa kita tidak perlu khawatir tentang itu. Jika Kenta benar-benar tidak menginginkan bantuan kami, dia akan memakai headphone atau semacamnya dan mengabaikan kami saat kami mengetuk atau mencoba berbicara dengannya. Tapi sebenarnya dia cukup banyak bicara dengan kami. Kurasa dia mencari jalan keluar."
Aku tidak hanya mengatakan itu. Kenta Yamazaki tidak berkomitmen pada rencananya untuk mengurung diri dan menghindari sekolah dalam jangka panjang. Dia mungkin menyesal karena terjebak dalam posisi ini sejak awal. Itulah sebabnya aku harus bertindak keras sekarang. Aku harus benar-benar mendorongnya.
"Kamu tidak akan menyakitinya, kan?"
"Butuh waktu lama bagiku untuk mendobrak pintu. Aku yakin Kenta akan mundur ke jarak yang aman saat mendengar keributan itu. Dan tirai ditutup, jadi jika aku menerobos masuk melalui jendela, dia akan aman dari pecahan kaca yang beterbangan. Tapi, aku sarankan opsi kedua. Memperbaiki jendela akan lebih murah daripada mengganti pintu. Dan Kenta tidak akan bisa melawan jika aku masuk dengan cepat. Tentu saja, aku akan membayar untuk mengganti jendela itu."
Aku memperkirakan bahwa Nyonya Yamazaki akan menolak mengizinkanku membayar ganti rugi jika sampai itu terjadi. Namun, aku siap membayar jika perlu. Aku tinggal memberi Kura faktur dan mendapat penggantian nanti.
"Aku tidak mungkin menerima uang dari murid yang baik hati yang sudah melakukan banyak hal untuk putraku yang nakal! Baiklah, aku mengerti rencanamu, dan aku setuju. Bolehkah aku memintamu untuk memilih opsi jendela?"
Ah, semuanya sesuai rencana.
Jika ini adalah novel remaja yang manis, kalian bisa mengharapkanku untuk membujuk Yamazaki melalui pintu sampai akhirnya dia membukanya atas kemauannya sendiri dalam adegan yang emosional dan mengharukan. Namun aku tidak punya kesabaran untuk itu. Dan hasil akhirnya akan sama saja, jadi siapa yang peduli? Aku lebih suka langsung ke inti permasalahan. Saat aku menangani kasus ini, semua jalan mengarah ke Saku-cess. Hee.
"Terima kasih sudah menyetujui rencanaku; aku tahu ini agak keterlaluan. Tapi aku yakin kita bisa mengembalikan Kenta ke kelas jika aku melakukan ini. Yuuko-san, saat aku memberimu tanda, bisakah kamu kembali ke bawah di tempat yang lebih aman? Kurasa akan lebih baik jika aku berbicara dengan Kenta secara langsung."
Aku tersenyum pada Yuuko, menyimpan motif tersembunyiku untuk diriku sendiri.
"Okey dokey. Kita bisa minum teh bersama sambil menunggu, Yumiko-san!"
Nama ibu Kenta itu Yumiko? Pasti aku tidak salah mendengarnya.
✶
....Jadi begini, semuanya jelas. Tidak ada tindak pidana di sini.
Saat aku mencoba menjelaskan ini, Yamazaki terus mondar-mandir di ruangan itu. Duduk di tempat tidur. Duduk di kursi mejanya dengan kaki terlipat di bawahnya. Sesekali dia berpura-pura menyela, lalu menutup mulutnya lagi. Dia terus menatap pintu dengan sembunyi-sembunyi. Jelas bertanya-tanya apa dia harus kabur atau tidak. Sungguh lucu.
"Tarik napas dalam-dalam dan tenanglah, Kenta."
"Jangan sebut nama depanku seolah kau mengenalku."
Dia tidak terlalu galak sekarang saat aku berada di seberang pintu. Suaranya merendah satu atau tiga tingkat dan berubah menjadi gemetar.
"Ingat apa yang Yuuko-san katakan? Menatap mata orang lain saat kau berbicara dengan mereka adalah aturan pertama komunikasi dasar manusia. Kita akhirnya mencapai garis start. Kita berdua akhirnya melangkah ke ring."
Aku menyapu pecahan kaca ke sudut ruangan dengan ujung tongkat pemukulku saat aku berbicara.
"Sekarang, mari kita coba saling memahami. Aku tahu kau punya banyak hal yang ingin kau katakan padaku, kan?"
Sekarang setelah akhirnya aku bisa melirik Yamazaki—atau Kenta sekarang—kecurigaanku benar-benar terbukti. Dia adalah otaku paling stereotip yang pernah aku lihat. Dia sangat acak-acakan, efeknya mungkin diperburuk oleh masa penyendiri yang panjang. Mengenakan celana olahraga yang jorok dan kaus yang senada, rambutnya tidak terawat dan janggut kasar tumbuh di seluruh wajahnya. Namun aku mencoba untuk mengabaikannya.
Dia tidak gemuk, tepatnya, namun dia agak bulat untuk tubuhnya. Di balik kacamatanya yang bergaya jadul dan terlihat murahan, alisnya lebat dan jelas tidak pernah merasakan sentuhan penuh kasih dari sepasang pinset. Dan dia memiliki aura gelisah dan ragu-ragu. Jika kalian mencari otaku yang berkeringat, dia akan menjadi hasil gambar pertama.
"Ayolah. Tidak ada gunanya bungkam sekarang. Kalau ada yang ingin kau katakan padaku, lebih baik kau katakan saja."
"....Kesombonganmu itu, itu semua karena kau benar-benar percaya bahwa kau lebih baik dari orang lain pada akhirnya, bukan? Kalian semua atlet itu sama saja. Tidak peduli apa yang kukatakan atau seberapa bagus argumenku. Orang-orang sepertimu hanya menggunakan kekerasan. Melakukan trik pegulat profesional. Melakukan kekerasan. Kalian memangsa orang-orang sepertiku. Apapun untuk membuat diri kalian merasa lebih unggul."
"Kau salah besar. Meskipun, kurasa ucapanku itu agak tidak masuk akal setelah aku baru saja mendobrak jendelamu. Tapi sebenarnya aku orang yang sangat cinta damai. Aku membenci kekerasan. Aku gak akan pernah melakukan apapun untuk memperburuk situasi. Lagipula, aku yakin aku bisa mengalahkan siapapun dalam sebuah argumen hanya dengan menggunakan kata-kataku. Bukankah sudah kubilang? Kita berdua berdiri di atas ring di sini. Ini akan menjadi pertarungan yang benar-benar adil mulai sekarang."
Aku meletakkan tongkat pemukulku di meja dan duduk di kursi.
Kenta masih menatapku dengan curiga dan sedikit ketakutan di matanya.
"Kau sangat berbeda saat Uchida dan Hiiragi tidak ada, ya? Kau memutuskan untuk berhenti mengatakan 'Lihatlah betapa baiknya aku ini'?"
Hmm, dia tidak sepenuhnya salah. Aku tentu tidak ingin gadis-gadis itu mendengar beberapa kebenaran yang akan kukatakan pada Kenta ini. Terutama Yuuko. Itu akan benar-benar merusak citranya yang cemerlang tentangku sebagai pahlawan.
"Aku hanya mengubah sudut pandangku sekarang karena kita berbicara langsung dan tidak melalui pintu kamar tidur, iyu saja."
"Y-Yah, biarkan aku memperingatkanmu, jika kau melakukan kekerasan fisik dengan cara apapun, aku akan menelepon polisi."
"Baiklah."
Aku mengangkat bahuku. Kenta ragu-ragu sejenak, lalu duduk di tempat tidur seolah pasrah pada nasibnya.
"Baiklah. Aku akan katakan apa yang kupikirkan. Kenapa tidak? Kalian semua anak populer menjelek-jelekkan kami yang tidak populer seolah-olah itu adalah hak asasi kalian. Hanya karena kalian berhasil mencapai puncak hierarki sekolah dengan kemampuan atletik kalian, kecerdasan belajar kalian, ketampanan kalian... semua hal yang diberikan alam semesta hanya pada kalian! Yah, itu tidak benar! Setidaknya kalian harus mencoba mengenal kami sebagai manusia sebelum kalian mendiskriminasi kami berdasarkan penampilan dan dengan siapa kami bergaul!"
Wah, dia marah.
Namun aku bisa menunjukkan setidaknya sepuluh alasan mengapa dia salah.
"Jangan berasumsi bahwa ketampanan, kemampuan atletik, dan nilai bagus adalah 'pemberian' dari alam semesta. Ya, mungkin sampai akhir sekolah dasar, kau bisa santai saja. Tapi sejak SMP, ada alasan bagus mengapa anak-anak populer itu populer."
Aku memikirkan teman-temanku saat berbicara.
"Apa menurutmu Yuuko tidak menghabiskan waktu berjam-jam setiap hari untuk menata rambut dan merias wajahnya serta melakukan perawatan kulit? Apa menurutmu teman-temanku di klub sepak bola dan basket tidak menghabiskan waktu berharga dari masa muda mereka yang tak tergantikan setiap hari untuk berlatih keras? Apa menurutmu Yua tidak menghabiskan dua hingga tiga jam setiap malam untuk belajar hanya agar lulus ujian agar bisa masuk ke sekolah kita?"
"Itu hanya mengasah keterampilan dan hal-hal yang sudah mereka miliki sejak lahir...."
"Baiklah, biar kujelaskan begini saja. Apa kau akan berhenti bermain RPG hanya karena karaktermu harus mulai dari Level 1? Apa kau akan menyebutnya game sampah kecuali karaktermu memulai dari Level 99? Kita semua memiliki statistik awal yang berbeda, kau tahu? Setiap orang memiliki orang tua dan lingkungan rumah yang berbeda. Tidak realistis mengharapkan semua orang memulai dengan kedudukan yang sama."
