Chapter 3  :

Reaper’s Attack

Bagian – 1

 

"WHITE MAGIC LEVEL 7 : HEALING RAIN!"

Pomera melambaikan tongkatnya, dan cahaya putih lembut memenuhi area di sekitar pintu masuk Guild Petualang. Mereka yang terluka yang berkumpul di sana merasakan rasa sakit meninggalkan tubuh mereka saat luka mereka sembuh. Teriakan pujian dan kegembiraan naik ke udara.

 

"M-Menakjubkan, mantra white magic dalam skala besar!"

 

"Terima kasih, Pomera!"

 

"Holy Fist Pomera!"

 

"Sekali julukan itu melekat, tidak akan hilang, benar......"

Kata Pomera, matanya menyipit karena kecewa.

 

Ada ledakan di kejauhan. Pomera melihat bangunan runtuh di sana.

"S-Skala serangannya terlalu besar..... Apa yang sebenarnya mereka kejar?" Pomera bertanya-tanya.

 

Bennet menyiratkan kalau penyerang sedang mencari item yang dibawa oleh para Ksatria, namun jika memang demikian, mengapa tidak mencoba merebut dan mengambilnya saja? Serangan terkoordinasi dalam skala ini hanya membuat Pomera mengira mereka mencoba menghapus Manaloch sendiri dari peta.

 

"Philia, ayo pergi menuju ledakan itu." Kata Pomera.

Dari arah itu datanglah seorang anak kecil, setengah menyeret, setengah menangis saat membawa orang tuanya yang berlumuran darah menuju Pomera.

 

"O-Onee-san, tolong..... ibuku..... tolong sembuhkan Mama! Aku mohon!"

Anak itu tersandung, dan orang dewasa di dekatnya membantu menurunkan ibunya ke tanah. Anak itu membungkuk ke Pomera sambil menangis.

 

"B-Baiklah, aku akan menyembuhkannya!"

Pomera berlari ke arah mereka dan melihat beberapa orang tersesat datang dari jalan ke arahnya dari tempat ledakan terjadi. Rupanya, orang-orang telah mendengar kalau tempat ini adalah tempat yang aman dan datang untuk menemukannya.

 

Jika dia pergi, dia akan meninggalkan mereka. Tapi ledakan terakhir itu adalah pertanda buruk — arahnya berbeda dari yang Kanata pergi. Segalanya akan menjadi buruk jika mereka tidak melakukan apapun.

"Philia, tolong. Pergi ke arah suara itu." Kata Pomera.

 

"Tapi Pomera akan dalam bahaya. Philia harus melindungi Pomera." Kata Philia ragu.

 

"Aku akan baik-baik saja. Aku tidak sekuat kamu, tapi aku menjadi lebih kuat berkat Kanata. Jadi tolong......"

 

"Tidak. Sesuatu yang buruk akan datang ke sini. Philia punya firasat buruk." Philia masih muda dan lugu, namun terkadang dia menunjukkan kebijaksanaan tertentu. Philia mungkin benar, sesuatu yang buruk mungkin terjadi di dekatnya.

 

"Terima kasih, Philia, tapi kupikir kita bisa menyelamatkan lebih banyak orang jika kita berpencar. Percayalah kepadaku. Tolong pergilah, Philia."

Kata Pomera sambil tersenyum lembut. Philia masih tampak gelisah, namun dia mengangguk.

 

"Oke. Philia akan sedih jika sesuatu yang buruk terjadi kepada Pomera, jadi pastikan Pomera baik-baik saja. Larilah jika bahaya datang."

Philia berlari ke arah ledakan, menoleh ke belakang sekali, lalu dengan cepat menghilang.

 

"Terima kasih, Philia." Kata Pomera.

 

Dia kemudian melihat orang-orang di sekitarnya dan memanggil dengan suara nyaring. "Siapapun yang terluka, berkumpullah di sekitarku untuk penyembuhan!"

 

Setelah itu, Pomera mendirikan tempat pengungsian di dalam Guild Petualang dan terus merapal white magic-nya untuk sementara waktu, namun yang terluka terus berdatangan dalam aliran yang tidak pernah berakhir.

"Healing Rain!"

