Bonus Story :
The Second Coming of Lovis, the Black Reaper
Bagian – 1
HAL ini terjadi sepuluh tahun lalu di kota Delmond yang tanpa hukum, surga bagi para penjahat dan daerah kumuh luas yang ditinggalkan oleh kerajaan. Kota itu adalah tempat terkutuk, penuh dengan orang-orang dengan masa lalu yang kelam, orang-orang yang sangat miskin sehingga tidak punya tempat lain untuk dikunjungi, atau orang-orang yang mencari keuntungan dengan memangsa orang lain. Pembunuhan adalah hal biasa—apalagi perampokan—dan jarang ada warga kota ini yang berhenti hanya untuk mencari mayat.
Pusat Delmond khususnya dilanda perang wilayah berdarah antara tiga organisasi kriminal bersenjata lengkap. Rata-rata penduduk biasa tidak berani mendekat. Salah satu organisasi tersebut adalah Chimera’s Venom. Meski kekuatan tempur mereka paling kecil di antara ketiga kelompok tersebut, namun mereka tetap bermanuver untuk menjadi yang teratas, sehingga lebih banyak yang kontra dibandingkan pro dalam menyerang mereka. Hal ini memungkinkan mereka untuk memperkuat status mereka.
Chimera’s Venom bermarkas di sebuah menara; pemimpin mereka, seorang laki-laki bertubuh besar bernama Bargo, berada di lantai paling atas dan berhadapan dengan seorang anak laki-laki berambut hitam. Darah dan mayat berserakan di lantai di sekitar mereka, sebuah tragedi yang menimpa seorang anak laki-laki yang menerobos menara mereka. Anak laki-laki itu perlahan menurunkan sabit yang dipegang erat di tangannya dan dengan tenang melangkah mendekati Bargo.
"Sekuat itu, di usiamu..... dan sebuah sabit.... A-Aku tahu siapa dirimu sekarang! Kau..... kau adalah pembunuh yang membuat Ibukota menjadi keributan! Lovis Sang Reaper! Kenapa orang sepertimu mengincar Chimera’s Venom?!" Teriak Bargo.
Lovis mendengus tertawa. Kota Delmond yang tanpa hukum ini adalah tempat orang berkumpul ketika mereka tidak punya pilihan lain. Para prajurit dan pemimpin organisasi kriminal di sini paling banyak setara dengan petualang B-Rank. Lovis berusia enam belas tahun dan sudah cukup kuat untuk menyamai petualang A-Rank, yang biasanya sangat langka sehingga biasanya hanya perlu satu tangan untuk menghitung berapa banyak yang ada di kota besar. Ini seharusnya bukan tempat yang ingin dia serang.
"Kau tahu.... kota tanpa hukum ini adalah kampung halamanku." Kata Lovis.
"Aku mendengar ada beberapa orang yang menggunakan trik remeh, mengumpulkan kekuatan untuk mengacaukan dinamika kekuasaan, dan meneror orang-orang yang mati-matian berjuang untuk menjalani hari berikutnya di kota kotor ini. Aku datang untuk melihatnya sendiri."
"R-Reaper berasal dari sini.....? Wajar jika orang meneror yang lemah! Kami hanya mencoba bertahan hidup di tempat ini! Apa ini gagasanmu tentang keadilan?!"
Lovis mengangkat bahu sebagai jawaban.
"Sekarang, jangan langsung mengambil kesimpulan. Aku baru saja mendengar ada seseorang yang mengumpulkan kekuatan di kampung halamanku dan menjadi penasaran. Aku pikir mungkin ada seseorang yang melatih dirinya sedikit. Dan ternyata itu adalah kau."
"Apa?! K-Kau bilang kau memusnahkan kami untuk bersenang-senang?!"
"Wajar jika orang meneror yang lemah..... bukankah itu logikamu?"
Kata Lovis tersenyum dan mengangkat sabitnya. Bargo merasakan sesuatu yang dingin mengalir di punggungnya. Jelas baginya kalau Lovis belum selesai dengan pekerjaan kejamnya. Lovis berencana membunuh Bargo juga.
"Kau telah melakukan lelucon kecilmu terlalu jauh, sayang."
Saat itu, sebuah suara datang dari kegelapan. Pada suatu saat ketika Bargo tidak menyadarinya, seorang perempuan bertelinga panjang datang untuk duduk bersila di kursi mewah yang diperuntukkan bagi Bargo.