"Itu.... contoh yang reduksionis."
Kenta bergumam pada dirinya sendiri.
{ TLN : Artinya itu menganalisis dan mendeskripsikan fenomena kompleks dalam hal unsur-unsur sederhana atau mendasarnya. }
"Ya, mungkin. Tapi itu benar. Kita semua memilih jalan kita sendiri. Itu yang disebut memiliki kehendak bebas. Kita bisa membuat takdir kita sendiri."
"Gampang bagimu untuk mengatakannya, dan bagi semua orang yang sudah berhasil. Mustahil untuk mengalahkan seseorang dengan kemampuan alami, tidak peduli seberapa besar usaha yang kau lakukan. Berusaha sebaik mungkin hanya membuang-buang waktu."
"Itulah jenis komentar yang hanya akan kuterima dari seseorang yang telah mencurahkan hati dan jiwanya untuk sesuatu, bekerja keras dan memeras setiap tetes darah, keringat, dan air matanya, dan baru kemudian gagal kepada seseorang dengan bakat alami yang tidak berusaha. Bahkan Ichiro-san, pemukul terbaik di seluruh dunia, mengerahkan banyak sekali usaha dalam permainannya, sedemikian rupa sehingga rekan satu timnya di liga utamanya mencaci-makinya. Dan dia telah bekerja keras sejak dia masih di sekolah dasar."
"....Jadi dia terlahir dengan bakat alami dan kemudian mengembangkannya sedikit."
Kenta ini masih belum mengerti.
Atau mungkin lebih tepat jika dikatakan bahwa dia sengaja tidak memahaminya.
"Oke, apa kau pernah mencoba bekerja keras untuk sesuatu? Kau berbicara tentang bagaimana beberapa orang diberkati. Tentang bagaimana kau tidak bisa menang. Tapi, siapa yang ingin kau lawan? Ya, jika ini adalah kompetisi untuk melihat siapa yang terbaik di dunia dalam suatu hal, maka kemampuan alami pasti akan menjadi bagian besar dari itu. Tapi, di sekolah kita, siapapun seharusnya bisa mendapatkan nilai bagus jika mereka berusaha sedikit."
"Oh, ini dia. Seluruh omong kosong tentang, 'Tarik dirimu sendiri dengan kekuatan sendiri'."
{ TLN : Artinya itu memperbaiki situasi kalian atau mencapai keberhasilan hanya melalui usaha dan tekad kalian sendiri, tanpa bergantung pada bantuan atau dukungan eksternal. }
"Apa aku salah? Tentunya, sebagian dari kita lebih cocok untuk hal-hal tertentu. Tapi, mengetahui perbedaan itu dan mengejar hal yang lebih sesuai dengan bakatmu, serta bekerja keras untuk itu, itulah yang menentukan kesuksesan sejati. Jika kau meluangkan waktu dan upaya untuk sesuatu yang kau kuasai, maka hasilnya akan mengikuti. Seperti kata pepatah, begitu seorang anak ajaib tumbuh dewasa, mereka akan menjadi biasa-biasa saja. Bahkan jika kau berhasil dalam sesuatu dengan mengandalkan bakat alami, itu tidak berarti kau akan mampu mempertahankannya selamanya. Kau akan dikalahkan oleh orang-orang yang bekerja lebih keras."
Aku tersenyum penuh arti kepada Kenta.
"Maksudku, jika kau menggunakan semua waktu yang kau habiskan untuk tidak bersekolah dan menggunakannya untuk, entahlah, memecahkan Kubus Rubik atau semacamnya... maka sekarang aku yakin kau akan menjadi yang tercepat di seluruh sekolah dalam memecahkannya."
"....Oh, terserah."
Aku melihat Kenta tersenyum sesaat. Namun, dia segera tersipu malu dan mengalihkan pandangannya.
"Yang ingin kukatakan adalah jika kau berhasil masuk ke sekolah kita, maka kau sudah unggul dalam hal masyarakat. Kau tahu berapa banyak orang yang gagal dalam ujian masuk? Kau memang punya kemampuan, Kenta. Di masa depan, kau akan bisa mendapatkan pekerjaan apapun di Prefektur Fukui dengan SMA Fuji sebagai resume-mu. Bahkan, nama sekolah kita lebih berpengaruh di daerah ini daripada beberapa universitas terbaik di negara ini."
Tentu saja, Fukui adalah prefektur pedesaan yang kecil. Jadi, itu bukanlah pencapaian yang besar dalam skala besar. Namun, yang ingin kusampaikan adalah bahwa Kenta bukanlah pecundang yang tidak diunggulkan seperti yang dipikirkannya.
"Hah. Mungkin kau benar.... oke, jadi kerja keras memang sedikit menjadi faktornya. Tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa dengan kemampuan komunikasiku yang buruk atau kepribadianku...."
"Yah, saat kau lebih suka menyendiri, sulit untuk keluar dan mencoba menjadi orang yang suka bersosialisasi. Tapi menurutku kau tidak perlu sejauh itu. Dan kemampuan komunikasi mudah dipelajari. Sederhananya, kau bisa mulai dengan bertanya mengapa, memberikan informasi tentang dirimu, dan menemukan kesamaan. Mengerti?"
"Apa?"
Aku batuk dengan sengaja dan mengeluarkan sedikit energi ekstra ke dalam suaraku.
"Ah, astaga. Aku sangat mengantuk hari ini."
Aku mengangkat alis dan memberi isyarat pada Kenta dengan gerakan "lanjutkan saja".
"Uh.... Uh, bagaimana bisa?"
"Karena aku tidak tidur selama seminggu. Aku terjaga sepanjang malam membaca novel ringan yang sangat manis ini...."
Aku menunjuk Kenta lagi.
"Aku... Aku juga suka novel ringan...."
"Kau suka?! Genre apa yang kau suka?"
"Aku.... Aku suka genre komedi romantis...."
"Nah, lihat? Kita sedang mengobrol seperti biasa. Gampang, kan?!"
Aku menepuk tanganku dengan berlebihan.
"....Apa-apaan itu? Apa kau sedang mengolok-olokku?"
"Ah, seriusan deh. Inilah komunikasi. Ini semua tentang mencoba mengenal orang lain, tentang mencoba membuat mereka mengenalmu. Ini seperti permainan tangkap bola, lihat? Kau mengoper bola percakapan bolak-balik. Pikirkan kembali obrolanmu dengan Yua-san dan Yuuko-san. Kau terus-terusan mengabaikan bola itu. 'Kenapa?' 'Apa?' 'Aku tidak tahu'—kau tidak memberi mereka sesuatu untuk ditangkap, lihat?"
"Hah, kurasa kau benar...."
"Lalu kau terus mengatakan hal-hal bodoh seperti 'Aku tidak tahu apa yang anak-anak ceria itu suka bicarakan'. Kalau kau tidak tahu, tanyakan saja. Kau ingin tahu apa yang membuat orang bersemangat? Tanyakan saja pada mereka. Lalu ceritakan pada mereka tentang hal-hal yang kau sukai."
Kenta menatapku, tidak mengerti.
"Yah, tapi, Chitose.... kupikir kau tidak membaca novel ringan?"
"Oh ya? Mari kulihat : I Was the Biggest Dork in School, but Then I Got Reincarnated as the Leader of My Own Harem in Another World!, I’m Handsome, but Only in a Parallel Universe?!, I’m a Huge Otaku, but the Slutty Girls Are All Up on Me?!, Is It Okay for an Otaku to Fall in Love?, I Joined the Popular-Kids Group and All of a Sudden I’m in High Demand!, The Most Popular Kid in School Is None Other than My Younger Brother!, My Hot Senpai Is Obsessed with Me, an Otaku?!, I Don’t Need to Be Popular, but at Least Let Me Be King of the Nerds!, I Can’t Get the Hot Girl’s Attention if All I Do Is Hang Around with Otaku Scum!, In This World, Geeks and Normies Have Switched Positions!..."
Akhirnya aku berhenti sejenak untuk bernapas.
"....Mengapa mereka memiliki judul yang begitu panjang? Kupikir aku akan mati saat menyebutkannya."
"Itu semua yang kusebutkan terakhir kali."
"Aku sebenarnya pembaca yang rajin. Tapi lain kali beritahu aku berapa lama setiap serinya tayang. Setiap serinya setidaknya sudah terbit lima volume. Aku butuh seminggu penuh untuk menyelesaikannya."
"....Apa? Kau membacanya semua dalam seminggu? Ya, benar. Kalau begitu, buktikan saja. Jawab pertanyaan-pertanyaan ini."
Kemudian Kenta mulai membombardirku dengan pertanyaan. Dia ingin aku memberikan daftar karakter untuk setiap seri, plus menjelaskan bab-bab acak. Namun aku siap menerima tantangan itu. Seperti yang kukatakan, aku menghabiskan sepanjang minggu untuk membacanya. Tidak ada satu pun pertanyaannya yang tidak kujawab.
"....Aku benar-benar tidak mengerti denganmu. Apa-apaan permainanmu? Kenapa kau begitu ingin berteman denganku?"
"Wah, wah, wah, tunggu dulu. Berteman denganmu tidak akan memberiku keuntungan sosial apapun. Aku hanya ingin kau kembali ke kelas. Aku tidak punya motivasi lain apapun."
"Lalu kenapa.... semua ini?"
"Kau tahu, aku benci orang yang tidak berusaha untuk mengenal seseorang atau sesuatu terlebih dahulu, lalu memanfaatkan apa yang mereka dengar dari orang lain yang membicarakan hal buruk dan menggunakannya untuk menjatuhkan orang atau sesuatu itu. Sebenarnya, buku-buku itu cukup menarik. Aku tidak bisa berhenti membacanya. Sekarang aku mengerti mengapa kau menyukainya. Seperti yang kukatakan, komunikasi adalah tentang keinginan untuk mengenal orang lain. Di sanalah semuanya dimulai."
