Di balik armor dan mantelnya, tubuh Rosemonde ternyata sangat ramping, dan wajah yang bisa kulihat pastilah wajah seorang perempuan. Riasan merah di sekitar matanya yang besar seperti harimau sangat mencolok. Dia cantik, tapi ekspresinya seperti binatang buas.
Pomera ternyata benar.
Napasnya tersengal-sengal karena rasa sakit karena terjebak dalam ledakan Ground Bomb. Tidak mungkin aku bisa mengelak bahkan jika aku mau, tapi aku tidak benar-benar harus mencobanya. Jubah itu hanya menetralkan kerusakan apapun dan aku tidak terluka.
"Ke-Kenapa......?" Rengek Rosemonde, sama sekali tidak mengerti apa yang sedang terjadi.
Aku cukup yakin Pomera dan Philia baik-baik saja, tapi aku tetap kembali untuk memeriksa mereka.
Dua tangan putih raksasa terulur dari tanah, jari-jari mereka terjalin seolah-olah memegang sesuatu yang berharga di dalamnya. Di punggung satu tangan ada mata besar; mulut besar ada di belakang yang lain.
Aku tercengang ketika kedua lengan itu melepaskan jari-jari mereka yang terjalin dan dengan cepat menghilang kembali ke bumi, memperlihatkan teman-temanku yang berdiri di bawahnya. Tangan itu pasti dibuat oleh Philia untuk melindungi mereka dari ledakan.
"A-Aku belum kalah! Tidak ada yang mengatakan sihir adalah satu-satunya kemampuanku, bocah!"
Kata Rosemonde. Dia membuang tongkatnya yang berbentuk salib dan berlari ke arahku.
"Aku akan mencabik-cabikmu dengan cakar dari Gauntletku!"
Dia merentangkan lengannya yang berbalut logam. Di ujung jarinya yang kaku dan tertutup armor terdapat cakar yang tampak berbahaya.
"Saat sihir habis, selalu ada pertarungan jarak dekat!"
Teriak Rosemonde.
"Aku dapatkan kau sekarang!"
Menangkap sarung tangan Rosemonde dengan satu tanganku, aku dengan perlahan melemparkannya ke tanah. Saat dia mendarat, kepulan debu mengepul ke udara.
"Y-Yang benar saja.....?" Kata Rosemonde dalam kesusahan saat dia berbaring telentang di tanah.
"Ini mustahil..... Aku yang bergelar Annihilation Rosemonde ini dan seorang petualang A-Rank."
Rosemonde mendorong dirinya dengan lengannya sampai dia berlutut, lalu menatapku.
"Katakanlah, nak." Kata Rosemonde dengan tatapan bingung dan memohon.
"Apa yang salah? Mengapa bisa Ground Bombku tidak berpengaruh? Itu adalah mantra level tujuh yang bisa meledakkan tanah dengan sangat keras."
Level tujuh masih kurang dari level sepuluh.
Jika mantra tertinggi yang bisa digunakan oleh petualang A-Rank adalah level tujuh atau delapan, maka aku berani bertaruh batas untuk seorang S-Rank adalah level sepuluh. Orang-orang takut kepada Notts, namun bahkan dia tidak bisa mencapai level di atas sepuluh tanpa persiapan yang serius.
"Kamu mungkin tidak memiliki kekuatan sihir yang tersisa, kan?" Aku bertanya.
"Bisakah kita anggap seri dan mengakhirinya saja?"
"Hah! Kau telah meremehkanku!" Rosemonde memaksakan diri untuk berdiri namun goyah secara perlahan. Tidak mungkin dia bisa terus berjalan.
"Aku tidak bisa membiarkan ini berakhir dengan orang luar yang tidak menghormatiku. Aku perwakilan dari semua pengguna sihir Manaloch! sihirku mungkin tidak membunuhmu, tapi biarkan aku menunjukkan senjata rahasiaku!"
Dia berbalik dan berlari ke tempat dia menjatuhkan tongkatnya untuk mengambilnya.
Kemudian dia dengan cepat berbalik menghadapku dan menghela napasnya..... Mungkin karena aku tidak menggunakan celah itu untuk menyerangnya.
"Jangan lengah, bocah! Itu bisa membuat hidupmu berakhir di medan perang!" Kata Rosmonde.
Mungkin seharusnya aku memukulnya untuk membuatnya menyerah.
"K-Kanata! Aku rasa mereka akan segera datang! Ledakan terakhir membuat mereka mengamuk!"
Kata Pomera, memanggil ke arahku.
"Heh...?" Aku berbalik ke arah Pomera.
Apa yang dia bicarakan? Kemudian menyadari bahwa yang dia maksud adalah Ragni yang berada di bawah tanah. Ground Bomb Rosemonde sepertinya mengirim mereka ke mode menyerang.
"Apa kau mengolok-olokku lagi?! Jangan mengalihkan pandanganmu dari lawanmu selama duel!"
Teriak Rosemonde, namun tanah di kakinya terbelah dan lusinan laba-laba hitam keluar dari bawah.
Itu lebih dari yang aku harapkan, tapi aku yakin akan lebih banyak lagi yang akan segera datang.
"A-Apa? Kenapa mereka ada sebanyak ini?!"
Rosemonde menyiapkan tongkatnya yang besar bahkan saat dia merengek :
"Aku hampir kehabisan sihir....." Katanya.
Ragni adalah alasan utama dia ada di sini, tapi dia baru saja menyia-nyiakan semua sihirnya untuk mencoba bertarung dengan kami. Seorang petualang A-Rank seharusnya tahu lebih baik. Pendapatku tentang sistem Rank Guild terus semakin rendah.
Aku menggunakan serangan dan tendangan tangan kosong untuk menjatuhkan Ragni saat mereka berlari melintasi tanah. Bukan cara tercepat untuk membunuh mereka, tapi jika aku menggunakan Heroic Sword of Gilgamesh, maka kami tidak akan bisa membawa mata mereka. Kami membutuhkan uang tunai itu.
"Baiklah, bocah. Aku benci mengakuinya, tapi kita perlu bekerja sama untuk mengatasi beberapa serangga-serangga ini. Earth Magic Level 5: Clod Bomb!"
Aku tidak yakin apa itu sihir yang terakhir yang Rosemunde punya, namun ledakan itu mengalahkan lima Ragni dalam satu serangan.
Gelombang baru muncul dari tanah di sekitarnya beberapa saat kemudian. Rosemonde mencoba mengalahkan mereka, namun lebih banyak lagi yang datang, dan mereka mulai merangkak ke atas kakinya dalam upaya untuk menyeretnya ke bawah tanah.
"Argh, sial!"
Aku mencabik-cabik Ragni di sekitarku dan bergegas ke Rosemonde. Dia terlalu bar-bar, tapi aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja.
Saat aku mencoba mencari cara untuk menyelamatkannya, sebuah tangan putih murni terulur dari tanah. Ada mulut besar di punggung tangannya, jadi aman untuk mengatakan makhluk itu adalah salah satu panggilan Philia.
Aku tidak yakin mengapa dia memilih untuk membuat segala sesuatunya terlihat seperti itu, namun dia pasti memiliki estetika desainnya sendiri.
"Hiya!" Teriak Philia, mengayunkan lengannya ke udara.
Lengan putih raksasa itu menirukan gerakan dan mendorong ke arah Rosemonde. Sisi baiknya, semua Ragni yang menyerangnya terbunuh atau tercerai-berai oleh dampaknya. Sisi negatifnya, Sorcerer itu juga terlempar ke belakang dan menabrak pohon terdekat.
"Gawaargh!" Rosemonde menjerit kesakitan saat dia jatuh ke tanah, kejang-kejang karena kesakitan.
"Philia-chan?!" Kataku dan kembali ke Philia.
"Philia hanya memukul sedikit, sedikit saja! Kanata percaya Philia, kan?" Dia menjelaskan, mengepakkan tangannya dengan cemas.
Lengan putih aneh itu mengepak seiring dengan gerakannya, menghimpit kain di sekelilingnya saat tangan itu memukul-mukul tanah.
"Philia-chan.... Fokus saja menghabisi yang di sana!"
Aku menunjuk ke arah yang kuharap akan membuat seseorang tidak terkena serangan dari homunculus level 1800an.
Di saat yang sama, Rosemonde berhasil berdiri dengan gemetar. Aku senang melihat dia baik-baik.
Genggamannya gemetar, dia mengangkat tongkatnya dan mengarahkannya ke lengan putih yang mengamuk itu. Setelah menghabiskan beberapa saat menontonnya membuat lubang di tanah sehingga bisa menyeret Ragni dari terowongan mereka dan menghancurkannya di antara jari-jarinya, dia memilih untuk berbalik dan melarikan diri secepat mungkin.
"Kau seorang m-m-monster!"
Teriaknya sambil berlari di jalan.
Dia benar-benar bergerak cepat untuk seseorang yang baru saja mengalami pengalaman mendekati kematian. Setidaknya ini berarti kami tidak perlu bertarung lagi untuk bagaimana caranya kami membagi material dari pembasmian Ragni ini.
Aku tidak bisa mengatakan aku sedih melihatnya pergi, tapi aku khawatir tentang apa yang mungkin dia katakan ketika dia kembali ke kota. Dia benar-benar melihat dari sangat dekat tentang Philia.... Yah, pada makhluk yang Philia panggil. Syukurlah, semua yang dilihat Rosemonde tentang kemampuanku adalah bahwa aku bisa membatalkan mantra sihir dan memantulkannya ke tanah. Itu tidak terlalu buruk. Aku dalam diam berharap dia terlalu terkejut untuk memahami bahwa lengan putih raksasa itu ada hubungannya dengan Philia.
"A-Apa Philia melakukan sesuatu yang buruk lagi? Haruskah Philia.... Membuat orang itu tetap diam?"
Tanya Philia, mengangkat lengannya saat bola putih besar muncul di atas kepalanya. Bola putih itu memiliki mata, hidung, mulut, dan telinga, tapi semuanya ditempatkan secara acak di sekitar bola. Aku tidak tahu harus menyebutnya apa, tapi itu salah.