".....Elf? Tidak, High Elf. Bargo tentara bayaran yang disewa? Kau sepertinya cukup ahli untuk bergerak tanpa aku sadari." Kata Lovis.
"Tidak bagus bagiku jika Bargo mati di sini." Kata High elf itu, nadanya bosan.
"Kau tahu, sungguh membuat frustasi jika benda yang sudah kubuat dengan hati-hati dirobohkan oleh seseorang. Dan bahkan bukan seorang pendatang dari dunia lain..... hanya anggota biasa dari mob tak bernama yang biasa ditemukan di mana-mana. Sayangku, kau hanyalah figuran sampingan."
"Perempuan yang sok. Aku suka itu. Aku akan membunuhmu sebelum aku menghabisi Bargo."
"Summoning Magic Level 12 : Goldburn."
Perempuan High Elf itu membentuk lingkaran sihir. Menanggapi panggilannya, seekor naga emas muncul. Seluruh tubuhnya ditutupi sisik emas berkilauan, dan matanya terbuat dari batu permata besar. Naga itu hampir tampak seperti patung emas murni, namun naga itu bergerak, menatap Lovis sedemikian rupa sehingga menyadarkan kehidupan di dalamnya.
"Itu tidak mungkin roh kuat yang menguasai keserakahan manusia, bukan?!"
Kata Lovis. Meskipun dia bersikap sombong beberapa saat sebelumnya, ekspresinya menegang sekarang. Dia dengan cepat menyiapkan sabitnya dan menurunkan dirinya ke posisi bertarung. Jika dia melakukan upaya serangan yang buruk, dia akan terbunuh di tempat. Dia memilih untuk memperkuat pertahanannya terlebih dahulu.
Goldburn adalah roh agung yang menguasai keserakahan. Roh itu adalah jenis monster yang hanya muncul di dongeng. Tidak seperti tentara Bargo, Lovis memutuskan kalau itu bukanlah sesuatu yang bisa dia menangkan dengan mudah.
"Siapa bilang hanya ada satu?" Kata perempuan High Elf itu, dan lingkaran sihir lainnya muncul, lalu lingkaran sihir lainnya. Ada dua, tiga, empat, bahkan lebih banyak Goldburn muncul.
"I-Ini gila, itu tidak mungkin....." Kata Lovis.
Perempuan High Elf yang muncul entah dari mana tidak seperti siapapun yang pernah ditemui Lovis. Pertarungan itu berakhir dalam sekejap. Sebenarnya, itu bukanlah pertarungan. Lovis dipermainkan. Hanya butuh beberapa menit baginya untuk berlumuran darah dan jatuh ke tanah. Bahkan sabit yang dipegangnya telah hancur oleh cakar para Goldburn itu.
"Huff, huff, huff..... mustahil..... ini tidak mungkin! Sabit logam naga hitamku, patah semudah ini!" Lovis meringis.
"Tentu saja. Sepertinya kau tidak pernah punya kesempatan melawan orang yang memanipulasi Locklore." Kata perempuan High Elf itu sambil mengambil pecahan logam dan dengan mudah menghancurkannya di antara jari-jarinya. Lovis tidak bisa berbuat apa-apa selain menatap dengan takjub.
"Tidak mungkin..... itu tidak mungkin....."
"Trik yang mudah untuk siapapun yang levelnya di atas 500."
Kata perempuan High Elf itu, dan saat itulah Lovis mengerti. Beberapa orang di dunia ini berada di level yang sama sekali berbeda. High Elf itu adalah Sopia, World’s Recordkeeper, memutuskan untuk membiarkan Lovis hidup, namun teror yang Lovis rasakan hari itu tidak pernah benar-benar sembuh.
Bagian – 2
KARENA Lucifer, yang diutus oleh makhluk yang lebih tinggi, pintu masuk ke dungeon besar Cocytus terbuka, tempat yang menyegel monster-monster mengerikan. Veranta takut monster yang memiliki level melebihi skala normal akan merangkak keluar dari kedalaman satu demi satu, jadi dia tidak punya pilihan lain selain memanggil orang-orang yang kuat dari seluruh dunia. Dan Lovis menjawab panggilan itu.