Kenta terdiam. Kurasa dia terkejut.
"Dan ada sesuatu yang ingin kutanyakan padamu. Kau baru saja mengatakan sesuatu yang cukup menarik. Apa itu? 'Kau setidaknya harus mencoba mengenal kami sebagai manusia sebelum kalian mendiskriminasi kami berdasarkan penampilan dan dengan siapa kami bergaul', benar? Baiklah. Lalu dari aku, Yua-san, Yuuko-san, dan kau, siapa yang mendiskriminasi siapa berdasarkan penampilan dan kelompok pertemanan? Hmm?"
"Yah, tapi...."
Bibir Kenta terangkat selama beberapa detik, namun kemudian dia terdiam lagi.
Aku mengambil buku tentang sejarah dunia dari rak bukunya dan membacanya dengan malas.
"Kau tahu, saat SD, aku terpikat dengan seri buku ini.... Tokoh-Tokoh Terhebat di Dunia dari Sejarah. Apa kau pernah membacanya?"
Aku tidak terlalu memikirkannya saat melontarkan pertanyaan itu.
Kenta menggelengkan kepalanya, bingung dengan perubahan topik pembicaraan yang tiba-tiba.
Aku melanjutkan, setengah bercanda.
"Salah satu orang hebat yang kukagumi, dia memiliki masa kecil yang menarik. Saat anak ini dikaruniai segala macam bakat alami. Dia begitu tampan sehingga kadang-kadang dikira seorang gadis, mendapat nilai terbaik, dan mengalahkan semua anak laki-laki lain dalam olahraga. Tapi, dia tidak pernah sombong. Dia baik kepada semua orang, baik itu laki-laki maupun perempuan."
Kenta menyela.
"Apa yang kau bicarakan sekarang? Aku gak mengerti...."
"Dengarkan saja. Ini akan membantu kita lebih memahami satu sama lain. Jadi, apa pendapatmu tentang anak laki-laki itu sejauh ini, Kenta?"
"Apa....? Kurasa.... dari apa yang sudah kudengar, dia terdengar seperti orang brengsek. Dia pasti punya kekurangan. Setidaknya satu, kan?"
Ah, dia sangat jujur.
"Ya, banyak orang mungkin akan merasa seperti itu. Dan sebenarnya, mereka memang merasa begitu. Anak-anak di kelompok sebaya anak laki-laki itu mulai mengganggunya, mencari titik lemahnya. Dia terlalu sempurna, tahu? Jika dia mendapat nilai sembilan puluh sembilan dalam ujian, bukannya seratus, mereka akan mengejeknya. Jika ada benang yang menjuntai di seragam sekolahnya, mereka akan mengejeknya. Mereka bahkan mengolok-oloknya sambil tawanya."
"Kedengarannya dia pantas mendapatkannya. Lagipula, anak-anak memang brengsek. Dan menjawab satu pertanyaan salah dalam ujian tidak mengubah fakta bahwa dia pintar di sekolah."
"Seperti yang kukatakan padamu, mereka mencari-cari kesalahan apapun yang bisa mereka temukan. Paku yang menonjol akan dipalu. Mereka membenci anak ini. Mereka seperti kepiting dalam ember. Mereka tidak bisa naik ke levelnya, jadi mereka menyeretnya kembali bersama mereka."
{ TLN : Artinya di sini, mereka yang berbeda atau menonjol sering dihukum atau dikritik karena tidak sesuai dengan kelompoknya. }
Aku berhenti sejenak untuk memberi efek, menatap Kenta.
"Jadi menurutmu apa yang dilakukan anak itu selanjutnya?"
Kenta merenungkannya sejenak.
"Kurasa anak itu mulai melawan dan memberikan yang terbaik yang dia punya. Lagipula, dia memang berbakat secara alami, kan? Yang harus dia lakukan hanyalah menunjukkan dominasi. Ya, aku yakin dia marah."
"Tidak. Anak itu memutuskan untuk merendahkan dirinya ke level teman-teman sekelasnya yang lebih rendah. Dia sengaja membuat kesalahan pada ujian dan mengacau dengan sengaja selama pelajaran olahraga. Dia membuat dirinya sama seperti yang lain. Dia pikir jika dia berhenti menonjol, dia akan berhenti dikucilkan."
"....Yah, itu tidak adil. Bukan salah anak itu jika teman-teman sekelasnya menyebalkan. Dia seharusnya tetap bisa menjadi dirinya sendiri."
Aku mengembalikan buku pelajaran sejarah itu ke rak. Lalu aku berjalan ke tongkat pemukulku dan mulai mengelus gagangnya dengan malas.
"Jadi, anak itu berhenti diganggu?"
"Sayangnya tidak. Situasinya malah semakin buruk. Sekarang setelah dia membuat kesalahan yang lebih mendasar, ejekan itu semakin buruk. Para pembulinya semakin bertekad untuk menghancurkannya hingga anak itu menyerah sepenuhnya."
"Itu hanya bullying. Tapi anak itu akhirnya menang, kan? Maksudku, dia memang sehebat itu, bukan?"
Aku terdiam, mengusap daguku sebelum melanjutkan.
"Akhirnya, seorang guru sekolah memperhatikan keadaan anak laki-laki itu. Guru itu melihat bagaimana anak-anak lain mengucilkannya, dan guru itu mengajak anak laki-laki itu ke samping untuk berbicara dengannya. Guru itu berkata : 'Anak laki-laki sepertimu, yang diberkahi dengan semua bakat ini, seharusnya berdiri di depan kelas dan menjadi contoh bagi yang lain. Kamu mungkin bertanya-tanya mengapa hanya kamu yang harus berusaha sekuat tenaga, tapi anak-anak lain—yah, mereka bertanya-tanya mengapa hanya kamu yang memiliki semua bakat ini'."
Aku berhenti sejenak untuk mengembuskan napas sebentar. Aku menjadi sedikit bersemangat di sini. Aku harus memastikan agar suaraku tetap tenang dan stabil.
"....'Jadi kamu harus terbang lebih tinggi. Kamu harus berlari lebih cepat. Sampai kamu menjadi pahlawan sejati, tipe yang menginspirasi yang lain untuk mengikutimu di belakangmu....'."
"....Kedengarannya seperti guru yang baik."
"Jadi, anak itu berhenti berusaha menyembunyikan bakatnya dan fokus untuk menjadi yang terbaik. Sampai dia menjadi seseorang yang begitu mengagumkan sehingga dia dikagumi oleh semua orang. Dan dia hidup bahagia selamanya. Tamat."
Ya, anak itu menyadari bahwa dengan mencoba terbang di bawah radar, dia hanya menempatkan dirinya dalam jangkauan para pecundang di sekitarnya, yang terus mencoba meraihnya dan menyeretnya ke bawah dengan kakinya.
Dia harus terbang lebih tinggi... lebih cepat... sampai dia begitu jauh dari jangkauan sehingga orang-orang bodoh itu akan terlihat bodoh saat mencoba menangkapnya. Dia harus bersinar—terang dan indah.
Seperti bulan di langit malam.
Seperti kelereng kaca bundar yang terperangkap di dalam botol minuman bersoda Ramune jadul dengan tutup yang tidak bisa dibuka. Aku pernah membaca sesuatu seperti itu di sebuah buku.
Anak itu harus terbang sangat tinggi dan jauh sehingga ketika dia akhirnya melihat ke belakang, dia bahkan tidak akan bisa mengingat mengapa dia terbang begitu tinggi pada awalnya....
"Begitu ya. Jadi, anak laki-laki itu tumbuh menjadi sosok yang hebat?"
"Dia tumbuh menjadi orang yang hebat, yang dimuliakan, yang legendaris.... Saku Chitose."
"Jadi itu kau?!!!"
"Omong-omong, sebagian besar cerita itu aku buat begitu saja. Itu, seperti, sembilan puluh persen fiksi. Bagus, kan?"
"Kenapa kau membuatnya terdengar seperti semacam kisah moralitas?! Dan bagian mana dari cerita itu yang benar, kalau begitu?!"
"Bagian tentang aku yang hebat."
"Berhentilah membuang-buang waktuku, brengsek!!!"
✶
"Baiklah, sekarang, kurasa kita telah mempelajari hal penting tentang mencoba memperbaiki diri dan tidak sekadar menjalani hidup, bukan?"
Aku melipat tanganku, terdengar sombong.
"Aku merasa seperti orang idiot sekarang. Aku tidak percaya aku benar-benar tertipu oleh cerita bodohmu. Tapi... Yah... itu tidak sepenuhnya fiksi, kan? Kurasa kau juga mengalami beberapa hal, Chitose. Jadi... maaf. Baiklah. Kau benar. Aku punya prasangka tentangmu. Aku menganggap kau itu orang jahat tanpa mengenalmu."
Ini adalah tipe orang yang terlalu banyak membaca serial anime yang memiliki akhir yang samar dan hambar dan menyebutnya sebagai mahakarya berdasarkan semua hal yang jelas-jelas bukan.
"Yah, aku senang kau sudah sadar. Jadi kau ingin bicara sekarang?"
"....Kurasa. Setidaknya, aku terbuka untuk mendengar apa yang ingin kau katakan."
Aku tersenyum dalam hati.
"Bagus, makasih. Aku ingin menanyakan beberapa hal kepadamu, untuk menjernihkan kesalahpahaman. Pertama, tentang novel ringan yang kau sukai yang semuanya menampilkan pecundang yang canggung. Ya, sebagai fiksi, novel-novel itu menyenangkan, tapi jangan sampai tertukar dengan kenyataan. Oke, novel-novel itu menyebutkan beberapa keterampilan yang mungkin diperlukan untuk menjadi populer, tapi novel-novel itu terlalu memuja popularitas. Dan novel-novel itu juga menjelek-jelekkannya. Itu tidak realistis. Novel-novel itu perlu melewatkan beberapa hal dan menyederhanakannya demi cerita, tahu?"