 

"K-Kamu telah menggunakannya setidaknya sepuluh kali sejak aku melihatnya! Mantra white magic sebesar itu juga! Apa kamu baik-baik saja? Kamu pasti hampir kehabisan sihir......" Tanya salah satu warga kota.

Pomera merasa sedikit pusing dan meletakkan tangan ke dinding agar tidak terjatuh.

 

"P-Pomera!"

 

"Aku baik-baik saja. Aku bisa melakukanya lebih banyak lagi!" Katanya, mengepalkan tangannya.

 

"Beri aku waktu sebentar."

Tapi tiba-tiba, Pomera merasakan permusuhan yang dingin. Secara insting, dia mengangkat tongkatnya dan mundur ke belakang saat seorang perempuan mengenakan kimono muncul di depannya, mengayunkan Katana-nya. Bilahnya menyapu rambut Pomera dan beberapa helai emas menari-nari di udara saat dipotong.

 

"Huh." Kata perempuan berkimono sambil menatap Pomera sementara penduduk kota berteriak.

 

"Kau berhasil dengan mudah menghindari serangan mendadak dariku, bahkan ketika diperkuat oleh Zephyr’s Wing."

 

"Earth Magic Level 4 : Clod Missile!"

Seorang laki-laki gemuk berkacamata berdiri di luar jendela, dan segumpal tanah menerjang, terbang lurus ke arah Pomera.

 

Pomera tahu tentang Clod Missile — mantra itu adalah mantra yang digunakan Rosemonde. Gumpalan tanah itu akan meledak saat terjadi benturan. Dan jika meledak di sini, warga Manaloch yang terluka akan lebih menderita. Pomera harus menghentikannya. Tapi jika dia tidak hati-hati bagaimana dia bergerak, perempuan yang mengenakan kimono itu kemungkinan akan menyerangnya lagi dengan serangan lain.

 

"Spirit Magic Level 6 : Fox Fire!"

Pomera mengangkat tongkatnya, dan sebuah lingkaran sihir muncul. Sebuah bola api, seukuran kepala seseorang, muncul di antara Pomera dan serangan yang masuk. Fox Fire menelan Clod Missile, mencegahnya meledak, dan Pomera dengan cepat bergerak sehingga bola itu berada di antara dia dan perempuan dengan pakaian kimono itu.

 

Pomera menyiapkan tongkatnya, mengawasi serangan berikutnya. Kemudian lingkaran sihir muncul di tengah lantai, dan seorang laki-laki muncul di dalamnya.

Dia mengenakan jubah hitam dan memiliki rambut hitam, memberinya aura yang menyeramkan. Dia masih muda, tapi matanya kejam dengan lingkaran hitam di bawahnya. Dia bertepuk tangan perlahan.

 

"Benar-benar luar biasa. Aku tidak percaya ketika mendengar ada seorang petualang di sini yang lebih kuat dari Aries Hand. Tapi sepertinya rumor itu benar adanya. Kau dengan mudah bisa menangani serangan gabungan Yozakura dan Damia."

 

"Kalian itu Cup of Blood, bukan?!" Tanya Pomera.

 

"Tolong jangan samakan kami dengan bajingan itu. Aku membayangkan nama dari Lovis dari Black Reapers akan mengingatkan sesuatu kepadamu, Pahlawan Pomera? Kami tidak bersama Cup of Blood..... dan kami juga tidak bisa berdiam diri dan membiarkan mereka bersenang-senang."

 

Lovis menatap Pomera seolah sedang mengevaluasinya, lalu tersenyum dingin saat Damia memanjat melalui jendela yang pecah dan memasuki Guild. Penyihir gemuk itu berbaris di belakang Lovis dan di samping Yozakura.

 

"Ti-Tiga pembunuh itu!"

 

"Kamu tidak sendirian, Holy Fist! Kami akan membantumu melawan mereka!"

Petualang yang disembuhkan mengambil senjata mereka dan melangkah maju.

 

"Orang-orang seperti kalian mencoba melawan orang-orang seperti kami? Aku tidak peduli dengan anak ingusan ketika aku memiliki pahlawan sebenarnya yang di depanku. Tapi jika kalian akan menghalangiku, kalian akan mati." Kata Lovis.

 

Yozakura melangkah maju dan para petualang berhenti dengan hati-hati. Satu gerakan ceroboh dan seluruh tempat akan berubah menjadi medan perang.