Philia mulai mengarahkan lengannya ke arah pelarian Rosemonde, tapi Pomera dengan kuat meraihnya.
"J-Jangan! Kita tidak boleh membunuhnya!"
Aku menarik napas lega.
"Philia hanya akan membuatnya takut."
Kata Philia dengan sedih.
"Kanata! Dia sangat kuat!"
Wajah Pomera merah padam karena kelelahan, dan lengannya gemetar saat mencoba mendorong tangan gadis kecil itu kembali ke bawah.
Lengan Philia tidak bergerak sedikit pun.
Bagian – 3
AKU MENGELUARKAN LINGKARAN SIHIR, kemudian mengarahkan jariku dan kilatan cahaya muncul di dari sana.
"Time-Space Magic Level 10: Dimension Slash!"
Ragni yang tersisa terbelah menjadi dua, cairan tubuh mereka mengalir dari lukanya. Meski bukan mantra paling kuat yang aku miliki, tapi mantra itu cukup untuk mengalahkan makhluk-makhluk kecil ini. Mantra ini juga bermanfaat memotong mereka tanpa menghancurkan bagian mata mereka yang kami butuhkan dalam misi.
Aku bergerak menuju Philia dan Pomera, meninggalkan mayat ragni di belakang.
"H-Hebat." Pomera menyerah mencoba menahan Philia secara fisik saat dia melihat semua mayat laba-laba yang tergeletak di sekitar area tersebut.
"Terkadang lebih baik menggunakan mantra level rendah." Kataku.
"......Mantra level rendah?" Pomera tampak bingung.
"Philia-chan, bisakah kamu menghilangkannya?"
Kataku sambil menunjuk ke Picasso-eque orb yang melayang di udara.
"Bukankah Kanata akan mendapat masalah jika perempuan bernama Rosemonde ini memberitahu orang-orang?" Tanya Philia, masih melihat ke jalan ke arah Manaloch.
"Aku pikir itu mungkin baik-baik saja."
Aku berharap jika itu akan terjadi.
Philia mengangkat bahu dan mystery orb itu menghilang. Pomera tampak sangat lega.
"Ngomong-ngomong, bola apa yang tadi itu?"
Aku bertanya kepada Philia.
"Creepy Ball!" Kata Philia dengan bangga.
Begitu yah.....
"Apa fungsinya?" Aku bertanya.
"Oh! Bola itu bisa menjadi licin, dan keruh, dan berputar-putar, dan kemudian, um, menjadi gila, dan kemudian, uuuuh....." Philia menggunakan gerakan tangan dan pose aneh ketika kata-katanya gagal sebagai penjelasan. Aku tidak tahu apa yang dia maksud, tapi aku mendapat kesan tidak baik.
"Philia akan menunjukkan Pomera dan Kanata lain kali!"
Kata Philia menyimpulkan.
Aku sangat berharap tidak pernah ada kata “lain kali”.
Setelah itu, kami bertiga membereskan yang tersisa dari gelombang Ragni berikutnya. Aku menemukan bahwa menendang yang tepat di sebelahku dan menggunakan Dimension Slash untuk mengiris yang lebih jauh tampaknya bekerja dengan cukup baik. Segera, potongan laba-laba tersebar di mana-mana.
Dimension Slash lebih mudah digunakan daripada yang aku duga, dan aku terkejut karena mantra itu sangat dapat disesuaikan dibandingkan dengan mantra yang lebih besar seperti Gravity Bomb.
Daripada memberikan kerusakan besar kepada seluruh tubuh target, bilah sihir setipis siletnya membuat potongan bersih yang membuat material mereka tetap utuh untuk dikumpulkan setelah pertarungan.
Karena tidak banyak gunanya melawan demon di Warped Mirror of the Cursed Realm, aku tidak pernah menggunakannya saat banyak kesempatan. Setelah melihat bagaimana mantra tersebut memusnahkan seluruh gelombang ragni, saya mulai berubah pikiran.
Pomera mengangkat tongkatnya dan mengarahkannya ke sekelompok laba-laba yang sedang berkumpul.
"Spirit Magic Level 5: Firefly!"
Bola api merah terang muncul dan terbang menuju sasarannya sebelum meledak dalam kobaran api. Laba-laba yang terperangkap dalam ledakan itu hangus dan terlempar. Syukurlah ledakan itu cukup lemah sehingga tidak merusak mata mereka. Mereka mungkin sedikit terbakar, tapi kami masih bisa menyerahkannya.
Sementara itu, Philia mengangkat tangannya dan dua lengan putih terangkat dari bawah tanah.
"Aaaand, boom!"
Phila bertepuk tangan dan lengan putih itu menirukan gerakannya. Telapak tangan mereka meraup ragni itu.
Lebih dari sepuluh Ragni terjepit di antara kedua tangan, cairan tubuh mereka menyembur dari antara jari-jari raksasa itu. Bola mata yang tergencet muncul dan memantul di tanah. Aku berharap sisanya masih dapat dikenali.
Tak lama kemudian, hanya satu dari hampir enam puluh Ragni yang tersisa.
"Space-Time Magic Level 4: Short Gate."
Aku mendarat di belakang Ragni yang mencoba melarikan diri dan membuat gerakan menebas dengan jariku. Sebuah Dimension Slash mengirisnya menjadi dua.
"Luar biasa, Kanata! Sangat menyenangkan ketika melihatmu menggunakan space-time magic, karena sihir itu merupakan keahlianmu!" Kata Pomera dengan bersemangat saat dia datang.
"Menurutku spesialisasiku adalah fire magic, meskipun aku tidak sering menggunakannya lagi. Lunaère-san berspesialisasi dalam space-time magic.... mungkin. Lagipula dia sering menggunakannya."
Kalau dipikir-pikir, aku belum pernah melihatnya berada di posisi yang sempit di mana dia harus memaksa dirinya untuk menggunakan mantra terkuatnya.
Sangat mungkin bahwa space-time magic bukanlah spesialisasinya. Mungkin dia hanya menyukai space-time magic karena mudah digunakan. Dia mungkin sebenarnya yang terbaik dalam death magic, karena dia telah dia adalah seorang Lich secara alami meningkatkan kekuatannya di dalam mantra itu.
Untuk saat ini, space-time magic adalah mantra yang cukup praktis. Mantra ini membuat jauh lebih sedikit kerusakan tambahan daripada fire magic dan membuat bagian monster dalam keadaan utuh untuk dipanen.
Jika aku menggunakan fire magic untuk membasmi Ragni, ada kemungkinan besar aku akan membakar seluruh hutan. Untuk seorang yang berusaha menjaga levelnya tetap tersembunyi, menurutku hal itu bukan hal yang cerdas untuk dilakukan.
Kurasa itu berarti Lunaère dan aku seperti dua kacang polong ketika harus menggunakan sihir yang bukan spesialisasi kami.
"Heeh....? S-Sungguh? Jadi, selama ini kamu menggunakan sihir yang bukan kekuatan utamamu....?"
Mulut Pomera ternganga kaget, tapi kemudian dia menggelengkan kepalanya dan ekspresinya kembali normal.
"Kamu orang yang penuh dengan kejutan, Kanata. Dan kejutan itu sepertinya tidak pernah ada habisnya."
"Jika aku sangat mengejutkanmu, tunggu saja sampai kamu bertemu Lunaère-san..... Jika kamu bisa bertemu dengannya, tentu saja. Kamu tidak pernah tahu kejutan macam apa yang dia miliki." Kataku.
Mata Pomera menatap sesuatu yang tampak jauh, seperti sedang mengalami pencerahan. Aku tidak yakin bahwa aku menyukai kesimpulan apapun yang sedang dia buat.
"Kamu benar-benar sangat memikirkan Lunaère, kan, Kanata?" Kata Pomera, dan aku agak terkejut sedikit.
Aku cukup yakin bahwa telah meyakinkan Pomera bahwa Lunaère adalah seorang perempuan tua. Meski begitu, aku bertanya-tanya apa dia bisa menebak kebenarannya, berdasarkan betapa senangnya ketika aku membicarakan tentang Lunaère. Aku berusaha untuk tidak terdengar seperti sedang berbicara tentang seorang gadis yang kusukai.
"Y-Ya, tentu. Dia sudah seperti keluargaku. Karena, kamu tahu, aku sudah memberitahu tentang usianya dan sebagainya...." Kataku.
"A-Aku sudah tahu umurnya, kamu memberitahuku sebelumnya. Sekarang terlihat seperti kamu sedang membuat semacam alasan......."
Kata Pomera menatapku dengan curiga.
Aku mengucapkan permintaan maaf dalam diam kepada Lunaère. Aku menumpuk kebohongan di atas kebohongan. Aku tidak tahu berapa tahun lagi sampai aku melihat Lunaère lagi, tapi aku akan merasa bersalah saat aku menatap wajahnya lagi.
"Ngomong-ngomong, kita berhasil, Kanata! Kita akan menghasilkan banyak uang dari ini!"
Kata Pomera, menoleh ke gunungan mayat Ragni.
Dengan enam puluh Ragni mati, kami akan menghasilkan sekitar 1,3 juta gold. Pendapatnya yang cukup mudah, dan awal yang baik untuk mendanai percobaan alkimia kami.
"Mungkin kita akan mendapatkan Blood Ether of the Gods itu! Kita akan segera kembali menaikkan levelmu di Cursed Mirror." Kataku sambil tersenyum.
Pomera tidak tersenyum.
"Um..... Kamu benar-benar berencana untuk memulainya lagi?" Dia bertanya pelan.
"Kurasa kita tidak perlu melakukan terlalu berlebihan..."
Aku mendapat kesan bahwa Pomera sebenarnya tidak ingin meningkatkan kekuatannya di dalam Cursed Mirror lagi. Aku ingin meyakinkannya bahwa dia pasti akan segera terbiasa, namun aku tidak ingin mengabaikan perasaannya.
"Hanya jika kamu mau, itu saja." Kataku.
"Oh...... Apa tidak masalah?"
Aku dibawa ke dunia ini oleh Naiarotop dan dewa-dewa lain sebagai semacam hiburan yang memuakkan. Fakta itu sendiri membuat jelas bahwa aku akan dilemparkan ke dalam konflik dengan pendatang dari dunia lain, petualang jahat, dan monster. Aku jauh dari kata aman, tidak peduli seberapa tingginya menaikkan levelku.