"Aku tahu itu fiksi, tapi anak-anak populer memang seperti itu, kan? Mereka adalah pemenang dalam hidup."
"Begitu ya. Jadi begitulah caramu memandangnya...."
Aku memikirkan beberapa hal sejenak.
Mungkin semua anak yang tidak populer dan cupu merasa seperti itu, bukan hanya Kenta saja.
Untuk menjernihkan kesalahpahaman ini untuknya, aku harus menunjukkan sedikit jati diriku. Aku sebenarnya tidak ingin, namun aku sudah memprediksi ini. Alasan lain mengapa aku membawa Yuuko bersamaku.
Tetap saja, Kenta masih jauh dari titik di mana dia bisa membaca makna yang lebih dalam dari apa yang kukatakan. Namun, ini adalah harga yang kecil untuk dibayar karena membantu seseorang mengubah hidupnya. Dalam melakukan usaha ini, aku juga menanggung sejumlah kecil risiko pribadi.
Aku mulai berbicara lagi.
"Jadi, meskipun kau pikir anak-anak populer memainkan hidup dalam mode mudah, sebenarnya itu mode sulit, jauh lebih sulit daripada anak-anak yang tidak populer. Menonjol itu menyebalkan. Maksudku, kau tahu tentang pelecehan yang harus kuterima di situs web dunia bawah itu, kan? Ya... maksudku, jangan salah paham, menjadi tampan membuka pintu, tapi itu juga membuat orang berpikir mereka dapat mengatakan hal-hal jahat tentangmu, seperti bahwa kau brengsek, bahwa kau orang mesum brengsek, dan sebagainya. Aku menerima hal-hal semacam itu setiap hari. Seingatku, kau bahkan melakukan hal yang sama...."
"Aku... Aku minta maaf tentang itu."
"Tenang saja, aku tidak mencoba membuatmu merasa bersalah tentang itu atau semacamnya. Aku hanya ingin kau mengerti bahwa ada dua sisi dari setiap cerita. Maksudku, di sinilah aku mencoba membantumu. Dan aku diangkat menjadi ketua kelas."
"Ah benar, kau pernah menyebutkan itu sebelumnya."
"Ya, tapi sepertinya semua orang menganggap remeh bahwa aku akan melakukan apapun yang mereka butuhkan hanya karena posisi itu. Dan bahwa aku akan melakukannya dengan benar, apapun itu. Tekanannya sangat besar, dan itu datang dari semua orang, dan tidak ada cara untuk menghindarinya. Maksudku, apa kau mau pergi ke rumah seorang penyendiri yang murung yang belum pernah kau temui untuk mencoba meyakinkannya untuk kembali ke sekolah?"
"Uh, tidak. Aku benar-benar tidak suka terlibat dalam urusan orang lain...."
Kenta mengerutkan wajahnya seolah membayangkan berada di posisiku.
"Benar, kan? Kukatakan padamu, kau akan diberi label sebagai 'kelas pahlawan'. Dan kau akhirnya harus menjadi sangat sempurna sejak saat itu hingga akhir dunia. Karena jika kau melakukan kesalahan sekali saja, mereka akan datang kepadamu untuk menyeretmu ke neraka."
"Seperti dalam cerita yang baru saja kau ceritakan padaku."
Kenta mengikuti alur cerita yang kubuat. Ya, dia mengikuti dengan sangat baik. Dan aku melanjutkan.
"Dibandingkan dengan itu, para protagonis otaku ini hidup dengan mudah. Jika mereka mengacau.... memangnya mengapa? Tidak ada yang terkejut. Tidak ada yang akan mempermalukan mereka karenanya. Yang harus mereka lakukan adalah menenangkan diri dan melakukan percakapan normal dengan orang tiga dimensi, dan mereka dipuji dan mendengar suara tepuk tangan di punggungnya. Mereka mengacau, tidak masalah. Mereka berhasil sedikit, dan semua orang kehilangan akal sehat. Seperti yang kukatakan, hidup mereka itu mudah. Tapi bagaimana dengan kita? Ketika kita berhasil, tidak ada yang peduli, karena semua orang mengharapkannya. Kita tidak pernah mendapatkan poin tambahan. Tapi jika kita melakukan kesalahan, kita kehilangan semua poin kami. Hidup ini game yang curang. Dan menyebalkan."
Kenta terdiam dalam, memikirkan apa yang baru saja kukatakan. Kemudian dia berbicara lagi.
"Aku mengerti maksudmu. Tapi itu hanya berlaku untuk, seperti, anak-anak paling populer dari semua anak populer, seperti kau dan Hiiragi, kan? Tapi anak-anak populer biasa itu hanya orang-orang menyebalkan, selalu berusaha bersikap lebih unggul dari kami semua yang ada di bawah tangga."
Baiklah, aku akui aku memang luar biasa. Namun sepertinya dia tidak mengerti maksudku.
"Tapi itu hanya masalah mengkategorikan orang. Orang-orang yang berada di peringkat bawah memandang anak-anak populer dan menganggap mereka semua sama. Tapi ada banyak tingkatan dalam hal itu. Aku tidak melihat anak-anak yang terus-menerus mencoba mengalahkan anak-anak yang tidak populer sebagai anak yang benar-benar populer. Mereka hanya ingin menjadi populer. Aku hanya mengakui orang-orang yang benar-benar baik sebagai bagian dari kelompok populer. Orang brengsek tidak akan berhasil mencapai puncak, tidak peduli keterampilan khusus atau penampilan apa yang mungkin mereka miliki. Maksudku, ambil contoh Yua-san dan Yuuko-san. Apa mereka jahat padamu? Apa mereka tampak seperti mencoba menjatuhkanmu?"
"....Tidak. Mereka hanya berbicara padaku, seolah-olah kami setara. Itu semua tentangku.... awalnya aku menganggapmu sebagai musuh tanpa tahu apapun tentangmu, Chitose...."
"Dan apa kau tahu mengapa aku dan gadis-gadis itu bersikap begitu baik padamu?"
"Uh.... tidak?"
"Secara garis besar, itu karena kita semua merasa yakin dengan posisi kita di dunia ini. Jadi, kita tidak perlu menunjukkan kekurangan orang lain dan menertawakan mereka saat mereka mengacau dan bersikap seolah-olah kita sedang menyeimbangkan timbangan. Itu tidak akan mengangkat posisi kita dengan melakukan itu, dan kita tidak peduli untuk mencobanya. Kita tidak perlu memandang rendah orang lain. Kita bahkan tidak perlu memandang rendah. Paham maksudku?"
Aku sedikit merendahkan nada bicaraku saat melanjutkan.
"Menyeret orang lain ke bawah tidak akan mengangkatmu lebih tinggi. Itu hanya akan merendahkanmu sampai akhirnya kau turun ke level mereka."
"....Jadi, maksudmu aku harus bekerja keras untuk berubah, sampai aku bisa percaya diri?"
"Ya, tepat sekali. Lupakan yang lain. Fokuslah untuk menjadi seseorang yang kau inginkan jika kau bukan dirimu sendiri. Maka kau akan otomatis menjadi orang yang lebih baik. Dan kau tidak akan membiarkan pendapat orang lain mengganggumu lagi."
Kenta mencondongkan tubuhnya ke depan, terserap dalam percakapan ini. Dia sebenarnya orang yang cukup baik. Kebanyakan anak-anak begitu yakin bahwa mereka benar tentang segala hal sehingga mereka menutup telinga terhadap pendapat orang lain. Namun tidak dengan dia.
"Tapi.... bisakah aku mengatakan satu hal lagi? Setidaknya untuk anak-anak sepertimu dan Hiiragi.... berpacaran sebenarnya itu mode yang mudah, kan?"
"Hmm. Ya, aku tidak bisa menyangkal bahwa kita biasanya bisa memilih pasangan romantis. Tapi di saat yang sama, rasanya canggung ketika orang yang sama sekali tidak kita minati menjadi terlalu bergantung dan mulai suka dengan kita. Kita hanya mencoba bergaul dengan teman sekelas dan bersenang-senang dengan teman-teman kita, tapi ketika seseorang mulai menaruh hati, itu bisa berakhir menyakitkan. Ketika kau menolaknya, mereka mulai menggambarkanmu sebagai orang jahat. Kau mencoba menjauhkan diri sebelum hal itu terjadi, dan mereka menuduhmu mengucilkan mereka. Kau tidak bisa menang. Itu seperti, maaf karena sok tampan, kau tahu?"
Aku mengangkat tangan dan mengangkat bahuku.
"Ya, aku mendengar beberapa gadis mengeluh tentang itu di kelasku tahun lalu. Saat itu, aku berpikir... si populer brengsek itu, mati saja! Tapi ketika kau menjelaskannya seperti itu, aku agak mengerti. Hubungan itu rumit... aku bisa agak bersimpati... tapi maksudku... tidak sepenuhnya."
"Yah, kalau itu orang yang tidak kau pedulikan, kau bisa terima saja kebencian itu. Tapi kalau itu orang yang benar-benar kau sukai dan hargai sebagai teman yang menaruh perasaan dan dekat denganmu... yah, menyebalkan sekali harus menghancurkan persahabatan dengannya. Menyebalkan sekali harus bersikap seperti, 'Tolong pertahankan hubungan platonis ini!', kau tahu? Dan juga...."
{ TLN : Platonis itu hubungan dekat yang terjadi di antara dua individu, berbeda dengan hubungan romantis yang memiliki syarat dan melibatkan nafsu. }
Lalu aku terdiam beberapa saat.