Seolah-olah hanya untuk memecah ketegangan, sebuah tembok runtuh. Di luar berdiri seorang laki-laki besar, tingginya hampir sepuluh kaki, memegang tongkat raksasa. Dia tidak mengenakan baju, tapi kulitnya abu-abu keperakan gelap, dan wajahnya tersembunyi di balik topeng baja.

 

Di depannya berdiri seorang laki-laki kurus dan rapi mengenakan tuksedo biru dan topi tinggi. Mata di bawah topinya menyempit menjadi bulan sabit saat dia tersenyum membingungkan.

"Ah, Lovis, kawan baikku. Apa kalian yakin kalian bertiga bisa menangani Holy Fist Pomera? Ada rumor kalau dia bahkan lebih terampil daripada Aries Hand. Kami akan mendukungmu." Katanya.

 

Pomera menelan rasa gugupnya saat melihat pasangan aneh itu.

"Laun dan Paige, Mystery Brothers. Maaf, ini kesempatan langka. Pertarungan kelompok akan merusak semua kesenangan. Bisakah kalian berdua pergi saja?" Kata Lovis.

 

"Oh, kau seharusnya tidak memperlakukan kami dengan tidak baik." Kata orang bertopi tinggi itu.

 

"Laun dan aku bukanlah orang yang sabaran — terutama karena kau bukan anggota Cup of Blood. Jika kau berbicara buruk tentang kami lagi, tanganku mungkin tergelincir dalam panasnya pertempuran. Ha ha, selain itu, kau akan menjadi musuh Bosgin jika kau tidak mau bekerja sama."

 

Lovis menghela napas, memejamkan mata, dan mengangkat bahu.

"Ya, aku mengerti. Kurasa aku tidak punya pilihan."

 

"Untung kau sangat cerdas, Lovis. Sekarang—"

 

"Damia, Yozakura, pisahkan kepala dari bahu kedua idiot itu." Kata Lovis sambil membuka matanya, senyum kejam di wajahnya.

 

"Lovis, hentikan ancaman kosongmu ini. Black Reaper tidak memiliki kekuatan yang dibutuhkan untuk melawan seluruh Cup—"

 

Damia memutar lengannya, ditutupi sarung tangan kulit tebal, ke arah Paige. Ada senyum di bawah kacamatanya.

 

"Ya, bos! Clod Missile, datang!"

Gumpalan tanah beterbangan menuju Paige dan Laun.

 

"Ap—!"

Laun melangkah ke depan Paige, menerima ledakan Clod Missile itu dengan tubuhnya yang berwarna timah.

 

"U-uwa!"

Teriakan kemarahan bergema dari balik topeng baja Laun.

 

"Apa kau kehilangan akal, bodoh?! Kau baru saja melanggar gencatan senjata! Black Reapers tidak akan bisa pergi hidup-hidup!" Teriak Paige, suaranya parau.

Saat debu dari Clod Missile menghilang, Paige mengamati area tersebut. Tepat di depannya adalah Yozakura, tangannya di sarung Katana miliknya.

 

"Spirit Magic Level 5 : Ogre’s Strike."

Cahaya mengelilinginya, mengisinya dengan kekuatan fisik. Menggunakan gaya serangan berkecepatan tinggi yang disukai oleh samurai di tanah kelahirannya di Kerajaan Yamato, Yozakura meminjam kekuatan roh untuk mengisi serangannya.

 

"A—!"

Sebelum Paige sempat berteriak, Yozakura menghunus pedangnya dan menyerang dengan gerakan mengalir yang sama, membelah tubuh Laun.

 

"Gah, gwaaaaagh!" Jeritan Laun memenuhi Guild saat tubuhnya yang besar jatuh ke tanah.

 

"T-Tidak mungkin! Bahkan Ksatria Kerajaan tidak bisa menembus kulit baja saudaraku! Bagaimana kau bisa melakukan itu dalam satu serangan?!" Teriak Paige.

 

Lovis segera bergerak ke belakang Paige dan mengarahkan sabitnya ke leher laki-laki itu.

 

"Ah! B-Baiklah! Aku akan memastikan Bosgin memahami segalanya!" Kata Paige.