"Yang lain bilang ini semacam neraka.... tapi aku tidak pernah membayangkan neraka bisa semanis ini." Kata Lovis sambil menusukkan sabitnya ke punggung ogre raksasa.
"Mereka memberi kita healing potion dan peralatan serta mendukung pertarungan dengan golem. Dan ada gerombolan monster yang tiada habisnya! Ini adalah surga! Aku bisa merasakannya..... setiap kali aku mengalahkan salah satu dari mereka, kekuatan berkumpul di dalam tubuhku!"
Lovis berdiri di atas mayat monster itu dan tertawa terbahak-bahak.
"Lovis..... dia lebih ceria dari biasanya." Kata Damia, salah satu bawahan Lovis.
".....Aku hanya berharap dia tidak mengecewakan kita lagi."
Kata Yozakura dengan ekspresi ragu di wajahnya sambil menatap Lovis.
"A-Aku tahu kau tidak bisa menahannya.... tapi menurutku kau terlalu keras padanya, Yozakura."
"Itu hanya karena dia menodai kehormatan dan cara hidupnya sendiri."
"A-Ah.... kurasa aku mengerti itu.... tapi...." Kata Damia sambil menatap Lovis lagi.
Lovis merapal mantra teleportasi untuk terbang mengelilingi monster dan golem sekutu, bermain-main dengan musuh-musuhnya. Sabit besarnya berkilat saat menebas kepala monster besar.
"Aaah..... kekuatan.... itu mengalir ke dalam diriku! Ahahahahaha! Ini dia! Inilah dunia yang dilihat orang-orang itu! Lagi! Beri aku lebih banyak!"
Lovis tertawa terbahak-bahak dan bergegas melintasi medan perang.
"Aku khawatir Lovis berubah menjadi orang berbeda dalam kekacauan ini." Kata Damia.
"Lovis yang aku kagumi.... adalah manusia. Tapi orang di sana sepertinya sedang menuju sesuatu yang lebih menakutkan dari itu....."
"Aku pikir itu adalah dirinya yang sebenarnya. Aku merasakannya—baru-baru ini. Aku menyadari kalu Lovis tidak bisa hidup dengan bangga di dunia ini sebagai manusia sederhana. Dia membutuhkan sesuatu sebagai pemicu untuk mendorongnya melewati batas itu. Jika momen ini adalah saat yang tepat, maka aku sangat bahagia."
Napas Damia tercekat di tenggorokannya saat dirinya melihat ekspresi Yozakura. Sama seperti Lovis, ada cahaya gila di matanya. Monster kelabang besar bergegas menuju Lovis. Dia menggunakan mantra teleportasi untuk melompat ke atasnya, lalu melepaskan serangkaian tebasan dengan sabitnya saat dia berlari di atasnya.
"Eeeeegh!"
Kelabang besar itu menjerit dan meringkuk ketika mencoba menangkap Lovis dengan rahangnya yang besar dan bertaring. Lovis langsung menuju kepalanya dan menancapkan pedangnya ke dalamnya. Kelabang berhenti, hidupnya lenyap.
Lovis meningkatkan levelnya secara signifikan selama kekacauan di Cocytus yang disebabkan oleh Lucifer. Saat dia berdiri di atas punggung kelabang raksasa, dia mengeluarkan pecahan kecil logam hitam. Itu adalah pecahan senjata yang pernah dia gunakan, sepotong logam naga hitam. Ada makhluk-makhluk di dunia ini, monster-monster dengan kaliber berbeda yang tidak dapat ditandingi oleh manusia mana pun dalam hal kekuatan. Lovis menyimpan potongan logam itu sebagai pengingat akan hal itu. Dia meremas pecahan itu di antara jari-jarinya. Pecahan itu mengeluarkan suara gertakan dan hancur menjadi debu agar bisa terbawa angin. Lovis memperhatikannya, sudut mulutnya melengkung.
Lovis menyadari kalau dia akhirnya melangkah keluar dari kemampuan manusia. Dengan tingginya levelnya, pedangnya bahkan bisa memotong leher monster tidak manusiawi yang dia temui di sepanjang jalan.
"Tunggu saja..... Sopia..... Lunaère..... Kanata...... dan kalian para dewa konyol yang menguasai dunia ini! Aku akan menghancurkan segala sesuatu yang pernah membodohiku!"