Aku cukup yakin aku berada di level tertinggi dunia ini, tapi orang asing misterius yang kami temui di Manaloch adalah bukti bahwa aku tidak bisa bersantai. Akan selalu ada seseorang yang lebih kuat dariku di dunia ini. Namun situasi Pomera berbeda. Segera setelah kami berpisah, levelnya saat ini akan menempatkannya di kelas petualang yang di mana dia bisa hidup damai dan aman selamanya.
"Aku akan sedih saat melihatmu pergi." Kataku.
"Tapi kamu tidak mempunyai kewajiban untuk tetap bersamaku. Aku akan mengerti jika kamu ingin mempunyai jalanmu sendiri."
"Heeh? A-Apa itu akan benar terjadi?" Tanya Pomera.
"Dengar, pada dasarnya aku dikutuk. Kemungkinan besarnya, aku akan ditarik ke dalam banyak situasi buruk. Pada levelmu saat ini, sangat berbahaya untuk tetap bersamaku. Mungkin semuanya baik-baik saja saat ini, tapi sangat berisiko bagi kita untuk menjadi partner tanpa membuatmu berada di level yang lebih tinggi sehingga kamu bisa menahan diri terhadap apapun yang mereka putuskan untuk diberikan kepadaku. Tapi kamu tidak harus melakukanya."
Aku telah lulus dari pelatihan intensif Lunaère. Mempertimbangkan hal itu, aku akan cukup senang kalau Pomera berlevel 3.000 — atau setidaknya sekitar level 2.000 seperti Philia. Berada di level 200 sepertinya masih sangat berbahaya — cukup kuat untuk menarik banyak perhatian, namun tidak cukup kuat untuk mempertahankannya.
"S-Sesuatu pasti telah terjadi di masa lalumu. Kurasa aku bisa mengerti." Pomera menjadi gugup.
Dia menutup matanya, seperti dia ingin berpikir sejenak. Kemudian, setelah mengambil keputusan, dia membukanya matanya lagi lebar-lebar. Dia meraih tanganku di tangannya dan meremasnya dengan erat.
"Pomera-san?" Tanyaku, lengah dengan sikapnya.
"Aku ingin menjadi cukup kuat untuk bisa mendukungmu! Jika permintaanku ini tidak terlalu memaksakan, aku ingin tetap bersamamu!"
"Maksudmu, kamu mau leveling lagi i Cursed Mirror?"
"Y-Ya, tentu. A-Aku akan melakukan yang terbaik."
Kata Pomera dengan tenang.
Aku meremas tangannya kembali.
"Terima kasih! Aku masih belum cukup tahu tentang dunia ini, dan kita sudah begitu dekat, aku juga tidak ingin melihatmu pergi."
"S-Sungguh?"
Pomera berkedip beberapa kali, lalu menarik lengannya ke belakang. Pipinya memerah saat dia memainkan rambutnya karena malu.
"Kamu tidak ingin melihatku pergi? Hee hee.... Aku akan bekerja sangat keras!"
"Philia juga ingin berlatih di cermin!"
Kata Philia, memotong pembicaraan.
Philia..... menjadi lebih kuat?! Itu terdengar menakutkan.
Aku merinding ketika memikirkannya. Meskipun untuk bersikap adil, kami mungkin tidak perlu memberinya dengan Elixir atau Ouroboros Ring. Tidak peduli berapa kali aku membunuhnya di mansion Grand, dia terus kembali lebih kuat dari sebelumnya.
"Kanata? Philia juga bisa berlatih, kan"
Tanya Philia, menatapku dengan tatapan yang imut.
"Uhhh......." Aku bingung, tapi Pomera melompat untuk menyelamatkanku.
"T-Tidak, Philia, kamu seharusnya tidak melakukannya! Ini sama sekali tidak menyenangkan! Jadilah anak baik dan dengarkan Kanata!" Kata Pomera.
Kemudian dia melihat sekeliling pada mayat laba-laba yang berserakan yang mengotori hutan di sekitar kami.
"Selain itu..... sekarang kita perlu mengumpulkan mata Ragni, kan? Bagaimana kita harus melakukannya?"
"Kita mungkin harus mencoba mengumpulkan mereka di satu tempat. Sepertinya akan memakan banyak waktu untuk melakukannya." Kataku.
Gravity Bomb bisa saja menarik semuanya ke tengah tempat terbuka, tapi mantra itu juga akan menghancurkan semua mata itu dalam prosesnya..... belum lagi kerusakan yang akan ditimbulkannya pada pepohonan di sekitar.
"Philia yang akan melakukannya!" Kata Philia sambil bergerak di depanku dan mengangkat tangannya.
Lengan-lengan putih yang familliar itu terangkat dari bawah tanah dan mulai menyapukan telapak tangan mereka di lantai hutan seperti seorang pelayan yang menyapu remah-remah dari meja.
Dalam beberapa saat, semua Ragni yang mati telah tertumpuk rapi di kaki kami.
"Philia hebat, kan Kanata? Iya kan?!"
Katanya sambil cekikikan.
"Te-Terima kasih, Philia-chan." Kataku.
Dia luar biasa.
Pomera dan aku mulai bekerja dengan pisau kami, memotong mata mayat Ragni. Philia mengeluarkan lebih banyak lengan, kali ini lebih kecil, dan memulai jalur perakitan yang mencabut mata laba-laba yang mati. Dia jauh lebih efisien dalam tugas itu daripada kami. Setelah melihatnya melepaskan sepuluh mata untuk setiap mata yang bisa kami kumpulkan, Pomera dan aku menyerah dan membiarkan dia melakukan sisanya.
"Ayo bilang kalau Philia luar biasa!"
Philia mengepakkan tangannya ke atas dan ke bawah, tampak bangga pada dirinya sendiri. Lengan yang menarik mata mengepak juga.
"Ph-Philia luar biasa!" Aku pasti tidak ingin dia melakukan ini di depan siapapun di Manaloch.
Pemandangan lengan yang tumbuh dari tanah seperti tanaman aneh dan pucat sungguh luar biasa. Bahkan Pomera kehilangan kata-kata saat dia menatap hutan dengan anggota tubuh yang melambai.
"N-Ngomong-ngomong." Kata Pomera setelah mengambil waktu sejenak untuk menenangkan diri.
"Kurasa kita bisa menganggap penyerbuan Ragni kali ini lebih besar dari sebelumnya...."
"Apa skala penyerbuan ini tidak normal?"
Tanyaku, dan Pomera mengangguk.
"Skala ini biasanya tidak mungkin dilakukan di dekat kota—terutama kota dengan dua petualang A-Rank yang aktif."
Alfred dan Rosemonde. Alfred seharusnya hanya berkunjung, tapi aku mendengar bahwa Manaloch adalah rumah bagi para petualang A-Rank lainnya.
Ada juga petualang S-Rank, tapi mungkin itu hanya rumor. Bagaimanapun, sepertinya ini adalah masalah serius yang hanya bisa diselesaikan dengan membuat semua petualang peringkat tinggi bekerja sama.
Apa takdir umat manusia sedang di uji di Locklore? Aku sekarang tahu betapa lemahnya para petualang A-Rank, tapi ini adalah dunia tempat aku bertemu Zolophilia tidak lama setelah keluar dari Cocytus.
Sepertinya orang-orang hidup dalam bahaya terus-menerus di mana bahkan para pahlawan yang menjadi harapan terbaik mereka tidak banyak membantu sama sekali.
"Bahkan Rosemonde mengalami kesulitan dengan penyerbuan Ragni ini....." Kataku.
Memang, Rosemonde telah menggunakan sejumlah besar sihirnya ketika dia menyerangku dan dirinya sendiri telah terluka dalam pertarungan itu. Tapi aku masih tidak bisa membayangkan dia menghadapi enam puluh Ragni dan muncul sebagai pemenang. Dia mungkin membuat mereka kabur, tapi sekali lagi....
"Itulah mengapa hal ini sangat aneh." Kata Pomera.
"Penyerbuan monster kadang terjadi, tapi hal itu sangat jarang. Wabah sebesar ini telah terjadi di sekitar Manaloch. Hal itu...... Aneh."
"Pekerja Guild memang mengatakan kalau penyerbuan monster ini adalah situasi khusus."
Hal ini menjelaskan mengapa bayaran untuk mata Ragni begitu bagus. Manaloch mungkin berada dalam situasi yang jauh lebih genting daripada yang dibiarkan pihak berwenang.
Pomera berpikir sejenak.
"Kota ini memiliki banyak petualang rank tinggi, dan mereka seharusnya melakukan pembasmian secara rutin. Itu berarti Ragni berkembang biak lebih cepat daripada yang bisa diburu para petualang."
Itu adalah pemikiran yang meresahkan. Jika hal itu benar-benar terjadi, semua Locklore akan segera terkubur dalam laba-laba.
"Mungkin kita seharusnya sedikit lebih berhati-hati." Kataku.
"Kita agak mengambil misi ini karena bayarannya sangat bagus. Kita memang baik-baik saja kali ini, tapi mungkin saja....."
Pomera terkekeh.
"Kamu mungkin masih akan baik-baik saja bahkan jika kamu tidak berhati-hati."
Aku cukup serius, tapi Pomera melambaikan tangannya melintasi medan pertempuran untuk mengilustrasikan maksudnya. Aku tersenyum canggung dan meneguk air dari kantong airku.
Pomera melompat kaget dan dengan cepat berdiri.
"K-Kanata, ada yang datang! Monster..... dan ada juga seseorang! Aku pikir mereka melarikan diri dari para monster itu!"
"Kurasa kita tidak perlu terlalu khawatir. Para monster itu mungkin hanyalah Ragni. Bahkan jika aku salah, monster itu mungkin tidak menimbulkan ancaman nyata bagi kita."
"Tidak! Kanata, ada seseorang yang datang!"
Kata Pomera, menunjuk ke hutan lengan Philia.
"Kita harus melakukan sesuatu tentang dengan itu!"
"Gah!"
