Bonus Story :

The Lich Surveillance and Pomera, the Drunk

 

SANGAT MERASA KECEWA, kami masih berada di Red Bat. Pomera benar-benar mabuk, wajahnya semerah apel. Aku terus berusaha mencari cara untuk menghentikannya, dan dia terus memesan lebih banyak sari apel. Philia sedang duduk di pangkuan Pomera sementara Pomera mengusap kepala, pipi, dan dagunya. Philia membiarkannya berlanjut dan sepertinya menikmatinya.

 

"Degnar, Philia, Kanata orang yang mengerikan, bukan?  Aku baru saja memintanya untuk menikah denganku, dan dia mengabaikannya!" Pomera cemberut dan memelototiku dengan mata tidak fokus.

 

Percakapan itu terjadi beberapa waktu lalu. Sepertinya dia berpikir bahwa julukan Holy Fist Pomera telah menghancurkan peluangnya untuk menikah.

Aku telah mencoba untuk menghubungkannya dengan pembicaraan mabuk secara acak dan melepaskannya, namun dia terus berputar kembali ke sana.

 

"P-Pomera-san, minumlah air. Bukan bir itu. Aku tidak berpikir kamu harus minum lagi."

 

"Ah! Lihatlah! Dia baru saja mengubah topik lagi! Apa kamu mendengarnya, Philia? Kanata sangat jahat! Sungguh menyakitkan jika dia hanya mengatakan tidak di hadapanku, tapi dia memperburuknya dengan menghindari topik itu karena dia tidak ingin menikah denganku! Ini sudah ketiga kalinya, ketiga kalinya! Ketiga kalinya dia menghindarinya dengan cara yang sama! Kanata berpikir tidak apa-apa karena aku mabuk! Philia, katakan kepadanya kalau dia juga jahat!"

 

Sementara aku mengira kemampuan berpikirnya telah hilang, dia tampaknya masih memiliki akses penuh ke ingatannya. Aku menyangga kepalaku dengan kedua tanganku, sikuku di atas meja. Aku tidak akan pernah membiarkan Pomera minum lagi.

Aku tidak tahu bagaimana menangani Pomera yang seperti ini. Pelanggan lain dan pekerja kedai menatapnya seolah dia sudah gila. Jika dia mengkhawatirkan reputasinya, maka minuman itu lebih merusaknya daripada perbuatan yang dilakukan Philia.

 

"Philia mencintai Kanata! Philia akan menjadi pengantin Kanata juga!"

Kata Philia, mengangkat tangannya dengan gembira dari tempatnya duduk di pelukan Pomera.

 

"Philia, kamu sangat imut dan lugu. Tapi kamu tidak bisa! Karena kamu akan menjadi pengantinku! Aku tidak akan membiarkanmu pergi!"

Pomera menggelitik Philia lagi, dan gadis kecil itu tertawa gembira dan melambai-lambaikan tangan dan kakinya. Aku hanya berdoa agar mimpi buruk ini berakhir secepat mungkin.

 

"Philia juga menyukai Pomera!" Kata Philia.

 

"Philia akan menikahi Pomera! Apa itu artinya kita berdua adalah pengantin?"

 

"Tuuungguu.... kamu bisa berubah bentuk Philia....."

Kata Pomera, matanya melebar karena pikiran yang tiba-tiba itu.

 

"Bisakah kamu terlihat seperti Kanata untukku? Lalu kita akan menjadi pengantin! Kamu bisa menghiburku karena Kanata menolakku."

 

"Oh, ayolah! Itu sangat menjijikkan!"

Hal ini terlalu banyak untuk aku tangani. 

 

"P-Pomera-san, tolong, kembalilah ke akal sehatmu!"

 

Tidak ada gunanya. Pomera yang mabuk tidak punya rem.

 

"Aku merasa tidak enak menjadi satu-satunya orang yang minum." Kata Pomera. 

 

"Philia, minumlah sedikit."

 

"Yay! Minuman!"

 

"T-Tunggu! Kita tidak bisa membiarkan orang lain melihatnya! Tolong hentikan, Pomera-san!"

Kataku dengan frustasi.

 

Secara teknis, Philia beberapa ribu tahun lebih tua dari usia untuk bisa minum secara legal. Aku masih tidak yakin apa Locklore memiliki usia minum yang legal. Tapi hal itu bukanlah sesuatu yang ingin aku jelaskan kepada semua orang di kedai ini.

 

Pomera cemberut dan meletakkan dagunya di atas meja.

"Baiklah, kalau begitu kamu harus minum denganku, Kanata. Aku kesepian. Aku kesepian dan mabuk."

 

".....Aku tidak suka mabuk."

 

"Oh, ayolah! Kamu tahu merasa tidak enak tentang seluruh masalah raja iblis, jadi kamu ikut denganku untuk melakukan apapun yang kuinginkan! Philia, aku dikhianati oleh Kanata lagi! Aku sudah meninggalkan Arroburg, tempatku menjalani seluruh hidupku, dan aku sangat percaya dengan Kanata. Dan kemudian dia mengkhianatiku seperti ini!"

Pomera mulai terisak, tapi sepertinya dia berpura-pura.

 

Masih sakit rasanya dituduh berkhianat. 

"B-Baik. Aku akan minum sedikit. Pelayan, bisakah kami mendapatkan segelas lagi—"

 

Pomera tiba-tiba meneguk semua air yang ada di gelasku, lalu mengambil kendi cider di atas meja dan menuangkannya untukku.

 

"Hee hee hee..... Aku berciuman tidak langsung dengan Kanata....."

Aku mendengar dia berbisik pada dirinya sendiri.

 

"Lihat, aku menuangkan minuman untukmu! Ayo minum semalaman, Kanata!"