 

Lovis membungkuk dan menatap wajah Paige.

"Paige, kau harus ingat kalau aku tidak sepertimu. Aku tidak membuat ancaman kosong. Ketika aku mengatakan aku akan membunuh seseorang, aku membunuh mereka."

 

Lovis menarik sabitnya dan memenggal kepala Paige. Dengan ayunan yang sama, dia menurunkan sabitnya untuk melepaskan kepala Laun saat dia berbaring di tanah. Kedua kepala itu berguling di lantai.

 

"Yah, semoga kau bisa mengingatnya untuk kehidupanmu selanjutnya." Kata Lovis.

 

"Bos, kau tahu ini akan membuat kita lebih banyak musuh." Kata Damia seperti sedang mengobrol.

 

"Pesan itu perlu dikirim, Damia. Mungkin sekarang si pengecut Bosgin akan mendatangiku untuk menyelamatkan wajahnya. Itu seharusnya membuat segalanya lebih menyenangkan, tapi aku tidak memiliki harapan yang tinggi untuknya."

 

"Aku merasa lebih baik sekarang."

Kata Yozakura dengan senyum tipis.

 

"Aku tidak tahan dengan orang-orang Cup of Blood bodoh itu. Kita membutuhkan ini. Aku khawatir kau akan kehilangan dirimu setelah..... Insiden itu, bos."

 

Para petualang Manaloch—termasuk Pomera—tidak bisa memahami kekerasan yang baru saja mereka lihat. Mereka semua berdiri membeku di tempat sampai Pomera berteriak.

"B-Bukankah mereka ada di pihakmu? Bagaimana.....? Bagaimana bisa kau membunuh seseorang dengan mudah?!"

 

"Sudah seperti seorang pahlawan mengatakan sesuatu yang begitu bodoh." Kata Lovis, mendengus.

 

"Kau benar-benar tidak mengerti, Pahlawan Pomera. Kita manusia dimaksudkan untuk membunuh satu sama lain dengan mudah. Kedamaian dan stabilitas adalah impian yang fantastis. Mimpi yang tidak bisa diraih. Hewan dibuat untuk mendapatkan kesenangan dari perjuangan. Seekor hewan yang hanya hidup dengan damai..... yah, mungkin juga sudah mati."

 

Lovis mengangkat sabitnya. "Aku menciptakan Black Reaper hanya untuk melawan lawan yang kuat tanpa ada yang menghalangi jalanku. Mereka adalah pembuka untuk membuatku semakin kuat. Serangan Cup of Blood ini hanyalah iming-iming untuk membawakanku musuh yang layak. Dan kedua idiot itu menghalangi tujuan utamaku...... jadi mereka harus mati. Apa kau mengerti sekarang?"

 

"Keegoisanmu terlalu jauh! Menyerang kota yang damai hanya karena kau secara pribadi menikmati pertarungan!" Kata Pomera.

 

"Dan seberapa egoisnya kau menghindari pertarungan hanya karena kau lebih suka hidup damai? Membunuh adalah hidup, itu adalah arti hidupku."

 

Pomera menelan rasa paniknya dan menyiapkan tongkatnya ke arah Lovis. Dia ketakutan, sesuatu yang belum pernah dia rasakan menghadapi lawan manusia sebelumnya. Tapi Lovis..... Lovis lebih seperti monster daripada manusia.

 

"Hmph, yah, ini sudah menjadi diskusi yang sia-sia. Kau pembicara yang membosankan, Nona Pahlawan."

Lovis mendengus dengan tertawa.

 

Pomera melihat sekelilingnya. "Kau bilang kau hanya ingin melawan yang kuat, kan? Dan kau tidak memiliki tujuan yang sama dengan Cup of Blood, dan kalau mereka berdua hanyalah tindakan pembuka untukmu?" Pomera bertanya.

 

"Apa itu?"

 

"B-Baik. Maka jika itu masalahnya, biarkan orang yang ada di sini pergi. Sebagai gantinya, aku tidak akan lari. Aku akan tinggal dan melawanmu."