"Dan juga, tidak peduli seberapa tampannya dirimu, atau seberapa mahir kau dalam olahraga, atau seberapa tinggi nilaimu, atau apapin itu, itu tidak serta-merta berarti gadis yang kau sukai akan menyukaimu juga."
"Kurasa begitu.... tapi hei, Chitose.... bolehkan aku ceritakan sesuatu yang pribadi?"
Suara Kenta menjadi merendah.
Ini dia! Satu dorongan lagi dan dia akan jatuh!
"Yah, gak masalah. Kurang lebihnya, au sudah mengerti apa yang terjadi, dan aku tidak mau tahu lebih banyak."
"Apaa? Tapi.... Tapi aku baru mau ceritakan itu padamu di sini...."
"Kau dulu anggota kelompok otaku. Bukan kelompok resmi di sekolah. Ada seorang gadis. Mirip tuan putri, tapi dia baik samamu, jadi kau mulai suka sama dia. Tapi dia suka orang lain—sebut saja orang itu Pangeran, eh, Jiro. Jiro merebut gadismu. Sejak saat itu, kau jadi merasa rendah diri, dan kau gak mau dekat-dekat sama siapapun, baik yang populer maupun otaku. Jadi kau berhenti sekolah. Apa ada yang aku lewatkan?"
Kenta menatapku, bibirnya terangkat tanpa kata-kata, namun aku tahu apa yang dia pikirkan : Kok kau bisa tahu?!
Apa kau tidak bisa melihat seberapa jelasnya itu, bung?
Yuuko dan Nanase benar sekali.
"....Ke-Ketika aku menembaknya.... dia berkata.... 'Apa? Apa kau sedang berhalu? Aku gak akan pernah berkencan dengan orang sepertimu. Kau tidak sadar status sosialmu sendiri? Dasar pecundang!'...."
"Astaga, bung. Aku heran kau masih bisa menunjukkan wajahmu di depan umum setelah mendengar hal seperti itu dari seorang gadis."
"Aku benar-benar gak pernah menunjukkan wajahku di depan umum!!!"
✶
Aku mengirim pesan singkat pada Yuuko melalui LINE dan memintanya untuk membawakan es kopi dan es teh dan menaruhnya di depan pintu. Kenta dan aku masih harus berbicara.
"Jadi, apa yang ingin kau lakukan selanjutnya, kawan?"
Aku mengaduk-aduk es batu dengan sedotanku sebelum meminum es kopi itu dengan berisik.
"Gadis itu... namanya Miki... sejujurnya, aku sudah selesai dengannya."
"Kau trauma."
"Ya, kurasa begitu. Itu pertama kalinya aku menyukai seorang gadis yang tidak nyata. Tapi gadis di dunia nyata lebih buruk dari yang kuduga. Aku akan kembali ke waifu-ku."
"Bagaimana dengan sekolah?"
"Tentang itu.... aku tahu aku tidak bisa terus seperti ini. Aku akan berakhir dengan mengacaukan diriku sendiri. Dengan semua keterkejutan itu, awalnya aku tidak bisa masuk sekolah, tapi setelah pulih, aku agak kehilangan kesempatan untuk kembali. Dan aku tahu betapa takutnya aku membuat orang tuaku...."
Mm-hmm.
Ini hanya tebakanku, namun sepertinya mengurung diri di kamar sementara pada saat yang sama tidak sepenuhnya berkomitmen untuk menyia-nyiakan masa depan kalian… itu pasti melelahkan secara mental.
"Jadi, jika kau benar-benar bersedia bersamaku dan mengajariku cara menjadi populer, Chitose, maka kurasa aku bisa kembali ke sekolah."
Kenta mengangkat kepalanya, menatap mataku.
"Er, itu tidak mungkin, kawan."
Aku menggelengkan kepalaku dengan kuat. Rahang Kenta ternganga karena terkejut dan tetap terpaku di sana.
"Apa? Tapi.... Tapi memang seharusnya begitu.... bukan?"
"Bung, pikirkanlah. Misiku adalah membuatmu setuju untuk kembali ke sekolah. Misi itu sudah selesai sekarang. Tapi sejujurnya, bahkan jika aku gagal, itu tidak akan banyak memengaruhiku. Aku hanya datang ke sini agar aku bisa merasa senang karena bisa turun tangan dan memecahkan masalah. Tapi siapa bilang aku harus menyeretmu ke sekolah bersamaku dan membuatmu populer?"
"Tapi.... Tapi memang seharusnya begitu...."
"Ya, tidak. Aku tidak punya kewajiban apapun. Tentunya, aku mungkin bisa membuatmu diterima di Tim Chitose. Tapi kau hanya akan tertekan. Lagipula, semua orang di sana jauh di atas levelmu. Masalah mendasar di sini adalah aku tidak ingin bergaul denganmu di sekolah."
"Apa kau serius?! Apa kau serius mengatakan ini padaku? Sekarang? Setelah semua itu?!"
"Jadilah dewasa. Kau mungkin tokoh utama dalam cerita otaku-menjadi-lelaki-sejati-populermu sendiri, tapi itu bukan ceritaku. Ceritaku adalah komedi harem yang dibintangi oleh Chitose sendiri. Kau hanyalah karakter sampingan kecil yang dirancang untuk memamerkan kehebatanku kepada para pembaca. Seluruh ceritamu yang seperti 'malangnya aku, aku tidak bisa sekolah' hanyalah pengalihan isu untuk memulai cerita dan membuat para pembaca tertarik. Ambillah tanggung jawab atas ceritamu sendiri, dan tulislah seperti yang kau inginkan, Karakter Sampingan-kun."
"Apa kau mencoba untuk bersikap menyebalkan?"
Agar adil kepadanya, dia mungkin mengira ini akan menjadi peristiwa besar yang mengubah hidupnya. Hari yang akan mengubah seluruh hidupnya. Namun bagiku, hari ini adalah hari selasa. Aku di sini untuk melakukan hal-halku, seperti biasa, dan mendapatkan hasil, seperti biasa. Aku mungkin bahkan tidak akan mengingat ini ketika aku dewasa.
Ini adalah caraku untuk membebaskannya. Lebih baik baginya, melakukannya dengan cara ini. Dia tidak akan bisa menjalani hidup ini jika terus berpegangan pada ujung bajuku.
Kenta memasang ekspresi terkejut yang amat sangat besar di wajahnya, seakan-akan dia telah dipindahkan ke dunia lain dan mendapati dirinya telah berubah menjadi seekor kuda nil.
"Tapi aku bisa melihat kesulitanmu. Kau berada di perahu dengan lubang di bagian bawahnya, dan perahu itu tenggelam dengan cepat. Aku tidak ingin melihatmu tenggelam. Jadi aku akan memberimu beberapa tips. Setidaknya cukup untuk membantumu menutup lubang itu."
"Kenapa harus repot-repot? Kau jelas tidak peduli baik aku tenggelam atau berenang!"
"Jadi kau ingin tenggelam? Hah?"
"....Baiklah. Kalau begitu, bantu aku. Aku tidak punya pilihan lain, setelah terpojok seperti ini. Lagipula, aku merasa aku bisa, uh.... percaya padamu, Chitose."
"Wah, makasih. Makasih atas kesempatanku ini untuk melayanimu, Yang Mulia."
"Baiklah, baiklah. Tolong, Saku Chitose-san, orang yang paling populer dan paling keren di seluruh SMA Fuji. Tolong, tolong, kasihanilah otaku pecundang yang malang, rendah hati, dan tertutup ini dan bagikan kebijaksanaanmu padanya."
Kenta berlutut, seolah-olah dia sudah mengabaikan semua rasa harga dirinya. Aku tahu dia masih belum sepenuhnya percaya padaku, namun setelah dia membiarkanku memecahkan jendelanya dan menceramahinya dengan panjang lebar tentang tidak menilai buku dari sampulnya... dia tidak bisa bersikap tegas padaku sekarang.
Aku menyeringai diam-diam pada diriku sendiri.
Bagus. Aku bisa menggunakan Kenta untuk mendukung citraku sendiri. Jadi Kenta juga bisa memanfaatkanku.
"Baiklah. Kau boleh memanggilku.... Raja."
"Raja!!!"
Aha, sungguh anak yang menarik Kenta ini.
"Aku akan memperingatkanmu, aku tidak bermaksud menjadi mentormu terlalu lama. Mungkin tiga minggu, paling lama. Katakanlah, sampai liburan Golden Week tiba. Aku akan mengajarimu dasar-dasar hidup sebagai anak populer. Setelah itu, kau harus menggunakan apa yang telah kau pelajari untuk lebih mengembangkan dirimu sendiri."
"Dimengerti, Raja."
"Tapi kau butuh semacam tujuan untuk dituju. Apa kau yakin sudah melupakan gadis bernama Miki ini?"
"Aku sudah selesai dengannya dalam arti romantis. Maksudku, aku masih sedih karenanya, kurasa... dan jika aku punya kesempatan, aku ingin menunjukkan padanya apa yang tidak dimilikinya. Sedikit saja."
"Itu bagus. Sederhana adalah yang terbaik. Mari kita buat dia menyesal karena telah kehilangan kesempatannya. Dan mari kita hancurkan Pangeran Jiro itu juga. Turunkan dia satu atau dua tingkat."
"A-Apa menurutmu kita benar-benar bisa? ....Raja?"
"Kita sedang membicarakan tentang pangeran dan tuan putri dari beberapa kelompok otaku kecil. Aku adalah Raja Anak-anak Populer, tahu? Jika kau tidak berhasil mengalahkan mereka setelah menerima bimbinganku yang luar biasa, maka itu salahmu. Jika kau mengacaukannya, aku akan mengejarmu. Satu-satunya tempat yang tersisa bagimu untuk bersembunyi dariku adalah di dalam pikiranmu sendiri. Mengerti?"
"Kau bukan raja.... kau... itu... iblis!"