 

Saat itu, ada suara keras di luar. Hampir terdengar seperti sesuatu yang menabrak di dinding. Apa ada orang mabuk yang tersandung ke dinding? Pelayan menatap kami dengan tatapan mati.

Sepertinya dia tidak ingin kami ada di sana sepanjang malam. Aku mencoba memberi isyarat kepadanya dengan ekspresiku bahwa entah bagaimana aku akan membuatnya pulang pada waktu yang bisa diterima.

Dia hanya mengerutkan keningnya dan berbalik. Setelah beberapa saat, aku menghabiskan minumanku. Pomera menuangkanku lagi. Aku menghabiskannya..... dan dia menuangkanku lagi. Hal itu terus berlanjut.

 

Sepertinya naik level tidak menghentikan sesesorang dari mabuk. Aku merasa cukup mabuk.

 

"Hee hee, aku sangat bahagia sekarang... aku suka minum, dan aku suka Kanata, dan aku suka Philia...."

Kata Pomera dengan suara yang seperti nyanyian sambil memeluk Philia dengan satu tangan dan kendi sari dengan tangan lainnya.

 

" Pomera-san, kita harus segera kembali...." Kataku.

 

Aku mencoba berdiri dan meraih lengannya, tapi kakiku goyah. Aku goyah dan jatuh ke arah Pomera. Dia dengan cepat menjatuhkan gelas yang berisi sari apelnya ke lantai dan memelukku.

 

"Ah..... Maaf, Pomera-san. Sepertinya aku agak mabuk juga." Kataku.

 

Aku melihat Pomera. Wajah kami sangat berdekatan. Matanya menatap jauh dan pipinya tampak sedikit lebih merah dari sebelumnya. Dia tiba-tiba menutup matanya dan mendekatkan wajahnya ke wajahku.

 

"T-Tunggu, Pomera-san.... Apa yang kam....?"

 

Aku tertangkap basah. Wajah Pomera semakin dekat. Bibirnya akan menyentuh bibirku, dan.... dunia berhenti.

Hal berikutnya yang aku ingat, aku duduk kembali di kursiku. Kepala Pomera berbaring di atas meja, tidur dengan nyaman.

 

"Pomera-san? Apa? Heeh.....? Apa yang baru saja terjadi?"

 

Aneh. Aku berani bersumpah Pomera baru saja akan menciumku. Tapi aku juga mabuk..... Apa mungkin itu mimpi?

 

Ekspresi Philia pucat pasi, matanya terpaku pada jendela.

"Philia-chan? Apa ada salah?" Aku bertanya.

 

"Ph-Philia tidak melihat apapun!"

Katanya, menggelengkan kepalanya dengan kuat.

 

"O-Oke..... Ayo bawa Pomera dan pulang."

 

***

 

"Pomera itu! Dia bertindak agresif dan bersikap genit dengan Kanata!"

Lunaère melihat ke dalam Red Bat melalui jendela samping, memata-matai Kanata dan Pomera.

 

Dia tidak bangga akan hal itu, tapi jika itu yang diperlukan untuk memastikan tidak ada yang dimulai di antara keduanya, maka biarlah. Terutama malam ini.

Manusia membuat segala macam kesalahan begitu mereka minum sedikit alkohol. Begitulah.... sebuah hubungan dimulai.

 

"Beraninya dia! Dia bahkan menyuruh Kanata untuk menikahinya! Ah, aku tahu!"

Lunaère menggigit kukunya saat menatap Pomera.

 

Kemudian dia menarik ujung kerudungnya ke bawah untuk menyembunyikan wajahnya yang meringis itu.

Napasnya tersengal-sengal karena tekanan emosional belaka. Dia berusaha mati-matian untuk mengendalikan dirinya, namun dia sangat marah ketika Pomera minum dari gelas Kanata dan melakukan ciuman tidak langsung dengannya sehingga dia menggoreskan kukunya ke dinding, meninggalkan celah yang dalam di sana. Kemudian bencana melanda. Kanata menarik lengan Pomera untuk mencoba membuatnya berdiri. Dia terpeleset dan jatuh ke gadis itu.

 

{ TLN : WKWOWKWOW }

 

Peristiwa itu berakhir dengan keduanya yang terkunci dalam pelukan. Mereka menatap mata satu sama lain dari jarak dekat. Pomera menatap kosong ke arah Kanata, menutup matanya, dan mendekatkan wajahnya untuk dicium. Bibir mereka bergerak semakin dekat.

 

"Space-Time Magic Level 25: Ruler of the World!"

 

Mantra itu adalah salah satu mantra tingkat tertinggi yang bisa digunakan Lunaère. Sebuah lingkaran sihir besar hitam dan putih muncul, dan waktu meninggalkan dunia. Hanya Lunaère yang bebas bergerak atau bahkan berpikir, tapi dia hanya bisa mempertahankan mantranya untuk waktu yang singkat karena mantra tersebut menghabiskan kekuatan sihirnya dengan cepat. Masih banyak waktu bagi Lunaère untuk membuka jendela, melompat ke dalam, mengangkat Kanata, mengembalikannya ke tempat duduknya, dan keluar dengan cepat.

 

Mantra itu terpotong saat dia melewati jendela yang terbuka. Saat Lunaère berbalik untuk menutup selempang, Philia melirik ke arahnya. Mata mereka bertemu. Philia menatap Lunaère dengan ekspresi terkejut. Lunaère balas menatapnya, meletakkan jari di bibirnya untuk membuat gerakan kode agar dia tetap diam. Kemudian dia pergi, dengan hati-hati mendorong bingkai jendela untuk menutupnya tanpa suara.

 

"Krisis berhasil dihindari." Kata Lunaère kepada dirinya sendiri, menghela napas lega.