 

Itu adalah proposal yang harus diterima oleh mereka berdua. Jika mereka melakukan pertarungan kelompok, Damia dan Yozakura juga akan bergabung. Namun jika orang-orang yang datang ke Guild untuk mencari perlindungan atau penyembuhan diizinkan pergi, maka Damia dan Yozakura—yang disebut tindakan pembukaan—tidak akan punya alasan untuk bertarung. Jika Black Reapers benar-benar tidak lebih dari bidak yang digunakan Lovis untuk mengatur pertarungan apapun yang dia inginkan, maka dia harus menerimanya.

 

Wajah Lovis menyeringai lebar dan jahat.

"Itulah yang aku harapkan dari pahlawan sepertimu, Pomera! Bukankah itu seperti rival sempurnaku! Ha ha ha! Damia, Yozakura! Biarkan orang-orang lemah itu lari! Bunulah orang-orang yang tampaknya akan tetap tinggal! Kita akan melakukan apa yang disarankan sang pahlawan itu!"

 

"Kami tidak akan menyerah kepada ancaman seperti itu! Pomera, aku juga akan bertarung!" Kata seorang petualang sambil menyiapkan pedangnya.

 

"Berhenti!" Teriak Pomera.

 

"Mereka berdua tidak bisa dianggap enteng! Aku lebih memilih untuk menghentikan mereka berdua bertarung, dan jika kau tetap bertarung denganku, itu hanya akan menahanku. Bawa pergi dirimu ke tempat yang aman!"

 

Keheningan berat terjadi setelah teriakan Pomera.

"M-Maaf, nona....."

 

Semua orang yang berkumpul meninggalkan Guild sekaligus. Pomera bertanya-tanya apa dia telah membuat keputusan yang bijak, namun pemikiran tentang orang-orang yang sekarat ketika dia bisa menyelamatkan mereka sangat membebani hatinya. Itu adalah keputusan yang mungkin akan menghancurkannya, namun itu adalah satu-satunya keputusan yang bisa dia lakukan.

 

"Damia, Yozakura, awasi siapapun yang mencoba ikut campur. Jangan berani menyentuhnya. Pahlawan Pomera adalah mangsaku." Kata Lovis.

Kenangan tentang Philia yang tampak khawatir memenuhi pikiran Pomera.

 

"Philia akan sedih jika sesuatu yang buruk terjadi kepada Pomera, jadi pastikan Pomera baik-baik saja. Larilah jika sesuatu yang berbahaya datang."

Sepertinya Philia tahu ini akan terjadi.

 

"......Maafkan aku, Philia." Bisik Pomera.

 

Bagian – 2

 

"TIDAK ADA KECOAK SATU SAJA yang merayap ke sini." Kata Lovis kepada bawahannya.

 

Mereka jatuh kembali untuk berdiri di dekat dinding dan mengangguk paham. Lovis menyeringai dan mengangkat sabitnya.

"Ayo mulai, Pahlawan Pomera! Wind Magic Level 4 : Sickle Wind!"

 

Lovis mengayunkan sabitnya tiga kali. Tiga bilah angin bertiup menuju Pomera. Dia melompat jauh ke samping untuk menghindar, dan bilah pedang melesat melewatinya untuk mengukir luka besar di dinding.

 

"Kau cepat..... Tapi tidak cukup cepat!" Lovis berkata.

 

Pomera sering melihat demon di Cursed Mirror of the Warped Realm milik Kanata menggunakan sihir yang jauh lebih kuat. Sihir Lovis tidak terlalu mengesankan dibandingkan dengan itu. Pomera mungkin tidak mengetahuinya, tapi dia berada di sekitar level 200, sedangkan Lovis sekitar 180. Dia memiliki keunggulan.

 

"Fire Magic Level 7 : Fireflies!"

Pomera mengangkat tongkatnya dan membuat lingkaran sihir. Sepuluh bola api muncul dan terbang ke depan seolah-olah mereka memiliki pikirannya sendiri.

 

"Bagaimana mungkin seorang yang tidak dikenal bisa merapal mantra level 7 secepat itu.... Sepertinya Lovis benar untuk mengabaikan si Aries Hand itu."

Kata Yozakura ketika dia melihat mantra Pomera.

 

"Luar biasa..... Sepertinya kau lulus ujian dalam hal kontrol sihir." Kata Lovis. Dia mengusap lidahnya di atas bibirnya saat dia melihat bola api itu bergerak.