Aku tidak sengaja menghirup air yang aku coba minum. Menekan tangan ke tenggorokanku, aku melemparkan kantong airku ke tanah dan menoleh ke Philia.
"Philia-chan! Singkirkan mereka! Sebentar saja! Tolong!" Aku tidak bisa menjelaskan, tapi akan sangat buruk jika dia tidak melakukannya!
Philia tampak bingung sejenak, namun kemudian dia tersenyum dan melepaskan pelukannya. Mereka memudar menjadi cahaya dan mayat Ragni yang mereka pegang jatuh ke tanah.
Aku menghela napas lega. Keluar dari hutan, tempat Rosemonde berlari dengan masih penuh luka. Armornya tampaknya memiliki beberapa retakan baru, dan sepertinya dia mengalami masalah sebelum berhasil kembali ke Manaloch.
"Yo! Bisakah aku mendapatkan sedikit bantuan, teman-teman?! Aku yakin kalian bisa menangani mereka!"
Teriak Rosemonde, wajahnya pucat. Sekelompok ragni mengejar di belakangnya, termasuk tiga Ragni besar yang tingginya hampir enam kaki.
Ada versi yang lebih besar?!
"D-Dia masih punya keberanian untuk ini....."
Kata Pomera saat dia melihat ke arah Rosemonde.
Aku tahu bahwa memikat kawanan monster ke arah petualang lain bisa dianggap sebagai tindak pidana, tapi hal itu sepertinya tindakan keputusasaan daripada kedengkian.
"Ragni berukuran besar, hmm...." Panduan informasi Guild tidak menyertakan informasi apapun tentang laba-laba yang lebih besar.
"Oi, brengsek, tarik perhatian yang besar! Mereka akan memakanku jika kalian tidak melakukan sesuatu!"
Rosemonde terus berteriak dan memaki kami saat dia berlari mengelilingi tempat terbuka, mencoba untuk tetap berada di depan kelompok itu.
Dia mengalami perubahan sikap yang serius sejak terakhir kali kami melihatnya. Mungkin itu hanya untuk menunjukkan betapa berbahayanya Ragni itu.
"Yang berukuran besar itu bukanlah keroco! Cangkang mereka terlalu tebal dan serangan setengah-setengah tidak akan berhasil!" Rosemonde terdengar kehabisan napas tetapi masih berusaha membuat kami melepaskan sebagian dari napasnya.
"Aku mungkin bisa menangani satu, tapi tidak menangani sebanyak ini! Dapatkan perhatian mereka entah bagaimana caranya!"
Apa yang berukuran lebih besar berspesialisasi dalam pertahanan?
"Aaagh!"
Rosemonde tersandung dan jatuh saat lebih banyak laba-laba melompat keluar dari tanah dalam serangan diam-diam. Saat dia jatuh, Ragni berukuran biasa berkerumun untuk menutupi kakinya saat yang besar mendekat.
"Aw, beri aku istirahat! Jangan makan aku! Rasaku tidak enak!" Rosemonde berteriak.
Aku melompat di antara Rosemonde dan salah satu laba-laba besar. Aku siap menyerang dengan pedangku, karena nyawanya dipertaruhkan.
"Kanata!" Teriak Pomera.
"Jangan lakukan itu! Maksudku, kurasa kamu tidak perlu menggunakannya—!"
Aku menghunus pedangku dan, dengan gerakan yang sama, mengiris Ragni besar itu. Kekuatan dari serangan itu menghancurkan permukaan tanah dan menerbangkan laba-laba yang lebih kecil.
Sejumlah pohon di dekatnya tumbang saat gelombang kejut mencapai tepi hutan. Ragni besar itu teriris menjadi dua, berubah menjadi pasir hitam saat jatuh.
"Ugh, aku berlebihan lagi....."
Aku memasukan pedangku kembali ke sarungnya.
Di sebelahku adalah Rosemonde, mulutnya ternganga saat dia menatapku.
"Tidak mungkin, nak.... Aku bahkan tidak bisa menggoresnya." Katanya.
"Uh..... kamu baik-baik saja?" Aku bertanya.
"Tentu, aku akan baik-baik saja jika aku bisa memulai pertarungan dalam kondisi baik."
Kata Rosemonde dengan tegas.
"B-Begitu yah....."
Philia datang ke sisiku. Dia mengangkat tangan kanannya dan lengan putih tumbuh dari tanah di depan kami. Aku lebih suka jika Rosemonde tidak melihatnya, namun makhluk itu sudah keluar. Satu mata bundar di punggung tangan menatap Rosemonde sejenak, lalu mengedipkan mata. Philia tampak sangat bangga pada dirinya sendiri. Aku merasa bahwa sentuhan ekstra dimaksudkan untuk meyakinkan, tapi...... itu tidak memberikan efek yang diinginkan.
Rosemonde tampak ketakutan, matanya terpaku pada lengan putih itu.
"Hiya!"
Philia mengeluarkan teriakan yang imut dan mengepalkan tangannya. Tangan besar itu menghancurkan Ragni berukuran besar lainnya, menyemprotkan jus tubuh dari tubuh ke mana-mana.
Memiliki kerangka luar yang tebal tidak berguna bagi mereka. Rosemonde mendongak dengan tercengang untuk beberapa saat, namun kemudian tiba-tiba mulai menampar wajahnya sendiri.
"A-Apa yang kamu lakukan?! Kamu sudah cukup terluka!" Aku berteriak.
"Terimalah itu, Rosemonde!" Dia bergumam seperti sedang berbicara kepada dirinya sendiri.
"Aku.... Seorang yang bergelar Annihilation Rosemonde, seorang petualang A-Rank! Dan kumpulan orang-orang aneh ini lebih hebat!"
Dia dipenuhi gigitan Ragni, tapi aku mulai berpikir kepalanya mungkin agak terbentur juga.
Pomera mengacungkan tongkatnya ke Ragni berukuran besar yang tersisa.
"Spirit Magic Level 8: Laelaps's Fang!"
Seekor anjing berbentuk petir muncul di depan white mage itu, berlari ke arah musuhnya dan meninggalkan kehancuran di belakangnya. Mantra itu menyerbu Ragni biasa di jalurnya, menginjak-injak dan membakarnya saat bergerak maju. Saat bersentuhan dengan Ragni berukuran besar di belakang mereka, serangga besar itu mengejang dan terbakar sebelum jatuh ke tanah dalam tumpukan berasap.
"Ragni besar itu yang terakhir, Kanata! Ayo bereskan sisanya!" Kata Pomera dan mulai melontarkan mantra kepada kelompok Ragni yang tidak teratur yang berkeliaran dalam kebingungan.
Rosemonde menatap mantra Pomera, ekspresi kosong.
"T-Tenanglah. Aku bisa mengeluarkan yag sesuatu seperti itu. Mungkin. Karena.... aku sangat kuat....."
Rosemonde menundukkan kepalanya. Dia telah berlutut di tanah, tapi dia bergeser sehingga dia duduk dan menarik lututnya ke dadanya.
"Aku tidak tahu apa yang sungguhan lagi....."
Rupanya, Rosemonde siap untuk berdamai dengan dua petualang yang kuat, tapi tiga petualang itu terlalu berlebihan baginya.
"Baik bocah laki-laki maupun gadis kecil itu sangat kuat, tapi..... Bahkan perempuan yang terlijat bodoh itu bisa mengeluarkan mantra level delapan seolah-olah mantra itu bukan apa-apa!"
"Kasarnya!" Bentak Pomera di sela-sela membunuh beberapa Ragni lagi.
Rosemonde sepertinya tidak menyadari bahwa Pomera tersinggung. Dia hanya terus berbicara kepada dirinya sendiri.
"Selain itu, mantra itu adalah spirit magic. Mantra yang bisa dibilanb sulit dikendalikan! Dan..... Dan dia bahkan tidak terjebak di dalamnya. Lihatlah aku, aku bahkan mengenakan armor yang berat dan sulit digerakkan ini dan bekerja sendiri karena aku ingin fokus dengan gaya bertarungku ini....."
Aku tidak menyangka akan menghadapi krisis eksistensial seseorang bersamaan menghadapi kumpulan Ragni ini. Setelah menghabiskan laba-laba bagiannya, Pomera menggunakan white magic untuk menyembuhkan Rosemonde.
Petualang A-Rank itu masih setengah sadar. Luka-lukanya tidak mengancam jiwanya, tapi dia dipenuhi gigitan Ragni di mana pun, di tempat armornya rusak.
Philia dan aku mulai bekerja memanen mata para mayat Ragni yang kami kalahkan. Ini adalah pekerjaan yang mengerikan dan lenganku segera lengket dengan cairan Ragni itu. Aku mulai khawatir bahwa ini bukan kegiatan yang sehat untuk anak-anak seperti Philia.
"Kanata! Bola mata ini sangat besar! Bola mata ini seperti sepuluh bola mata kecil!" Berlumuran dengan darah, Philia mengangkat mata salah satu Ragni besar yang menetes ke atas kepalanya.
Nah. Kurasa dia akan baik-baik saja.
"Kurasa.... Ini sudah semuanya." Kataku beberapa saat kemudian setelah selesai memanen yang terakhir.
Sebagai permulaan, kami memiliki sekitar enam puluh mata Ragni. Rosemonde telah menarik setidaknya empat puluh lagi untuk kami. Hal itu memberi kami sekitar seratus dari totalnya.
Ada tiga Ragni berukuran besar. Salah satunya telah berubah menjadi pasir, berkat Heroic of Sword Gilgamesh—aku benar-benar harus tidak menggunakannya. Yang lainnya telah terbakar cukup parah oleh mantra Pomera, namun mata yang terbakar itu masih utuh. Material itu akan menjadi bukti pembunuhan, bahkan jika setengahnya menjadi arang.
Mata dari Ragni berukuran besar yang telah diremas Philia dalam bentuk sempurna, cukup mengejutkan.
"Kurasa semuanya sekitar 2,5 juta gold." Kataku.
Kami juga bisa mengharapkan semacam kompensasi tambahan untuk dua Ragni berukuran besar. Aku tidak yakin berapa nilainya, tapi aku berharap mereka akan mendapatkan setidaknya seratus ribu gold.