Bagian – 3
KANATA dan lunaère berhasil mengalahkan Lucifer, dan kekuatan tempur yang dikumpulkan Veranta berhasil mengusir monster di sekitar Cocytus. Segalanya menjadi tenang setelah tahap pertama merawat yang terluka parah dan memburu monster liar, dan sekarang mereka mengadakan pesta sebagai ucapan terima kasih atas kerja keras mereka. Ada para petualang berserakan dengan minuman di tangan dan sorak-sorai terdengar.
"Suaranya cukup keras. Haruskah kita mendapatkan kompensasi dari orang bertopeng itu dan pergi?" Kata Yozakura sambil menghela napas jengkel sambil melihat ke arah para petualang yang ribut itu.
"Tidak, jangan dulu. Aku pernah mendengar rumor kalau ada pendatang dari dunia lain tertentu ada di sini..... si Kanata itu....." Kata Lovis.
"Lovis, kau tidak bermaksud untuk—!" Yozakura tersentak.
"Sekarang aku tidak takut apapun. Waktunya telah tiba bagiku untuk menghapus rasa malu dari masa laluku. Aku berencana untuk menantangnya bertarung lagi, dan kali ini, ini akan menjadi pertarungan sampai mati." Lovis tersenyum tipis.
"Aku sedang mengawasi kalian sekelompok psikopat, dan sepertinya kalian benar-benar merencanakan sesuatu yang buruk."
Kata seseorang mendekati Lovis dan yang lainnya.
Lovis menoleh ke arah itu dan melihat seorang laki-laki dengan rambut runcing hitam dan pirang. Ada pandangan tidak menyenangkan di matanya, taring tajam giginya muncul di bibirnya, dan pedang besar tersandang di punggungnya.
"Mitsuru, si pendatang dari dunia lain." Kata Lovis.
"Aku belum pernah melihatmu lagi sejak di Mansion Grede, orang mesum." Kata Mitsuru.
"Senang rasanya aku mendapat kesempatan untuk mengembalikan apa yang kau berikan padaku terakhir kali." Mitsuru menarik pedang dari punggungnya dan mengarahkannya ke Lovis.
Di Ploroque, kota pedagang, Mitsuru menyerang Lovis setelah mengira dirinya adalah seseorang yang bekerja untuk Grede. Pertempuran pun terjadi. Lovis secara teknis menang pada akhirnya, namun Kanata muncul, meninggalkan pertarungan yang belum terselesaikan.
"Aku tahu ada yang tidak beres denganmu." Kata Mitsuru.
"Aku akan menghajarmu sampai babak belur, tanpa peduli apapun. Kau bukan satu-satunya yang menjadi lebih kuat setelah mengalahkan monster-monster itu!"
Mitsuru melompat ke arah Lovis.
Veranta memberi mereka item dan pasukan golem, memungkinkan mereka mengalahkan gerombolan monster yang lebih kuat dari mereka. Mitsuru, dengan Gift Skill-nya yang memungkinkan dia untuk dengan mudah memberikan kerusakan pada lawan berlevel lebih tinggi, adalah orang yang paling diuntungkan dari situasi itu. Dengan Double miliknyw, kemampuannya yang memungkinkannya menggandakan status tertentu, dia bisa mendapatkan exp dengan bersembunyi di belakang golem dan memberikan serangan telak terhadap monster, membuatnya mudah untuk naik level.
Cahaya kuning menyelimuti tubuh Mitsuru.
"Double..... Speed Mode!"
Kecepatannya langsung meningkat. Bilahnya yang cepat meluncur ke arah Lovis dan Yozakura, yang berdiri di sampingnya. Dan saat berikutnya, Lovis, Yozakura, dan Damia menghilang.
"Hah.....?"
Sebuah pisau sabit terletak di tenggorokan Mitsuru.
"Apa itu hal terbaik yang bisa kau lakukan dengan spesial skillmu itu? Kau bahkan tidak layak untuk diajak bermain-main sekarang." Bisik Lovis ke telinga Mitsuru.
"T-Tidak mungkin, itu gila...." Mitsuru tidak bisa menerima perbedaan kekuatan.