"Dan satu hal lagi."
Aku meminum sisa kopi esku.
"Kau baru saja mengatakan bahwa gadis di dunia nyata menyebalkan, kan? Tapi aku tidak setuju denganmu, Kenta."
"Ya, tapi begitulah yang kurasakan. Tidak mungkin untuk mengetahui apa yang dipikirkan gadis di dunia nyata, dan kau harus memperhatikan penampilanmu dan apa yang kau katakan di sekitar mereka. Gadis animasi jauh lebih baik. Mereka hanya memberimu cinta tanpa syarat; kau tidak perlu melakukan sesuatu yang istimewa."
"Apa kalian para otaku memang seperti ini? 'Anak-anak populer itu menyebalkan, gadis di dunia nyata itu menyebalkan, pengisi suara atau idola yang dulu membuatku tergila-gila punya pacar dan sekarang dia menyebalkan'. Itu hanya iri hati, bukan? Jika kau tidak bisa mendapatkan sesuatu, kau membuat dirimu merasa lebih baik dengan mengatakan pada diri sendiri bahwa itu menyebalkan. Baiklah, aku akan membuka pintu menuju popularitas untukmu. Belajarlah untuk rendah hati."
"Nuh-uh, aku tetap pada pendirianku soal ini. Para gadis itu jauh lebih baik sebagai konsep abstrak. Begitu mereka menjadi tiga dimensi, mereka tidak lebih dari sekadar menyebalkan."
"Kau hanya menginginkan seorang gadis yang tidak akan melakukan apapun untuk menghancurkan fantasimu. Kau pikir harus memperhatikan penampilan dan hal-hal yang kam katakan itu menyebalkan, tapi kau perlu menguasai hal-hal ini jika kau ingin menjadi populer dan memiliki kehidupan yang nyata. Aku tahu, yang kau butuhkan adalah gadis yang luar biasa untuk diincar. Lebih mudah untuk berusaha menjadi dirimu yang terbaik jika kau menghabiskan waktu bersama seorang gadis yang ingin kau buat terkesan."
"Tidak.... aku tidak mau. Seriusan. Gadis sungguhan itu menakutkan."
"...dan, kau menjadi sangat lengket pada Yua, bukan?"
Aku berhenti sejenak, memperhatikan Kenta dengan licik saat dia mulai mengoceh.
"A-Apa? Jadi itu benar!"
Lalu aku melanjutkan.
"Dengar, Kenta. Saat aku membaca novel ringan yang sangat kau sukai, aku benar-benar jatuh cinta pada beberapa karakter perempuan yang menarik perhatianku. Dan semua hal tentang membangun hubungan adalah bagian terbaik, dan bagaimana hal itu menurun dari sana? Itu menyentuhku, kawan. Dan ya, aku tahu, para gadis bisa sangat merepotkan. Tapi kau tidak melihat gambaran besarnya."
Aku bangkit dari kursi meja dan mengambil tongkat pemukulku. Lalu aku mengarahkannya tepat ke Kenta, ujungnya hanya beberapa inci dari hidungnya.
"Dengar, dasar belatung! Pernahkah kau merasakan kelembutan payudara gadis sungguhan? Apa kau punya konsep tentang variasi ukuran, bentuk, dan kekenyalan yang benar-benar unik bagi setiap gadis? Pernahkah kau mencium aroma segar dan memanjakan dari rambut gadis saat kau menariknya ke dalam pelukanmu? Apa kau tahu kelembutan lembut perut dan pinggul mereka saat kau menggeser tanganmu ke dalam baju mereka? Pernahkah kau merasakan rasa asin di leher gadis saat kau menjilatinya? Pernahkah kau hampir pingsan saat seorang gadis mencondongkan tubuh dan menjilati bibir bawahmu? Pernahkah kau mengalami antisipasi yang muncul saat kau mengintip dari balik bahu gadis, berusaha mati-matian untuk melepaskan kaitan bra-nya? Pernahkah kau merasakan luapan kegembiraan yang muncul tepat tujuh detik kemudian (jangka waktu maksimum pribadiku) saat kau akhirnya berhasil meraih pengait itu dan bra terlepas dan terjatuh di tanganmu? Pernahkah kau memimpikan hal-hal ini?!!!"
"T-Tidak...."
"Kalau begitu, semua yang kau katakan tidak valid, perjaka! Baiklah, berpuaslah dengan gadis animasi itu! Andalkan imajinasimu yang terbatas untuk mewarnai fantasi-fantasi itu! Tapi jangan pernah lupa! Para gadis 2D yang sangat kau kagumi itu.... mereka datar! Mereka tidak bernyawa! Mereka tidak lebih dari sekadar kertas!"
"Mereka tidak seperti itu! Mereka hidup dalam pikiranku!"
"Tapi hanya dalam pikiranmu. Jika kau tidak bisa menghidupkan mereka, maka satu-satunya pilihan untuk kehilangan keperjakaanmu itu adalah dengan mengejar gadis sungguhan! Tapi aku punya kabar baik untukmu. Kau tahu Yuuko-san, kan? Kau sudah melihat wajahnya. Dan tubuhnya."
"Uh, ya... aku pernah melihatnya di sekitar sekolah. Sulit untuk tidak memperhatikannya!"
"Ya, dia memang salah satu lacur dari haremku. Kalau aku bilang padanya aku ingin bermain peran sebagai orang yang punya banyak harem atau semacamnya, aku yakin dia akan setuju. Dia mungkin tidak senang, tapi aku yakin dia akan jadi yang pertama. Omong-omong, ini spesifikasi Yuuko… D cup yang super empuk. Ukuran yang dianggap ideal oleh semua perempuan di jepang. Jadi, apa pendapatmu? Tidakkah kau ingin langsung terjun ke sana dan meniduri gadis terseksi di sekolah?"
"R-Raja.... apa kau sedang serius sekarang?"
"Raja tidak pernah berbohong."
"Tapi seriusan.... apa kau serius?"
"Sangat serius. Jadi, apa pendapatmu? Mau menidurinya?"
"Y-Ya! Aku mau menidurinya! Aku mau menidurinya, Raja!"
"Apa kau suka payudara tiga dimensi?"
"Aku suka! Aku suka! Aku suka payudara tiga dimensi! Maafkan aku karena mengatakan gadis sungguhan itu menyebalkan!"
"Apa kegemaranmu pada gadis 2D hanya sekadar rasa iri?"
"Ya! Ya! Sangat iri, Raja!"
"Apa kau suka payudara?!"
"Aku suka payudara!"
"Aku tidak bisa mendengarmu! Katakan lebih keras!"
"Aku suka payudara! AKU SUKA PAYUDARA!"
"Lebih keras lagi!!!"
"PAYUDARA, PAYUDARA, PAYUDARA, PAYU-DARA!!!"
"APA NAMAKU?!"
"RAJA! RAJA! RAJA!"
"LEBIH KERAS! KELUARKAN SEMUA YANG KAU PUNYA! PIKIRKANLAH PENISMU YANG MASIH BELUM DIGUNAKAN ITU!!!"
"AKU INGIN MERASAKAN PAYUDARA DARI GADIS TIGA DIMENSI DAN MENIDURINYA!!!"
"JUAL JIWAMU PADAKU!!!"
"YA, RAJA! YA! PAYUDARAAA!!!"
"SAYANG SEKALI!! PAYUDARA ITU MILIKKU!! DAPATKAN PUNYAMU SENDIRI!!"
"Tunggu.... apa?"
"Aku tidak berbohong. Kau sendiri yang bilang dia bagian dari 'harem'-ku, dan aku tidak pernah bilang dia mau melakukannya, hanya saja kupikir dia mungkin melakukannya. Aku tidak berjanji apapun. Aku hanya bertanya apa pendapatmu."
"Kau.... Kau benar-benar iblis."
✶
Setelah itu, aku membawa Kenta ke bawah. Setelah semua keributan yang ditimbulkannya, kurasa dia lega karena punya jalan keluar dan bertekad untuk tidak melewatkan kesempatan ini.
"Kuharap ibuku tidak menangis. Aku yakin Hiiragi-san juga marah...."
Kenta mungkin terus-terusan memikirkan ini dalam benaknya, selama masa mengurung dirinya yang panjang. Saat dia akhirnya keluar.
Tidak yakin bagaimana menghadapi orang atau apa yang harus dikatakan. Apa ibunya akan menangis? Apa ibunya akan marah? Apa ibunya akhirnya akan memaafkannya?
Aku pergi lebih dulu dan membuka pintu ruang tamu.
"Oh, Saku-kun! Kamu sudah selesai?"
"Ya ampun! Akhirnya kamu keluar?!"
Mereka berdua duduk di sana sambil meminum teh seperti sahabat lama. Ibunya Kenta punya energi besar untuk berkata,
"Kita akan makan nasi kari untuk makan malam malam ini!"
Namun aku sudah menduganya. Itulah yang terjadi pada Yuuko—dia bisa berteman dengan siapa saja.
Kenta menundukkan kepalanya, tampak malu. Dia terus berlama-lama di ambang pintu. Pada akhirnya, aku harus menyeretnya masuk. Aku juga memukul pantatnya untuk tindakan yang tepat.
"O-Okaa-san.... maaf atas semua kekhawatiran yang telah kutimbulkan. Sebenarnya, aku—"
"Oh, aku mendengar semua itu dari Yuuko. Kamu merasa tertekan tentang kehidupan cintamu, begitu? Kamu mungkin berbicara berlebihan, tapi kamu masih anak-anak. Aku khawatir ada sesuatu yang salah! Sekarang, kamu akan kembali ke sekolah besok, dan jangan bicarakan itu lagi."
"Uh.... tentu."
Maaf, Karakter Sampingan-kun. Kau tidak mendapatkan adegan rekonsiliasi yang dramatis dalam novelku.