Aku sangat bersemangat karena itu. Dengan ini, kami punya cukup uang untuk bebas melakukan percobaan alkimia. Kami bisa terus mengumpulkan mata itu sepanjang hari, tapi ini mungkin cukup untuk saat ini.
Selain itu, kami bisa menyerahkannya tanpa menarik terlalu banyak perhatian.
"Ah, ngomong-ngomong." Kataku.
"Apa kamu mengalahkan beberapa, Rosemonde? Kami bisa membantumu mengumpulkannya."
"......Lupakan saja. Aku hanya ingin pulang dan kembali beristirahat.”
"B-Baiklah."
Rosemonde tampak lemas — secara harfiah. Dia tampak lebih kecil daripada saat kami pertama kali bertemu. Sebagian dari itu mungkin karena banyak armornya telah robek, tapi dia membungkuk kepada kami saat kami mulai berjalan kembali ke Manaloch.
Syukurlah, dia berjanji bahwa dia tidak akan memberitahu orang-orang tentang kami sebagai imbalan agar dia tetap diam tentang bagaimana pertarungan kami berlangsung. Lagipula dia tidak berpikir ada orang yang akan mempercayainya.
Rosemonde adalah orang yang pemarah, tapi aku tidak mendapat kesan bahwa dia menyimpan dendam yang tidak perlu. Aku tidak berpikir dia akan menjual kami, terutama karena kami telah menyelamatkan hidupnya.
"Ragni berukuran besar ini..... akan banyak masalah datang ke Manaloch."
Kata Rosemonde pada dirinya sendiri.
"Aku harus memutuskan apa aku akan pergi atau tinggal dan bertarung......"
Bagian – 4
KAMI BERPISAH di luar pintu masuk Guild petualang. Rosemonde hanya ingin segera pulang, dan kami juga harus menyerahkan bukti penyelesaian misi kami.
"Aku bisa merasakan Blood Ether of The Gods!"
Kataku kepada diriku sendiri.
"Hee hee, aku senang melihatmu begitu bersemangat."
Kata Pomera sambil tersenyum.
"Kita akan mulai menaikkan levelmu di Cursed Mirror lagi setelah Ethernya selesai."
".....Ya." Anehnya, Pomera berhenti tersenyum.
"Philia mau mencobanya! Kanata, apa Ethernya enak?"
Tanya Philia.
"Yah, rasanya agak aneh, tapi, yah.... kurasa menurutku rasanya cukup enak." Dengan seharga beberapa juta gold tiap masing-masing, rasanya pastinya enak.
"Sungguh?! Philia ingin meminumnya dan menjadi sangat kuat di dunia cermin!"
Ini akan menjadi masalah. Aku perlu menemukan cara untuk mencegahnya dan menghindari masalah yang bisa terjadi nanti.
"Umm... Jangan terlalu memikirkan tentang itu, Philia-chan." Kataku.
"Kamu bisa meminumnya sedikit, dan kami bahkan tidak akan memaksamu untuk berlatih di dunia cermin."
"Tapi Philia juga mau berlatih bersama denga Kanata dan Pomera....."
Wajahnya menjadi cemberut dengan sedih.
"Y-Yah..... Kita bisa membicarakannya nanti."
"Yay! Philia tidak sabar menunggu! Terima kasih, Kanata!"
A-Apa yang harus aku lakukan? Mungkin aku hanya harus terus menaikkan levelku sendiri agar tetap berada di atasnya......
Aku mencoba membuat kami kembali ke jalur yang benar.
"Yah, mari kita serahkan ini untuk bayaran kita."
Guild sangat berisik sore itu. Suasananya tidak seperti suasana biasa yang kami temui sebelumnya. Mungkin para petualang lain telah menyadari betapa buruknya situasi dengan para Ragni itu. Kerumunan orang mengelilingi area resepsionis dan di tengahnya ada kepala berambut pirang yang eksentrik. Tampak seperti orang yang pernah kami lihat sebelumnya.
"Oh, lihat, bukankah itu Alfred. Bukankah kamu adalah penggemar terbesarnya, kan, Kanata?"
Pomera menatapku dengan mata menyipit.
"A-Aku pikir ada kesalahpahaman di sini....."
Aku mencoba menjelaskan alasanku.
"Aku hanya tertarik dengan kepribadiannya. Dia berpura-pura menjadi besar dan hebat karena dia adalah petualang A-Rank dan....."
"L-Lalu kenapa jika dia adalah petualang A-Rank?"
Kata Pomera dengan agak kesal.
"Aku juga bisa menjadi petualang A-Rank. Aku yakin Rosemonde adalah petualang yang lebih baik darinya."
"Yah, dia akan menyerahkan bukti pembasmiannya. Kita akan tahu apa dia bisa mendukung sikapnya itu dalam beberapa menit."
Ada banyak ejekan yang datang dari para petualang di sekitar Alfred. Sebagian besar petualang laki-laki sepertinya ingin menjatuhkannya—mungkin karena dia menyebut mereka semua pengecut sebelum dia pergi berburu pagi itu. Aku tidak tahu bagaimana keadaan bekerja di antara para petualang yang berseteru, tapi itu adalah pernyataan perang yang jelas.
Alfred melihat sekeliling, menghela napas berat, dan memegang punggung tangannya ke dahinya.
"Apa harus ada keributan setiap kali aku membunuh monster?" Katanya dengan sikap keren.
"Yare, yare, apa ini keadaan petualang di Manaloch? Mengapa kalian tidak mencoba berfokus pada upaya kalian sendiri daripada upaya orang lain?"
Suhu di Guild turun beberapa derajat dan ruangan menjadi hening.
"K-Kanata, sepertinya suasananya.... panas."
Kata Pomera, berbisik kepadaku.
"Fokus pada usaha sendiri daripada usaha orang lain....? Hm, mungkin ada benarnya juga....."
Kataku, mengangguk sedikit setuju.
Dia ada benarnya—mengapa orang-orang terobsesi dengan apa yang akan dia serahkan daripada melakukan yang terbaik?
Pomera menatapku dengan jijik.
"Kamu memang punya obsesi aneh kepadanya, kan, Kanata?"
"T-Tidak, aku hanya berpikir bahwa apa yang dia katakan tidak salah...."
"Itu tidak membuatmu semakin aneh."
Aku berdiri di belakang kerumunan dan menjulurkan leherku untuk menonton. Mengesampingkan urusan kami sendiri, aku masih ingin melihat apa yang akan dilakukan orang ini. Selain itu, aku suka menonton orang, dan mungkin ini akan memberiku lebih banyak wawasan tentang cara kerja di Locklore. Hal tersebut membantuku karena bukan aku satu-satunya orang yang menontonnya.
"Ayo pergi, Kanata. Ada meja resepsionis lain yang masih kosong, terima kasih kepada si brengsek Alfred yang menarik semua perhatian ini."
Pomera mencengkeram jubahku dan mulai menarikku ke meja lain.
"B-Baik. Tapi tunggu sebentar."
"Hati-hati saat kita berjalan."
Pomera menghela napas berat.
Alfred membuat pertunjukan besar untuk melihat sekeliling dan mendengus keras.
"Apa ini Guild, atau sirkus?"
Dia bertanya, mengangkat tas sihirnya di atas meja dan sejumlah besar mata Ragni jatuh keluar. Guild dipenuhi dengan suara terengah-engah.
"L-Luar biasa..... Seorang A-Rank sepertinya bukan hanya sebuah nama."
"Tsk, jika dia bertingkah seperti itu bukan apa-apa, kenapa dia tidak punya lebih banyak?"
Mata Ragni yang dikeluarkannya adalah tumpukan yang cukup besar, tapi aku tahu kami memiliki lebih banyak.
"Keributan yang sia-sia." Kata Alfred.
"Aku hanya beruntung. Tepat ketika aku keluar dari kota, saya menemukan sekelompok besar Ragno. Aku hampir tidak berkeringat, dan aku akan mendapat lebih banyak mata mereka jika mereka melintasi jalanku. Yang ku bawa ini hanyalah sisa-sisa dari semua Ragno biasa yang kubunuh pagi ini."
"K-Kerja bagus, Alfred! Aku akan segera membawakan bayaranmu!" Kata seorang resepsionis yang tampak gembira.
Pomera menarik lenganku agar kami terus bergerak ke meja resepsionis lain.
"Apa kamu puas sekarang, Kanata? Ayo pergi."
"Uh..... Ya."
Saat kerumunan itu hendak bubar, Alfred berdeham dengan keras. Aku berhenti, mataku terpaku kembali kepadanya.
"Gadis resepsionis-ku tersayang.... Jangan terlalu terburu-buru." Katanya.
"Aku hanya mengatakan bahwa itu semua Ragno normal yang kubunuh."
"Namanya itu Ragni."
Aku mendengar Pomera berbicara dengan pelan.
"Uh..... Kamu punya sesuatu yang lain?"
Tanya perempuan resepsionis yang melayani Alfred.
Alfred mendengus dan memejamkan mata, meletakkan jari di hidungnya seolah-olah dia terganggu oleh sesuatu. Ya, dia memang payah, tapi sandiwara menarikku. Membuatku terpaku.
"Dia seharusnya memulai dengan tingkahnya itu."
Kata Pomera, menatap Alfred dengan frustrasi.
"Apa yang salah? Mengapa kamu sangat membenci Alfred?" Aku bertanya.
"Aku muak dengan sikapnya. Apa dia tidak membuatmu terasa terganggu?"
Sejujurnya, aku tidak terganggu dengan apapun yang dilakukan Alfred. Rasanya seperti menonton pegulat profesional tampil dalam karakternya.
Alfred memasukkan tangannya ke dalam tas sihirnya dan mencari-cari ke dalamnya.
"Aku curiga ada sesuatu yang menyebabkan lonjakan aktivitas Ragno yang tidak normal ini." Katanya.
"Aku memburu kejahatan yang merayap dan mengalahkannya itulah tugasku. Kota Manaloch akan kembali aman."