Mitsuru seharusnya menjadi orang yang memiliki keuntungan luar biasa ketika harus naik level pada pertempuran di Cocytus ini, namun Lovis berhasil meningkatkan levelnya lebih dari dua kali lipat dari Mitsuru hanya melalui kecerdasan bertarungnya dan haus akan kekerasan. Perbedaan terbesar antara Mitsuru dan Lovis adalah bahwa Mitsuru tidak melakukan apapun selain mengandalkan Double untuk berburu monster dengan aman. Mitsuru mungkin punya bakat, namun dia bukan iblis seperti Lovis.
"Meskipun aku mungkin senang membunuhmu setelah pertarungan kita di Mansion Grede, membunuhmu seperti ini akan sedikit mengecewakan. Aku menaruh harapan besar padamu, Mitsuru Ijuuin. Suatu hari nanti, aku harap kau akan menghiburku lagi. Aku akan menunggu sampai saat itu."
Lovis menghantamkan gagang sabitnya ke perut Mitsuru, menyebabkan dia mencengkeram perutnya dan terjatuh ke tanah.
"A-Agh!"
"Hahaha..... akhirnya aku mencapainya." Kata Lovis.
"Aku telah mencapai ketinggian di mana para penguasa dunia berada. Aku tidak peduli apa mereka manipulator dunia atau bahkan dewa itu sendiri, aku akan membunuh mereka semua dan menggantikan mereka! Aku menantikan kau datang untuk menghentikanku, Mitsuru."
Lovis berbalik, dan Mitsuru berteriak.
"Tunggu, bajingan!"
"Kau tidak bisa berbuat apa-apa, untuk dirimu yang seperti sekarang. Tinggalkan logika dan ketakutanmu itu. Percayakan segalanya pada naluri primitif! Jika kau melakukannya, suatu hari nanti, kau pasti bisa menjadi sepertiku."
Dengan membelakangi Mitsuru, Lovis berjalan pergi. Yozakura dan Damia bergegas mengejarnya.
"Lovis!"
Panggil Yozakura dengan gembira, namun bilah sabitnya berkilat di depan matanya. Sabit itu menebas tanah seolah menolak Yozakura dan Damia.
"L-Lovis.....?"
"Aku tidak membutuhkan lagi.... tidak perlu aksi pembuka, tidak perlu organisasi, dan tidak perlu pendamping. Kalian berdua tidak akan pernah menjadi lebih kuat dari sekarang. Aku bisa mendapatkan semua yang aku inginkan dengan kekuatanku sendiri sekarang. Aku tidak akan lagi mempertahankan hubungan yang menghambatku."
Kata Lovis dingin saat Yozakura dan Damia berdiri tak percaya.
"T-Tapi! Aku tidak membutuhkan apapun selain berada di sampingmu dan melihat ke mana kau pergi!" Teriak Yozakura dengan putus asa saat dirinya kehilangan ketenangannya dan air mata mengalir dari matanya.
Damia terlihat sedih, namun sepertinya dia tahu ini akan terjadi suatu hari nanti. Yang dia lakukan hanyalah menundukkan kepalanya dan berkata.
"Terima kasih atas segalanya, Lovis. Ke mana pun kau pergi atau apapun yang kau lakukan..... aku berdoa agar kau menemukan kepuasan di mana pun kau berada."
Lovis bahkan tidak menoleh ke belakang pada kata-kata terakhir Damia yang menyentuh hati.
"Hei, Oji-san..... apa yang kamu lakukan? Apa kamu mau berkelahi?"
Terdengar suara seorang gadis kecil yang muncul di hadapan Lovis. Dia memiliki rambut yang sangat unik—digulung menjadi spiral yang tidak rata, terbagi di kiri dan kanan antara ikal merah muda pucat dan hijau limau. Lovis tersenyum tipis pada gadis itu dan berjongkok agar mata mereka sejajar.
"Nona kecil, apa kau kenal orang dengan berambut hitam dan menggunakan pedang emas?"
"Kanata....? Philia mengenal Kanata! Dia teman Phila! Dia di sana! Philia akan membawamu kepadanya!"
"Kalau begitu, itu membuat percakapan kita menjadi cepat. Tapi tidak apa-apa, kau tidak perlu membawaku ke sana—beritahu saja di mana dia berada."
"Hei, Oji-san, kamu datang ke Kanata untuk apa?"
"Hmm.....? Oh, sebenarnya bukan untuk apa-apa."
Mata Lovis menyipit, dan mulutnya melengkung.