"M-Maaf aku bersikap kasar padamu, Hiiragi-san. Aku bahkan tidak mengenalmu, tapi aku mengatakan beberapa hal yang jahat...."
"Yuuko ini baik-baik saja, kamu tahu? Lagipula, Kentacchi, baik-baik saja bagiku selama kamu sudah meminta maaf kepada Saku-kun juga."
Yuuko menyeringai, melambaikan kuenya yang setengah dimakan ke udara dengan biasa. Ada apa dengan panggilan itu? Membuatku teringat ayam goreng.
"Tapi sebaiknya kamu mandi dan mencukur wajahmu, lalu ganti bajumu. Kamu itu bau sekali."
"Itu benar!"
Dan berakhirlah reuni yang mengharukan antara ibu dan anak, yang sudah berbulan-bulan tidak berbicara langsung.
Ah, sangat menggembirakan!
✶
Kehadiran Yuuko mungkin yang mendorong Kenta untuk bertindak. Setengah jam kemudian, Kenta muncul kembali, baru saja mandi, bercukur, dan berganti pakaian biasa. Dia bahkan mengganti kacamatanya dengan lensa kontak.
"Meh...."
Yuuko dan aku berbicara serempak.
"Hmm, mungkin kau seharusnya tetap memelihara janggutmu." Renungku.
"Kupikir kacamatamu sangat norak, tapi tanpa kacamata itu, wajahmu tidak punya kepribadian sama sekali. Selain itu, rambutmu berantakan. Aku ingin menyarankanmu untuk mencukurnya, tapi mungkin penampilan yang lebih liar akan lebih baik...."
"Ya, aku bisa saja berjalan melewatimu di lorong setiap hari dan tidak akan pernah mengingat wajahmu!"
"Geh, itu sangat kasar."
Ngomong-ngomong, Yumiko sedang keluar untuk berbelanja makan malam saat ini, jadi hanya ada kami bertiga. Dan makan malamnya, seperti yang kuduga, adalah nasi kari.
Kenta ragu-ragu.
"Tapi bagaimana dengan pakaiannya? Aku benar-benar memilih semua pakaian terbaikku."
"Yah, tidak."
"Seriusan?"
"Jangan bercanda. Kau pikir kau ini siapa, Sid Vicious? Seorang punk rocker? Ada apa dengan kaos lengan panjang dengan tulisan bahasa inggris yang tidak jelas di atasnya? Apa maksudnya? DEAD BOY? Jadikan saja itu FAT BOY. Dan apa kau benar-benar membutuhkan tengkorak, salib, dan desain suku itu? Apa-apaan sayap di bagian belakangmu itu?! Dan kalung itu. Apa itu gratis dengan kaosnya? Sekarang celana jinsnya—aku pikir itu bagus pada awalnya, tapi apa itu boot-cut?! Ayolah, boot-cut? Bahkan dengan interpretasi yang paling murah hati, kau tidak akan menjadi orang yang membawanya kembali, aku bisa memberitahumu itu sekarang! Oh, dan apa kau melihat lapisan saku kotak-kotak itu? Eww, bung. Ada apa dengan kalian otaku dan pola kotak-kotak itu? Apa kau memiliki semacam kuota pola kotak-kotak yang harus kau penuhi? Aku malu dikaitkan denganmu, dasar bencana mode berjalan."
{ TLN : Bootcut itu celana panjang yang pas di pinggul dan paha, namun sedikit melebar dari lutut. }
"K-Kau tidak perlu sejauh itu, Raja."
"Yah, kau benar-benar membuatku tercengang! Kalau saja kau datang ke sini mengenakan seragam otaku yang khas, yaitu kemeja flanel kotak-kotak yang dimasukkan ke dalam celana jins, dan bandana di dahi, mungkin aku bisa mengatasinya, tapi apa-apaan itu...? Bagaimana menurutmu, Yuuko-san?"
Yuuko menyeringai.
"Hmm, kalau kamu datang untuk berkencan denganku dengan pakaian seperti itu, aku akan menendang selangkanganmu dan kabur."
"Bung, apa ini yang kau pelajari dari novel ringanmu dengan para protagonis yang pecundang itu? Baiklah, kami harus mengajakmu berbelanja di Lpa akhir pekan depan. Aku akan menunjukkan cara memilih pakaian yang terlihat bagus. Apa kamu ikut, Yuuko-san?"
"Aku akan ke sana kalau kamu ikut, Saku-kun!"
Ngomong-ngomong, Lpa adalah pusat perbelanjaan terbesar di Kota Fukui. Di sana ada toko pakaian dan toko perlengkapan rumah lainnya, namun juga ada bioskop, arena permainan, karaoke, dan bahkan Starbucks, semuanya di kompleks yang sama. Di sanalah pada dasarnya semua orang di Fukui berkumpul di akhir pekan dan hari libur. Banyak anak SMP dan SMA juga pergi ke sana untuk berkencan. Mahasiswa juga. Dan banyak keluarga. Semua orang tahu itu. Yang ingin kukatakan adalah bahwa itu adalah tempat untuk bertemu dan berkumpul.
"Makasih. Kalian mau menghabiskan akhir pekanmu bersamaku? Itu sangat baik. Karena aku benar-benar tidak tahu harus memilih pakaian seperti apa. Tapi, bolehkah aku memakai ini ke mal?"
"Tidak. Pakai seragam sekolah saja."
Yuuko dan aku berbicara serempak lagi. Anak itu berantakan, aku tidak akan berbohong untuk ini, namun dia jelas punya potensi untuk menjadi lebih baik.
"Untuk saat ini, kami tidak bisa membiarkanmu kembali ke sekolah dengan rambut seperti itu. Biarkan Yuuko-san memotongnya untukmu."
"Er, kau mau aku membiarkan Hiiragi-san memotongnya? Maksudku, uh, Yuuko-san? Dia tidak terlihat seperti... tipe yang cekatan."
"Kasar sekali! Asal kamu tahu, aku sama hebatnya dengan salon mana pun! Omong-omong, Saku-kun sudah memintaku. Aku punya gunting rambut, gunting penipis, dan bahkan gunting cukur di tasku! Selagi aku melakukannya, aku akan memangkas alis itu untukmu sebagai bonus tambahan juga."
Yuuko mengobrak-abrik tasnya, memamerkan peralatannya satu per satu.
"Santai saja. Aku bisa menjaminnya. Yuuko-san sudah memotong rambutku beberapa kali. Gaya rambut seperti apa yang kau punya sebelum kau mulai membolos?"
"Agak panjang di sekujur tubuh. Dengan poni yang menutupi mataku."
"Yuuko-san, potonglah dia dengan sangat pendek. Dengan gaya potongan skin fade."
"Aye, aye, kapten."
"Tidak adakah yang akan menanyakan pendapatku dulu?!"
Kami melangkah keluar ke halaman kecil. Halaman itu tidak istimewa, namun ibu atau ayah Kenta atau keduanya jelas merawatnya, dan halaman itu cukup bagus di luar sana.
Angin malam yang sejuk mulai bertiup saat Kenta dan aku sedang mengobrol di kamarnya yang pengap, dan sekarang cuaca di luar cukup menyenangkan. Langit senja diwarnai dengan semburat merah tua.
Yuuko membentangkan beberapa koran bekas yang ditemukannya di rumah, lalu meletakkan salah satu kursi makan di atasnya. Kemudian dia mengeluarkan kantong plastik yang sebelumnya dimintanya kepada Yumiko-san, melipatnya menjadi setengah lingkaran, lalu melubanginya sedikit untuk membuat jubah potong rambut.
Aku menoleh ke Kenta, yang berdiri di belakang kami.
"Dengar, hanya orang-orang tampan sepertiku yang bisa tampil dengan rambut terurai yang jatuh di mata kami. Kesan terpenting yang perlu dibuat orang-orang adalah kerapian. Jika kau punya wajah yang ingin kau sembunyikan, hal terbaik yang bisa dilakukan adalah memotong pendek rambutmu dan mengakuinya. Tapi wajahmu tidak buruk, jadi aku akan meminta Yuuko-san memotong rambutmu sedikit dan membiarkannya sedikit lebih panjang di bagian atas. Kau memiliki tipe ikal alami, jadi itu akan memberimu sedikit karakter tanpa terlihat terlalu liar."
"Oh ya, aku setuju. Sekarang, Kentacchi, duduk dan pakai ini."
Kenta duduk dengan patuh di kursi makan. Yuuko berdiri menghadapnya dan meletakkan kantong plastik di atas kepalanya. Namun, sepertinya Yuuko lupa memotong lubang lengannya.
"Kau tampak seperti samurai pengembara yang sudah melewati masa jayanya. Dan dengan jubah itu, kau tampak seperti samurai pengembara yang dipenggal yang sudah melewati masa jayanya."
"Eww, jijik! Tapi itu lucu sekali!"
"...."
Namun aku tahu bahwa Kenta tiba-tiba terdiam bukan karena marah. Itu karena dada Yuuko berada tepat di bidang penglihatannya. Dan Kenta mencoba menghirup aroma Yuuko secara diam-diam. Aku bisa melihat hidung anak itu berkedut.
Tetap saja, aku bisa membiarkannya begitu saja.
"Sekarang, mari mulai memotong!"
Gunting Yuuko menyala saat dia segera mulai memotong helaian rambut panjang di sekitar rahang Kenta. Pertama, Yuuko memotong panjangnya secara kasar, jadi dia bisa membentuknya nanti.
"Kamu memotong banyak sekali.... tidak bisakah aku minta cermin agar setidaknya aku bisa melihat apa yang kamu lakukan?"
"Cermin hanya akan menunjukkanmu sebagai anak laki-laki yang murung dan tampak tidak sehat. Dan lagipula, kau tidak punya hak untuk meragukan kemampuan Yuuko-san. Jadi, diamlah."