Guild meledak dengan teriakan mendengar kata-kata Alfred. Apa yang dia temukan? Apa ada semacam artefak yang menarik Ragni ke dekat kota? Apa ada monster yang memimpin mereka? Aku tidak bisa mengalihkan pandanganku dari tangan Alfred saat tangan itu mencari-cari di dalam tas sihirnya.
"Kanata, aku belum pernah melihatmu bertindak seperti dengan tas sihirmu. Tindakan seperti itu tidak menghasilkan apa yang kamu cari, kan? Dia jelas hanya sedang pamer." Pomera menarik lenganku dan menunjuk ke arah Alfred seperti sedang mengadu kepada teman sekelasnya.
"T-Tunggu sebentar. Aku ingin melihatnya sebentar!"
Kataku, menepis tangannya saat aku fokus pada Alfred.
Dengan semua mata di Guild tertuju kepada Alfred, dia mengeluarkan mata Ragno besar dari tasnya.
Apa?! Hanya itu?!
"Lihatlah, mata Ragno berukuran besar ini. Aku telah membunuh pemimpin Ragnos yang mengerumuni wilayah sekitar Manaloch. Monster itu adalah monster yang jauh lebih berbahaya daripada Ragno biasa, tapi monster itu tetap saja bukan tandinganku."
Kerumunan berteriak dengan kekaguman dan mulai bertepuk tangan, menghujani Alfred dengan kata-kata pujian. Aku hanya menyipitkan mata dan menatap mata besar itu.
"Kami bahkan punya dua dari mata itu." Kataku.
Akan jadi tiga, jika aku tidak menggunakan Heroic Sword of Gilgamesh. Termasuk mata besar yang di bawa Alfred, setidaknya empat Ragni berukuran besar telah terbunuh. Laba-laba besar itu bukanlah pemimpin atau semacamnya. Mereka hanyalah versi yang lebih besar dari Ragni biasa yang tidak ada artinya.
"Yup." Kata Pomera tampak puas.
"Ayo kita serahkan bagian kita."
Kataku dan Pomera mengangguk tanpa kata. Kami berjalan ke meja resepsionis tanpa antrean, namun petugas itu begitu asyik menonton Alfred sehingga dia tidak mau melihat kami.
"Permisi! Kami menerima misi berburu Ragni dan kami ingin mengambil bayaran kami." Kataku.
"Ugh, bisakah kau menunggu sebentar? Mereka berbicara tentang bagaimana pemimpin Ragni baru saja dikalahkan....." Keluh resepsionis sambil berbalik dan meletakkan sebuah kotak di meja untuk mengambil bagian monster kami.
"Ini dia." Kataku dan membalikkan tas sihirku.
Aku menggoyangkan tas sihir itu dan mata Ragno itu keluar, memenuhi kotak itu hingga menggelinding ke seberang meja. Rasa tidak peduli petugas Guild itu berubah menjadi tercengang saat dia melihat mata para Ragni yang keluar tanpa henti dan menyadari apa yang sedang terjadi.
Aku tidak ingin terlalu menonjol, tapi aku ingin memastikan bahwa kami membawa material lebih banyak dari seorang A-Rank. Dengan kami bertiga sebagai sebuah party, ini berada dalam batas yang bisa dipercaya.
"I-ini sangat banyak!"
Kata petugas Guild itu dengan gagap.
Akhirnya, kedua mata besar itu jatuh di atas tumpukan dan rahang petugas Guild itu jatuh. Dia melirik ke arah Alfred, lalu melihat kembali melihat yang ada di depannya.
"Ahem. Lalu yang ini adalah...?"
Katanya sambil menunjuk ke matanya yang besar.
"Kupikir mungkin masih banyak yang seperti itu di luar sana." Kataku kepada petugas Guild itu.
Aku telah berpikir untuk mengabaikan mata besar itu, karena bayaran 2,5 juta untuk seratus mata Ragni normal sudah banyak, tapi aku tidak dapat membiarkan klaim palsu Alfred mengakar. Jika pihak berwenang memutuskan bahwa dia benar-benar membunuh pemimpin Ragni, maka situasinya bisa menjadi lebih buruk dalam waktu singkat.
Penonton yang berkerumun di sekitar Alfred mulai memperhatikan kami.
"Oi lihatlah, mereka juga sangat luar biasa!"
"Sial! Itu terlalu banyak!"
"Ada apa ini, kalian masih di sini?" Kata Alfred ketika dia melihat suara-suara mulai meninggi di sekelilingnya.
"Mengapa kalian tidak berusah dengan lebih baik daripada mengidolakanku? Hanya orang bodoh yang...... Hah?" Alfred menyadari kerumunan itu sedang memperhatikan orang lain.
Melihat sekeliling untuk mencari apa yang membuat mereka menjauh, matanya tertuju kepadaku. Aku memberinya sebuah anggukan.
Alisnya berkerut menjadi tatapan kaget.
M-Mungkin aku melebih-lebihkannya. Tindakan lebih jauh dengan kenyataan daripada yang aku kira....
Petugas Guild itu masih menatap tumpukan mata Ragni yang kami keluarkan, ekspresinya semakin memucat.
"T-Tolong tunggu di sini sebentar. Manajemen kami harus dibuat sadar akan hal ini! Kami punya masalah besar di sekitar Manaloch."
"Kau pikir begitu?" Aku bertanya.
Aku khawatir bahwa kota mungkin tidak memiliki sumber daya untuk mengatasi masalah tersebut, dan aku berharap aku salah. Lunaère mengatakan ada saat-saat dalam sejarah Locklore ketika negara-negara besar tiba-tiba dihancurkan oleh bencana terkait monster.
Manaloch adalah kota angkuh yang penuh dengan orang-orang angkuh, namun mereka tidak pantas mendapatkan hal itu.
"Aku mungkin seharusnya tidak memberitahumu ini, tapi pemimpin Guild mengatakan bahwa jika kami menemukan bukti dari beberapa versi Ragni yang lebih kuat, maka kota ini bisa dalam bahaya...." Kata petugas Guild dengan tenang, ketakutan di matanya.
Aku tidak terkejut bahwa petugas itu telah waspada, namun aku gelisah karena mereka tetap diam selama ini. Mudah-mudahan mereka punya rencana.
"Maaf." Kata pekerja guild.
"Aku seharusnya tidak menyebarkan desas-desus, jadi lupakan apa yang aku katakan. Bagaimanapun, aku perlu memastikan bahwa manajemen mengetahui hal ini sesegera mungkin. Aku akan memastikan kalian mendapatkan bonus untuk kedua mata besar ini. Aku akan kembali dengan bayaran kalian segera."
Petugas itu membungkuk dan bergegas ke belakang.
"Hei! Sebenarnya siapa kalian?"
Teriak seseorang di kerumunan.
"Kalian bukan dari kota ini. Kalian agak terlihat asing di sini. Apa kalian pendatanf seperti Alfred?"
"Uh, yah. Kami petualang dari Arroburg....." Kataku.
Seseorang lain melangkah ke depan kerumunan. Dia mengenakan topi runcing hitam, dan memiliki lingkaran hitam di bawah matanya. Butuh beberapa waktu untuk mengingatnya, namun aku menyadari bahwa dia adalah orang yang mencoba berbicara dengan Pomera tepat setelah kami tiba dengan karavan kami.
Orang itu memiringkan topinya dan balas berteriak ke kerumunan itu.
"Tidak ada di antara kalian yang pernah mendengar tentang Evil Priest Notts, naga humanoid yang meneror Arroburg? Yah, dialah ini adalah Saint Pomera. Dia seorang diri menyembuhkan orang-orang di Arroburg dan menghancurkan Mansion tempat Notts bersembunyi."
"Heeh....?" Mata Pomera melebar.
Guild menjadi gempar, dengan beberapa suara mengklaim hal itu tidak mungkin, dan yang lain mengatakan mereka telah mendengar kabar itu.
"Selain itu." Lanjut orang bertopi runcing itu.
"Dia bisa menggunakan roh dalam bentuk naga besar. Aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Dan itu sangat benar. Dia benar-benar hebat—Dia bisa menggunakan sihir penyembuh, menggunakan sihir serangan, dan dia bahkan bisa menggunakan sihir pemanggilan juga!"
"Apa semua ini..... kesalahan Philia?"
Philia bertanya dengan pelan, menunjuk dirinya sendiri.
"Aku juga mendengar bahwa ketika dia bergegas menyembuhkan mereka yang terluka karena ulah Notts, dia menyembuhkan mata seorang lansia. Dan untuk pertama kalinya dalam lima puluh tahun, mereka bisa membuka matanya dan melihat dunia ini....."
Kata orang bertopi runcing itu.
Aku melirik Pomera dan dia menggelengkan kepalanya dengan penuh semangat. Sekarang orang ini hanya mengada-ada.
"Mustahil!"
"Aku juga pernah mendengarnya!"
Keributan dilemparkan ke seluruh Guild. Situasinya semakin tidak terkendali.
"Jangan coba menyebarkan rumor!" Teriak Pomera kepada orang bertopi runcing itu, wajahnya memerah.
"Minggir." Terdengar suara yang memotong keributan itu dengan mudah.
Aku berbalik untuk melihat dan melihat kerumunan orang membuat jalan. Alfred berjalan cepat menyusuri ruang terbuka, tepat ke arah kami. Ada kerutan yang dalam di alisnya saat dia memelototi kami.
Aku sedikit gugup. Aku memaksakan diri untuk berdiri lebih tegak dan menghadapi tantangan itu.
Levelnya tidak istimewa, dan tidak mata Ragni yang di bawanya lebih sedikit lebih kecil dari kami—namun Alfred memainkan permainan petualang. Jika ini adalah kehidupan yang ditakdirkan untukku di Locklore, maka aku dapat belajar darinya. Aku hanya belum yakin apa dia adalah contoh yang baik atau buruk.
"Hei, kau." Katanya.
"Apa ada yang bisa aku bantu?" Aku membalas.
"Bukan kau! Menjauh dariku!" Dia berteriak.
"Aku sedang berbicara dengan perempuan itu, bukan bocah pengangkut barang yang bersamanya!"
"M-Maaf!"
Tingkah cool-boy sepertinya telah menguap.
"Maaf?!"
Pomera memutuskan bahwa dia sudah muak dengan omong kosong Alfred. Dengan ekspresi cemberut, dia mencengkeram tongkatnya erat-erat dan melangkah ke arah laki-laki itu, yang tingginya hampir dua kali lipat darinya.
"Minta maaflah kepada Kanata sekarang juga!"
"Haah! Kaulah yang harus meminta maaf karena menyebarkan klaim tak berdasar tentang perbuatanmu! Ini sebuah penghinaan terhadap kerja keras rekan petualang kita! Apa egomu benar-benar rapuh?"
"Bukan aku yang mengatakan itu!"
Kata Pomera dengan marah sekarang, dan menunjuk ke arah orang bertopi runcing.
"Jika kau punya masalah dengan rumor itu, bicaralah dengannya!"
"Aku tidak peduli dengan cerita tentang Notts! Aku berbicara tentang Ragno! Siapa yang menjual mata itu kepadamu? Kau tidak bisa mengalahkan sebanyak itu sendirian. Dan kau memiliki nyali untuk membuat keributan ini di sebelahku! Ini memuakkan!"
Wajah Alfred berubah merah saat dia berteriak.
"Kau hanya malu dengan buruan kecilmu! Ini bukan salahku! Kau hanya bertindak sok dengan dirimu sendiri.... dan kau hanya berhasil membunuh empat puluh Ragni! Apa yang memalukan adalah adegan yang kau buat itu! Dan Kanata bukanlah pengangkut barangku! Minta maaf kepadanya sekarang juga!"
"T-Tenanglah, Pomera-san. Sejujurnya, aku tidak terlalu memikirnya." Dia jauh lebih kuat sekarang setelah dia berlatih di Cursed Mirror, dan butuh upaya serius untuk menahannya. Aku belum pernah melihatnya semarah ini sebelumnya.
"Itu pembicaraan besar yang datang dari bocah nakal C-Rank!" Alfred melebarkan lubang hidungnya dan memamerkan giginya dengan ekspresi marah.
Swordman dengan rambut pendek muncul di belakang Alfred. Samar-samar aku ingat namanya adalah Sera. Dia memeluknya dan mencoba menariknya kembali.
"B-Berhenti, tuan! Semuanya melihat kita! Aku sangat menyesal. Dia kadang-kadang mengalami hal ini!"
Swordman wanita itu berkata.
"Sera, lepaskan aku! Apa kau sedang mencoba mempermalukanku?!"
A-Ada apa dengan orang ini.....?
"Tolong tahan dirimu sendiri dengan baik! Ayo kita pergi saja!"
"Diam! Apa kau tidak paham kata 'lepaskan' yang aku bilang kepadamu?!" Alfred mengayunkan lengannya dan memukul mundur Sera.
Sera terjatuh ke bawah dengan "Oof!" Alfred memelototinya, lalu segera berbalik kembali ke Pomera.
"Bagus. Terus di sana. Jika kau bersikeras benar-benar mendapatkannya...... "
Dia menunjuk ke tumpukan mata laba-laba di konter
"Maka kau bisa memberiku bukti."
Alfred menghunus pedangnya dan dengan ringan menebas udara. Teriakan mengalir melalui kerumunan.
"Aku tidak punya niat untuk mundur ketika kau telah menyinggung harga diriku. Keluarlah bersamaku, Saint Pomera. Aku akan menunjukkan kepadamu untuk kebohonganmu yang sebenarnya."
Pendapatku tentang Alfred menurun dengan cepat. Pomera mengerutkan keningnya saat dia dan Alfred saling melotot. Dia berbalik ke arahku dan berkata dengan gigi terbuka.
"Apa kamu tidak masalah dengan ini, Kanata?"
Pomera tidak bertanya apa aku keberatan dia menghajar Alfred. Dia bertanya apa aku keberatan membongkar kedok kami sebagai petualang C-Rank biasa. Sepertinya semua upaya kami untuk tidak menonjol terus dibatalkan oleh situasi yang muncul.
Yah, kupikir itu tidak akan menjadi masalah selama orang percaya dia hanya sedikit lebih kuat dari Alfred. Dari sudut pandang pendapatan, hal itu bahkan mungkin bagus karena bisa membantu kami naik satu atau dua rank di Guild. Namun, jika hal itu bisa dihindari, aku lebih suka jika hasilnya membiarkan kita meluncur kembali di bawah radar.
Aku melambai agar Pomera mendekat.
Dia membungkuk dan aku berbisik kepadanya :
"Jika kamu bertanya apa yang menurutku kamu tanyakan, tahan dirilah sedikit. Tapi bukankah lebih baik meminta maaf dan menyelesaikannya?"
"Aku bisa mendengarmu." Terdengar suara.
Aku menoleh dan melihat kepala Alfred tepat di sebelah kepala Pomera. Dia memelototiku dengan mata marah.
"Gah!" Aku secara refleks menarik diri. Aku tidak menyangka dia menguping begitu terang-terangan.
Alfred mengayunkan pedangnya. Bilah itu mengiris meja resepsionis dan masuk ke lantai Guild yang dipoles, kepulan asap putih mengepul dari panasnya gesekan.
Kerumunan itu menjadi tersentak.
"Dia menyuruhmu menahan diri?! Kau berani menghinaku lebih jauh?!" Tanya Alfred.
"Aku menerima duelmu." Kata Pomera, dan mulut Alfred berubah menjadi senyuman kejam.
"Aku tidak peduli jika kamu menolak untuk mempercayai apapun tentangku. Atau Ragni—Lagipula aku hanya memburu mereka demi uang."
Pomera mengangkat jari peringatan.
"Tapi aku punya satu syarat untuk duel ini."
"Sebuah syarat?"
"Jika aku menang, aku ingin kau meminta maaf kepada Kanata. Kau tidak tahu apapun tentang dirinya! Kanata adalah orang pertama yang mengizinkanku menjadi anggota partynya dengan setara!"
"Terserahlah, aku akan menerima syarat apapun yang kau miliki. Aku tidak berniat untuk kalah. Ayo pergi."
Alfred berjalan keluar dan Pomera mengikuti, mendidih dalam amarah.
"P-Pomera-san, aku senang kamu menjadi sangat marah dalam membelaku..... Tapi sungguh, akan lebih baik jika kamu tidak melawannya." Kataku, mencoba mengikuti. Philia melewatiku dan melewati sisi Pomera.
"Philia juga ingin bertarung bersama Pomera!"
Katanya, matanya berbinar.
"T-Tidak, jangan Philia-chan! Ini adalah pertarungan Pomera-san." Aku memegang lengannya dengan lembut.
Alfred perlu dihentikan, bukan dimusnahkan.
Bagian – 5
KERUMUNAN ORANG-ORANG MEMBENTUK lingkaran di depan Guild. Alfred dan Pomera saling berhadapan di tengah kerumunan itu, dan aku akhirnya menjadi salah satu orang di antara kerumunan tersebut.
Astaga, bagaimana ini bisa terjadi?
Mereka berdua berdiri sekitar lima belas kaki terpisah. Alfred bisa menutup jarak itu hanya dengan beberapa langkah.
"Kau adalah pengguna sihir, jadi aku akan mundur sedikit untuk memberimu sedikit ruang untuk menyerangku." Kata Alfred.
"Tidak ada gunanya menang jika aku mendapat keuntungan yang tidak cukup adil."
"Aku tidak peduli dengan itu." Kata Pomera.
"Aku lebih suka tidak mendengarkan ocehan tidak gunamu sesudahnya." Lanjutnya.
"Gadis tolol."
Ini adalah pertama kalinya aku mendengar pembicaraan kasar Pomera, dan hal ini sedikit membuat gugup. Bagaimanapun, Pomera hampir tiga kali lipat level Alfred. Apapun yang terjadi, aku tidak bisa melihat Pomera kalah dalam pertarungan ini.
"Semoga berhasil, Pomera! Semoga beruntung!"
Teriak Philia, melambai dengan senyuman cerah.
Partner Alfred, Sera, mengambil peran sebagai wasit dimulainya duel itu, tapi dia tidak terlihat senang karenanya. Dia biasanya mengagumi Alfred, namun pada saat ini, dia tampak sangat kecewa.
"Duel akan diputuskan ketika satu orang mengaku kalah atau menjadi tidak berdaya. Mulai!" Sera menjatuhkan tangannya sebagai tanda di mulainya duel itu.
Begitu Sera melakukannya, Alfred berlari menuju Pomera, menutup jarak di antara mereka. Dia menghunus pedangnya, bertujuan untuk memotong tongkat Pomera dengan tebasannya.
"Spirit Magic Level 6: Fox Fire!"
Pomera mundur ke belakang sambil mengangkat tongkatnya dan membuat lingkaran sihir.
Sebuah bola api seukuran kepala manusia muncul di udara di depannya. Fox Fire meminjam bola api dari salah satu roh rubah yang berada di dunia roh. Mantar tersebut memiliki kecerdasan yang terbatas dan secara otomatis akan bergerak untuk melindungi casternya.
Sepertinya Pomera mencoba untuk mengalahkan Alfred tanpa memaksanya atau membuang mantra tingkat level dan berkekuatan tinggi. Aku merasa sedikit lega.
Alfred melompat ke samping untuk menghindari Fox Fire itu dan menyerang Pomera dengan pedangnya.
Bola api tetap berada di antara mereka, dan white mage itu bergerak untuk memastikan dia selalu tersembunyi di balik bola itu.
"Menyebalkan sekali. Aku kira kau bukan hanya orang lemah saja." Kata Alfred.
"Spirit Magic Level 3: Sylph Sword!"
Pomera melangkah dari belakang Fox Fire untuk mengarahkan tongkatnya ke Alfred. Bilah udara menebas ke arahnya, dan Alfred hampir tidak punya waktu untuk mengangkat pedangnya untuk menangkisnya. Alfred menerjang kembali ke Pomera, namun Fox Fire menyelinap dengan anggun di antara mereka. Pomera melompat ke sisi yang berlawanan dari bola itu untuk menaikkan tongkatnya lagi.
"Sylph Sword!"
"Gah!"