"Aw, ini gak apa-apa, Kentacchi. Apa ini pertama kalinya bagimu? Tutup saja matamu dan serahkan semuanya padaku. Aku bahkan akan memberikan pijat kepala gratis!"
Yuuko, kumohon. Aku tahu kamu tidak menyadarinya, tapi kamu akan membuat perjaka malang itu terkena serangan jantung. Dan aku masih punya beberapa hal penting untuk dibicarakan dengannya.
Ingin mengalihkan perhatian Kenta, aku mulai berbicara dengannya lagi sementara Yuuko melanjutkan pekerjaannya.
"Jadi kau akan kembali ke sekolah besok, setuju?"
"Kurasa meminta sedikit waktu lagi tidak mungkin, Raja?"
"Hmph. Itu tidak akan menggangguku, tapi untuk beberapa hari pertama, aku akan menjemputmu di pagi hari, dan kita bisa pergi ke sekolah bersama."
"Kau tidak akan mundur, kan?"
"Dengar, hanya ada sedikit yang bisa kulakukan untukmu dalam tiga minggu. Baik itu efektif atau tidak, tergantung pada seberapa banyak usaha yang kau lakukan. Pertama, kau perlu meningkatkan kemampuan komunikasimu. Kita akan mulai dengan mengembalikanmu ke sekolah dan kembali ke kelas. Kemudian tujuan kita adalah agar kau bisa mengobrol dengan normal dengan anak populer tanpa membuat mereka takut, oke?"
"Hanya itu? Hahh. Kedengarannya tidak terlalu sulit."
"Lalu mengapa kau tidak melakukannya selama ini?"
"....salahku, Raja. Silakan lanjutkan."
Yuuko fokus pada memotong rambut anak itu. Yuuko bisa mendengar apa yang kami katakan, namun jelas dia menyerahkan semuanya padaku.
"Asal kau tahu, jika kau berharap untuk mencapai level orang-orang seperti Yuuko-san dan aku, maka kau dapat terus bermimpi. Mungkin di dunia fiksi, kau dapat melakukannya jika kau punya waktu sekitar satu tahun. Tapi, ini dunia nyata, dan ini bukan masalah berapa banyak waktu yang kau curahkan untuk itu. Mampu menikmati percakapan dengan murid lain dan menjalani kehidupan sekolah menengah yang normal adalah hal terbaik yang akan kau dapatkan. Jika kau masih menginginkan lebih setelah itu, itu terserahmu. Tapi, jangan berpikir bahwa instruksi apapun akan membawamu ke sana."
Kenta mengangguk patuh.
Wah, jangan bergerak seperti itu; kau akan mengacaukan pekerjaan tangan Yuuko-san.
"Satu hal lagi yang perlu kami perhatikan adalah penampilanmu. Itulah sebabnya kami akan memotong rambutmu, dan mengapa kami akan membawamu ke LPA. Aku akan membimbingmu, tapi kau harus berusaha sendiri untuk memperbaiki lemak yang ada di tubuhmu. Kau tidak cukup gemuk untuk menjadi bagian dari karaktermu, jadi kau harus sedikit mengurangi berat badan. Apa berat badanmu sudah seperti itu sejak sebelum kau berhenti sekolah?"
"Tidak, sebenarnya, aku dulu lebih kurus."
"Baiklah kalau begitu. Aku akan menulis rencana makan dan rencana latihan untukmu. Tapi pastikan kau berusaha. Aku tidak akan menyuruhmu diet keto atau semacamnya, tapi kau akan mengurangi karbohidrat olahan. Dan kita akan melakukan kardio berat, ditambah latihan kekuatan, yang akan menunjukkan hasil tercepat. Jika kami tidak memperbaiki rambutmu, pakaianmu, dan mengembalikanmu ke berat badan ideal, maka tidak banyak yang bisa kulakukan."
"Yah, tipe tubuh dan metabolismeku tidak benar-benar di bawah kendaliku...."
"Aku tahu, setiap orang punya tubuh yang berbeda. Tapi itu soal kalori yang masuk melawan kalori yang keluar, itu termodinamika dasar. Jangan mencoba mencari alasan. Dan lagipula, jika kau yang dulunya kurus, maka sedikit olahraga dan defisit kalori akan memberikan hasil yang cepat. Saatnya bangkit dan bekerja."
Aku tahu bagaimana rasanya. Aku tipe yang cepat membentuk otot dengan sedikit olahraga, namun begitu aku berhenti, massa otot itu langsung pindah ke tempat lain. Ada beberapa orang di luar sana yang tidak menjadi gemuk meskipun mereka makan banyak, namun mereka juga tidak bisa mendapatkan otot yang serius tidak peduli seberapa keras mereka berlatih di pusat kebugaran. Kalian harus menyesuaikan dengan bentuk tubuh kalian, namun kalian tidak bisa menggunakannya sebagai alasan.
"Ya, tapi...."
"Tidak ada tapi, tapi. Sudah cukup dengan tapinya. Jika aku mendengar satu tapi lagi darimu dan kau akan mendapatkan potongan rambut cepak. Yang boleh kau katakan mulai sekarang adalah : 'Baik, Raja', paham?"
"....Aku akan berusaha sekuat tenaga, Raja."
"Dan berikan ponselmu padaku. Buka kuncinya dulu."
"....kau mengambil ponselku...."
"Yuuko-san, berikan aku gunting rambut."
"Ini dia!"
"....baik, Raja!!!"
Aku mengambil ponsel dari tangan Kenta yang gemetar dan segera mulai memeriksanya untuk melihat aplikasi apa saja yang dimilikinya. Tidak ada yang mengejutkanku. Aku menghela napas dengan jijik.
"Kenta, mulai besok, kau dilarang menggunakan Twitter, 5chan, dan situs gosip sekolah sialan itu. Dilarang memposting, dilarang menggulir. Bahkan, jangan melihatnya. Mengerti?"
"Tapi aplikasi-aplikasi itu sekitar lima puluh persen dari apa yang menopang hidupku! Berapa lama sampai aku bisa menggunakannya lagi?!"
"Sampai kau belajar betapa tidak produktifnya menjelek-jelekkan orang di internet yang bahkan tidak kau kenal. Tapi sebagai ucapan terima kasih karena telah mengenalkanku pada novel-novel ringan yang kau suka itu, aku akan meminjamkanmu beberapa novel biasa. Pastikan kau membacanya dengan saksama."
"Novel-novel biasa? Tapi, itu sangat sulit dibaca...."
"Jangan jadi apatis begitu. Kau bisa belajar banyak dari membaca seseorang seperti Raymond Chandler. Bahkan, semua fiksi yang sulit. Orang-orang yang sangat keren dan populer didorong oleh lebih dari sekadar keinginan untuk menjadi populer. Seorang laki-laki itu harus belajar tentang filsafat dan estetika. Tapi, aku peringatkan padamu sekarang, jika kau membiarkan buku-bukuku terbuka di lantai atau melipat halaman-halamannya, aku akan membunuhmu dengan tangan kosong."
"Aku.... Aku tidak akan pernah melakukan itu pada buku. Kau tidak perlu khawatir tentang itu."
"Aku juga akan memberimu daftar film dan acara TV yang menampilkan protagonis laki-laki yang keren. Kau harus mendaftar di salah satu layanan streaming. Tapi, kau tidak perlu begitu saja mengonsumsi semua yang aku perintahkan. Kau harus menemukan pahlawanmu sendiri untuk ditiru. Bahkan protagonis novel ringan pun tidak masalah. Cari saja seseorang untuk dijadikan contoh."
"Pahlawan untuk ditiru, ya...? Aku akan memikirkannya."
Aku rasa itu merangkum semuanya untuk saat ini.
Snip-snip.
Wajah Yuuko tampak sangat serius, tidak seperti Yuuko yang biasanya. Sementara itu, Kenta tampak gelisah dan menatap lututnya sendiri. Anak itu jelas tidak yakin ke mana harus mengarahkan pandangannya. Sepertinya dia tidak akan pernah mendapatkan kesempatan kedua untuk sedekat ini dengan Yuuko. Setidaknya dia bisa memanfaatkannya sebaik-baiknya.
Snip-snip, snip-snip.
Suara gunting hampir berirama.
Malam itu terasa aneh.
Di sinilah kami, Yuuko dan aku, dua anak paling terkenal di sekolah. Bergaul dengan Kenta, yang hampir sepenuhnya tidak diperhatikan semua orang. Yuuko sedang memotong rambut Kentara sementara aku mengajari Kenta cara hidup. Serangkaian kebetulan aneh tampaknya telah membawa kami semua ke sini. Atau mungkin serangkaian keputusan buruk yang telah membawa kami semua ke sini.
Namun, itu benar-benar keajaiban yang aneh. Seperti menemukan tiket emas di permen pertama yang pernah kalian beli dengan uang saku pertama kalian.
Yuuko sudah mengeluarkan guntingnya dan membersihkan sisi-sisinya.
"Selesai! Bagaimana menurutmu, Saku-kun?!"
"Hmm. Dari samurai yang dipermalukan menjadi kuda nil yang muncul dari air dengan rumput liar di kepalanya. Setidaknya ini sebuah kemajuan."
"Hei!"
"Uh...."
Itu bukan salah Yuuko. Dia tidak punya banyak hal untuk dikerjakan.
"Ayo kita perbaiki rangkamu, oke, Kenta?"
Ketika Yumiko-san pulang dari berbelanja, dia membuatkan nasi kari yang lezat namun tetap mengenyangkan untuk kami semua. Kami sepakat untuk makan malam di sana sebelum pulang.
Tentu saja, Kenta menyajikan karinya di atas hamparan kubis. Dan kami menyuruhnya memilih semua kentang. Karbohidrat sederhana, bagaimanapun juga, bukanlah bagian dari rencana diet.