Kali ini, serangan itu terlalu dekat untuk ditangkis Alfred. Lututnya terseret melintasi bebatuan saat benturan itu memaksanya jatuh ke tanah. Alfred memelototi Pomera, atau setidaknya dia mencoba melakukan sesuatu.
Fox Fire bergerak ke kiri dan ke kanan, menjaga dirinya tetap sejajar dengan tatapannya. Rasa frustrasi terlihat di wajahnya saat dia mencoba mencari cara untuk mengakali mantra itu.
"Ini jauh lebih tidak menarik daripada yang aku kira."
Terdengar suara dari kerumunan, diikuti oleh orang lain yang memiliki pendapat serupa.
Keputusan yang cerdas, Pomera-san! Dia sebenarnya berusaha membuat duel ini agak membosankan.
Jika Pomera mau, dia bisa saja mengubah Alfred menjadi abu dengan satu mantra tingkat tinggi, namun kabar tentang itu akan menyebar seperti..... Yah, seperti kobaran api. Sebaliknya, dia ingin mengurangi kerumunan itu dengan membuat semuanya berjalan lambat dan tidak memuaskan.
"Dia bahkan tidak bisa mendaratkan serangan kepadanya. Jika itu aku, aku pasti bisa mendekatinya."
Kata seorang penonton.
"Kurasa Alfred benar-benar bukanlah orang yang terlalu hebat. Petualang lain juga ada yang bisa membunuh banyak Ragni. Tidak seperti mereka sulit untuk ditemukan....." Kata yang lain.
Alfred memamerkan giginya dan memelototi kerumunan itu. Lalu dia menunjuk Pomera, yang masih berdiri di belakang Fox Fire.
"Berhentilah berlindung di balik mantramu itu! Ini adalah duel satu lawan satu! Lawan aku secara langsung!"
Kata Alfred, berteriak.
Apa yang dia harapkan? Pomera adalah pengguna sihir dan dia adalah petarung jarak dekat. Jika mereka berdua berduel satu lawan satu, duel itu akan menjadi pertarungan yang akan dia menangkan. Meskipun, mungkin rasa frustrasinya bisa dibenarkan. Bahkan Pomera sendiri mulai terlihat sedikit bosan. Alfred mencoba berlari ke arahnya lagi, namun sekali lagi dicegah oleh gerakan dari Fox Fire dan menerima tebasan lain dari Sylph Sword Pomera.
"Ini tidak mungkin....."
Gerutu Alfred sambil memegang pedangnya.
Pomera benar-benar menurunkan penggunaan kekuatan sihirnya untuk membuat duel ini terlihat sah, namun waktu reaksinya masih sangat cepat jika dibandingkan. Bahkan jika Alfred menemukan jalan melalui pertahanannya, Pomera bisa melepaskan serangan balik, lalu pulih saat dia mundur.
Alfred tidak memiliki kesempatan, tapi dia tidak dapat memahami alasannya. Saat kerumunan orang itu menyaksikan Alfred dengan panik mengejar Pomera, mereka mulai mencemooh dan meneriakkan hinaan.
"Apa kau hanya terbiasa melawan monster, dan ini pertama kalinya kamu melawan pengguna sihir?"
"Kau seharusnya tidak pernah datang ke kota sihir ini jika kau tidak bisa menghindari mantra-mantra itu!"
M-Mungkin Pomera-san harus menyelesaikan duel ini secepatnya. Sikap orang-orang ini sudah mulai berlebihan.......
Wajah Alfred memerah dan lubang hidungnya melebar.
"Kontrol sihir rohnya luar biasa bagus!" Aku mendengar seseorang di sampingku berkata dengan kagum.
"Dia mampu mempertahankan mantra level enam untuk beberapa saat, dan dia berhasil menggerakkan mantra itu seolah-olah itu adalah bagian dari tubuhnya sendiri. Spirit Magic sangat sulit dikendalikan. Dia luar biasa.... Insting bertarungnya juga luar biasa. Dia pasti memiliki banyak pengalaman pertarungan nyata. Sepertinya dia juga bisa memprediksi setiap serangan yang dia terima, bahkan dari jarak dekat. Bahkan aku tidak bisa melakukannya. Kengerian seperti apa yang dia hadapi untuk bisa mendapat kemampuan seperti ini di usianya yang begitu muda?"
Yah itu..... karena dunia cermin, dan.....
Aku menoleh dan melihat orang bertopi lancip, mengangguk dalam-dalam sementara dia berpikir keras kepada dirinya sendiri dan mengagumi kemampuan bertarung Pomera. Setidaknya orang itu tidak tahu levelnya Pomera—atau kuharap dia tidak perlu tahu.
"Apa yang kau bicarakan? Laki-laki sombong itulah yang sangat lambat." Kata penonton lainnya.
"Itu salah! Dia adalah pengguna pedang kelas satu yang menyempurnakan dasar-dasarnya menjadi sebuah bentuk seni. Tapi dia melihat bahwa dia tidak bisa melewati pertahanan lawannya, jadi dia menghancurkan kemampuan itu dan menambahkan gerakan tidak teratur untuk menghindari serangannya. Itu adalah bukti bahwa dia terbiasa melawan orang lain, dan aku tidak dapat menemukan kekurangan apapun dalam pendekatannya. Dalam pertarungan langsung, juga dalam perburuan monster, Alfred kemungkinan besar bahkan akan mengalahkan Annihilation Rosemonde. Tapi Saint Pomera berada di atasnya....."
Orang bertopi lancip berbicara panjang lebar, tapi hanya aku yang mendengarkan. Itu agak menyedihkan, mengingat dia mungkin satu-satunya orang di kerumunan yang tahu apa yang sedang terjadi.
Aku mengalihkan pandanganku dan pura-pura tidak mendengarnya.
"Sylph Sword!"
"Gah!"
Alfred menerima serangan yang membuatnya terbang mundur dan berguling-guling di tanah. Dia bergegas untuk bangkit dan menyiapkan pedangnya, namun Pomera menjatuhkannya. Untuk beberapa saat singkat, Alfred sama sekali tidak berdaya; Pomera bisa dengan mudah menghabisinya dengan Sylph Swordnya lagi, tapi dia memilih untuk tidak melakukannya.
"M-Mustahil....."
Alfred mencengkeram gagang pedangnya dengan erat, lalu menarik napas perlahan dan melepaskan ketegangan dari tubuhnya.
"Aku telah salah. Kau adalah petarung yang kuat."
Alfred menerima kekalahan jauh lebih anggun dari yang aku kira. Dia pasti telah memutuskan bahwa tidak ada gunanya mempermalukan dirinya sendiri lebih jauh.
Atau mungkin tujuannya sejak awal adalah untuk menguji Pomera, dan duel itu hanyalah sarana untuk mencapai tujuan itu. Mungkin ledakan kekanak-kanakan itu juga merupakan sebuah pertunjukkannya.
Alfred berdiri tegak dan membersihkan kotoran dari pakaiannya. Pomera menatapnya, tongkatnya telah sudah siap. Saat gerakan bermusuhannya berhenti, Pomera perlahan menurunkan tongkatnya dan membatalkan mantra Fox Fire-nya.
Sera menghela napas lega.
"Izinkan aku untuk meminta maaf. Kemampuan sihirmu itu sangat luar biasa."
Kata Alfred sambil menyarungkan pedangnya dan berjalan menuju Pomera, menawarkan tangannya.
Kerumunan orang-orang mulai bubar sekarang setelah mereka berdua berhasil mencapai kesepakatan damai. Aku berharap kami dapat menghindari masalah sulit setelah ini.
"A-Aku juga minta maaf. Seharusnya aku tidak terlalu emosi..... Tapi aku sebenarnya ingin memintamu minta maaf kepada Kanata, bukan kepadaku."
Kata Pomera, menunduk malu begitu dia melihat Alfred beralih ke sikap yang lebih dewasa.
Alfred tampak bingung begitu dia semakin dekat dengannya.
"Ada apa, Saint Pomera?"
"Hanya saja..... Aku tidak terbiasa berjabat tangan....."
Mulut Alfred menyeringai jahat.
"Bukan itu. Maksudku, apa yang salah denganmu, kau baru sadar menurunkan pertahananmu saat duel? Duel diputuskan hanya ketika salah satu dari kita kehilangan kesadaran atau mengaku kalah. Aku tidak pernah mengakui hal semacam dari awal!"
Pomera tampak bingung.
"T-Tidak mungkin...."
Kataku saat hawa dingin menjalar di punggungku.
Alfred memuji kemampuan Pomera. Dia meminta maaf karena meremehkannya. Dia bahkan menyarungkan pedangnya dan menawarkan jabat tangan. Tapi dia tidak pernah mengaku kalah. Ini tentang hal yang sangat penting yang bisa dia dapatkan, tapi Alfred sepertinya akan bersikeras kepada hal itu.
"Sekarang aku sudah menutup celah itu!"
Katanya sambil menghunus pedangnya tepat di depan Pomera yang masih shock.
"Aku tidak akan pernah kalah dari bocah sepertimu di depan umum! Pada akhirnya, yang terpenting adalah aku menang!"
Dia benar-benar bajingan!
Pomera sepertinya baru menyadari apa yang terjadi saat Alfred mengacungkan pedangnya. Tapi tidak mungkin Pomera melepaskan mantranya tepat waktu, dan perisai Fox Fire miliknya telah dibatalkan. Duel ini menjadi pertarungan kekuatan jarak dekat murni.
"Hahaha! Tidak peduli seberapa kuat sihirmu, kau tidak dapat melakukan apapun setelah lawanmu mendekat! Jika ini benar-benar pertarungan hidup dan mati, akulah yang akan tetap hidup—agh!"
Pomera mengeluarkan tertawa imut dan memukulnya dengan tongkatnya. Pedang Alfred terlempar ke samping, dan tongkat itu mengikuti untuk menghantam wajahnya. Serangan itu membuatnya terlempar ke belakang melalui barisan depan para penonton dengan sisa momentum yang cukup untuk meninggalkan lubang berbentuk manusia sempurna di sisi Guild.
Ujung tongkat Pomera patah dan serpihannya beterbangan ke mana-mana. Dia berdiri dengan mata melebar saat menatap tongkatnya.